HUBUNGAN KETEPATAN KODE DIAGNOSA OBSTETRIC TERHADAP KELANCARAN KLAIM BPJS DI RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN KELENGKAPAN PENGISIAN RESUME MEDIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

dalam pelayanan kesehatan yang lebih bermutu. Adapun salah satu upaya dilakukan melalui suatu sistem jaminan kesehatan.

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PERAWAT TERHADAP KETEPATAN WAKTU PENGEMBALIAN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RSD KOTA TIDORE KEPULAUAN

Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Sarana pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui. jaminan kesehatan. Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun non medis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia No. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis

TINJAUAN PELAKSANAAN PENGISIAN FORMULIR VERIFIKASI (INA-CBG S) PADA REKAM MEDIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. M. DJAMIL

Sumiati¹, Siswati² 1,2 Universitas Esa Unggul, Jakarta. Jalan Arjuna Utara No.9, Kebon Jeruk, Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. sesuai dengan klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang

HUBUNGAN KETERISIAN DAN KEJELASAN DIAGNOSIS UTAMA PADA LEMBAR RINGKASAN MASUK DAN KELUAR DENGAN TERKODENYA DIAGNOSIS DI RS BHAYANGKARA YOGYAKARTA

COMPLETENESS CORRELATION OF MEDICAL RESUMES INPATIENTS HOSPITAL

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rangka pemberian pelayanan kesehatan. Dokumen berisi catatan dokter,

BAB I PENDAHULUAN. Kementrian Kesehatan RI,Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis,Jakarta: 2008

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. yang bermutu dan memperoleh penghasilan yang cukup untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS. Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, klaim

ABSTRACT. : Inpatient Medical Record Documents patients BPJS case SectioCaesaria, Review of Quantitative, Qualitative Review, Accuracy Code.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan. rawat darurat. Rustiyanto (2010), mengatakan bahwa pelayanan

Dyah Ernawati 1, Eni Mahawati Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 50131

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19 ayat1. 1

TINJAUAN HUBUNGAN ANTARA SPESIFISITAS DIAGNOSIS UTAMA DENGAN AKURASI KODE KASUS PENYAKIT BEDAH PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2014

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional) yang diselenggarakan oleh BPJS (Badan Pelaksanan Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

PERAN PENTING PENULISAN DIAGNOSIS UTAMA DAN KETEPATAN KODE ICD-10 SEBAGAI DATA BASE SURVEILANS MORBIDITAS STUDI KASUS DI RS KOTA SEMARANG

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. satu faktor pendukung terpenting. Di dalam Permenkes RI Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Untuk memenuhi hak masyarakat miskin dalam. agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Klasifikasi dan kodefikasi penyakit, Aspek hukum dan etika profesi, Manajemen rekam medis & informasi kesehatan, Menjaga mutu rekam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEAKURATAN KODE DIAGNOSA UTAMA DOKUMEN REKAM MEDIS PADA KASUS PARTUS DENGAN SECTIO CESAREAN DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM TAHUN 2009

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DAN PENGEMBALIAN REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. medis. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem yang. pengendalian terhadap pengisian dokumen rekam medis.

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara komprehensif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 1 Januari Jaminan Kesehatan Nasional ialah asuransi

SKRIPSI HUBUNGAN KELENGKAPAN RESUME MEDIS RAWAT INAP DAN KECEPATAN PENAGIHAN KLAIM ASURANSI DI RUMAH SAKIT PRIKASIH JAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap rumah sakit diwajibkan menyelenggarakan rekaman atau. rekam medis. Menurut Huffman (1994), rekam medis adalah rekaman atau

JURNAL VISIKES - Vol. 10 / No. 1 / April 2011

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. 1. standar profesi rekam medis dan informasi kesehatan. Standar profesi rekam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi profesional baik di bidang teknik medis maupun. dilaksanakan surat persetujuan tindakan kedokteran.

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

Ketepatan Penentuan Kode Penyebab Dasar Kematian Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga Triwulan IV Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

[Internet]. Tersedia dalam [Diakses pada tanggal 24 Maret 2014].

BAB I PENDAHULUAN. kepada pasien termasuk kualitas pendokumentasian rekam medis. memelihara rekam medis pasiennya. Menurut Hatta (2012), rekam medis

ANALISIS KETEPATAN KODING YANG DIHASILKAN KODER DI RSUD UNGARAN

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

EVALUASI TINGKAT KETIDAKTEPATAN PEMBERIAN KODE DIAGNOSIS DAN FAKTOR PENYEBAB DI RUMAH SAKIT X JAWA TIMUR ABSTRAK

KELENGKAPAN PENULISAN DIAGNOSA PADA RESUME MEDIS TERHADAP KETEPATAN PENGKODEAN KLINIS KASUS KEBIDANAN

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengutamakan kepentingan pasien. Rumah sakit sebagai institusi. pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang bermutu kepada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam KEPMENKES RI No. 377/MENKES/SK/ III/2007 tentang. Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan disebutkan bahwa

Fajrizka Program Studi Rekam Medis dan Informasi kesehatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul-Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis bab III pasal 5 yang

*) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. **) Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Faktor-Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Persyaratan Klaim BPJS Pasien Rawat Inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, puskesmas adalah unit pelaksana. teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung-jawab

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

PENGARUH SIKAP PETUGAS REKAM MEDIS TERHADAP KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR PEMERIKSAAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM HERNA MEDAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

HALAMAN PERSETUJUAN ARTIKEL. Tinjauan Spesifisitas Penulisan Diagnosis Dan Ketepatan Kode Berdasarkan ICD-10 Pada

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan yang sempurna kepada pasien baik pasien rawat jalan, rawat

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam

TINJAUAN PROSEDUR PELEPASAN INFORMASI MEDIS DALAM MENJAGA ASPEK KERAHASIAN REKAM MEDIS DI RSUD dr. DARSONO KABUPATEN PACITAN

SKRIPSI. HUBUNGAN KUALIFIKASI CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS RAWAT JALAN BERDASARKAN ICD-10 DI RSPAU dr S HARDJOLUKITO YOGYAKARTA 2015

PELAKSANAAN KLAIM JAMSOSTEK PASIEN RAWAT INAP DI RSUD DR. MOEWARDI

BAB I PENDAHULUAN. miskin (Pasal 28H UUD 1945). Kesadaran tentang pentingnya. jaminan perlindungan sosial terus berkembang hingga perubahan

HUBUNGAN KETEPATAN PENULISAN DIAGNOSIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI GYNECOLOGY PASIEN RAWAT INAP DI RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

GAMBARAN PENGELOLAAN KLAIM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN BULAN JANUARI MARET 2014

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang. kompleks, padat pakar, dan padat modal. Kompleksitas ini muncul

HUBUNGAN KUALIFIKASI PETUGAS FILING DENGAN KETEPATAN PENYIMPANAN REKAM MEDIS DI RS BHAYANGKARA POLDA DIY ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Medis, pengertian sarana pelayanan kesehatan adalah tempat. untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Rumah sakit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 ayat 3 adalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan adalah sesuai dengan standar pelayanan

Lampiran I. Panduan Wawancara. NO Uraian Jawaban /Penjelasan

Tinjauan Ketidaklengkapan Pengisian Resume Medis Di RS. X, Mei - Juni 2013

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. 1. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang

HUBUNGAN KETEPATAN PENULISAN DIAGNOSIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS KASUS OBSTETRI GYNECOLOGY PASIEN RAWAT INAP DI RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

KONSISTENSI PENGGUNAAN ISTILAH GASTROENTERITIS PADA KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

TINJAUAN PENGISIAN RESUME KELUAR RAWAT INAP RUANG TERATAI TRIWULAN IV DI RSUD KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2012

KETEPATAN RESELEKSI DIAGNOSA DAN KODE UTAMA BERDASARKAN ATURAN MORBIDITAS PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN INA-CBGS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

HUBUNGAN KETEPATAN KODE DIAGNOSA OBSTETRIC TERHADAP KELANCARAN KLAIM BPJS DI RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO SULAWESI SELATAN ANDI TENRI NURRUL IZZAH ALIK, LILY WIDJAYA Program Studi D-IV Manajemen Informasi Kesehatan, Universitas Esa Unggul, Jakarta anditenrinia@yahoo.co.id, lily.widjaja@esaunggul.ac.id ABSTRAK Latar Belakang : Ketepatan kode diagnosa dapat berpengaruh terhadap analisis pembiayaan pelayanan kesehatan khusus dalam kelancaran proses pengklaiman, pelaporan nasional morbiditas dan mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis, menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman dan untuk penelitian epidemiologi dan klinis. Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan ketepatan kode diagnosa obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan. Metode Penelitian : Jenis penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi adalah 182 rekam medis obstetric bulan April 2016 dan diambil sampel 44 rekam medis. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji Chi Square. Hasil : Dari 44 rekam medis yang diteliti diketahui kode diagnosa obstetric yang tidak tepat terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 18 (66,7%) dan kode diagnosa obstetric yang tidak tepat terhadap klaim BPJS yang lancar sebanyak 9.(33,3%). Namun ditemukan juga kode diagnosa obstetric yang tepat terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 3 (17,6%) dan kode diagnosa obstetric yang tepat terhadap klaim BPJS yang lancar 14 (82,4%). Nilai Odds Ratio = 9 dan nilai p.value = 0,004 < 0,05. Kesimpulan : Ada hubungan ketepatan kode diagnosa obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan. Kata Kunci : Kode Diagnosa, Resume Medis, Klaim BPJS Daftar Pustaka : (1992-2014) ASSOCIATION BEETWEN OBSTETRIC DIAGNOSIS CODE ACCURACY AND THE CONTINUTY OF BPJS CLAIM IN SAWERIGADING HOSPITAL IN PALOPO CITY SOUTH SULAWESI ABSTRACT Background : The accuracy od code diagnosis can affect the of health care financing specifically analysis in the smooth process of claiming, national repot morbidity and mortality, healthcare data tabulation servces for the evaluation prosess of planning medical process of planning medical servicel for the evaluation process of planning medical services, to determine the type of services that must be planned and developed according to the needs of the time and for epidemiological and clinical studies About of studi : To known relation about the accuracy obstetric code diagnosis with the continuty of BPJS claim in Sawerigading Hospital in Palopo City-South Sulawesi. methods studi : the research is quantitative with cross sectional design. The population was 182 obstetric medical records in April 2016 and taken samples of 44 medical records. Analyzed using univariate and bivariate analysis using Chi Square. Results: Of 44 medical recodrs examined were known that inaccurate obstetric diagnosis code and not smooth BPJS claim was 18 (66,7%) and inaccurate obstetric diagnosis code and smooth BPJS claim was 9.(33,3%). However, it was known accurate obstetric diagnosis code and not smooth BPJS claim is was 3 (17,6%) and obstetric diagnosis code and smooth BPJS claim 14 (82,4%). Odds Ratio = 9 and p.value = 0,004 < 0,05. Conclusion : There is association beetwen obstetric diagnosis code accuracy and the the continuty of BPJS claim in sawerigading hospital in Palopo City-South Sulawesi. Keywords : Diagnosis Code, Claim BPJS Bibliography : (1992-2014)

PENDAHULUAN Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yaitu program pelayanan kesehatan terbaru yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia. BPJS adalah lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program JKN tersebut dan mulai dioperasikan sejak 1 Januari 2014 di seluruh Indonesia. BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara jaminan kesehatan akan membayar biaya pelayanan kesehatan pasien kepada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dengan menggunakan sistem paket INA CBG s. Artinya, penentuan besar pembiayaan pelayanan kesehatan pasien SJSN di rumah sakit menggunakan sistem paket INA CBG s. Penentuan besar pembiayaan (tarif) pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan Surat Edaran Nomor: IR.01.01/I.1/6401/2013 Tahun 2013 tentang Telaksanaan INA CBG s Versi 4.0. Ketepatan pengodean diagnosa pada rekam medis dan software INA CBG s tergantung pada pelaksana yang menangani rekam medis tersebut. Satu di antara data yang penting dalam pendokumentasian rekam medis adalah kode diagnosa pasien. Kode diagnosa pasien sangat penting dan digunakan sebagai acuan dalam penentuan besar biaya pelayanan kesehatan. Ketidaktepatan dalam kode diagnosa pasien mempengaruhi besarnya biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar pasien. Jika dalam pengodean suatu penyakit tidak tepat maka akan mempengaruhi pengelolaan rekam medis terutama keakuratan data morbiditas dan mortalitas serta terkhusus dalam penentuan tarif pelayanan rumah sakit. Pelaksanaan pengodean diagnosa harus lengkap dan akurat sesuai arahan ICD-10. Ketepatan pemberian kode dari suatu diagnosa sangat bergantung pada tenaga medis yaitu dokter dalam menetapkan diagnosa dan tenaga rekam medis dan informasi kesehatan sebagai pemberi kode. Satu di antara kasus yang sering ditangani di rumah sakit adalah kasus obstetric berdasarkan penelitian Rahmi (2014), mengatakan ketepatan penulisan kode diagnosa ibu melahirkan dengan komplikasi, dari 75 rekam medis terdapat 31 (41,33%) kode yang tepat dan 44 (58,67%) yang yang tidak tepat. Penelitian Sianipar (2011) mengatakan keakuratan penulisan kode kebidanan diagnosa pasien melahirkan, dari 49 rekam medis terdapat 17 (35%) kode yang akurat dan 32 (65%) kode yang tidak akurat. Penelitian Vandari (2014), mengatakan koding yang tidak tepat dengan pembayaran klaim Jamkesmas terhambat 118 (93,7%), koding yang tidak tepat dengan pembayaran klaim Jamkesmas tidak terhambat dengan sebanyak 8 (6,3%), koding yang tepat dengan pembayaran klaim Jamkesmas terhambat sebanyak. 8 (47,1%), koding yang tepat dengan pembayaran klaim Jamkesmas tidak terhambat sebanyak 9 (52,9%) dengan p.value 0,000. Nilai Odds Ratio yang diperoleh adalah 13,111 artinya koding yang tepat mempunyai peluang 13,111 kali untuk memperoleh pembayaran klaim tidak terhambat dibanding koding yang tidak tepat. Pada observasi awal yang telah penulis lakukan di rumah sakit tipe B yaitu RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan. Dari observasi pelaporan jumlah pasien tahun 2015 sebanyak 73.421 pasien, diketahui jumlah pasien terbanyak adalah pasien obstetric yaitu 6.237 pasien dengan persentase 9% dari seluruh jumlah pasien tahun 2015. Dari 15 sampel rekam medis obstetric pada tahun 2015, masih ditemukan ketidaktepatan kode diagnosa obstetric sebanyak 8 (53%) dan kode diagnosa yang tepat sebanyak 7 (47%). Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap analisis pembiayaan pelayanan kesehatan khusus dalam kelancaran proses pengklaiman, pelaporan nasional morbiditas dan mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis, menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman dan untuk penelitian epidemiologi dan klinis. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa satu di antara faktor yang menyebabkan kelancaran klaim adalah ketepatan diagnosa. Proses klaim juga masih sangat lambat walaupun kode diagnosa sudah tepat dikarenakan beberapa berkas klaim memerlukan konfirmasi sedangkan Dokter Penanggungjawab Pasien (DPJP) yang terkadang tidak berada di tempat. Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Ketepatan Kode Diagnosa Obstetric Terhadap Kelancaran Klaim BPJS Di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif, dimana data dikumpulkan, dideskripsikan secara sistematis, dianalisis dan dicari hubungan atau keterkaitan antara variabel independen dan variabel dependen. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Cross Sectional. Populasi adalah 182 rekam medis obstetric bulan April 2016 dan diambil sampel 44 rekam medis dengan uji hipotesis 2 proporsi. Teknik pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling secara Proportional Sampel, dimana jumlah sampel yang diambil dari setiap strata sebanding, sesuai dengan proporsional ukurannya (Siregar, 2013: 31). Instrumen Penelitian yaitu daftar tilik (check list) untuk melakukan analisis ketepatan kode diagnosa obstertic dan kelancaran klaim pasien BPJS serta buku ICD-10 volume 1, 2 dan 3 untuk mengecek apakah kode yang telah ditentukan sesuai atau tidak dan meninjau

apakah kode yang ditentukan lengkap dan tepat atau masih ada kekurangan. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji Chi Square. HASIL 1. Ketepatan Kode Diagnosa Obstetric Tabel 1. Distribusi Ketepatan Kode Diagnosa Obstetric Di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan Bulan April 2016 No. Ketepatan Kode n Persentase Diagnosa 1. Tepat 17 38,6% 2. Tidak Tepat 27 61,4% Total 44 100% Berdasarkan tabel 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa kode yang tepat sebanyak 17 rekam medis dengan persentase 38,6% dan kode diagnosa obstetric yang tidak tepat 27 rekam medis dengan persentase 61,4%. Adapun dalam penelitian ini ditemukan adanya variabel cunfounding yaitu kelengkapan resume medis. Variabel cunfounding yaitu suatu variabel dalam penelitian yang tidak tercakup dalam hipotesis penelitian, akan tetapi muncul dalam penelitian dan berpengaruh terhadap variabel tersebut. 1.1 Kelengkapan Resume Medis Pasien Obstetric Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Analisis Kuantitatif Resume Medis Pasien Obstetric Di RSUD Sawerigading Kota Palopo Sulawesi Selatan Bulan April 2016 Komponen Lengkap Tidak No. Analisis Lengkap Kuantitatif n % n % 1. Identitas Pasien 44 100 0 0 2. Laporan Penting 43 97 1 3 3. Autentikasi 41 94 3 6 Penulisan 4. Catatan yang baik 41 94 3 6 Rata-rata 42 96 2 4 Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat dilihat bahwa hasil rekapitulasi kelengkapan resume medis pasien obstetric berdasarkan 4.komponen tersebut diperoleh rata-rata yang lengkap sebanyak 42 resume medis dengan persentase 96%, sedangkan yang tidak lengkap sebanyak 2 rekam medis dengan persentase 4%. Komponen analisis kuantitatif yang tertinggi yaitu identifikasi pasien yaitu 100%, sedangkan yang terendah adalah komponen laporan penting dan autentifikasi penulisan yaitu 94%. 2. Kelancaran Klaim BPJS Tabel 3 Distribusi Kelancaran Klaim BPJS Di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan Bulan April 2016 No. Kelancaran Klaim Frekuensi Persentase 1. Lancar 23 52,3% 2. Tidak Lancar 21 47,7% Total 44 100% Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat dilihat bahwa klaim BPJS yang lancar sebanyak 23 berkas klaim dengan persentase 52,3% dan klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 21 berkas klaim dengan persentase 47,7%. 3. Uji Hipotesis Ketepatan Kode Diagnosa Obstetric dengan Kelancaran Klaim BPJS No. Tabel 4. Ketepatan Kode Diagnosa Obstetric Hubungan Ketepatan Kode Diagnosa Obstetric dengan Kelancaran Klaim BPJS Di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan Bulan April 2016 Kelancaran Klaim BPJS Tidak Lancar Lancar Total n % n % n % 1. Tidak Tepat 2. Tepat 3 17,6 14 82,4 21 100 Total 21 47, 7 23 52,3 44 100 OR 18 66,7 9 33,3 27 100 9,333 (95%CI: 2,121-41,066 P Value Berdasarkan tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa dari 44 rekam medis, kode diagnosa obstetric yang tidak tepat terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 18 (66,7%) dan kode diagnosa obstetric yang tidak tepat terhadap klaim BPJS yang lancar sebanyak 9.(33,3%). Namun ditemukan juga kode diagnosa obstetric yang tepat terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 3 (17,6%) dan kode diagnosa obstetric yang tepat terhadap klaim BPJS yang lancar 14 (82,4%). Nilai Odds Ratio yang diperoleh adalah 9, artinya kode diagnosa obstetric yang tepat mempunyai peluang kelancaran klaim BPJS sebesar 9 kali dibanding kode diagnosa obstetric yang tidak tepat. Dari hasil uji chi-square diketahui p.value 0,004 < 0,05 maka H o ditolak, artinya ada hubungan ketepatan kode diagnosa obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan. 0.004

No. 1. Adapun hasil analisis bivariat variabel cunfounding yaitu kelengkapan resume medis terhadap kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo- Sulawesi Selatan, sebagai berikut : 3.1 Uji Hipotesis Kelengkapan Resume Medis Pasien Obstetric dengan Kelancaran Klaim BPJS Kelengkapan Resume Medis Pasein Obstetric Tidak lengkap Tabel 5. Hubungan Kelengkapan Resume Medis Pasien Obstetric dengan Kelancaran Klaim BPJS Di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan Bulan April 2016 Kelancaran Klaim BPJS Total Tidak Lancar Lancar n % n % n % OR 7 87,5 1 12,5 8 100 11,000 (95%CI: 2. Lengkap 14 38,9 22 61,1 36 100 Total 21 47,7 23 52,3 44 100 1,219-99,258 P Value 0.019 Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat dilihat bahwa dari 44 rekam medis, resume medis pasien obstetric yang tidak lengkap terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 7 (87, 5%) dan resume medis pasien obstetric yang tidak lengkap terhadap klaim BPJS yang lancar sebanyak 1.(12,5%). Namun ditemukan juga resume medis pasien obstetric yang lengkap terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 14 (38,9%) dan resume medis pasien obstetric yang lengkap terhadap klaim BPJS yang lancar 22 (61,1%). Nilai Odds Ratio yang diperoleh adalah 11, artinya resume medis pasien obstetric yang lengkap mempunyai peluang kelancaran klaim BPJS sebesar 11 kali dibanding resume medis pasien obstetric yang tidak lengkap. Dari hasil uji chi-square diketahui p.value 0,019 < 0,05 maka H o ditolak, artinya ada hubungan kelengkapan resume medis pasien obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan. PEMBAHASAN 1. Ketepatan Kode Diagnosa Obstetric di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan Ketepatan yaitu proses pengolahan rekam medis yang benar, lengkap dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketepatan kode sangat diperlukan agar informasi yang dihasilkan dari kode dapat dipertanggungjawabkan dan memaparkan kualitas yang telah terjadi kode yang dihasilkan dari diagnosa dan prosedur harus tepat. Oleh karena itu, petugas koding perlu mengikuti pelatihan terkait tata cara penentuan kode yang tepat (Anggraini, 2013). Ketepatan kode diagnosa adalah kesesuaian kode diagnosa yang ditetapkan petugas koding dengan diagnosa pada rekam medis pasien sesuai dengan aturan ICD-10. Berdasarkan observasi yang dilakukan mengenai ketepatan kode diagnosa obstetric, dari 44 rekam medis pasien obstetric yang ditetiliti diketahui bahwa kode yang tepat sebanyak 17 rekam medis dengan persentase 38,6% dan kode yang tidak tepat 27 rekam medis dengan persentase 61,4%. Dari hasil observasi tersebut diketahui masih ditemukan ketidaktepatan pengodean diagnosa obstetric yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : a. Beberapa tulisan dokter sulit dibaca, penulisan diagnosa kurang jelas dan kurang spesifik, tulisan dokter sulit dibaca dan menggunakan singkatan sehingga menyulitkan petugas koding dalam menetapkan kode. b. Kurangnya fasilitas bagi petugas koding yaitu ICD-10 yang digunakan masih versi tahun 2002 dan 2004 sehingga kode ICD tidak update. c. Petugas koding hanya ada 2 orang sehingga melebihi beban kerja petugas koding. d. Petugas koding sering tidak membaca rekam medis seutuhnya tapi melihat diagnosa hanya pada ringkasan keluar (resume medis). e. Petugas koding sering tidak merujuk ke ICD-10 Volume 1. f. Standar Prosedur Operasional (SPO) pengodean rekam medis tidak dijelaskan secara spesifik. Semua hal tersebut diatas menyebabkan ketidaktepatan terhadap kode yang dibuat. Ketepatan pengodean pada rekam medis sangatlah dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan dirumah sakit. Oleh sebab itu pihak manajemen harus memperhatikan kegiatan pelayanan pada unit rekam medis karena dalam penentuan biaya dan aspek hukum rekam medis sangatlah penting, karena unit rekam medis adalah kunci utama sebuah pelayanan rumah sakit. Tingkat ketepatan berguna untuk sistem penangihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional morbiditas dan mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, dan untuk penelitian epidemiologi dan klinis (Hatta, 2008). Jika penentuan kode diagnosa tidak tepat akan berpengaruh pada biaya pelayanan kesehatan yang telah diberikan, ini dapat menimbulkan kerugian bagi rumah sakit karena pembayaran klaim yang berbasis INA-CBGs dilihat dari hasil pengodean yang ditetapkan petugas koding. Oleh karena itu, ketepatan terhadap kode diagnosa yang ditetapkan petugas koding di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan perlu diperhatikan untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008

Pasal 2 ayat 1 menyebutkan rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas, termasuk dalam penulisan diagnosa utama. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Minimal Pelayanan di Rumah Sakit telah menetapkan standar kelengkapan pengisian rekam medis. Untuk meminimalkan masalah ketidaktepatan kode diagnosa maka pihak RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan, petugas analisis harus melakukan analisis kuantitaf dan kualitatif rekam medis terlebih dahulu, dan petugas koding harus membaca rekam medis seutuhnya dengan melihat lembar yang lainnya seperti lembaran anamnesa, lembaran perjalanan penyakit, catatan keperawatan, catatan harian dokter, ringkasan keluar (resume medis) dan penunjang lainnya serta melakukan rujuk silang dari buku ICD-10 Volume 3 ke Volume 1 dan menggunakan pedoman morbiditas. Selain itu, memberi pemahaman kepada dokter bahwa penulisan diagnosa utama harus jelas, spesifik/terperinci, dan konsisten sesuai dengan kondisi penyakit pasien, serta menggunakan huruf kapital guna menunjang ketepatan pengodean penyait pada rekam medis serta ada kebijakan dari rumah sakit untuk mengikutkan petugas koding dalam pelatihan-pelatihan terkait tentang cara penentuan kode ICD juga menambah tenaga rekam medis agar beban kerja petugas koding lebih ringan. Standar Prosedur Operasional (SPO) perlu dilakukan revisi. Adapun dalam penelitian ini ditemukan adanya variabel cunfounding yaitu kelengkapan resume medis. Variabel cunfounding yaitu suatu variabel dalam penelitian yang tidak tercakup dalam hipotesis penelitian, akan tetapi muncul dalam penelitian dan berpengaruh terhadap variabel tersebut. 1.1 Kelengkapan Resume Medis Pasien Obstetric di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan Resume medis adalah ringkasan yang harus dibuat dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien (Permenkes Nomor 269 Tahun 2008). Kelengkapan resume medis dinilai dari empat komponen yaitu identifikasi pasien, laporan penting, autentifikasi penulisan dan catatan yang baik. Resume medis mencerminkan ringkasan segala informasi penting, menyangkut pasien dan bisa dijadikan dasar untuk melakukan tindakan yang lebih lanjut. Berdasarkan observasi yang dilakukan mengenai kelengkapan resume medis pasien obstetric, dari 44 resume medis pasien obstetric yang diteliti diperoleh hasil rekapitulasi kelengkapan resume medis pasien obstetric dengan melihat 4 komponen analisis kuantitatif yakni rata-rata yang lengkap sebanyak 42 resume medis dengan persentase 96%, sedangkan yang tidak lengkap sebanyak 2 rekam medis dengan persentase 4%. Komponen analisis kuantitatif yang tertinggi yaitu identifikasi pasien yaitu 100%, sedangkan yang terendah adalah komponen laporan penting dan autentifikasi penulisan yaitu 94%. Dari hasil observasi tersebut diketahui masih ditemukan ketidaklengkapan resume medis pasien obstetric yang yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : a. Penulisan diagnosa kurang spesifik yang tidak disertai pemeriksaan penunjang. b. Tidak menuliskan nama dokter dan tanda tangan dokter penanggungjawab pasien. Kelengkapan rekam medis merupakan sangat penting nilainnya karena resume medis yang lengkap selain menjaga mutu rekam medis juga digunakan untuk administrasi klaim asuransi (Anggraini,.2013). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Minimal Pelayanan di Rumah Sakit telah menetapkan standar kelengkapan pengisian rekam medis itu mencapai 100%. Untuk meminimalkan masalah ketidaktepatan kode diagnosa maka pihak RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan, sebaiknya melakukan pertemuan 3 (tiga) bulan sekali antara petugas rekam medis dengan staf medis terkait kelengkapan resume medis agar menuliskan diagnosa akhir secara jelas, lengkap, spesifik dan konsisten sesuai dengan kondisi penyakit pasien, serta menggunakan huruf kapital juga disertai bukti autentikasi penulisan. 2. Kelancaran Klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan INA-CBGs atau Indonesian Case Base Group s merupakan aplikasi yang digunakan untuk pengajuan klaim BPJS oleh penyedia pelayanan kesehatan (PPK) seperti rumah sakit, puskesmas ataupun balai pengobatan. Klaim adalah suatu permintaan dari satu di antara atau dua pihak yang mempunya ikatan agar haknya terpenuhi. Satu dari dua pihak yang mempunyai ikatan tersebut akan mengajukan klaim kepada pihak lainnya sesuai dengan perjanjian atau pronvisi polis yang disepakati bersama kedua belah pihak tersebut (Ilyas, 2006). Proses pengklaiman mempunyai beberapa tahapan pengklaiman yang dimulai dari unit pelayanan fungsional/instalasi pelayanan ke unit rekam medis dan selanjutnya diproses oleh petugas koding kemudian diteruskan kepada verifikator independen untuk diverifikasi, apabila terjadi ketidaklengkapan berkas klaim maka akan dikembalikan ke rumah sakit untuk dilengkapi.

Tahapan-tahapan tersebutlah yang dilalui, sehingga perlu waktu, dan kemampuan petugas dalam melaksanakan tahapan-tahapan proses klaim. Berkas klaim yang tidak lengkap akan berdampak pada jumlah berkas klaim yang disetujui dan tidak disetujui juga kelancaran dalam hal pengklaiman biaya (Ilyas,.2006). Klaim yang diajukan oleh fasilitas kesehatan terlebih dahulu di verifikasi BPJS Kesehatan tujuannya adalah menguji kebenaran administrasi pertanggungjawaban pelayanan yang telah dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan. Ketentuan mengenai verifikasi klaim Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim yang diterbitkan BPJS Kesehatan. Bagi fasilitas kesehatan yang menggunakan sistem INA-CBGs dalam pengajuan klaim untuk pembayaran pelayanan kesehatan baik pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, klaim diajukan setiap bulan secara reguler paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan paling lambat 15 hari setelah berkas klaim diterima lengkap (Permenkes Nomor 28 Tahun 2014). Berdasarkan observasi yang dilakukan mengenai kelancaran klaim BPJS, dari 44 berkas klaim pasien obstetric yang ditetiliti diketahui bahwa klaim BPJS yang lancar sebanyak 23 berkas klaim dengan persentase 52,3% dan klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 21 berkas klaim dengan persentase 47,7%. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis penyebab yang mempengaruhi kelancaran klaim BPJS tidak lancar, antara lain : a. Tidak ada TIM Verifikator Internal BPJS yang melakukan verifikasi berkas klaim sebelum memberikan berkas klaim kepada TIM Verifikator Eksternal BPJS. b. Yang melakukan penginputan data klaim ke software INA-CBGs bukan berlatarbelakang pendidikan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan melainkan latarbelakang pendidikan sarjana Sistem Informasi dan Keperawatan sehingga dalam melakukan pengiputan data yang diklaim tidak dianalisis kembali ketepatan kode diagnosa dan biaya INA-CBGs yang dihasilkan sebelum dilakukan proses grouping sehingga bisa merugikan rumah sakit, BPJS dan pasien. c. Ada beberapa diagnosa memerlukan konfirmasi dokter penanggungjawab pasien walaupun resume medis dan kode diagnosa sudah lengkap dan tepat, akan tetapi DPJP terkadang tidak berada ditempat sehingga harus menunggu DPJP sehingga menghambat kelancaran proses klaim. Berdasarkan hal tersebut mengakibatkan pengklaiman ke BPJS tidak berjalan lancar sehingga menghambat operasional RS seperti keterlambatan pembayaran jasa, pembelian sarana dan prasarana RS dan lainnya. Untuk meminimalkan masalah ketidaklancaran klaim BPJS maka pihak RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan harus membentuk TIM Verifikator Internal BPJS yang melakukan verifikasi berkas klaim BPJS sebelum memberikan berkas klaim kepada TIM Verifikator Eksternal BPJS untuk diverifikasi. Petugas yang menginput data klaim kedalam software INA- CBGs sebaiknya petugas dengan latarbelakang pendidikan D-III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan agar data yang diklaim dapat dianalisis kembali ketepatan kode diagnosa dan biaya INA- CBGs yang dihasilkan tepat dan tidak merugikan rumah sakit, BPJS dan pasien sebelum dilakukan proses grouping serta ada dokter jaga bisa dikonfirmasi jika ada diagnosa yang memerlukan konfirmasi mengenai diagnosa yang ditegakkan. 3. Hubungan Ketepatan Kode Diagnosa Obstetric Terhadap Kelancaran Klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan Hasil uji chi-square untuk variabel ketepatan kode diagnosa obstetric dengan kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan, diperoleh nilai signifikasi p value = 0,004. Nilai p.value tersebut < 0,05 maka H o ditolak, artinya ada hubungan ketepatan kode diagnosa obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan. Berdasarkan tabel 4.3 diketahui dari 44 rekam medis, kode diagnosa obstetric yang tidak tepat terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 18 (66,7%) dan kode diagnosa obstetric yang tidak tepat terhadap klaim BPJS yang lancar sebanyak 9.(33,3%). Namun ditemukan juga kode diagnosa obstetric yang tepat terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 3 (17,6%) dan kode diagnosa obstetric yang tepat terhadap klaim BPJS yang lancar 14 (82,4%). Nilai Odds Ratio yang diperoleh adalah 9, artinya kode diagnosa obstetric yang tepat mempunyai peluang kelancaran klaim BPJS sebesar 9.kali dibanding kode diagnosa obstetric yang tidak tepat. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa ketepatan kode diagnosa pasien obstetric akan mempengaruhi kelancaran klaim BPJS karena tingkat ketepatan berguna untuk sistem penangihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional morbiditas dan mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, dan untuk penelitian epidemiologi dan klinis (Hatta, 2008).

Adapun dalam analisis bivariat variabel cunfounding yaitu kelengkapan resume medis terhadap kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan, sebagai berikut : 3.1 Hubungan Kelengkapan Resume Medis Pasien Obstetric Terhadap Kelancaran Klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan Hasil uji chi-square untuk variabel kelengkapan resume medis pasien obstetric dengan kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan, diperoleh nilai signifikasi p value = 0,019. Nilai p value tersebut < 0,05 maka H o ditolak, artinya ada hubungan kelengkapan resume medis pasien obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan. Berdasarkan tabel 4.5 diketahui dari 44 rekam medis, resume medis pasien obstetric yang tidak lengkap terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 7 (87, 5%) dan resume medis pasien obstetric yang tidak lengkap terhadap klaim BPJS yang lancar sebanyak 1.(12,5%). Namun ditemukan juga resume medis pasien obstetric yang lengkap terhadap klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 14 (38,9%) dan resume medis pasien obstetric yang lengkap terhadap klaim BPJS yang lancar 22 (61,1%). Nilai Odds Ratio yang diperoleh adalah 11, artinya resume medis pasien obstetric yang lengkap mempunyai peluang kelancaran klaim BPJS sebesar 11 kali dibanding resume medis pasien obstetric yang tidak lengkap. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa ketidaklengkapan resume medis pasien obstetric akan mempengaruhi kelancaran klaim BPJS karena kelengkapan rekam medis merupakan sangat penting nilainnya karena resume medis yang lengkap selain menjaga mutu rekam medis juga digunakan untuk administrasi klaim asuransi (Anggraini, 2005). KESIMPULAN Kesimpulan pada penelitian dengan judul hubungan ketepatan kode diagnosa obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan pada bulan April tahun 2016, antara lain : a. Ketepatan kode diagnosa obstetric dari 44 rekam medis, diketahui bahwa kode yang tepat sebanyak 17 rekam medis dengan persentase 38,6% dan kode diagnosa obstetric yang tidak tepat 27 rekam medis dengan persentase 61,4%. b. Kelengkapan resume medis pasien obstetric dari 44 resume medis, diketahui hasil rekapitulasi kelengkapan resume medis pasien obstetric dengan melihat 4 komponen analisis kuantitatif yakni rata-rata yang lengkap sebanyak 42 resume medis dengan persentase 96%, sedangkan yang tidak lengkap sebanyak 2 rekam medis dengan persentase 4%. Komponen analisis kuantitatif yang tertinggi yaitu identifikasi pasien yaitu 100%, sedangkan yang terendah adalah komponen laporan penting dan autentifikasi penulisan yaitu 94%. c. Kelancaran klaim BPJS dari 44 berkas klaim, diketahui bahwa klaim BPJS yang lancar sebanyak 23 berkas klaim dengan persentase 52,3% dan klaim BPJS yang tidak lancar sebanyak 21 berkas klaim dengan persentase 47,7%. d. Dari 44 rekam medis yang penulis teliti diketahui ada hubungan ketepatan kode diagnosa obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo-Sulawesi Selatan dengan p value 0,004. Nilai Odds Ratio yang diperoleh adalah 9, artinya kode diagnosa obstetric yang tepat mempunyai peluang kelancaran klaim BPJS sebesar 9 kali dibanding kode diagnosa obstetric yang tidak tepat. e. Dari 44 resume medis yang penulis teliti diketahui ada hubungan kelengkapan resume medis pasien obstetric terhadap kelancaran klaim BPJS di RSUD Sawerigading Kota Palopo- Sulawesi Selatan dengan p.value 0,019. Nilai Odds Ratio yang diperoleh adalah 11, artinya resume medis pasien obstetric yang lengkap mempunyai peluang kelancaran klaim BPJS sebesar 11 kali dibanding resume medis pasien obstetric yang tidak lengkap. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Anggraini, dr. Mayang. 2013. Audit Coding Diagnosis. Jakarta: Universitas Esa Unggul. Anggraini, dr. Mayang. 2007. Pelatihan ICD. Jakarta: Universitas Esa Unggul. Budi, Savitri C. 2011. Manajemen Unit Kerja. Jogyakarta: Quantum Sinergis Media. Bowman, D. E. 1992. Health Informasi Management of Strategic Resource. Jakarta. BPJS Kesehatan. 2014. Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta. BPJS Kesehatan. 2014. Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim. Jakarta Daldiyono, Prof. Dr. dr. 2007. Pasien Pintar dan Dokter Bijak. Jakarta: FK UI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Badan Penyelenggaraan Jaminan Nasional Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, (Jakarta: 2014). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, (Jakarta: 2008). Dorland, W. A. 2012. Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28 (Dorland s Pocket Medical Dictionary 28 th Ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Garmelia, E. 2010. Pengenalan Kodifikasi dan Modifikasi Prosedur Melalui ICD-9CM. Kumpulan Makalah Pelatihan Optimalisasi Pengelolaan dan Implementasi Standar Pelayanan Rekam Medis di Rumah Sakit. Jakarta. Hatta. Gemala R. 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan Rev. 1. Jakarta : UI Press. Hatta. Gemala R. 2013. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan Rev. 2. Jakarta : UI Press. Ilyas, Yaslis. 2006. Asuransi Kesehatan: Review Utilisasi, Manajemen Klaim Dan Fraud (Kecurangan Asuransi Kesehatan). Jakarta: FKM UI. Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, (Jakarta: 2014). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Surat Edaran Nomor: IR.01.01/I.1/6401/2013 Tahun 2013 tentang Telaksanaan INA CBG s Versi 4.0. (Jakarta: 2013). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), (Jakarta: 2004). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, (Jakarta: 2009). Kementerian Pendidikan Nasional Dan Budaya (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa). 2012. KBBI Online, (online). (www.kbbi.we.id, diakses pada tanggal 18 Agustus 2016 pukul 22.00). Manangka, FR. Klasifikasi Statistik Internasional tentang Penyakit dan Masalah Kesehatan (ICD- 10). Surabaya: K.P.R.I. RSUD Dr. Soetomo. Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Rahmi, Fitria. 2014. Tinjauan Ketepatan Kode Diagnosa Pasien Ibu Melahirkan Dengan Komplikasi Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang. Jakarta: Universitas Esa Unggul. Rustiyanto, Ery. 2009. Etika Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sianipar, Andy Putra. 2011. Tinjauan Keakuratan Penulisan Kode Metode Kebidanan Diagnosa Pasien Melahirkan Di RS Islam Jakarta Cempaka Putih. Jakarta: Universitas Esa Unggul. Siregar, Ir. Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif-Dilengkapi Dengan Perbandingan Perhitungan Manual Dan SPSS. Jakarta: Prenadamedia Group. Vandari, Veni Vais. 2014. Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Pasien Caesarean Section Terhadap Pembayaran Klaim Jamkesmas. Jakarta: Universitas Esa Unggul. Widjaya, Lily. 2014. Modul Manajemen Informasi Kesehatan 3 Peningkatan Pendokumentasian Klinis. Jakarta: Universitas Esa Unggul. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), (Jakarta: 2011).