BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

dokumen-dokumen yang mirip
Tindakan Pemerintah Thailand Dalam Merespons Gerakan Etnonasionalisme di Thailand Selatan Tahun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II GERAKAN ETNONASIONALISME DI THAILAND SELATAN. Sejarah Singkat Etnis Muslim Melayu di Thailand Selatan

PENDAHULUAN. baru dalam dunia internasional. Dewasa ini fenomena-fenomena. maupun yang terjadi dalam negara. Konflik dalam negara dapat dikategorikan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II SEJARAH DAN DINAMIKA KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

Good Governance. Etika Bisnis

BAB III TIMBULNYA GERAKAN PEMBEBASAN ISLAM. Pattani Raya. Sementara mereka semua mengejar tujuan akhir yang sama, yakni

BAB V KESIMPULAN. satu pemicu konflik. Sebelum Yaman Unifikasi mereka terbelah menjadi dua

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

I. PENDAHULUAN. ditentukan. Pemimpin dan kepemimpinan masa depan, erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Membangun Nasionalisme kebangsaan tidak bisa dilepas pisaahkan dari konteks

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Veygi Yusna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. Utara merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak.

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU)

BAB I PENDAHULUAN. perhatian besar oleh media massa. Hal ini karena kasus kekerasan oleh aparat

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. digencarkan Amerika Serikat. Begitupula konflik yang terjadi di Asia

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi keprihatinan bersama. Sampai dengan saat ini, tercatat beberapa kasus

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB V KESIMPULAN. menolak Islamophobia karena adanya citra buruk yang ditimbulkan oleh hard

Negara Jangan Cuci Tangan

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas

LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL

ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pembahasan mengenai anak merupakan suatu kajian yang

B. Refleksi Teoritis, tindaklanjut dan saran

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAHAN AJAR KEWARGANEGARAAN

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut.

4.2.Upaya Penyelesaian Konflik antara Pemerintah dengan Bangsamoro Faktor Pendorong Moro Islamic Liberation Front (MILF) untuk

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

Vonis Ahok, kampanye anti-cina, dan trauma 98

MI STRATEGI

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. di sekitarnya. Asia Tenggara berbatasan dengan Replubik Rakyat Cina di. sebelah utara, Samudra Pasifik di timur, Samudra Hindia di Selatan, dan

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam wilayahnya. Konflik yang terjadi adalah konflik antara Pemerintah Thailand dengan kaum minoritas yaitu etnis Muslim Melayu. Konflik yang terjadi telah berlangsung sejak awal tahun 1990-an dan hingga kini masih belum menemukan titik temu ini terjadi karena etnis Muslim Melayu menuntut akan kemerdekaan dan berusaha melepaskan diri dari wilayah dan pemerintahan Thailand. Konflik berawal dari aksi protes yang dilakukan Etnis Muslim Melayu terhadap Pemerintah Thailand. Mereka menganggap kebijakan - kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Thailand tidak memihak dan diskriminatif terhadap mereka. Aksi protes tersebut dilakukan dengan melakukan pemberontakan di sejumlah wilayah. Mobilisasi massa dan pemberontakan yang dilakukan etnis Muslim Melayu terjadi karena adanya kecemasan akan keberlangsungan etnis dan identitas mereka. Pemberontakan yang terjadi 1

mulai dari aksi yang kecil hingga aksi yang besar dan terorganisir. Aksi ini mereka lakukan adalah untuk mencari simpati dan dukungan internasional. Mereka berharap dengan adanya dukungan dari dunia internasional, aspirasi mereka dapat lebih didengar dan mendapatkan jaminan perlindungan. Namun seiring waktu berjalan, aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat etnis Muslim Melayu tidak lagi bertujuan untuk mencari simpati dan dukungan internasional, namun berkembang menjadi keinginan untuk mendirikan pemerintahan sendiri. (Yuniarto, 2004;166). Pemberontakan untuk menuntut kemerdekaan etnis Muslim Melayu yang terjadi di Thailand dalam Liow (2006), dilakukan oleh organisasiorganisasi seperti BRN- C (Barisan Revolusi Nasional Coordinate), PULO (Pattani United Liberation Organization), dan GMIP (Gerakan Mujahideen Islam Pattani). Ketiga organisasi ini merupakan kelompok etnonasionalis yang menuntut akan kemerdekaan yang dipayungi dan dikoordinasi satu organisasi besar dalam tiap gerakan dan pemberontakan yang dilakukannya, organisasi tersebut adalah Bersatu. Organisasi ini melakukan aksinya dengan melakukan pengrusakan terhadap pos polisi, militer dan infrastruktur pemerintahan yang lain. Ketegangan terjadi hampir di seluruh wilayah Thailand Selatan. Adanya organisasi-organisasi tersebut berpengaruh besar pada gerakan pemberontakan yang terjadi di Thailand Selatan. Serangan serangan yang 2

dilancarkan kepada pemerintah Thailand semakin gencar dilakukan, serangan yang terjadi juga semakin terarah dan terkoordinasi. Di tahun 2004 saja telah terjadi ratusan aksi protes dan pengrusakan yang dilakukan oleh masyarakat etnis Muslim Melayu ini (Thnaprarnsing, 2009:1). Kekerasan yang terjadi di wilayah Thailand Selatan kemudian berkembang dan semakin meluas. Para pemberontak tidak hanya menyerang aparat negara dan sarana pemerintah saja, namun mulai melakukan serangan dan pengeboman di kawasan publik dan mengakibatkan jatuhnya korban dari masyarakat sipil. Serangan yang terjadi meliputi serangan terhadap sekolah sekolah, pasar, maupun stasiun dan terminal. Serangan serangan ini menimbulkan korban jiwa 64 guru dan terbakarnya 72 sekolah (Storey, 2007:4). Serangan yang dilakukan menargetkan kawasan yang ramai penduduk atau merupakan daerah yang ramai dikunjungi seperti pasar dan lain sebagainya. Serangan yang terjadi dilakukan dengan melakukan penembakan secara membabi buta. Hal ini dilakukan untuk menambah korban jiwa dari pihak sipil yang mereka anggap berpihak kepada Pemerintah Thailand. Terhitung serangan dari kaum militan terjadi di 11 lokasi berbeda di Thailand Selatan dan 106 jiwa menjadi korban di awal tahun 2004 dan hingga pertengahan tahun 2005 didaerah konflik seperti Yala, Narathiwat dan Patani telah memakan korban jiwa sebanyak 3500 jiwa (McCargo, 2010:75). 3

Aksi pemberontakan yang dilakukan dengan jalan kekerasan oleh etnis Muslim Melayu ini telah menimbulkan keresahan dan teror bagi masyarakat Thailand Selatan yang lain. Sehingga Pemerintah Thailand merasa perlu melakukan tindakan untuk merespon gerakan pemberontakan yang terjadi di wilayahnya. Maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian mengenai tindakan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalis di Thailand Selatan tahun 2004-2006 karena pada tahun tersebut terjadi eskalasi jumlah kekerasan di Thailand Selatan, dan ribuan jiwa melayang akibat konflik antara Pemerintah Thailand dengan kaum etnonasionalis Muslim Melayu ini (Manmuang, 2013:2). I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian ini yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana tindakan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalisme di Thailand Selatan tahun 2004-2006. 4

I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu membahas mengenai tindakan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalisme di Thailand Selatan tahun 2004-2006. I.4. Manfaat Penelitian a) Penelitian ini bermanfaat bagi pengamat konflik, pemerintah maupun institusi non-pemerintah dalam pemahaman lebih lanjut mengenai tindakan suatu negara dalam merespon gerakan etnonasionalis yang terjadi di wilayahnya untuk mempertahankan keamanan nasionalnya. b) Penelitian ini juga bermanfaat bagi kalangan akademisi maupun mahasiswa sebagai referensi tambahan terutama mengenai tindakan suatu negara dalam merespon gerakan etnonasionalis demi mempertahankan keamanan nasionalnya. I.5. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan adalah untuk mengetahui beberapa kajian dan pembahasan maupun penelitian yang pernah dilakukan baik secara umum maupun secara khusus dengan judul penelitian yang dilakukan penulis. Tinjauan pustaka dapat berupa jurnal maupun skripsi. Tinjauan pustaka 5

kemudian akan digunakan untuk melengkapi data maupun konsep untuk lebih menyempurnakan penelitian yang dilakukan. Sehingga penelitian-penelitian yang ada akan saling melengkapi dan berkaitan satu sama lain. Konflik yang terjadi di Thailand Selatan yang berlangsung sejak awal tahun 1990-an ini sudah banyak menyita perhatian dari dunia internasional. Banyak peneliti yang menulis mengenai konflik yang terjadi di Thailand ini. Mereka menggali dan memaparkan informasi-informasi hasil penelitian mereka mengenai sebab terjadinya konflik, aktor - aktor yang terlibat dalam konflik hingga alternatif penyelesaian konflik yang terjadi. Berikut merupakan beberapa penelitian mengenai konflik di Thailand Selatan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Penelitian pertama yang digunakan sebagai kajian pustaka adalah penelitian yang dilakukan Paulus Rudolf Yuniarto pada tahun 2005. Penelitiannya berjudul "Minoritas Muslim Thailand: Asimilasi, Perlawanan Budaya, dan Akar Gerakan Separatisme" yang dimuat dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No.1 tahun 2005. Penelitian ini menjadi salah satu kajian karena Yuniarto (2005) membahas mengenai identitas Muslim Melayu serta faktor - faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik di Thailand Selatan. Yuniarto (2005) secara jelas mendeskripsikan sejarah etnis Muslim Melayu dan masalah yang dialami oleh Muslim Melayu yang menjadi kaum minoritas setelah menjadi bagian dari pemerintahan Thailand. Salah satu masalah yang dialami etnis ini adalah adanya asimilasi 6

budaya yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand sebagai langkah melakukan kebijakan integrasi nasional. Kebijakan-kebijakan asimilasi Pemerintah Thailand dinilai semakin menyudutkan posisi kaum Muslim Melayu sebagai etnis minoritas. Keadaan ini yang kemudian memaksa Muslim Melayu melakukan gerakan pemberontakan kepada pemerintah untuk menuntut kemerdekaan. Kajian kedua yang digunakan adalah penelitian yang dilakukan Thnaprarnsing pada tahun 2009 yang berjudul Solving the Conflict in Southern Thailand. Dalam penelitiannya Thnaprarnsing (2009) menulis mengenai identitas etnis Muslim Melayu, serta faktor - faktor yang menjadi melatar belakang etnis ini melakukan gerakan pemberontakan terhadap Pemerintah Thailand. Thnaprarnsing (2009) juga memberikan analisa mengenai resolusi alternatif dan strategi kebijakan yang mungkin mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di Thailand Selatan ini. Kajian terakhir yang digunakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Che Mohd Aziz Yacoob pada tahun 2011. Penelitiannya berjudul "Isu dan Penyelesaian: Konflik Pemisah di Thailand Selatan" yang terbit pada tahun 2011. Penelitian ini menjadi salah satu kajian pustaka yang digunakan penulis karena pada penelitian ini Yacoob (2011) membahas mengenai sebab-sebab terjadinya konflik yang terjadi di Thailand Selatan, membahas etnis Muslim Melayu, dan membahas mengenai pendekatan pendekatan yang dilakukan Pemerintah Thailand dalam upayanya menangani konflik di Thailand Selatan. 7

Yacoob (2011) mendeskripsikan bagaimana pendekatan yang dilakukan pemerintah Thailand tidak mengurai masalah namun menimbulkan isu - isu baru. Dari uraian beberapa kajian penelitian diatas, belum ada yang membahas khusus tentang tindakan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalis di Thailand Selatan. Adapun penelitian yang dilakukan Che Mohd Aziz Yacoob (2011) terbatas pada timbulnya isu baru akibat kebijakan Pemerintah Thailand tanpa membahas kebijakan apa yang dilakukan. Dengan demikian penelitian yang penulis lakukan akan berbeda. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas secara deskriptif mengenai tindakan yang dilakukan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalisyang terjadi di Thailand Selatan tahun 2004 hingga 2006 yang mampu mengancam keamanan nasional negaranya. I.6. Kerangka Konsep Penulis dalam membahas masalah penelitian ini menggunakan beberapa konsep yang mana konsep tersebut akan dijelaskan oleh penulis sebagai berikut: 1) Konsep Etnonasioalisme Etnonasionalisme menurut Gurr (1994) dapat didefinisikan sebagai suatu etnis yang memiliki suatu rasa persaudaraan serta solidaritas yang erat 8

dan menempati suatu wilayah tertentu secara berkelompok. Etnonasionalisme ini memiliki tujuan untuk memperoleh suatu otonomi atas masa depan kelompok mereka. Biasanya kaum etnonasionalisme ini merupakan suatu etnis yang sebelumnya merupakan suatu etnis yang berdaulat dan karena faktor tertentu, kedaulatan mereka hilang dan terpaksa menjadi bagian dari pemerintahan kelompok lain. Senada dengan pengertian oleh Gurr diatas, etnonasionalisme menurut Leslie dalam Hermaswangi (2008) adalah suatu kebudayaan yang mencakup pencapaian artistik, alat dan gaya dalam menyatakan diri, serta seluruh aspek sistem nilai sosial agama yang mendefinisikan suatu komunitas yang menimbulkan suatu bentuk rasa solidaritas atau rasa komunitas yang merujuk kepada perasaan subyektif untuk memisahkan diri dari kelompok lain atau kelompok tertentu dalam suatu komunitas yang lebih besar. Sedangkan menurut Mardiansyah (2001) etnonasionalisme merupakan paham kebangsaan dengan sentimen etnis, baik itu agama, suku maupun ras sebagai landasannya. Apa yang tadinya bernama etnisitas atau pun semangat etnosentrisme ingin diwujudkan ke dalam suatu entitas politik yang bernama negara bangsa (nation state). Ada usaha homogenisasi pengertian bangsa dalam hal ini, yaitu pengertian bangsa lebih diperkecil kepada ikatan perasaan sesuku yang ditandai dengan kesamaan bahasa, budaya atau kesetiaan pada suatu teritorialitas tertentu. Etnonasionalisme seringkali disebut dengan istilah gerakan nasionalis. Dari sudut pandang etnis yang eksis di suatu negara, 9

konsensus gerakan etnonasionalisme ini secara fundamental terletak pada masalah politik dan emosional daripada ekonomi serta dipandang pula gerakan yang melibatkan massa. Dalam etnonasionalisme terdapat suatu keinginan untuk membangun masa depan bersama dengan penduduk yang mendiami suatu wilayah tertentu yang dirasakan memiliki suatu rasa persaudaraan yang erat dalam hal ekonomi, politik serta kultural. Namun yang kemudian menjadi masalah adalah rasa nasionalisme yang timbul tersebut tidak lagi dalam konteks nation state yang lebih luas, walaupun secara yuridis konstitusional wilayah tempat mereka tinggal merupakan bagian dari negara tersebut. Sehingga etnonasionalisme ini dapat pula dipandang sebagai penggambaran dari suatu etnis atau kelompok yang kehilangan loyalitasnya terhadap suatu kesepakatan terhadap ikatan yang lebih besar, atau negara itu sendiri. Penyebab timbulnya keinginan dari suatu etnis ini untuk keluar atau melepaskan diri dari suatu komunitas yang lebih besar yang dalam konteks ini adalah negara, tidak terlepas dari sifat dasar manusia akan suatu keinginan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Manusia secara psikologis, orang atau sekelompok orang memiliki ketertarikan masuk kedalam kelompok lain karena beberapa faktor, pertama yaitu adanya kesamaan. Kedua adanya perasaan memiliki kesamaan nasib. Ketiga adanya kedekatan dalam hal fisik maupun psikologis. Keempat adanya perasaan akan memiliki musuh yang sama. Terakhir adalah motif-motif seperti keuntungan bersama serta memiliki 10

tujuan yang sama. Sehingga apabila salah satu dari kelima faktor tersebut tidak terpenuhi, suatu kelompok orang atau etnis memiliki kemungkinan untuk melepaskan diri dari komunitas atau kelompok lain (Mardiansyah, 2001:302). Dalam konteks penelitian ini, etnis Muslim Melayu tergolong dalam kelompok etnonasionalis karena etnis ini merupakan suatu kelompok orang yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi sebagai etnis keturunan Melayu yang mendiami suatu wilayah tertentu dalam wilayah Negara Thailand, yaitu di kawasan Thailand Selatan. Etnis Muslim Melayu ini melakukan pemberontakan terhadap Pemerintah Thailand dan menuntut atas kemerdekaan mereka sendiri. Pemberontakan ini dilakukan etnis Muslim Melayu dengan melakukan mobilisasi massa karena adanya persamaan perasaan akan diskriminasi yang diterima dan ketidak cocokan lagi antara cara hidup etnis mereka dengan etnis Thai sebagai etnis yang berkuasa. Konsep etnonasionalisme ini digunakan dalam penelitian ini adalah untuk membantu penulis untuk menjelaskan dan menganalisa jenis pemberontakan yang dilakukan oleh etnis Muslim Melayu di Thailand. 2) Konsep Tindakan Koersif Tindakan koersif seperti yang dikatakan Byman dan Waxman (2000) adalah digunakannya suatu tekanan atau ancaman serta pemaksaan secara fisik terhadap lawannya berkonflik, sehingga akan bersikap melunak dan 11

mengurangi tuntutannya. Senada dengan pernyataan diatas, Bartos dan Wehr dalam Susan (2010) mengatakan bahwa tindakan koersif merupakan suatu tindakan sosial yang bersifat memaksa seseorang yang menjadi lawannya dalam berkonflik untuk melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Bartos dan Wehr (2010) membagi tindakan koersif menjadi dua, yaitu actual coercion (koersi nyata) dan threat coercion (koersi ancaman). Koersi nyata adalah suatu tindakan koersi yang dilakukan dengan memberikan dampak langsung pada lawan konfliknya, seperti membunuh dan melukai. Sedangkan koersi ancaman adalah tindakan koersi yang dilakukan dengan memberikan dampak tidak langsung (psikis) pada lawan konfliknya. Tindakan koersif ini biasanya dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuatan dominan dalam konflik. Mereka akan melakukan tindakan-tindakan fisik maupun teror untuk memberikan ketakutan dan beban mental bagi lawan konfliknya. Sehingga mereka akan menjadi dan merasa lebih lemah, rapuh dan rentan. Sugeng (2009) mengatakan tindakan koersif merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik dengan menggunakan paksaan fisik maupun psikis. Pernyataan Sugeng diatas senada dengan pernyataan Rauf dalam Fatmawati (2011), yang mengatakan tindakan koersif dilakukan adalah untuk mengurangi perbedaan pendapat yang terjadi antara pihak-pihak yang berkonflik karena tekanan-tekanan yang diberikan baik tekanan secara fisik dan mental, yang nantinya akan mempengaruhi tingkah lakunya. 12

Jika dalam konteks penelitian ini, menurut Gurr dan Harf (1994) penggunaan tindakan koersif merupakan salah satu cara dari suatu negara dalam mengatasi gerakan pemberontakan yang ada diwilayahnya. Ada dua cara suatu negara merespon gerakan pemberontakan di wilayahnya, pertama adalah dengan cara memberikan tekanan (suppression), dan yang kedua adalah referendum. Tindakan koersif adalah tindakan yang termasuk dalam cara pertama.tindakan koersif dilakukan oleh suatu pemerintahan untuk menekan kaum pemberontak agar tunduk dan mengurangi tuntutan atau bahkan menghilangkan tuntutan itu sama sekali. Konsep tindakan koersif dalam penelitian ini digunakan adalah untuk menjelaskan pengertian mengenai tindakan koersif serta tindakan-tindakan yang dilakukan suatu negara dalam menanggapi ancaman-ancaman terhadap kedaulatan wilayahnya, yang dalam penelitian ini adalah pemberontakan separatisme dari kelompok etnonasionalisme. I.7. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Moelong (2000), penelitian kualitatif deskriptif merupakan suatu penelitian yang nantinya menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari narasumber maupun 13

perilaku orang-orang yang dapat diamati. Mengambil data dapat dilakukan dengan wawancara ataupun studi dokumen. Data ini kemudian akan diolah dengan teori atau konsep yang digunakan sebagai landasan hingga menghasilkan suatu data baru. Dengan adanya data baru, akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang bagaimana tindakan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalisme di Thailand Selatan. Penulis memilih konflik di Thailand untuk diteliti karena konflik yang terjadi di antara Pemerintah Thailand dengan etnis Muslim Melayu ini telah berlangsung dari abad ke-19 dan semakin parah pada tahun 2000-an. Konflik yang berkepanjangan ini terjadi karena isu yang melatar belakangi konflik tidak pernah mendapatkan penyelesaian atau jalan tengah. Untuk membatasi ruang lingkup penelitian, penulis mengambil rentang waktu 3 tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2006, karena dalam rentang tahun tersebut konflik semakin meruncing dengan semakin banyaknya kekerasan. Pada tahun - tahun tersebut juga pemerintah Thailand gencar mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam merespon gerakan etnonasionalis di Thailand Selatan. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah tindakan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalis yang terjadi dalam kisaran tahun 2004 hingga 2006 di Thailand Selatan. Data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian didapat dari studi dokumen berupa buku, jurnal, 14

website-website resmi dan maupun berita-berita dari media elektronik yang berkaitan dengan tindakan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalis di Thailand Selatan tahun 2004 sampai 2006. I.8. Sistematika Penulisan Dalam Bab I menjelaskan mengenai latar belakang dari judul yang diangkat, permasalahan penelitian yang diangkat, dan tujuan maupun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini. Tinjauan pustaka yang dipergunakan diperoleh dari penelitian yang telah digunakan sebelumnya dan konsep tentang etnonasionalisme serta konsep mengenai tindakan koersif dijelaskan pada bab ini. Dalam bab I ini juga mencantumkan metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat serta sistematika penulisan yang digunakan. Gerakan etnonasionalis di Thailand Selatan ini dibahas pada Bab II. Bab ini menjelaskan mengenai identitas etnis Muslim Melayu di Thailand Selatan, faktor faktor yang menjadi latar belakang terjadinya gerakan etnonasionalis oleh etnis Muslim Melayu, dan menjelaskan siapa saja aktor aktor yang terlibat dalam gerakan etonasionalisme yang terjadi di Thailand Selatan. 15

Pada bab III menjelaskan mengenai gambaran umum kekerasan dan konflik yang terjadi di Thailand Selatan, serta menjelaskan permasalahan penelitian tentang tindakan Pemerintah Thailand dalam merespon gerakan etnonasionalis di Thailand Selatan tahun 2004 hingga tahun 2006 yang diperoleh dari data-data yang berhasil dikumpulkan. penelitian ini. Pada bab terakhir, bab IV memuat kesimpulan dan saran terkait 16