VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

dokumen-dokumen yang mirip
IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDONESIA Percentage below / above median

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Disabilitas. Website:

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

C UN MURNI Tahun

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

KESEHATAN ANAK. Website:

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

Assalamu alaikum Wr. Wb.

BERITA RESMI STATISTIK

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota)

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Transkripsi:

185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya produk perikanan yang cukup baik dari segi jumlah dan mutunya, terdistribusi secara merata dan terjangkau secara fisik dan ekonomis oleh seluruh rumah tangga. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup banyak, sehingga dapat diharapkan Indonesia mampu membangun kemandirian pangan di sektor perikanan, yakni kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Untuk melihat sejauh mana prospek produk perikanan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi penduduknya, pada bab ini akan disajikan potensi ketersediaan produk perikanan dan proyeksi konsumsi penduduk Indonesia terhadap produk perikanan. Proyeksi terhadap permintaan ikan dalam negeri penting dilakukan untuk tujuan melihat ke depan sampai seberapa jauh produksi ikan dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. 8.1. Potensi Produksi Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5.8 juta kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 81 000 km dengan potensi sumberdaya terutama sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, baik dari kuantitas maupun diversitas. Potensi lestari sumberdaya ikan di Indonesia tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia, yaitu Selat Malaka, Laut Cina Selatan,Laut Jawa, Selat Makasar dan Laut Flores, Laut Banda, Teluk

186 Tomini dan Laut Maluku, Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik, Laut Arafura, serta Samudra Hindia (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005). Dari seluruh potensi sumberdaya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan sekitar 80 persen dari potensi lestari. Dari sisi diversitas, dari sekitar 28 000 jenis ikan yang ada di dunia, yang sudah ditemukan di Indonesia lebih dari 25 000 jenis. Selain untuk memenuhi permintaan ekspor dan kebutuhan bahan baku industri, produk perikanan juga ditujukan untuk menyediakan kebutuhan pangan berupa protein hewani di mana lebih dari 50 persen kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia bersumber dari produk perikanan. Pasar domestik memiliki potensi yang besar untuk menyerap hasil perikanan nasional. Hal dapat juga diperkirakan dari peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2008 lalu sudah lebih dari 230 juta jiwa. Bila tingkat konsumsi pada tahun 2008 tersebut 28 kilogram per kapita, maka jumlah produk perikanan yang diserap di pasar nasional mencapai sekitar 6.4 juta ton. Potensi produksi perikanan berdasarkan wilayah dan kelompok ikan disajikan pada Tabel 40. Secara umum tabel tersebut memperlihatkan bahwa pada tahun 2008 tersebut kebutuhan konsumsi ikan nasional sebesar 6.4 juta ton telah dapat dipenuhi dari total produksi yang mencapai 8.5 juta ton. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa potensi produksi ketiga jenis ikan (ikan segar, ikan awetan, udang segar dan perikanan budidaya) sangat bervariasi diantara wilayah-wilayah di Indonesia. Produksi hasil penangkapan terbesar secara keseluruhan adalah wilayah Sumatera Utara, Jawa Timur dan Maluku dengan volume mencapai 300 sampai 400 ribu ton dalam setahun, sedangkan produksi hasil budidaya terbesar adalah Sulawesi Selatan (lebih dari 700 ribu ton) dan Nusa Tenggara Timur (lebih dari 500 ribu ton). Sedangkan produksi terendah adalah DIY untuk perikanan tangkap (kurang dari 3 000 ton) serta Bangka Belitung dan Papua untuk perikanan budidaya dengan volume kurang dari 1000 ton.

187 Produksi ikan segar (dari laut) yang paling besar adalah wilayah Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Maluku dengan produksi lebih dari 200 ribu ton. Produksi terendah adalah DIY dengan volume hanya sekitar 2 500 ton. Produksi udang segar paling besar adalah wilayah Sumatera Utara (lebih dari 40 ribu ton), Jawa Barat dan Kalimantan Selatan (lebih dari 20 ribu ton), sedangkan produksi terendah adalah wilayah Gorontalo, DIY, dan Maluku Utara dengan produksi kurang dari 100 ton. Produksi ikan awetan terbesar adalah wilayah Jawa Timur dengan produksi lebih dari 200 ribu ton, selanjutnya adalah wilayah Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah Jawa Barat, Maluku dan Papua dengan produksi lebih dari 100 ribu ton. Sedangkan produksi perikanan dari hasil budidaya yang sangat besar terdapat di wilayah Sulawesi Selatan (lebih dari 700 ribu ton), Nusa Tenggara Timur (lebih dari 500 ribu ton) serta Jawa Barat (sekitar 400 ribu ton). Di wilayah lain produksinya berkisar puluhan sampai ratusan ribu ton, kecuali di Papua dan Bangka Belitung yang produksinya kurang dari 1000 ton. Bila angka produksi tersebut dikonversikan menjadi kilogram per kapita (Tabel 41), terlihat bahwa secara umum total produksi sektor perikanan sebesar 69.53 kilogram/kapita sangat berkelebihan dan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi penduduknya yang hanya sebesar 28 kilogram/kapita. Dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi rumahtangga yang telah dibahas pada bab VI (Tabel 23), maka terlihat bahwa kebutuhan konsumsi ikan segar sebesar 22.8 kilogram/kapita telah dapat dipenuhi dari produksi ikan segar yaitu 50.96 kilogram/kapita.

188 Tabel 40. Potensi Produksi Ikan Segar, Udang Segar dan Ikan Awetan Tahun 2008 Propinsi Ikan Segar Udang Segar Ikan Awetan Budidaya Jumlah Aceh 123 876 4 229 7 260 35 667 171 032 Sumut 218 005 49 687 153 327 53 410 474 429 Sumbar 126 569 16 765 69 016 55 607 267 957 Riau 73 632 17 968 28 263 28 861 148 724 Jambi 18 868 16 563 30 657 17 638 83 726 Sumsel 76 176 7 766 7 171 111 869 202 982 Bengkulu 57 932 2 487 84 9 427 69 930 Lampung 21 268 14 201 138 307 189 980 363 756 Babel 128 995 12 854 21 501 903 164 253 Kepri 225 439 8 396 0 5 394 239 229 DKI 116 741 10 785 27 977 5 779 161 282 Jabar 74 461 23 934 110 141 391 568 600 104 Jateng 62 450 3 540 129 722 114 007 309 719 DIY 2 535 88 280 11 949 14 852 Jatim 199 582 14 859 206 214 173 315 593 970 Banten 36 367 2 008 20 118 34 332 92 825 Bali 45 473 241 51 161 156 494 253 369 NTB 63 651 1 696 38 095 101 942 205 384 NTT 59 149 326 38 094 505 827 603 396 Kalbar 61 411 11 003 22 242 9 268 103 924 Kalteng 76 778 17 798 12 187 6 417 113 180 Kalsel 113 250 23 108 42 752 22 564 201 674 Kaltim 103 131 17 171 22 602 78 527 221 431 Sulut 116 660 711 90 832 20 907 229 110 Sulteng 111 360 398 28 145 202 750 342 653 Sulsel 225 689 9 964 31 220 717 846 984 719 Sultra 166 501 7 172 46 810 93 205 313 688 Gorontalo 61 981 37 1 757 10 234 74 009 Sulbar 55 853 102 12 396 5 489 73 840 Maluku 209 313 3 474 106 205 17 836 336 828 Malut 88 354 69 54 810 1 546 144 779 Papua Barat 59 246 8 359 40 706 2 039 110 350 (Ton) Papua 58 409 3 256 173 958 968 236 591 Total 3 239 105 311 015 1 764 010 3 193 565 8 507 695 Sumber: Statistik Perikanan Tangkap dan Statistik Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009) Catatan: Data produksi udang awetan tidak tersedia

189 Demikian pula dengan kebutuhan konsumsi ikan awetan sebesar 2.5 kilogram/kapita telah dapat dipenuhi dari produksi ikan awetan sebesar 14.54 kilogram/kapita serta kebutuhan konsumsi udang segar sebesar 2.6 kilogram/kapita dapat dipenuhi dari produksi sebesar 4.03 kilogram/kapita. Hal ini menunjukkan bahwa secara nasional, potensi produksi produk perikanan tersedia dalam jumlah yang sangat berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, meskipun produksi tersebut terlihat tidak merata di setiap propinsi di Indonesia. Produksi total ikan segar yang sangat besar tersedia di Maluku (148 kg/kapita), Kepulauan Riau (137 kg/kapita). Beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara serta Bangka Belitung juga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi ikan sampai di atas 100 kg/kapita. Di sisi lain, beberapa wilayah terlihat sangat rendah potensi produksinya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduknya, seperti di seluruh wilayah Pulau Jawa dan Lampung (kurang dari 10 kg/kapita). Bila dilihat selisih antara produksi dan konsumsinya memang terlihat bahwa di seluruh wilayah Pulau Jawa bernilai negatif, artinya bahwa produksi ikan segar yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan konsumsi penduduknya. Hal serupa terjadi di Jambi, Lampung, Kalimantan Barat dan Papua (Tabel 42). Produksi ikan awetan yang sangat besar terlihat di seluruh wilayah Maluku dan Papua (lebih dari 50 kg/kapita), Sulawesi Utara (40 kg/kapita), serta Sulawesi Tenggara (lebih dari 20 kg/kapita). Produksi ikan awetan yang rendah terlihat di sebagian besar wilayah di Indonesia, bahkan di DIY dan Kep. Riau tidak tersedia. Bila dilihat selisih produksi dan konsumsinya, wilayah (Kep. Riau, DIY, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Aceh) terlihat kekurangan produksi ikan awetan dibandingkan dengan kebutuhan konsumsinya, meskipun tidak terlalu besar.

190 Tabel 41. Potensi Produksi Ikan Segar, Udang Segar dan Ikan Awetan Tahun 2008 Jumlah Penduduk Ikan Segar Udang Segar Ikan Awetan (Kg/kap/tahun) Jumlah Aceh 4 494 410 33.43 3.01 1.62 38.05 Sumut 12 982 204 19.23 5.51 11.81 36.54 Sumbar 4 846 909 37.59 3.46 14.24 55.28 Riau 5 538 367 18.42 3.33 5.10 26.85 Jambi 3 092 265 11.63 5.53 9.91 27.08 Sumsel 7 450 394 20.90 5.38 0.96 27.24 Bengkulu 1 715 518 38.87 1.84 0.05 40.76 Lampung 7 608 405 7.60 22.03 18.18 47.81 Babel 1 223 296 106.06 10.63 17.58 134.27 Kepri 1 679 163 137.37 5.10 0.00 142.47 DKI 9 607 787 12.75 1.12 2.91 16.79 Jabar 43 053 732 9.94 1.44 2.56 13.94 Jateng 32 382 657 4.63 0.93 4.01 9.56 DIY 3 457 491 4.01 0.20 0.08 4.30 Jatim 37 476 757 9.05 1.29 5.50 15.85 Banten 10 632 166 6.35 0.49 1.89 8.73 Bali 3 890 757 51.14 0.84 13.15 65.12 NTB 4 500 212 33.24 3.93 8.47 45.64 NTT 4 683 827 120.62 0.07 8.13 128.83 Kalbar 4 395 983 15.64 2.94 5.06 23.64 Kalteng 2 212 089 37.45 8.21 5.51 51.16 Kalsel 3 626 616 36.96 6.86 11.79 55.61 Kaltim 3 553 143 45.51 10.45 6.36 62.32 Sulut 2 270 596 60.55 0.35 40.00 100.90 Sulteng 2 635 009 117.04 2.32 10.68 130.04 Sulsel 8 034 776 114.86 3.81 3.89 122.56 Sultra 2 232 586 113.99 5.55 20.97 140.50 Gorontalo 1 040 164 69.29 0.17 1.69 71.15 Sulbar 1 158 651 51.64 1.39 10.70 63.73 Maluku 1 533 506 148.02 2.37 69.26 219.65 Malut 1 038 087 86.46 0.21 52.80 139.47 Papua Barat 760 422 80.57 11.02 53.53 145.12 Papua 2 833 381 20.91 1.20 61.40 83.50 Total 237 641 326 50.96 4.03 14.54 69.53 Sumber: Statistik Perikanan Tangkap dan Statistik Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009), diolah

191 Tabel 42. Kesenjangan Produksi dan Konsumsi Ikan Segar, Udang Segar dan Ikan Awetan di Berbagai Propinsi di Indonesia Tahun 2008 Propinsi Ikan Segar Udang Segar Ikan Awetan Total (kg/kapita) Aceh 2.83-0.63-0.28 1.86 Sumut 1.57 3.53 6.90 11.63 Sumbar 20.50 2.82 11.61 34.89 Riau 1.89 0.19 1.44 3.41 Jambi -4.39 4.14 6.48 6.21 Sumsel 4.71 4.81-1.36 8.15 Bengkulu 24.86 1.42-2.13 24.13 Lampung -6.11 21.34 15.78 30.99 Babel 94.41 9.83 14.23 118.34 Kepri 130.98 4.52-6.04 129.45 DKI 2.53 0.24 0.46 3.19 Jabar -8.33 1.02 1.30-6.02 Jateng -13.72-1.44 0.90-14.33 DIY -20.04-1.34-4.27-25.65 Jatim -16.03-1.06 2.94-14.87 Banten -18.36-2.36 0.25-20.50 Bali 44.75 0.26 7.11 52.10 NTB 23.02 3.01 5.91 31.42 NTT 102.35-0.35 6.87 108.87 Kalbar -2.71 0.57 1.95-0.25 Kalteng 13.40 6.67 1.26 21.21 Kalsel 11.88 4.51 9.23 24.89 Kaltim 20.80 7.60 4.72 33.09 Sulut 28.69 0.13 38.56 67.38 Sulteng 85.81 1.20 9.79 96.79 Sulsel 79.60 2.19 1.61 83.27 Sultra 78.02 4.24 19.71 101.92 Gorontalo 35.52-0.95 0.63 35.20 Sulbar 20.66 0.57 7.95 29.17 Maluku 103.36 1.48 68.47 173.30 Malut 44.30-3.00 51.00 95.28 Papua Barat 47.14 7.81 52.67 107.59 Papua -2.79 0.29 60.43 57.92 Rata-rata 28.16 1.43 12.04 69.53 Sumber: Statistik Perikanan Tangkap dan Statistik Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009), diolah) Catatan: Data produksi udang awetan tidak tersedia

192 Produksi udang segar yang cukup besar terdapat di Lampung (lebih dari 20 kg/kapita), kemudian Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Papua Barat (lebih dari 10 kg/kapita). Produksi yang sangat rendah (kurang dari 1 kg/kapita) terdapat di wilayah DIY, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara). Sedangkan bila dilihat dari kesenjangan antara produksi dan konsumsinya, wilayah Aceh, Pulau Jawa (kecuali DKI dan Jawa Barat), NTT, Gorontalo, dan Maluku Utara bernilai negatif, yang berarti bahwa produksi udang segar yang tersedia belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsinya. 8.2. Proyeksi Permintaan Peran Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dibentuk pada tahun 1999 menjadi semakin penting sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan. Dalam Rencana Strategis Kementrian Kelautan Perikanan disebutkan bahwa tujuan, sasaran dan program yang ingin dicapai salah satu direktoratnya adalah meningkatkan konsumsi ikan yang bermutu dan aman. Secara spesifik disebutkan bahwa salah satu sasarannya adalah meningkatkan konsumsi ikan dalam negeri dari 28 kg/kapita pada tahun 2008 menjadi 30.47 kg/kapita pada tahun 2010 dan 38 kg/kapita pada tahun 2014. Bila dibandingkan dengan angka konsumsi aktual tahun 2008, 2009 dan 2010, maka target sampai tahun 2010 tersebut telah dicapai dengan baik. Telah banyak upaya yang dilakukan oleh KKP dalam rangka meningkatkan tingkat konsumsi ikan di Indonesia, salah satunya adalah pelaksanaan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) di seluruh wilayah Indonesia, baik melalui safari, kampanye, talkshow, pembuatan dan penayangan iklan layanan

193 masyarakat, penyelenggaraan lomba masak serba ikan sampai kepada kerjasama dengan instansi lain dalam rangka akselerasi Gemarikan. Untuk mengetahui sejauh mana pemerintah, dalam hal ini KKP, dapat memenuhi kebutuhan konsumsi ikan penduduk Indonesia setelah periode 2010 serta melihat bagaimana prospek produk perikanan pada akhir tahun 2014 nanti, berikut akan dilakukan proyeksi permintaan ikan tahun 2011 sampai tahun 2014. Proyeksi dilakukan berdasarkan pada persamaan (51) dengan mempertimbangkan elastisitas harga untuk masing-masing kelompok ikan dan golongan pendapatan, elastisitas pendapatan, pertumbuhan harga dan pertumbuhan pendapatan. Nilai elastisitas harga dan elastisitas pendapatan yang digunakan adalah nilai elastisitas hasil analisis yang tercantum pada Tabel 37 dan Tabel 38 pada Bab VII, sedangkan konsumsi awal yang digunakan adalah konsumsi tahun 2008 sebesar 28 kg/kap/tahun. Pertumbuhan harga (p) dan pertumbuhan pendapatan (y) yang digunakan pada proyeksi didasarkan pada angka indeks BPS yaitu sebesar 3 persen dan 5 persen. Namun, untuk melihat sejauh mana pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan, dilakukan simulasi dengan kombinasi p sebesar 2 dan 3 persen serta y sebesar 5 dan 6 persen, yaitu: 1. p=2 persen dan y=5 persen 2. p=2 persen dan y=6 persen 3. p=3 persen dan y=5 persen 4. p=3 persen dan y=6 persen Angka proyeksi konsumsi ikan tahun 2009 sampai tahun 2014 berdasarkan skenario seperti tersebut di atas disajikan pada Tabel 43.

194 Tabel 43. Proyeksi Rata-rata Konsumsi Ikan Tahun 2009-2014 pada Berbagai Laju Pertumbuhan Pendapatan (y) dan Laju Pertumbuhan Harga (p) Tahun Proyeksi Nilai Aktual Skenario 1 p=2%, y=5% Skenario 2 p=2%, y=6% Skenario 3 p=3%, y=5% Skenario 4 p=3%, =6% 2009 29.90 29.45 29.85 29.19 29.58 2010 30.47 31.00 31.86 30.44 31.29 2011 32.67 34.04 31.78 33.13 2012 34.44 36.42 33.21 35.12 2013 36.35 39.00 34.72 37.28 2014 38.39 41.82 36.33 39.61 Rata-rata Laju Pertumbuhan Konsumsi Ikan (%) 5.20 6.58 4.28 5.72 Persentase Kesalahan Relatif (MAPE) Akar Kuadrat Tengah Galat (RMSE) Persentase Akar Kuadrat Tengah Galat (RMSPE) 1.63 2.36 1.24 1.87 0.50 0.98 0.50 0.62 3.69 6.54 1.82 4.65 Dengan membandingkan nilai hasil proyeksi dengan nilai aktual, terlihat bahwa skenario ke-3 dengan laju pertumbuhan pendapatan y=5 persen dan laju pertumbuhan harga p=3 persen (yang riil terjadi pada saat ini) merupakan skenario terbaik karena menghasilkan persentase kesalahan relatif (MAPE), akar kuadrat tengah galat (RMSE) maupun persentase akar kuadrat tengah galat (RMSPE) yang paling kecil, yaitu berturut-turut sebesar 2.5 persen, 0.50, dan 1.82 persen. Pada skenario ini terlihat tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk Indonesia akan mengalami kenaikan dengan laju rata-rata sekitar 4.3 persen per tahun. Jika hasil proyeksi ini dikaitkan dikaitkan dengan program pemerintah yang mentargetkan tingkat konsumsi ikan sebesar 38 kg/kapita pada tahun 2014 tampaknya hal tersebut belum dapat dicapai atau masih di bawah target, karena nilai proyeksi menunjukkan tingkat konsumsi tahun 2014 baru sekitar

195 36.3 kg/kap, jadi terdapat kesenjangan sebesar 1.7 kg/kapita. Bila diasumsikan jumlah penduduk Indonesia adalah 240 juta jiwa, maka KKP perlu menyediakan kekurangan produksi minimal sebesar 4 juta ton ikan pada tahun 2014 nanti. Bila laju pertumbuhan harga tetap 3 persen namun dengan laju pertumbuhan pendapatan naik menjadi 6 persen (skenario 4), terlihat bahwa MAPE meningkat menjadi 1.87 persen, RMSPE menjadi 4.65 persen, dan RMSE menjadi 0.62. Pada skenario ini diperkirakan tingkat konsumsi ikan akan naik dengan laju sekitar 5.7 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya adalah sebesar 39.6 kg/kapita, artinya bahwa target pemerintah dapat terlampui. Bila laju pertumbuhan harga (p) turun menjadi 2 persen sedangkan laju pertumbuhan pendapatan tetap 5 persen (skenario 1), terlihat hasil proyeksi yang diperoleh lebih baik daripada skenario 6, seperti terlihat dari nilai MAPE menjadi 1.63 persen, RMSE 0.5, dan RMSPE menjadi 3.69 persen. Pada skenario ini terlihat bahwa tingkat konsumsi ikan akan terpacu naik dengan laju sekitar 5.2 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya sebesar sekitar 38.39 kg/kapita atau target tingkat konsumsi sebesar 38 kg/kap dapat dicapai. Sedangkan bila laju pertumbuhan harga tetap 2 persen namun dengan laju pertumbuhan pendapatan naik menjadi 6 persen (skenario 2), hasil yang didapat terlihat overestimated dibandingkan nilai aktual dengan MAPE yang lebih besar yaitu 2.36 persen, RMSPE menjadi 6.54 persen, dan RMSE menjadi 0.98. Pada skenario ini diperkirakan tingkat konsumsi ikan akan naik dengan laju sekitar 6.58 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya adalah sebesar 41.82 kg/kapita. Berdasarkan hasil proyeksi pada enam skenario di atas dapat disimpulkan bahwa upaya menekan laju pertumbuhan harga akan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada upaya memacu peningkatan pertumbuhan pendapatan. Dari bab sebelumnya diketahui bahwa konsumsi ikan penduduk

196 Indonesia didominasi oleh konsumsi ikan segar, namun hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa ikan segar tidak elastis terhadap perubahan harga maupun pendapatan, sedangkan produksi ikan segar sangat melimpah. Berdasarkan teori ekonomi hal tersebut tentunya akan menyebabkan harga ikan segar turun namun kenaikan permintaan lebih lambat, sehingga target peningkatan konsumsi tahun 2014 tidak tercapai. Dengan asumsi elastisitas harga dan pendapatan tetap, maka target tingkat konsumsi ikan sebesar 38 kg/kapita pada tahun 2014 harus diikuti dengan upaya menekan laju pertumbuhan harga menjadi sekitar 2 persen. Banyak kendala untuk mewujudkan hal tersebut, hal ini dikarenakan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi sedangkan kapasitas dan kualitas sumberdaya perikanan bisa menurun akibat kerusakan lingkungan dan over fishing. Kondisi tersebut dapat berakibat pada ketersediaan produk perikanan yang tidak mencukupi untuk kebutuhan domestik walaupun pasokan untuk dalam negeri dapat terpenuhi namun dalam jangka panjang upaya tersebut kemungkinan besar sangat sulit tercapai. Bila melihat kembali potensi produksi perikanan yang tersedia dengan sangat melimpah, maka berdasarkan skenario ke-3 target pemerintah bisa saja tercapai. Selain kampanye Gemarikan perlu terus dilakukan, kegiatan lain untuk memacu wilayah-wilayah dengan tingkat konsumsi ikan yang sangat rendah dalam rangka mendukung pencapaian peningkatan konsumsi ikan antara lain yang dilakukan adalah 1) Memfasilitasi kegiatan promosi produk perikanan di seluruh wilayah Indonesia, 2) Pengembangan jaringan dan distribusi pemasaran hasil perikanan dalam bingkai sistem logistik nasional, 3) Inisiasi dan fasilitasi kerjasama pemasaran hasil perikanan dengan cara mempertemukan produsen dengan konsumen besar, 4) Memfasilitasi pemasaran hasil perikanan berbasis

197 web, 5) Optimasi dan pengembangan sarana dan prasarana pemasaran hasil perikanan hingga ke sentra-sentra konsumen untuk mendukung ketersediaan ikan dan produk perikanan secara saniter dan higienis, 6) Penguatan dan pengembangan kelembagaan pemasaran hasil perikanan di pasar dalam negeri dalam bentuk fasilitasi pertemuan dan pembinaan serta pembimbingan melalui kunjungan kerja maupun kunjungan lapangan, serta 7) Memperkuat data, analisa dan sistem informasi pemasaran hasil perikanan di pasar dalam negeri melalui analisa komoditas perikanan utama, penyusunan Harga Patokan Ikan (HPI) untuk penentuan besaran Pungutan Hasil Perikanan (PHP), pengembangan data dan informasi melalui penerbitan Warta Pasar Ikan cetak dan elektronik, diseminasi harga ikan di radio dan pertemuan petugas informasi pasar.

198