BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

Subjek Pajak PPh Pasal 23

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

BAB II BAHAN RUJUKAN

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Indonesia Power UBP Saguling

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

PPh pasal 23 dan Contoh Soalnya (1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2002:1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma).

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero)

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (Mardiasmo, 2013: 1) adalah

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II. Tinjauan Pustaka. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

BAB II LANDASAN TEORI

Repositori STIE Ekuitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Inggris disebut Administration artinya To Serve, yaitu melayani

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

Perpajakan Bagi Koperasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Waluyo, 2013:2). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Ilyas dan Richard Burton (2010:6), Pajak adalah prestasi yang dapat dipaksakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Secara Umum Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah sejak lama ada, dari adanya upeti wajib kepada penguasa berupa hasil tanam pada masa kerajaan, masa penjajahan hingga sekarang dengan pola masing-masing. Pemungutan pajak yang semula berdasarkan aturan penguasa/raja tanpa melibatkan pembayaran pajak, kini berubah dengan melibatkan pembayaran pajak melalui aturan yang dibuat antara penyelenggara pemerintah dengan rakyat melalui perwakilannya. Definisi pajak yang dikutip Amin Subiyakto (2011:1) berdasarkan Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah : Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

15 Sedangkan definisi pajak menurut Rochmat Soemitro yang dikutip Siti Resmi (2013:1) adalah : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus -nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sedangkan definisi pajak menurut Djajadiningrat yang dikutip Diaz Priantara (2012:2) adalah : Pajak adalah kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman menurut perarturan yang ditetapkan Pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk meelihara kesejahteraan secara umum. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut (Waluyo 2011:3) : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

16 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran Pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. 2.1.2 Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu (Waluyo 2011:6) : 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh : Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contoh : Dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras.

17 2.1.3 Jenis Pajak Pajak dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan menurut golongan, menurut sifat, menurut lembaga pemungutannya (Siti Resmi 2013:7). 1. Menurut Golongan, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Menurut Sifat, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh : Pajak Pengahasilan. b. Pajak Objektif, yaitu yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.

18 Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 3. Menurut Lembaga Pemungut, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Pajak Negara (Pajak Pusat), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh : PPh, PPN dan PPnBM b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik dari tingkat I (Pajak Provinsi) maupun daerah tingkat II (Pajak Kabupaten/Kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, Pajak Rokok, Pajak Air Permukaan,Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangn Jalan, Pajak Parkir, serta Pajak Air Tanah. 2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu (Siti Resmi 2013:11) :

19 a. Offical Assessment System Sitem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menetukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan perarturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Contoh : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan perarturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk: 1. Menghitung sendiri pajak yang terutang; 2. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang; 3. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;

20 4. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan 5. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang. Contoh : PPh Orang Pribadi/Badan c. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai perarturan perundangundangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Contoh : PPh Pasal 21, 22, 23 dan 26 2.2 Pajak Penghasilan Pasal 23 2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23 ( PPh Pasal 23 ) adalah pajak yang dipotong dari penghasilan yang diperoleh dari transaksi antara dua pihak. Penghasilan yang termasuk dalam kategori ini meliputi dividen, bunga, royalti, hadiah, dan penghargaan, sewa

21 dan pendapatan yang terkait dengan aset selain dari transaksi tanah dan bangunan, dan jasa. 2.2.2 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23 Penerimaan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 terdiri atas (Siti resmi 2013:304) : 1. Wajib Pajak Dalam Negeri (orang pribadi dan badan); 2. Bentuk Usaha Tetap (BUT) 2.2.3 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagai berikut (Waluyo 2011:283) : 1. Badan Pemerintah 2. Subjek pajak badan dalam negeri 3. Penyelenggara kegiatan 4. Bentuk usaha tetap 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya 6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 :

22 a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas ; atau b. Orang pribadi yang menjalankan usaha dan menyelenggarakan pembukuan, atas pembayaran berupa sewa. 2.2.4 Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas : a. Dividen sebagaimana dimakasud dalam pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh. b. Bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh menyatakan pengertian bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. c. Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas : a. Penggunaan atau hak cipta di bidang kesustraan b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, atau komersial

23 d. Hadiah, pengahargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e yang berkaitan dengan pemotongan PPh atas kerugian. Penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf e menegaskan bahwa penyelenggara kegiatan wajib memotong pajak atas pembayaran hadiah atau penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. 2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas : a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh; dan b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. Jasa lain yang dimaksud diatur dalam Perarturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 yang dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto, diantaranya : 1. Jasa penilai (appraisal) 2. Jasa aktuaris 3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan asestensi laporan keuangan

24 4. Jasa perancang (design) 5. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh BUT 6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas 7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas 8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara 9. Jasa penebangan hutan 10. Jasa pengolahan limbah 11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing service) 12. Jasa perantara dan/atau keagenan 13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek KSEI, dan KPEI 14. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI 15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/sulih suara 16. Jasa mixing flim 17. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan 18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan WP yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan

25 mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi 19. Jasa perawatan/perbaikan, pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi /kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan WP yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi 20. Jasa maklon 21. Jasa penyelidikan dan keamanan 22. Jasa penyelenggara kegiatan (event organizer) 23. Jasa jasa pengepakan 24. Jasa jasa penyedia tempat dan/waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi 25. Jasa pembasmian hama 26. Jasa kebersihan atau cleaning service 27. Jasa katering atau tata boga 2.2.5 Bukan Objek Pajak Pengahasilan Pasal 23 Beberapa jenis penghasilan yag tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (bukan Objek PPh Pasal 23) sesuai dengan pasal 23 ayat (4) UU No.17 Tahun 2000, yaitu (Siti resmi 2013:305) : 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

26 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; 3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari pernyataan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; 4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; 6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. Badan usaha yang dimaksud adalah

27 perusahaan pembiayaan yang telah mendapat ijin Menteri Keuangan. 2.2.6 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23 1. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Yang dimaksud saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya. 2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos Indonesia. 3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. 4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong. 5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran,dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang

28 merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang, misalnya sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan. 2.2.7 Surat Pemberitahuan Masa dan Bukti Pemotongan Pemotongan Pajak harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atas Wajib Pajak Badan yang telah dipotong PPh Pasal 23. Contoh kasus yang dikutip (Siti Resmi 2013: 314) : PT. Perdana merupakan perusahaan penerbitan dan percetakan. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2000, beralamat di Jl. Tentara Pelajar No. 7 Yogyakarta, NPWP : 01.555.444.1.541.000. Pemabayaran honorarium dan imbalan lain sehubungan dengan PPh Pasal 23 selama bulan Oktober 2011 sebagai berikut :

29 1. Pada tanggal 10 Oktober 2011, membayar bunga pinjaman kepada Bank Mandiri beralamat Jl. Diponegoro No. 133 Yogyakarta, NPWP : 01.222.333.2.541.000. 2. Pada tanggal 15 Oktober 2011, membayar royalti kepada beberapa penulis, yaitu : Nama Alamat NPWP Jumlah Royalti Monalisa Jl.Podang 04.111.333.1.541.000 Rp.20.000.000 No.6 Yogyakarta Yogananta Jl.Merdeka Rp.5.000.000 No.100 Yogyakarta Riskayanti Jl.Kalimantan No.10 Yogyakarta 04.222.555.1.541.000 Rp.10.000.000 3. Pada tanggal 20 Oktober 2011, membayar jasa perbaikan mesin produksi yang telah rusak sebesar Rp. 15.000.000 kepada PT. Maju Jaya, yang beralamat di Jl. Godean No.26 Yogyakarta, NPWP : 01.446.577.2.541.000. 4. Pada tanggal 22 Oktober 2011, membayar fee sebesar Rp.22.000.000 kepada Kantor Akuntan Publik Dwiananda, yang beralamat di Jl. Mrican No. 200 Yogyakarta, NPWP : 04.322.233.2.541.000. 5. Pada tanggal 29 Oktober 2011, membayar sewa kendaraan untuk mendistribusikan hasil produksi ke beberapa kota. Sewa dibayar kepada Andika Rental yang beralamat di Jl. Adisucipto

30 No.38 Yogyakarta, NPWP : 01.111.333.1.541.000 sebesar Rp. 6.000.000. Penghitungan PPh Pasal 23 dan bukti pemotongan yang dibuat oleh PT.Perdana dijelaskan sebagai berikut : 1. Atas pembayaran bunga sebesar Rp.1.000.000 kepada Bank Mandiri tidak dipotong pajak karena penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank merupakan pengecualian dari pengenaan PPh Pasal 23. 2. Atas pembayaran royalti kepada penulis dipotong PPh Pasal 23 sebagai berikut : Nama PPh yang dipotong Tambahan PPh karena tidak Ber- NPWP Monalisa 15% x Rp. 20.000.000 = Rp. 3.000.000 Yogananta 15% x Rp. 5.000.000 100% x Rp750.000 = = Rp. 750.000 Riskayanti 15% x Rp. 10.000.000 = Rp. 1.500.000 Total PPh yang dipotong - Rp.3.000.000 Rp.5.000.000 Rp. 750.000 - Rp.1.500.000 Masing-masing Wajib Pajak dibuatkan bukti pemotongan nomor : 01/Ps-23/10/2011, 02/Ps-23/10/2009, dan 03/Ps- 23/10/2011. 3. Atas pembayaran imbalan jasa teknik kepada PT.Maju Jaya sebesar Rp.15.000.000 dipotong PPh Pasal 23 sebesar : Tarif 2% x penghasilan bruto = 2% x Rp. 15.000.000

31 = Rp.300.000 Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 04/Ps- 23/10/2011 4. Atas pembayaran fee kepada Kantor Akuntan Dwiananda & Co. Sebesar Rp. 22.000.000, dipotong PPh Pasal 23 sebesar : Tarif 2% x penghasilan bruto = 2% x Rp. 22.000.000 = Rp.440.000 Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 05/Ps- 23/10/2011 5. Atas pembayaran sewa kendaraan kepada Andika Rental sebesar Rp. 6.000.000, dipotong PPh Pasal 23 sebesar : Tarif 2% x penghasilan bruto = 2% x Rp. 6.000.000 = Rp.120.000 Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 06/Ps- 23/10/2011 Total PPh Pasal 23 yang dipotong dan disetor adalah : Penerima Atas Royalti : 1. Monalisa 2. Yogananta 3. Riskayanti Atas Jasa : 1. PT. Maju Jaya 2. Kantor Akuntan Dwiananda Co Atas Sewa 1. Andika Rental Total Jumlah PPh yang Dipotong/Disetor Rp.3.000.000 Rp.1.500.000 Rp.1.500.000 Rp.300.000 Rp.440.000 Rp.6.000.000 Rp. 740.000 Rp. 120.000 Rp. 6.860.000

32 Bukti Pemotongan yang dilampirkan dalam kasus ini merupakan salah satu lampiran SPT Masa yang diserahkan oleh Pemotong Pajak yaitu PT. Perdana. Bukti Pemotongan seharusnya dibuat rangkap ke-3, lembar ke-1 untuk Wajib Pajak, lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak, dan lembar ke-3 untuk Pemotong Pajak. 2.2.8 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Tata Cara Pemotongan sebagai berikut : 1. Pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 dilakukan dengan memberikan bukti pemotongan yang telah diisi lengkap. 2. Pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 dilakukan pada saat pembayaran dilakukan atau saat disediakan ataupun ketika pembayaran telah jatuh tempo. 3. Lembar ke-1 Bukti Pemotongan diserahkan kepada Wajib Pajak rekanan sebagai Bukti Pemotongan Tata Cara Penyetoran sebagai berikut : 1. PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 yang tercantum dalam Bukti Pemotongan selama satu bulan takwim dijumlahkan. 2. Jumlah PPh pasal 23 atau PPh Pasal 26 yang telah dipotong selama satu bulan takwin disetor ke Bank persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP paling lambat tanggal 10 bulan

33 takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak oleh Bendahara. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Contoh : a. PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 yang telah dipotong dari tanggal 1 s/d 31 Juli 2011 dijumlahkan. b. PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 tersebut harus disetor paling lambat tanggal 10 Agustus 2011 dengan menggunakan SSP. c. Karena tanggal 10 Agustus 2011 jatuh pada hari libur (minggu) maka PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 tersebut harus disetor paling lambat pada hari Senin tanggal 11 Agustus 2011. 3. Menerima kembali SSP lembar ke-1 dan ke-3 dari Bank/Kantor Pos a. Lembar ke-1 untuk arsip Bendahara pemotong PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 yang berguna sebagai bukti sudah menyetorkan uang untuk pembayaran PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26; b. Lembar ke-3 untuk dilaporkan ke KPP Pratama/KPP bersama SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26.

34 Tata Cara Pelaporan sebagai berikut : 1. Lembar ke-2 bukti-bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang dibuat dalam satu bulan takwim dicatat pada formulir Daftar Bukti Pemotongan Pajak (rangkap dua); 2. Bendahara mengisi dengan lengkap dan benar formulir SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 rangkap 2 (dua) dan dilampiri dengan: a. Lembar ke-3 SSP Bukti Setoran PPh Pasal 23 dan /atau PPh Pasal 26; b. Daftar bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26; c. Lembar ke-2 Bukti Pemotongan. 3. SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 lengkap bersama lampirannya harus dilaporkan ke KPP selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikutnya dan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat. Jika tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya. 4. Bendahara menerima kembali satu set lembar kedua SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26, sebagai bukti telah melapor. Contoh :

35 Bendahara Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 beberapa kali dalam bulan Juni 2011 (dari tanggal 1 s.d 30 Juni) dengan PPh Pasal 23 yang terutang berjumlah Rp 15.000.000,-. Maka PPh Pasal 23 yang terutang dan telah dipotong tersebut wajib disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lama pada tanggal 10 bulan berikutnya yaitu tanggal 10 Juli 2011, serta dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama/Kantor Pelayanan Pajak paling lama tanggal 20 bulan berikutnya atau tanggal 20 Juli 2011 dengan menggunakan dan melampirkan formulir yang ditentukan (SPT Masa PPh Pasal 23, Daftar Bukti Potong PPh Pasal 23, bukti potong PPh Pasal 23 dan/atau Surat Setoran Pajak