4. HASIL DAN PEMBASAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

4 Hasil dan Pembahasan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAMTERlSWSl PWOTEWSE [BAR! FERMENTAS! CAfJPURAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemilahan Isolat Penghasil Kolagenase Tertinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enzim Transglutaminase

ENZIM. Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

Bab IV Hasil dan Pembahasan

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

KARAKTERISASI BEBERAPA ION LOGAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN (THE CHARACTERIZATION OF SEVERAL METAL IONS TOWARDS THE ENZYME TRYPSIN ACTIVITY)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

4 Hasil dan Pembahasan

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN

wanibesak.wordpress.com

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

ENZIM IKA PUSPITA DEWI

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini isolat actinomycetes yang digunakan adalah ANL 4,

Enzim dan koenzim - 3

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penyerapan Logam Berat Timbal (PB) Dengan Enzim Protease Dari Bakteri Bacillus Subtilis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

II. KARAKTERISTIK ENZIM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Definisi Umum Enzim yg berfungsi sbg biokatalisator

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

Media Kultur. Pendahuluan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Energi Alternatif. Digester anaerob. Penambahan Bahan Aditif. Tetes Tebu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

PENGUJIAN STABILITAS ENZIM BROMELIN YANG DIISOLASI DARI BONGGOL NANAS SERTA IMOBILISASI MENGGUNAKAN KAPPA KARAGENAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

PERCOBAAN VII PENGARUH ph TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM : RR. DYAH RORO ARIWULAN NIM : H

Analisis kadar protein

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA

4 Hasil dan Pembahasan

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH AKTIVATOR SISTEIN DAN NATRIUM KLORIDA TERHADAP AKTIVITAS PAPAIN

Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM TRANSGLUTAMINASE DARI Streptoverticillium ladakanum DENGAN MEDIA YANG DISUBSTITUSI LIMBAH CAIR SURIMI

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

SMA Negeri 1 Nunukan Selatan METABOLISME. Pertemuan 2. Oleh. SUPARMUJI, S.Pd

ENZIM Enzim : adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi biokimia tertentu

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dan konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam produksi enzim transglutaminase. Media yang digunakan adalah media yang disubstitusi limbah cair surimi dengan berbagai konsentrasi (v/v). 4.1.1 Waktu propagasi Waktu propagasi merupakan waktu perkembangan bakteri yang tepat untuk dipindahkan ke dalam media produksi. Pada umumnya, bakteri memiliki waktu propagasi saat fase log yang dapat dilihat pada kurva pertumbuhan. Bakteri yang dipindahkan ke dalam media produksi akan memiliki fase adaptasi yang lebih singkat saat fermentasi (Mangunwidjaja, 1994). Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh volume inokulum dan kondisi fisiologisnya. Oleh karena itu, inokulum bakteri sebaiknya diinokulasikan ke dalam media fermentasi pada saat sel aktif melakukan metabolisme (fase eksponensial). Pertumbuhan mikroorganisme pada media tertentu terbagi menjadi empat zfase pertumbuhan, yaitu fase adaptasi, fase eksponensial (logaritmik), fase stasioner serta fase kematian atau penurunan (Irianto, 2006). Pengamatan pola pertumbuhan mikroba dilakukan selama 5 hari dengan selang waktu 12 jam. Pola pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Gambar 7. Pertumbuhan mikroba ditentukan dengan menggunakan metode biomassa. Berat kering biomassa yang telah ditimbang menunjukkan total sel bakteri pada waktu tertentu. Gambar 7. Kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum

27 Gambar 7 menunjukkan waktu propagasi yang terbaik pada media pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dicapai pada waktu inkubasi 72 jam dengan berat kering sel bakteri sebesar 5.53 g/l. Bakteri Streptoverticillium ladakanaum memiliki fase eksponensial lebih lama karena bakteri tersebut termasuk ordo Actinomycetales (bakteri tingkat tinggi) yang melakukan produksi dengan spora. Reproduksi bakteri yang termasuk genus Streptoverticillium terjadi dari salah satu miselium aerial atau dari germinasi spora. Spora tersebut memiliki permukaan yang halus sampai sedikit kasar (Holt et al., 1994). 4.1.2 Konsentrasi optimum limbah cair surimi Produksi enzim transglutaminase menggunakan bakteri Streptoveticillium ladakanum yang dikultur dalam media substitusi dengan penambahan limbah cair surimi. Streptoverticillium ladakanum merupakan bakteri yang bersifat aerobik, tumbuh optimum pada temperatur 26-32 o C dan ph 6,5-8,0 (Holt et al., 1994). Pada penelitian ini, bakteri dikultur pada media substitusi tersebut dan diinkubasi dalam inkubator goyang dengan temperatur 26 o C dan kecepatan agitasi 150 rpm selama 8 hari. Nilai ph media substitusi yang digunakan untuk kultur bakteri tersebut adalah 7,5 dan limbah cair surimi yang digunakan memiliki ph yang relatif netral (7,7). Media produksi enzim transglutaminase yang digunakan pada tahap optimasi ini adalah media yang diberi perlakuan limbah cair surimi dengan konsentrasi berbeda-beda (25%, 50%, 75% dan 100%) (v/v), sedangkan media yang ditambah sodium kasein 2% digunakan sebagai kontrol. Selama delapan hari, enzim diambil setiap harinya dan dilakukan pengujian aktivitas enzim untuk menentukan waktu produksi dan konsentrasi limbah cair surimi optimum dalam produksi enzim transglutaminase. Hasil pengujian aktivitas enzim pada media substitusi dengan penambahan konsentrasi limbah cair surimi yang berbeda-beda dapat dilihat pada Gambar 8. Waktu optimum produksi transglutaminase dapat diketahui dari nilai aktivitas yang dimiliki enzim setelah waktu tertentu. Aktivitas enzim transglutaminase ditentukan berdasarkan jumlah L-glutamic acid γ-monohydroxamate yang dibentuk oleh enzim selama proses transferasi gugus

28 asil dengan menggunakan CBZ-gln-gly dan hydroxylamine sebagai substrat. Senyawa L-glutamic acid γ-monohydroxamate diukur dengan metode kolorimetri. Satu unit aktivitas transglutaminase dinyatakan sebagai banyaknya enzim yang mengkatalisis pembentukan 1 µmol L-glutamic acid-monohydroxamate per menit pada suhu 37 o C. Gambar 8. Pengaruh konsentrasi limbah cair surimi terhadap aktivitas enzim transglutaminase; : kontrol; : media yang ditambah limbah cair surimi 25%; : media yang ditambah limbah cair surimi 50%; : media yang ditambah limbah cair surimi 75%; : media yang ditambah limbah cair surimi 100% Hasil uji ragam (ANOVA α=0,05) dengan rancangan acak lengkap pada media substitusi menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi limbah cair surimi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap aktivitas enzim pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 5). Ini terlihat pada Gambar 8, dimana peningkatan aktivitas enzim dari masing-masing media substitusi memiliki pola yang hampir sama, yaitu pada awal inkubasi meningkat dengan lambat, kemudian mencapai titik maksimum pada hari ke-7 dan cenderung mulai menurun pada waktu inkubasi hari ke-8. Hal ini dikarenakan limbah cair surimi yang digunakan masih dalam bentuk cairan (bukan konsentrat) sehingga komponen-komponen limbah cair surimi yang dibutuhkan bakteri untuk menghasilkan enzim relatif sama pada setiap media substitusi. Hasil uji ragam juga menunjukan bahwa pengaruh pemberian konsentrasi limbah cair surimi 75% dan 100% terhadap aktivitas enzim berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 5). Enzim transglutaminase yang dihasilkan pada media tanpa perlakukan (kontrol) memiliki aktivitas enzim paling

29 tinggi sebesar 1,018 unit/ml dengan waktu inkubasi 4 hari. Sedangkan, aktivitas enzim pada media yang diberi perlakuan limbah cair surimi memperlihatkan nilai lebih rendah dan waktu produksinya lebih lama dibandingkan kontrol. Aktivitas enzim tertinggi yang dihasilkan pada media yang diberi perlakuan limbah cair surimi ditunjukkan oleh media dengan penambahan limbah cair surimi 100% (v/v) sebesar 0,985 unit/ml dan dicapai pada waktu inkubasi pada hari ke-7. Lama waktu produksi dan rendahnya aktivitas enzim diduga disebabkan oleh kebutuhan nutrien bakteri dari lingkungannya masih tercukupi sehingga kurangnya stimulasi sel dalam mensintesis enzim dalam jumlah banyak. Dugaan ini berdasarkan pernyataan Suhartono (1989) yang menyatakan bahwa jumlah enzim di dalam sel disesuaikan oleh sel. Dalam keadaan tidak diperlukan oleh sel, enzim tidak terdapat pada konsentrasi tinggi. Apabila diperlukan, terjadi stimulasi dalam sel yang dapat meningkatkan sintesis enzim. Semakin tinggi konsentrasi limbah cair surimi, aktivitas semakin tinggi. Dengan jumlah enzim yang sama, sementara konsentrasi substrat limbah cair surimi ditingkatkan dua kalinya menyebabkan peningkatan aktivitas enzim. Hasil analisa proksimat limbah cair surimi menunjukkan bahwa protein yang ada pada limbah tersebut masih cukup tinggi, antara lain protein terlarut sebesar 20,99 mg/ml dan protein total sebesar 56,05%. Kandungan protein yang cukup tinggi ini memungkinkan limbah cair surimi ini cocok sebagai substrat pada media pertumbuhan dan produksi enzim transglutaminase oleh bakteri Streptoverticillium ladakanum. Limbah cair surimi juga mengandung beberapa mineral yang dibutuhkan oleh bakteri. Karena bahan surimi berupa ikan, maka dalam limbah cair surimi juga mengandung beberapa mineral seperti Zn, I, Fe, Cu, Mn, Ca dan Co. Selain itu, mineral lain yang bukan berasal dari daging ikan seperti Na terdapat pada limbah cair surimi. Garam NaCl (0,3-0,6) diperlukan untuk melarutkan protein miofibril serta ditambahkan pada pencucian akhir untuk memperbaiki air yang hilang (Yeong et al., 2002). Kebutuhan mikroorganisme akan mineral dengan sendirinya disesuaikan dengan kandungan unsur di dalam selnya. Komponen mineral utama yang umumnya dibutuhkan semua jenis mikroorganisme adalah fosfat, kalium,

30 kalsium, sulfur dan magnesium. Beberapa jenis mineral biasanya sudah terdapat bersama-sama dengan komponen substrat, seperti besi, tembaga, kobalt, mangan, seng dan sebagainya. Fosfor, sulfur dan kation lain diberikan sebagai garam mineral (Suhartono, 1989). Media yang selanjutnya digunakan untuk produksi enzim transglutaminase adalah media yang disubstitusi limbah cair surimi 100%. Mempertimbangkan media tersebut memiliki aktivitas enzim yang paling tinggi dibandingkan media substitusi lainnya yang sama diberi perlakuan limbah cair surimi. 4.2 Penelitian Utama Penelitian utama merupakan tahap karakterisasi enzim transglutaminase yang meliputi penentuan ph dan suhu optimum aktivitas enzim transglutaminase, ketahanan enzim terhadap panas, serta pengaruh aktivator (ion logam) dan inhibitor terhadap aktivitasnya serta penentuan berat molekul protein dengan metode SDS-PAGE. 4.2.1 ph optimum aktivitas enzim Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh ph karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh ph, sehingga mengubah konformasi enzim, pengikatan substrat dan daya katalitik dari grup-grup pada sisi aktif enzim. Pengaruh yang mungkin akan terjadi adalah perubahan kecepatan maksimum, perubahan afinitas enzim terhadap substrat (Km), atau perubahan stabilitas enzim (Fogarty dan Kelly, 1979). Optimasi ph ditentukan dengan mereaksikan enzim dengan substrat pada berbagai variasi ph dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 10 menit. Variasi ph yang digunakan, yaitu 200 mm bufer asetat (ph 4-6), 200 mm bufer Tris-HCl (ph 6-7) dan 200 mm bufer borat (ph 8-7). Hasil penentuan ph optimum untuk aktivitas enzim transglutaminase dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada 200 mm bufer Tris-HCl ph 8, yaitu sebesar 0.596 unit/ml. Aktivitas enzim transglutaminase masih ditemukan pada ph 9 sebesar 0,550 unit/ml, walaupun kemampuan enzim untuk mengkatalisis reaksi N-CBZ-Gln-Gly dan hydroxylamine mulai mengalami sedikit penurunan.

31 Gambar 9. Pengaruh ph pada aktivitas enzim transglutaminase; : buffer asetat (ph 4-6); : buffer Tris-HCl (ph 6-8); : buffer borat (ph 8-9) Gambar 9 menunjukkan aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada 200 mm bufer Tris-HCl ph 8, yaitu sebesar 0.596 unit/ml. Aktivitas enzim transglutaminase masih ditemukan pada ph 9 sebesar 0,550 unit/ml, walaupun kemampuan enzim untuk mengkatalisis reaksi N-CBZ-Gln-Gly dan hydroxylamine mulai mengalami sedikit penurunan. Enzim memiliki ph optimum yang khas, yaitu ph yang menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas ph enzim menggambarkan ph pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan. Nilai ph optimum tidak perlu sama dengan ph lingkungan normalnya, dengan ph yang mungkin sedikit berada di atas atau dibawah ph optimum. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel mungkin diatur sebagian oleh perubahan pada ph medium lingkungan (Lehninger, 1993). Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada ph lingkungannya. Perubahan ph lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, ph rendah, atau ph tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994). Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi yang diuji cenderung bekerja pada lingkungan yang netral. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Suzuki et al., (2000) yang melaporkan bahwa enzim

32 transglutaminase yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis memiliki ph optimum 8,2. Selain itu, dilaporkan bahwa ph optimum enzim transglutaminase dari ikan nila (Oreochromis niloticus) berkisar 7-7,5 (Worratao and Yongsawatdigul, 2005). 4.2.2 Suhu optimum aktivitas enzim Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dari aktivitas enzim. Setiap enzim memiliki aktivitas pada suhu tertentu. Aktivitas akan meningkat dengan meningkatnya suhu, akan tetapi setelah suhu optimum tercapai maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu akan menurun dengan peningkatan suhu (Pelczar dan Chan, 1986). Penentuan suhu optimum dilakukan dengan cara mereaksikan enzim pada ph optimalnya dengan substrat CBZ-Gln-Gly dan hydroxylamine pada berbagai suhu. Pada penelitian ini variasi suhu yang digunakan antara 25 o C sampai 70 o C. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim transglutaminase ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim transglutaminase Pada umumnya semakin tinggi suhu maka laju reaksi kimia akan semakin cepat. Aktivitas enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium ladakanum mencapai optimum pada suhu 50 o C dalam 200 mm bufer Tris-HCl ph 8, dengan nilai sebesar 0,851 unit/ml (Gambar 10). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kristin (2009) menunjukkan bahwa aktivitas optimum enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang menggunakan limbah cair tahu dan tapioka terjadi pada suhu 55 o C.

33 Suhu di bawah 50 o C menunjukkan peningkatan aktivitas enzim karena terjadinya peningkatan energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi serta rotasi enzim dan substrat, sehingga memperbesar peluang keduanya untuk berinteraksi (Suhartono, 1989). Ando et al., (1989) melaporkan bahwa aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada suhu 50 o C. Sedangkan enzim transglutaminase yang diisolasi dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platentis memiliki suhu optimum 55 o C (Lin et al., 2008). Peningkatan suhu diatas 50 o C menyebabkan putusnya ikatan hidrogen dan hidrofobik lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersier dari enzim, sehingga enzim mengalami denaturasi (Suhartono, 1989). Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substrat. Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim menurun. Jika suhu dibawah suhu optimum maka enzim tidak dapat bekerja dengan baik atau energi aktivasinya juga akan menurun. Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim makin menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi, akan tetapi kenaikkan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Suhu mempengaruhi laju reaksi katalistik enzim dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi enzim sampai batas tertentu. Disisi lain peningkatan suhu yang berlebihan akan berpengaruh terhadap perubahan konformasi substrat sehingga sisi aktif substrat mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim dan akhirnya menurunkan aktivitas enzim. Kedua, peningkatan energi termal molekul yang membentuk struktur protein enzim akan menyebabkan terjadinya denaturasi pada enzim, karena rusaknya interaksi nonkovalen yang menjaga struktur tiga dimensi enzim tersebut. Denaturasi menyebabkan struktur pada lipatan enzim membuka pada bagian permukaannya sehingga sisi aktif enzim berubah dan sebagai akibatnya akan terjadi penurunan aktivitas pada enzim (Hames dan Hooper, 2000).

34 4.2.3 Ketahanan enzim terhadap panas Ketahanan enzim terhadap panas dilakukan dengan memanaskan enzim pada suhu tertentu selama 2 jam. Setiap 20 menit, enzim yang telah dipanaskan tersebut diambil dan diuji aktivitasnya. Variasi suhu yang digunakan adalah 37 o C, 50 o C dan 60 o C. Hasil pengujian ketahanan enzim terhadap panas dapat dilihat pada Gambar 11. Seperti terlihat pada Gambar 11, enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi relatif stabil pada kisaran suhu yang luas (37-50 o C) selama 2 jam. Aktivitas maksimum enzim transglutaminase ditunjukkan pada suhu 37 o C pada 20 menit inkubasi, yaitu sebesar 1,148 unit/ml. Sedangkan pada suhu 60 o C, enzim transglutaminase langsung mengalami inaktivasi. Gambar 11. Pengaruh ketahanan panas terhadap aktivitas enzim transglutminase; : suhu 37 o C; : suhu 50 o C; : suhu 60 o C Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim makin menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Akan tetapi kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikan kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Kestabilan molekul protein dipengaruhi oleh kesetabilan ikatan-ikatan pada molekul enzim. Kestabilan molekul enzim ini mempengaruhi pengikatan enzim dengan substrat, baik secara langsung ataupun tidak langsung (Pribadi, 2005).

35 Dari uji ketahanan panas diketahui bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan ini memiliki ketahanan suhu yang relatif lebih rendah dibandingkan transglutaminase yang dihasilkan dari filarial nematode Brugia malayi yang mempunyai suhu optimum 55-60 o C, tetapi menunjukkan kestabilan pada suhu 60 o C dengan aktivitas 100% sampai dengan 60 menit inkubasi (Singh and Mehta, 1994). Sebaliknya, enzim tersebut relatif tahan panas dibandingkan transglutaminase yang diisolasi dari Streptomyces hygroscopicus yang mempunyai suhu optimum 37-45 o C dan stabil pada suhu 20 o C dengan aktivitas relatif 100% sampai dengan 30 menit inkubasi (Li Cui et al., 2007). 4.2.4 Pengaruh aktivator terhadap aktivitas enzim Enzim berperan sebagai katalitik, akan tetapi tidak selalu dapat bekerja sendiri. Enzim juga memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya. Komponen ini disebut dengan kofaktor. Kofaktor bisa berupa molekul organik, atau mungkin juga suatu molekul organik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya (Lehninger, 1993). Penentuan pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim diukur dengan mereaksikan enzim pada kondisi optimum dengan 1 mm ion logam. Ion logam yang diujikan meliputi kation Na +, K +, Li +,Cu +, Ca 2+, Mg 2+, Zn 2+ dan Fe 3+. Ion logam tersebut merupakan semua kation dalam berbentuk garam klorida. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh dari ion-ion lain selain kation dalam bentuk garam klorida terhadap kerja enzim. Hasil pengujian aktivitas enzim transglutaminase terhadap penambahan ion logam dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim transglutaminase

36 Ion logam mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan enzim. Logam biasanya berperan sebagai pengatur aktivitas enzim (Harper et al., 1979). Ion logam dapat mengaktifkan enzim melalui berbagai kemungkinan seperti: menjaga bagian internal enzim, menghubungkan enzim dengan substrat, mengubah konstanta keseimbangan reaksi enzim, merubah tegangan permukaan protein enzim, menghilangkan inhibitor, menggantikan ion logam yang tidak efektif pada sisi aktif enzim maupun substrat, dan merubah konformasi enzim menjadi konformasi yang lebih aktif (Richardson dan Hylop, 1985). Pengaruh ion logam terhadap aktivitas relatif transglutaminase dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh berbagai ion logam terhadap aktivitas relatif enzim transglutaminase Ion logam Konsentrasi (mm) Aktivitas relatif (%) Kontrol 100 Na + 1 108,26 K + 1 106,31 Li + 1 105,84 Cu + 1 105,06 Ca 2+ 1 102,41 Zn 2+ 1 0 Mg 2+ 1 80,22 Fe 3+ 1 87,46 Setiap enzim membutuhkan ion logam yang berbeda dalam jenis dan jumlahnya dan bersifat spesifik. Dari hasil pengujian terlihat bahwa penambahan ion Zn 2+ dengan konsentrasi 1 mm dapat menghambat aktivitas enzim secara keseluruhan (Gambar 12). Sementara itu, penambahan ion Mg 2+ dan Fe 3+ dengan konsentrasi 1 mm dapat menurunkan aktivitas realtif enzim transglutaminase masing-masing sebesar 19,78% dan 12,54% (Tabel 7). Pengaruh penambahan ion logam ini dapat menurunkan bahkan menghambat secara keseluruhan aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan ion logam tersebut telah mengubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat sehingga aktivitasnya menurun atau pun terhambat. Suhartono (1989) menjelaskan bahwa ikatan aktivator atau inhibitor dengan enzim dapat mengubah kemampuan enzim untuk mengikat substrat sehingga mengubah daya katalis enzim. Hal ini disebabkan struktur enzim sudah mengalami

37 perubahan fisik dan kimiawi sehingga aktivitas hayatinya pun berubah. Beberapa laporan menunjukkan bahwa penambahan ion logam Zn 2+ mampu menghambat aktivitas transglutaminase sampai 4,5% (Li Cui et al., 2007). Demikian juga dengan beberapa transglutaminase lain seperti yang dihasilkan oleh Streptoverticillium S-8112 dengan penambahan 1 mm ZnCl 2, aktivitas enzim tersebut menurun sampai 11% (Ando et al., 1989). Ion logam seperti Na +, K +, Li +,Cu + dan Ca 2+ memberikan peningkatan terhadap aktivitas enzim. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa aktivitas enzim tertinggi terdapat pada penambahan ion logam Na + sebesar 0,929 unit/ml dengan peningkatan aktivitas relatif hanya 8,26%. Sementara itu, penambahan ion logam lainnya seperti K +, Li +, Cu + dan Ca 2+ memberikan peningkatan aktivitas relatif hampir sama sekitar 2-6%. Peningkatan aktivitas enzim tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Hal ini dididuga enzim tersebut memiliki kebutuhan ion logam yang masih terpenuhi dari lingkungannya. Selain itu, enzim transglutaminase yang berasal dari bakteri tidak dipengaruhi ion logam khususnya Ca 2+. Microbial transglutaminase tidak dipengaruhi ion logam Ca 2+, sehingga adanya senyawa pengkelat logam, seperti diamine tetraacetic acid (EDTA) tidak menghambat aktivitasnya (Lin et al., 2008). Li Cui et al., (2007) melaporkan bahwa aktivitas relatif enzim transglutaminase yang diisolasi dari Streptomyces hygroscopicus dapat meningkat sekitar 5-8% setelah ditambah beberapa ion logam seperti Na +, K + dan Ca 2+ dengan konsentrasi 1 mm. Selain itu, penambahan ion logam Ca 2+ pada enzim transglutaminase yang dihasilkan dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platensis memberikan peningkatan aktivitas relatif hanya 1,9% (Lin et al., 2008). 4.2.5 Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim Enzim sangat peka terhadap senyawa yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim menjadi terhambat karena senyawa ini disebut inhibitor. Inhibitor cenderung akan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalis oleh enzim. Pada penelitian ini, inhibitor yang diujikan meliputi EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid) dan PMSF (phenyl methyl sulfonyl fluoride), dengan menggunakan 2 konsentrasi 1 mm dan 5 mm.

38 Pengujian inhibitor yang dilakukan sama dengan pengujian pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim, yaitu enzim direaksikan dengan inhibitor 1 mm dan 5 mm pada kondisi optimum. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas relatif transglutaminase dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas relatif enzim transglutaminase Inhibitor Konsentrasi (mm) Aktivitas relatif (%) Kontrol 100 EDTA 1 98,89 5 90,63 PMSF 1 97,43 5 81,99 Hasil Pengujian menunjukkan bahwa transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi tahan terhadap EDTA, tetapi terjadi penurunan aktivitas ketika ditambahkan PMSF. Semakin besar kadar PMSF yang ditambahkan, maka semakin besar pula hambatannya. Penambahan PMSF 1 mm dan 5 mm memiliki nilai aktivitas enzim secara berurutan sebesar 1,079 unit/ml dan 0,989 unit/ml dan menyebabkan penurunan aktivitas enzim sebesar 2,57% pada penambahan PMSF 1 mm, sedangkan pada konsentrasi 5 mm penurunan aktivitas yang terjadi sebesar 18,01%. Aktivitas enzim dengan penambahan EDTA 1 mm dapat menurunkan aktivitas enzim sebesar 1,1 %. Sedangkan penambahan EDTA dengan konsentrasi besar (5 mm) dapat menurunkan aktivitas enzim sebesar 9,37%. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 13. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase Senyawa inhibitor adalah senyawa yang dapat merubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat sehingga meyebabkan perubahan daya katalisator enzim.

39 Perubahan ini disebabkan struktur enzim mengalami perubahan fisik dan kimiawi sedemikian rupa sehingga aktivitas hayatinya menjadi berubah (Suhartono, 1989). Senyawa inhibitor seperti EDTA dan PMSF merupakan inhibitor spesifik dan dapat digunakan untuk menentukan jenis enzim tertentu. PMSF merupakan inhibitor yang umumnya digunakan untuk menonaktifkan protease serin. Senyawa EDTA merupakan pengkelat yang dapat menstabilkan enzim. Senyawa ini mampu mengkelat ion logam baik yang dibutuhkan atau tidak dibutuhkan oleh enzim. Bila suatu ion logam dikelat oleh EDTA maka akan terjadi perubahan konformasi sehingga berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Hasil pengujian (Gambar 13) menunjukkan bahwa aktivitas enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi tidak dihambat secara keseluruhan oleh inhibitor EDTA dan PMSF. Meskipun aktivitas relatif enzim transglutaminase yang dihasilkan lebih rendah dari kontrol, akan tetapi daya hambat yang dihasilkan tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan enzim yang digunakan adalah enzim kasar (bukan hasil pemurnian) sehingga masih terdapat zat-zat pengotor yang mempengaruhi kinerja enzim tersebut. Sebagai perbandingan, penelitian yang dilakukan Lin et al., (2008) menunjukkan bahwa enzim transglutaminase murni yang dihasilkan dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platensis yang ditambah inhibitor EDTA 5 mm memiliki aktivitas relatif cukup besar (96,3%). Microbial transglutaminase tidak dipengaruhi ion logam Ca 2+, sehingga adanya senyawa pengkelat logam, seperti diamine tetraacetic acid (EDTA) tidak menghambat aktivitasnya (Lin et al., 2008). Sebaliknya, transglutaminase yang dipengaruhi ion logam Ca 2+ dapat dihambat oleh EDTA, misalnya tilapia transglutaminase (Worratao dan Yongsawatdigul 2005). Sedangkan Suzuki et al., (2000) menjelaskan bahwa enzim transglutaminase murni yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis mengalami penurunan aktivitas relatif sebesar 26% setelah dihambat PMSF dengan konsentrasi 5 mm. 4.2.6 Berat molekul protein dengan SDS-PAGE Penentuan berat molekul enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium ladakanum dilakukan dengan menggunakan cara analisis SDS- PAGE. Analisis ini dilakukan terhadap enzim transglutaminase kasar. Hasil uji

40 SDS-PAGE 12% terhadap enzim transglutaminase kasar Streptoverticillium ladakanum menunjukkan jumlah pita protein sebanyak tiga buah pita dengan berat molekul 16,0; 40,2 dan 94,0 kda (Gambar 14). Standar yang digunakan adalah marker LMW yang mengandung phosphorylase B, 97,0 kda; albumin, 66,0 kda; ovalbumin, 45,0 kda; carbonic anhydrase, 30,0 kda; trypsin inhibitor, 20,1 kda; dan α-lactabumin, 14,4 kda. Berdasarkan hasil karakterisasi oleh Kristin (2009) terhadap enzim transglutaminase Streptoverticillium ladakanum yang diproduksi dari media dengan penambahan limbah tahu dan tapioka yang kemudian dilakukan ultrafiltrasi diketahui bahwa enzim tersebut memiliki berat molekul sebesar 37,0 kda. Hasil ini membuktikan bahwa enzim kasar mengandung campuran protein yang ukurannya berbeda sehingga menghasilkan lebih dari satu pita protein. Berat molekul enzim transglutaminase Physarum polycephalum sebesar 39,6 kda (Klein et al., 1992). Enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium S-8112 dan Streptoverticillium platensis memilliki berat molekul sebesar 40,0 kda (Ando et al., 1989; Lin et al., 2008). Bakteri Streptomyces hygroscopicus menghasilkan enzim transglutaminase dengan berat molekul 38,0 kda (Li Cui et al., 2007). Suzuki (2000) melaporkan bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis memiliki berat molekul sebesar 29,0 kda. 97,0 kda 66,0 kda 45,0 kda 30,0 kda 20,1 kda 14,4 kda 94,0 kda 40,2 kda 16,0 kda M TG1 TG2 Gambar 14. Berat molekul protein dari enzim transglutaminase Keterangan: M = marker LMW, TG = enzim kasar transglutaminase