2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan kita dituntut untuk dapat memperoleh, memilih, serta mengolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya peradaban dunia membawa perubahan terhadap budaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat tidak bisa. dipungkiri berdampak pada pendidikan,khususnya terhadap kualitas

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB I PENDAHULUAN. karakter dan kreativitas siswa. Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran yang penting bagi

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses pembelajaran, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Setiap peserta didik perlu memiliki kemampuan matematis pada tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB II KAJIAN TEORI. A. Efektivitas Pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) efektivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB II STUDI LITERATUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

I. PENDAHULUAN. pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa, melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarina Hanifah, 2013

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fathimah Bilqis, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Emilda Saputri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Bidang studi matematika secara garis besar memiliki dua arah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Oleh karena itu, SDM (Sumber Daya Manusia) perlu disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. afektif atau perubahan perilaku dan Kompetensi yang ingin dicapai adalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengerjakan dan memahami matematika dengan benar. keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas guna membangun bangsa yang maju. Kesuksesan di bidang pendidikan merupkan awal bangsa yang maju.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, kemampuan bersaing dalam dunia pendidikan sangat diutamakan sebagai tolok ukur perkembangan negara-negara maju. Persaingan yang sportif dalam pendidikan sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan masing-masing negara yang bersangkutan dalam rangka mempererat hubungan yang dijalin negara-negara tersebut, khususnya dalam bidang pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan cara memberikan kesempatan bagi anak-anak agar mendapatkan pendidikan yang layak sebagai generasi penerus bangsa. Pendidikan yang diberikan memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar dapat memanfaatkan dan mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia. Menurut Tirtarahardja (Bramapurnama, 2011: 1), pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasaran pendidikan adalah peningkatan kualitas SDM. Hal ini sejalan dengan pendapat Gaffar (Larasati, 2011: 1) bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibina dan dikembangkan melalui proses pendidikan. Dengan tingginya jenjang pendidikan yang ditempuh, maka diharapkan kualitas dan produktivitas masyarakat akan meningkat dalam memecahkan berbagai macam persoalan yang timbul di masyarakat, khususnya permasalahan di bidang pendidikan. Perkembangan zaman di era globalisasi saat ini menuntut manusia untuk berpikir kritis dan praktis dalam memenuhi semua kebutuhan, termasuk kebutuhan belajar yang sangat berkaitan dengan dunia pendidikan. Kebutuhan belajar sangat penting disosialisasikan kepada siswa dalam rangka menanamkan sikap tanggap untuk menerima dan memahami materi pelajaran yang diberikan di lembaga pendidikan seperti sekolah. Sikap tanggap tersebut dapat ditanamkan pada diri siswa, apabila kesadaran siswa dalam menggali

2 kemampuan berpikir dan bernalar terus ditingkatkan untuk menunjang ketepatan pemahaman konsep dalam proses belajar. Dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan untuk terus belajar, maka rasa ingin tahu pun akan selalu timbul dalam diri siswa. Rasa ingin tahu yang besar dalam diri siswa akan merangsangnya untuk berpartisipasi aktif dalam memecahkan berbagai macam persoalan yang timbul, salah satunya persoalan dalam mata pelajaran matematika. Menurut Departemen Pendidikan dan Budaya (Anggraeni, 2012: 2), tujuan pendidikan matematika bagi pendidikan dasar dan menengah adalah mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan kedalam kehidupan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien, serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Untuk membantu menciptakan tujuan pendidikan matematika tersebut, maka siswa sebagai generasi penerus bangsa dengan pendidikan yang diperolehnya di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah diharapkan dapat mempelajari mata pelajaran matematika dengan baik dan bersungguh-sungguh. Dalam proses pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika dibutuhkan ketepatan pemahaman konsep terhadap materi-materi yang diberikan. Pemahaman konsep yang tepat tersebut akan menunjang tercapainya kompetensi pemahaman terhadap materi selanjutnya. Sebaliknya, pemahaman konsep yang rendah akan menghambat siswa untuk memahami konsep pada materi selanjutnya. Permasalahan yang sering timbul saat ini mengenai pemahaman konsep adalah penyampaian materi oleh guru yang tidak sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai pada kegiatan pembelajaran serta rendahnya kesadaran guru dalam memberikan bimbingan kepada siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas mengenai mata pelajaran yang bersangkutan. Banyak guru yang menganggap tugasnya sebagai guru hanya cukup menyampaikan materi di dalam kelas dan tidak

3 bertanggungjawab apabila siswa tersebut tidak memahami materi yang telah dijelaskan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Akibatnya, kondisi pembelajaran di dalam kelas kurang menyenangkan karena tidak terjalinnya komunikasi dua arah antara guru dan siswa tentang mata pelajaran yang bersangkutan. Pembelajaran yang kurang menyenangkan pun akan ikut mempengaruhi ketepatan siswa dalam memahami konsep yang telah diberikan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Pemahaman konsep yang tidak tepat akan berdampak negatif pada prestasi belajar siswa yang nantinya akan berakibat buruk pula pada pandangan siswa terhadap mata pelajaran terkait, dalam hal ini adalah mata pelajaran matematika. Russefendi (Larasati, 2011: 4) menyatakan bahwa Banyak anak yang setelah belajar matematika bagian sederhana pun tidak dapat dipahami, banyak konsep yang dipahami secara keliru, sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar dan ruwet. Pandangan negatif inilah yang harus dihilangkan dan diganti dengan pandangan positif terhadap mata pelajaran matematika yaitu dengan menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan di dalam kelas. Penciptaan proses pembelajaran yang menyenangkan harus menjadi perhatian bagi guru yang bertugas tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik bagi siswa dalam rangka penanaman karakter bangsa yang tidak mudah menyerah dalam menerima mata pelajaran yang dalam pemahaman materinya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Menurut Gagne (Anggraeni, 2012: 1), pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Proses pembelajaran yang menyenangkan akan membantu guru untuk menanamkan sikap senang pada mata pelajaran yang diajarkan. Proses pembelajaran yang dilakukan harus efektif dengan tujuan membantu siswa dalam proses berpikir untuk memahami materi yang diberikan oleh guru di dalam kelas. Penyampaian materi itulah yang menentukan kepekaan siswa dalam menyerap dan menuangkan ide-ide yang didapat dari materi yang telah diberikan kedalam bentuk pemahaman yang

4 sesuai dengan apa yang telah siswa mengerti, tentunya dengan bimbingan yang secara bertahap dilakukan oleh guru. Pemberian bimbingan terhadap siswa akan membantu siswa untuk menggunakan konsep-konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya sebagai prasyarat untuk melanjutkan materi berikutnya. Menurut Effendi (2009), pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM (2000) menggariskan bahwa siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk mengingat kembali konsep matematika pada materi yang telah ia pelajari dan membuat kesimpulan akan materi-materi yang telah dimengerti menurut pemikiran siswa, dengan tujuan siswa dapat mengkonstruksi pemahamannya sendiri. Kemampuan yang dibutuhkan siswa dalam memahami konsep matematika adalah kemampuan penalaran. Depdiknas (Nadia, 2012: 4) menyatakan bahwa Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Berdasarkan pendapat tersebut, kemampuan penalaran dan materi matematika saling berkaitan dan menunjang satu sama lain dalam kegiatan pembelajaran matematika. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dwi, 2012), penalaran didefinisikan sebagai berikut: a. Cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis; jangkauan pemikiran. b. Hal yang mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman. c. Proses mental dengan mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Suriasumantri (Dwi, 2012) mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah kemampuan berpikir logis

5 menggunakan nalar dengan mengembangkan pikiran berdasarkan fakta atau prinsip yang diperoleh untuk melakukan penarikan kesimpulan yang berupa suatu pengetahuan. Ada dua jenis penalaran, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif (Paskah, 2011). Penalaran deduktif adalah penalaran yang dilakukan dengan cara mengamati data yang bersifat umum lalu menuju pada data yang bersifat khusus. Sedangkan, penalaran induktif adalah penalaran yang dilakukan dengan cara mengamati data yang bersifat khusus menuju pada data yang bersifat umum. Data yang bersifat umum ini berupa kesimpulan yang ditarik berdasarkan data yang bersifat khusus sebagai penjelasan dari kesimpulan yang telah diperoleh sebagai pengetahuan baru. Kemampuan penalaran yang diharapkan dapat dimiliki siswa adalah kemampuan penalaran induktif karena dalam penalaran induktif, siswa diberi kesempatan untuk mengamati data-data yang ada dengan cara berpikir masing-masing siswa dengan tujuan untuk memperoleh kesimpulan berdasarkan fakta yang diperoleh dari data-data tersebut. Ada tiga jenis penalaran induktif yaitu generalisasi, analogi, dan hubungan kausalitas (Paskah, 2011). Dari ketiga jenis penalaran induktif tersebut, generalisasi dipilih sebagai kemampuan yang akan ditingkatkan dalam menunjang ketepatan pemahaman konsep pada siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika. Ward dan Hardgrove (Nadia, 2012: 5) mengemukakan bahwa salah satu aspek yang penting dalam matematika adalah penalaran induktif generalisasi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Vinner et al (Nadia, 2012: 6) mengemukakan bahwa kesalahan siswa dalam memahami konsep matematika disebabkan karena penggeneralisasian (penalaran) yang tidak tepat. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, kemampuan generalisasi perlu ditingkatkan agar dapat meminimalisir kesalahan pemahaman konsep dalam mempelajari matematika. Kemampuan generalisasi inilah yang akan membantu siswa dalam menemukan inti dari materi yang disampaikan oleh guru. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Priatna (Nadia, 2012: 6), mengenai kemampuan penalaran dan pemahaman matematika siswa SLTP kelas 3 yaitu

6 bahwa kualitas kemampuan penalaran (analogi dan generalisasi) dan pemahaman matematik rendah karena skor masing-masing hanya 49% dan 50% dari skor ideal. Kemudian, Priatna (Nadia, 2012: 6) menyimpulkan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa kualitas kemampuan penalaran dan pemahaman matematika siswa SMP di Kota Bandung belum memuaskan. Hal ini didukung pula berdasarkan pengalaman penulis dalam memberikan pembelajaran matematika kepada beberapa siswa kelas VII di Kota Bandung dan kepada siswa kelas VII pada saat kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di tempat penelitian yaitu di SMP Negeri 2 Lembang. Pada kenyataannya, siswa kelas VII masih mengalami kesulitan dalam penyimpulan materi yang dipelajari karena masih rendahnya kesadaran siswa dalam memahami setiap urutan langkah pengerjaan untuk menemukan suatu kesimpulan mengenai materi yang dijelaskan. Dengan demikian, kemampuan generalisasi ini yang dipilih sebagai kemampuan yang akan ditingkatkan dalam penelitian dengan tujuan agar siswa SMP dapat lebih memahami konsep matematika dengan baik dan siswa dapat dengan mudah menemukan inti dari kegiatan pembelajaran matematika yang dilakukan. Untuk melakukan proses generalisasi ini, siswa bebas mencari jalan mana yang ditempuh untuk menemukan kesimpulan yang ditarik berdasarkan pemahaman konsep yang telah dimilikinya. Proses untuk menemukan kesimpulan tersebut tidaklah mudah, karena walaupun siswa bebas menentukan jalan untuk menemukan kesimpulan, siswa pun harus kerja keras berpikir dan berkreasi sesuai dengan ide-ide siswa dan data yang telah diberikan sebelumnya oleh guru. Guru juga berperan penting yaitu harus selalu mengawasi siswa dalam proses generalisasi tersebut agar tidak terjadi miskonsepsi yang nantinya akan mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dimengerti. Model pembelajaran pun berperan penting untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas. Saat ini, masih sering dijumpai model pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang belum berpusat pada siswa dan guru sebagai subjek yang

7 aktif memegang peranan utama dalam proses pembelajaran yaitu menyampaikan informasi kepada siswa tentang materi pelajaran. Model pembelajaran konvensional dirasakan kurang efektif untuk meningkatkan kemampuan penarikan kesimpulan siswa dalam menemukan pemecahan berbagai persoalan khususnya dalam mata pelajaran matematika. Model pembelajaran yang belum berpusat pada siswa akan menghambat kreativitas siswa dalam mengkonstruksi materi yang telah diterima sesuai dengan apa yang dipahami oleh siswa tersebut. Siswa pun hanya bisa menerima dan mengikuti semua materi yang disampaikan tanpa bisa mengeksplorasi pemahamannya sendiri. Komunikasi antarsiswa untuk saling bertukar pendapat mengenai materi pelajaran yang bersangkutan akan terhambat karena dalam proses pembelajaran dibutuhkan komunikasi antarsiswa agar terjadi penambahan pengetahuan dari siswa satu ke siswa yang lain. Hal ini akan mengakibatkan tidak meratanya pengetahuan yang didapat oleh semua siswa, karena daya serap terhadap materi pelajaran dari setiap siswa tidak sama. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) agar terjalin komunikasi yang baik antara guru dan siswa, serta antara siswa satu dengan siswa yang lain mengenai materi pelajaran yang bersangkutan. Model pembelajaran yang dipilih sesuai dengan pembahasan mengenai penguasaan konsep dalam kemampuan generalisasi adalah model pembelajaran siklus belajar (learning cycle). Pengertian model siklus belajar (learning cycle) menurut Karplus dan Their (1988) (Fajaroh dan Dasna, 2007) yaitu suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), yang merupakan rangkaian tahapantahapan kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Menurut Santoso (Yasin, 2011), model pembelajaran siklus belajar merupakan model pembelajaran yang diawali dengan perencanaan yang matang oleh guru kemudian diikuti dengan pengaksesan, penyelidikan, penjelasan, perincian tentang pengetahuan siswa dan diakhiri dengan pengevaluasian terhadap materi yang diberikan dalam

8 proses pembelajaran. Berdasarkan pengertian di atas, model pembelajaran siklus belajar adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang berisi rangkaian tahapan-tahapan kegiatan yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Menurut Herron (Bramapurnama, 2011: 9), model siklus belajar (learning cycle) merupakan salah satu strategi mengajar yang menerapkan model konstruktivis. Model siklus belajar (learning cycle) mengacu pada teori belajar konstruktivisme yang mengarahkan siswa agar dapat mengkonstruksi pemahamannya sendiri tentang materi yang diperoleh tentunya dengan bantuan guru dalam pencapaian penyimpulan materi. Teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang dalam pengaplikasiannya siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa. Hal ini bertujuan agar siswa dapat benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan karena sebelumnya siswa harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya dan berusaha dengan susah payah menggunakan ide-ide untuk menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran yang diberikan di dalam kelas. Karplus dan Their (Anggraeni, 2012: 21) mengemukakan bahwa model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) pada mulanya terdiri dari tiga tahapan yaitu exploration (mengidentifikasi), invention (menemukan), dan discovery (penemuan kembali). Ketiga tahapan tersebut mengalami perkembangan hingga Lawson (Anggraeni, 2012: 21) mengemukakan bahwa ada tiga tahapan dalam model pembelajaran siklus belajar yang kemudian istilahnya diganti dengan exploration (menjelajahi), concept introduction (pengenalan konsep) dan concept application (aplikasi konsep). Walaupun istilah yang digunakan untuk ketiga tahapan ini berbeda, akan tetapi tujuan dan proses pembelajarannya masih tetap sama. Model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) tersebut selanjutnya dikembangkan dan dirinci lagi oleh Rodger Bybee (Anggraeni, 2012: 22) menjadi lima tahapan yang dikenal

9 dengan sebutan model 5E yaitu engagement (mengikutsertakan), exploration (menyelidiki), explanation (menjelaskan), elaboration (memperluas), dan evaluation (evaluasi). Einskraft (Bramapurnama, 2011: 13) mengembangkan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E menjadi model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 7E. Perkembangan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E menjadi 7E, yaitu tahapan engagement berkembang menjadi dua tahapan yaitu elicit dan engage, demikian juga pada tahapan elaboration dan evaluation berkembang menjadi tiga tahapan, yaitu elaborate, evaluate dan extend. Sehingga, ketujuh tahapan dalam model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 7E terdiri atas tahapan elicit, engage, explore, explain, elaborate, evaluate dan extend. Model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) yang dipilih dalam penelitian ini adalah model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E karena pada kelima tahapan tersebut tahapan-tahapan pembelajarannya sudah cukup menunjang ketepatan pemahaman konsep untuk meningkatkan kemampuan generalisasi matematis siswa. Model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E diharapkan tepat untuk diterapkan dalam mempelajari materi yang banyak melibatkan konsep dan perhitungan yang sistematis. Penerapan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E akan menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Setiap tahapan pada model pembelajaran ini saling berkaitan sehingga dapat mempermudah siswa dalam memahami setiap materi yang diberikan dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan generalisasi siswa dengan rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan berdasarkan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E untuk Meningkatkan Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa SMP.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di muka, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa SMP yang menggunakan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E lebih tinggi daripada kemampuan generalisasi matematis siswa SMP yang menggunakan model pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E? C. Batasan Masalah Agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini tidak meluas, maka masalah dalam penelitian ini perlu dibatasi yaitu: 1. Subjek populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembang Kabupaten Bandung Barat tahun ajaran 2012/ 2013. 2. Topik yang diteliti adalah bangun datar segiempat dengan fokus materi bangun datar trapesium. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa SMP yang menggunakan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E lebih tinggi daripada kemampuan generalisasi matematis siswa SMP yang menggunakan model pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E.

11 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi berbagai pihak, yaitu: 1. Bagi Siswa Manfaat penelitian ini bagi siswa yaitu agar siswa dapat lebih termotivasi dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran matematika serta untuk meningkatkan kemampuan generalisasi siswa pada mata pelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E. 2. Bagi Guru Manfaat penelitian ini bagi guru yaitu memberikan informasi tentang penerapan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E untuk meningkatkan kemampuan generalisasi matematis siswa. 3. Bagi Sekolah Manfaat penelitian ini bagi sekolah yaitu sebagai wawasan dan pengetahuan bagi warga sekolah dalam mengenal model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E dan sebagai sarana untuk bertukar pendapat antar warga sekolah dalam memberikan kritik dan sarannya tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika. F. Definisi Operasional 1. Kemampuan Generalisasi Matematis Kemampuan generalisasi matematis adalah kemampuan siswa dalam proses penarikan kesimpulan dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum yang mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang umum dengan menggunakan prosedur matematis yang benar dan tepat. Kemampuan dalam proses generalisasi tersebut terbagi kedalam empat tahapan, yaitu mempersepsi/ mengenal sebuah aturan/ pola (perception of generality), menguraikan sebuah aturan/ pola (expression of generality), memformulasikan keumuman

12 secara simbolis (symbolic expression of generality), dan menerapkan aturan/ pola umum pada permasalahan (manipulation of generality). 2. Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E Model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) 5E adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang pelaksanaannya berisi tahapan-tahapan kegiatan (fase) yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan cara berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 3. Model Pembelajaran Konvensional Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) dengan guru sebagai subjek yang aktif dan memegang peranan utama untuk menyampaikan informasi kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas.