APA KEGUNAAN BENDA-BENDA YANG DISIT A DALAM HUKUM ACARA PI DANA KIT A SEKARANG? Handoko Tjondroputranto

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XVI/2018

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PEMANGGILAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

KAJIAN JURIDIS TERHADAP PEMERIKSAAN TAMBAHAN DEMI KEPENTINGAN PENYIDIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN HUKUM ACARA PIDANA GUNA PENGADILAN TENTARA.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 1988 SERI D NOMOR 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

18 Universitas Indonesia Pengelolaan barang..., Joelman Subaidi, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

Bagian Kedua Penyidikan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi pasien mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. Kata kunci: Pelanggaran, Hak-hak Tersangka.

HUKUM ACARA PIDANA Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. responden, sehingga hasil atau data yang diperoleh benar-benar dari pihak atau

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

KUHAP TIDAK MEMBENARKAN PEMECAHAN (SPLITSING) PADA SATU PERKARA TINDAK PI DANA. Handoko Tjondroputranto

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia pada tanggal 1 Mei Pada masa itu di Indonesia dikenal beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

C. Penggeledahan Definisi Penggeledahan rumah penggeledahan badan Tujuan Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan Tata cara penggeledahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut). Pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Adapun dikaji dari makna

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pembahasan di atas, dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Presiden, DPR, dan BPK.

P U T U S A N Nomor : 84/Pid.B/2013/PN.Bkn

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

P U T U S A N Nomor : 147 /Pid.B/2014/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1950 (17/1950) TENTANG HUKUM ACARA PIDANA PADA PENGADILAN TENTARA. Presiden Republik Indonesia Serikat,

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

BAB II KEDUDUKAN KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA MENURUT HUKUM ACARA PIDANA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

QUA VADIS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PPU-X/2013 TERTANGGAL 28 MEI 2013

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

ALUR PERADILAN PIDANA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELELANGAN BARANG BUKTI. oleh KBP. Drs. ISKANDAR IBRAHIM,MM

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1986 TENTANG

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

BAB III PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA TAK TERKENAN. dipakai dalam kitab undang-undang), tidak dijumpai rumusan arti atau definisi

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNA NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN SURAT EDARAN

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

Transkripsi:

Hukum Acara Pidana 87 APA KEGUNAAN BENDA-BENDA YANG DISIT A DALAM HUKUM ACARA PI DANA KIT A SEKARANG? Handoko Tjondroputranto Benda-benda yang disita dalam suatu tindak pidana memegang peran penting dalam proses pembuktian di sidang pengadilan. Namun demikian, hakim perlu membuktikan keaslian benda-benda sitaan tersebut. Permasalahan yang timbu/ kemudian adalah bagaimana pembuktian benda-benda yang disita bila tidak diperlihatkan dalam prases pemeriksaan di depan majelis hakim? Penu/is artikel ini mengkaji masalah kegunaan benda-benda yang disita dalam hukum acara pidana. Kajian masa Ioh itu juga dilakukan dari sudut ilmu Kedokteran Forensik. Pendahuluan Dalam sebuah harian ibukota, terbetik berita bahwa vonis hukuman mati terhadap penyelundup heorin di Medan adalah sah menurut hukum, meskipun selama proses pemeriksaan di depan majelis hakim tidak pemah diperlihatkan barang bukti heroin itu. Memang menimbulkan pertanyaan mengapa heroin yang hanya seberat duabelas kilogram tidak dapat dibawa ke ruang sidang pengadilan, sedangkan dalam perkara penyelundupan batangan emas seberat lebih dari seratus kilogram di Palembang, batangan emas itu dapat diperlihatkan di sidang pengadilan. Perlu juga dikemukakan bahwa secara ilmiah benda-benda yang diperlihatkan di sidang pengadilan belum menjamin keaslian benda-benda yang disita. Hakim tidak dapat mengetahui apakah benda putih dalatn kantong plastik itu benar heroin atau gula pasir yang dihaluskan tepung terigu, begitu pula batangan logam kuning itu apakah benar emas atau tembaga yang disepuh emas. Nomor 2 Tahun XXVI

88 Hukum dan Pembangunan Dengan melihat hal tersebut di atas, maka permasalahan yang timbul adalah bagaimana pembuktian benda-bend a yang disita bila tidak diperlihatkan dalam proses pemeriksaan di depan majelis hakim? Pembahasan Ditinjau dari sudut ilmu Kedokteran Forensik memang tidak aneh, jika benda yang disita tidak dibawa ke pengadilan. Dalam perkara menghilangkan nyawa orang, mana mungkin mayat si korban diperlihatkan di sidang pengadilan sedangkan sidang pengadilan tersebut baro diadakan beberapa bulan setelah kejadian perkaranya. Sudah tentu mayat si korban telah membusuk, bahkan bagian-bagian yang lunak mungkin sudah hancur. Dalam hal si korban masih hidup dan menjadi saksi pelapor juga demikian, bahkan mungkin hakim tidak diperkenankan melihat luka atau kerusakan pada tubuh si korban. Contohnya adalah seorang wanita yang ditusuk pada buah dadanya atau seorang korban perkosaan. Memang adakalanya benda-benda yang disita dapat segera meyakinkan hakim akan kesalahan si terdakwa seperti dicontohkan oleh De Bosch Kemper dalam kasus ]. Besteman. Terdakwa ini dituduh dan kemudian dihukum karena percobaan menyebabkan kebakaran. Di loteng rumahnya ditemukan sebuah tempat lilin dan sebuah keranjang yang pada penglihatan dengan mata telanjang sekalipun sudah harus diakui adanya niat jahat untuk menyebabkan kebakaran. Tempat lilin itu diisi dengan batangan belerang dan benda-benda yang mudah terbakar lainnya. Sebuah lilin diikatkan pada batangan belerang tadi, sehingga setelah menyala untuk beberapa lama lilin itu pasti akan membakar batangan belerang dan pada gilirannya benda-benda yang mudah terbakar tadi juga akan ikut terbakar.. Untuk mengatakan b.ahwa semua keadaan ini semata-mata hanyalah kebetulan saja, jelas bertentangan dengan akal sehat sehingga dengan pengamatan oleh hakim niat jahat itu dianggap terbukti. Dengan demikian benda-benda yang meyakinkan(stukken van ovenuiging} menjadi petu\ljuk setelah diselidiki dan diamati sendiri oleh hakim" (persoonlijk ol!del7.oek of bezichtiging van den rechter). Dasar Hukum Pembuktian Mengingat pentingnya benda-bend a yang disita dalam suatu perkara pidana, maka sejak Wetboek van Strafvordering (1847) yang kemudian ditu- April 1996

Hukum Acara Pidana 89 runkan menjadi Het Reglement op de Strafvordering (1847), begitu pula Het 1nlandsch Reglement (1848) yang kemudian menjadi Het Herziene 1nlandsch Reglement (1848) terdapat seperangkat ketentuan tentang: I. penyitaan benda-benda; 2. memperlihatkan benda-benda itu di sidang pengadilan; 3. memakai benda-benda itu untuk pembuktian; Dalam H.I.R. terdapatlah pasal-pasal sebagai berikut: Artikel63: Hit zal in beslag nemen de wapenen en werktuigen, welke blijken of schijnen tot het plegen van het strajbaar feit gediend to hebben of daartoe bestemd te zijn geweest, gelijk ook aile andere voorwerpen, welke als stukken van overtuiging kunnan dienen. Artikel 281: (1) In den loop, of na het afleggen van de getuigenissen, zai de voo17.itter aan den bek/aagde aile de voorwerpen doen vertoonen, welke tot overtuiging dienen kunnen, en hem afragen of hij die erkent. (2) De voorzitter zal ze ook aan de getuigen doen vertoonen, indien'daartoe grond bestaat. Artikel 295: Ails wattige bewijsmiddelen worden allen erkend: 1 e. getuigenissen; 2e. schrijftelijke bescheiden; 3e. bekentenis; 4e. aanwijzingen. Artikel 311: Het bestaan dezer aanwijzingen kan niet anders worden bewezen dan: 1 e. door getuigen; 2e. door schrijftelijke bescheiden; 3e. door persoonlijk onde17.oek of bezichtiging van den rechter; 4e. door eigen erkentenis van den bek/aagde, zelfs buiten het geracht gedaan. dengan terjemahannya: Pasal63 1a akan menyita semua senjata dan alat yang ternyata diduga telah dipakai Nomor 2 Tahun XXVI

90 Hukum dan Pembangunan atau dimaksudkan untuk melakukan tindak pidana itu, begitu pula semua benda-benda lain yang dapat dipergunakan sebagai benda-benda yang meyakinkan. Pasal281 (1) Selama atau sesudah memberi kesaksian, ketua memperlihatkan kepada terdakwa semua benda yang dapat digunakan untuk meyakinkan dan menanyakan kepadanya apakah ia mengakui benda-bend a itu. (2) Jika ada alasan ketua juga memperlihatkan benda-bend a itu kepada para saksi. Pasal295 Yang diaki sebagai alat bukti yang sah hanya: 1 e. kesaksian-kesaksian; 2e. surat-surat; 3e. pengakuan; 4e. petunjuk-petunjuk Pasal311 Adanya petunjuk-petunjuk ini hanya dapat dibuktikan: 1 e. oleh kesaksian-kesaksian; 2e. oleh surat-surat; 3e. oleh hakim penyidikan atau pengamatan sendiri dari hakim; 4e. oleh pengakuan sendiri dari terdakwa, walaupun dilakukan di luar pengadilan. Nyatalah bahwa benda-bend a yang disita itu dapat menjadi alat bukti yang sah sebagai petunjuk setelah penyidikan atau pengamatan sendiri dari hakim. Perlu dikemukakan bahwa saya sengaja tidak memakai istilah "barang bukti", karena dalarn bahasa Belanda dipakai istilah "stukken van overtuiging" yang artinya "benda-benda yang meyakinkan". Benda bukti dalarn bahasa Belanda adalah "bewijsstuk" dan benda demikian langsung menjadi alat bukti sah seperti halnya dengan surat-sural. Takin tidak selalui terbukti. Welboek van Slrafvordering Befanda Pada tabun 1921 diadakan pembaharuan terhadap Wetboek van Strafverordering Belanda dan terjadi peru bah an yang cukup besar tentang kegunaan April 1996

Hukum Acara Pidana 91 benda-benda yang dis ita dalam pembuktian perkara pidana, sehingga perangkatnya menjadi: Anikel96 In geval van ontdekking op heeter daad kunnen de opspringsambtemaren voor inbeslagneming vatbare voorwerpen op elke plaats volgen en in beslag nemen. De anikelen 120-123 zijn van toepassing. Anikel280 (I) De officier van justitie draagt de wak voor en legt een lijst van de inbeslaggenomen, niet teruggegeven voorwerpen over. (2J... Anikel339 (1) Ais wettige bewijsmiddelen worden allen erkend: 1 e. eigen waarneming van den rechter; 2e. verkiaringen van den verdachte; 3e. verkiaringen van een getuige; 4e. verkiaringen van een deskundige; 5e. schriftelijke bescheiden (2J Feiten of omstandingheden van algemeene bekendheid behoeven geen bewijs. Anikel340 Onder eigen waarneming van den rechter wordt verstaan die welke bij het ondenoek op de terechlzitting door hem persoonlijk is geschied. Dengan terjehaman: Pasal95 Dalam hal tertangkap tangan para pegawai penyidik dapat mengikuti bendabenda yang dapat disita ke segala temp at dan melakukan penyitaan. Pasal-pasal 120-123 berlaku di sini. Pasal280 (I) Penuntut umum mengajukan perkara dan daftar benda-benda yang disita dan tidak dikembalikan. (2)... Nomor 2 Tahun XXVI

92 Hukum dan Pembangunan Pasal339 (I) Sebagai alat-alat bukti yang sah hanya diakui: Ie. peninjauan sendiri dari hakim; 2e. keterangan terdakwa; 3e. keterangan saksi; 4e. keterangan ahli; 5e. surat-sural. (2) Fakta dan keadaan yang diketahui secara umum tidak perlu dibuktikan. Pasal340 Dengan peninjauan sendiri dari hakim dapat dipastikan apa yang diselidiki sendiri di sidang pengadilan. Dalam kaitan ini Van Bemmelen memberi komentar bahwa sebenarnya semua alat bukti tentunya sudah melalui peninjauan sendiri oleh hakim. Akan tetapi pembuat undang-undang hendak membuat "peninjauan sendiri dari hakim" menjadi alat bukti tersendiri, sehingga hal-hal yang tidak termasuk alat bukti, dapat diketahuinya seperti benda-bend a yang meyakinkan (stukken van ovenuiging), yaitu benda-benda yang dis ita dan diperlihatkan di sidang pengadilan, keadaan fisik terdakwa atau saksi (Iuka-Iuka atau bekas-bekas luka) dan situasi lokal, jika sedang pengadilan dipindahkan ke temp at kejadian tindak pidananya. Perlu dicatat bahwa dalam Wetboek van Strafverordering sekarang tidak lagi dipakai istilah "benda-benda yang meyakinkan" (stukken van ovenuiging) melainkan "benda-benda yang disita" (inbeslaggenomen voorwerpen). Kitab Undang-undang Hukum Acara Pi dana (KUHAP) Mungkin karena terpengaruh oleh perubahan dalam Wetboek van Strafverordering Belanda di atas, dalam Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) terdapat: Pasal178 (1) Upaya-upaya pembuktian yang sah ialah: I. pengetahuan Hakim; 2. keterangan Tertuduh; 3. keterangan Saksi; April 1996

Hukum Amra PidafIIJ 93 4. keterangan Saksi Ahli; S. surat-surat; 6. petunjuk-petunjuk. (2) Hal-hal yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan. Pasal183 (I).... (2) Adanya petunjuk-petunjuk hanya dapat dibuktikan: 1. oleh pengetahuan Hakim; 2. oleh keterangan Tertuduh; 3. oleh keterangan Saksi; 4. oleh surat-surat. (3).... Tampaknya pengetahuan Hakim" yang diberi definisi oleh RUU KUHAP akan mempunyai jangkauan yang terlalu luas, sehingga ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat dim dihapus baik pada pasal 178 maupun pasal 183 RUU KUHAP, bahkan tidak dikembalikan seperti pasal 311 H.I.R. Dengan demikian dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KU HAP) sekarang terdapat perangkat ketentuan: Pasal40 Dalam hal terungkap tang an penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah digunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dipakai sebagai barang bukti. Pasal181 (1) Hakim ketua sidang memperl ihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4S U ndang-undang ini. (2) Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh haki~etua sidang kepada saksi. (3) Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, Hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu. Pasal 184 (I) Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; Nomor 2 Tahun XXV!

94 Hukum dan Pembangunan b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Pasal186 Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal187 Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a.... b. c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; d.... Pasal188 (I).... (2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) hanya dapat diperoleh dari: a. keterangan saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa. Kesimpulan Oleh karena menurut KUHAP petunjuk tidak lagi didapat dari "pengetahuan hakim" atau "penyidikan atau pengamatan sendiri dari hakim", maka sebenarnya benda-benda yang disita tidak perlu lagi diperlihatkan di sidang pengadi)an. Jika ini dilakukan paling-paling hanya dapat menambah keyakinan hakim. Kegunaan benda-benda yang dis ita menu rut KUHAP sekarang adalah: I. jika dimintakan pemeriksaan kepada ahl i: a. menjadi keterangan ahli. jika pendapat ahli itu diberikan secara lisan di sidang pengadilan sesuatu pasaj 184 ayat (I) hurufb. jo. pasal 186 KUHAP. April 1996

Hukum Acara Pidana 95 b. menjadi surat, jika pendapat ahli diberikan secara tertulis sebagai Surat Keterangan Ahli sesuai [asal 184 ayat (1) huruf c. jo. pasal 187 huruf c KUHAP. 2. Jika diperlihatkan dan ditanyakan kepada terdakwa seperti yang ditentukan dalam pasal 181 ayat (I) KUHAP menjadi bagian dari keterangan terdakwa sesuai pasal 184 ayat (I) huruf e KUHAP. 3. Jika diperlihatkan dan ditanyakan kepada saki seperti yang ditentukan dalam pasal 181 ayat (2) KUHAP menjadi bagian dan keterangan saksi sesuai pasal 184 ayat (I) huruf a KUHAP. Kepustakaan De Bosch Kemper, Jhr. J. Wetboek van Strajverordering, Derde Deel, Amsterdam: Johannes Mueller, 1840. Van Bemmelen, LM.: Strafprocesrecht, tiende, gewijzigdedruk, Alphen aan den Rijn: Samson H.D. Tjeenk Willink, 1989. Rosjadi, Imron & Zain Badjeber, Proses Pembahasan DPR-Rl tentang RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Jakarta: PT. Bumi Restu Jakarta dan Yayasan Majelis llmiah Muslimin, 1979. Het Reglement op de Strafvordering (1847). Het Inlandsch Reglement (1848). Het Herziene Inlandsch Reglement (1941). Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. llmu yang bermanfaat menuntut kesabaran, pengorbanan dan keikhlasan. Nomor 2 Tahun XXVI