PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 2

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP DEBITOR YANG MELAKUKAN PERJANJIAN PEMISAHAAN HARTA PERKAWINAN

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

KEPAILITAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM GRUP

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

PERANAN KURATOR DALAM KEPAILITAN TERHADAP NASABAH BANK

Universitas Kristen Maranatha

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN. 2.8 Pengertian, Dasar Hukum, dan Tujuan Kepailitan. failite yang artinya kemacetan pembayaran.

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

KETENTUAN PENANGGUHAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH KREDITUR SEPARATIS AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT. Saryana * ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

PRINSIP DEBT FORGIVENESS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

WEWENANG KREDITOR SEPARATIS DALAM EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERKENAAN DENGAN KEPAILITAN. Abstrak

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT

MEKANISME PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT MELALUI PENGADILAN NIAGA I Gede Yudhi Ariyadi A.A.G.A Dharmakusuma Suatra Putrawan

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN ABSTRACT

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PERJANJIAN HIBAH

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

DAFTAR REFERENSI. Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi

BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

AKIBAT HUKUM KEPAILITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

ABSTRAK. Kata Kunci: Limited Liability, Piercing the Corporate Veil, Pemegang saham, Perseroan Terbatas. ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

JURNAL. Penulis : Richardo Purba Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 18 Maret 2013, United Nations Development Programme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

Asas dan Dasar Hukum Kepailitan. Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia

TESIS KEWENANGAN KURATOR UNTUK MENETAPKAN HARTA PAILIT TERHADAP BARANG TIDAK BERGERAK YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN ATAS NAMA PRIBADI

BAB II EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH BANK SEBAGAI KREDITOR SEPARATIS DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR

PENYELESAIAN UTANG PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT YANG OBJEK JAMINANNYA MILIK PIHAK KETIGA MAHYANI. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

PENGARUH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITUR PAILIT

AKIBAT HUKUM KEPAILITAN SUAMI/ISTRI TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI-ISTRI TANPA PERJANJIAN KAWIN. Oleh Putu Indi Apriyani I Wayan Parsa

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perkara kepailitan banyak terjadi di Indonesia khususnya dalam dunia

AKIBAT HUKUM ATAS PUTUSAN PAILIT BAGI DEBITOR TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK JAMINAN FIDUSIA TUAH BANGUN ABSTRACT

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

PERSYARATAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

Penundaan kewajiban pembayaran utang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

Transkripsi:

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA oleh Raden Rizki Agung Firmansyah I Dewa Nyoman Sekar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Principle of paritas creditorium, pari passu prorata parte and structured prorata shall be considered as fundamental principles in debt settlement between debtor and its respective creditor. Principle of paritas creditorium (equality among creditors) shall determine equal rights of creditor over the properties belonged by the debtor. In circumstances of default by debtor, all properties therein shall be in the possession of the creditor. This writing shall illustrate the principle of paritas creditorium within Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Delayment of Debt Settlement Obligation and its enforcement in Indonesia judgement of law. Method applied in this research shall be normative legal research by analyzing statutory laws and respective literatures. Principle of paritas creditorium guarantees the equality of creditor rights to the debtors in the matter of applying bankrupt claim and debt settlement claim. Keywords: paritas creditorium, bankruptcy law, Indonesia ABSTRAK Prinsip paritas creditorium, prinsip pari passu prorata parte dan prinsip structured prorata merupakan prinsip utama penyelesaian utang dari debitor terhadap para kreditornya. Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para kreditor) menentukan bahwa para kreditor mempunyai hak yang sama terhadap semua harta benda debitor. Apabila debitor tidak dapat membayar utangnya, maka harta kekayaan debitor menjadi sasaran kreditor. Tulisan ini akan menjelaskan tentang prinsip paritas creditorium dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan penerapannya dalam putusan peradilan di Indonesia. Metode yang digunakan pada penulisan ini menggunakan metode normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang ada beserta literatur. Prinsip paritas creditorium menjamin kesetaraan hak para kreditor kepada debitornya baik dalam hal pengajuan gugatan pailit maupun hal penuntutan pelunasan utang. Kata Kunci: paritas creditorium, hukum kepailitan, Indonesia 1

I. PENDAHULUAN Bruggink menyatakan bahwa asas atau prinsip hukum adalah nilai-nilai yang melandasi norma hukum. 1 Prinsip paritas creditorium mengandung makna bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor. 2 Dalam hal debitor mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para kreditor akan berlomba dengan segala cara baik secara halal maupun tidak halal untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakangan tidak dapat pembayaran karena harta debitor sudah habis. Hal ini dirasa tidak adil dan sangat merugikan. Filosofi dari prinsip paritas creditorium adalah bahwa merupakan suatu ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda sementara utang debitor terhadap para kreditornya tidak terbayarkan. 3 Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang prinsip paritas creditorium dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK) dan penerapannya dalam putusan peradilan di Indonesia. II. ISI MAKALAH 2.1. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif karena berupa inventarisasi hukum positif, usaha-usaha penemuan asas-asas dan falsafah hukum positif, dan juga suatu usaha penemuan hukum inconcreto yang sesuai untuk digunakan dalam penyelesaian suatu perkara tertentu. 4 Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (The 1. Bruggink, 1996, Rechtsreflecties, terjemahan Arif Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.121. 2. Kartini Mulyadi, 2001, Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang dalam Rudhy A. Lontoh (ed), Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, h. 168. 3. M. Hadi Shubhan, 2008, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Peradilan, Edisi I, Kencana, Jakarta, h. 28. 4. Rianto Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Edisi I, Granit, Jakarta, hal. 92. 2

Statute Approach) dan pendekatan kasus (The Case Approach). Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum yang telah disusun secara sitematis selanjutnya dianalisis dengan teknik deskripsi, evaluasi, dan argumentasi. 2.2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1. Pengaturan Prinsip Paritas Creditorium dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Penormaan mengenai prinsip paritas creditorium dalam UUK terdapat pada pasal 1 ayat (1), pasal 2 ayat (1) dan pasal 21. Pasal 1 ayat (1) UUK menyatakan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik dengan permohonannya maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Sedangkan pasal 21 UUK menyatakan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Pasal-pasal tersebut merupakan penjabaran lebih lanjut dari pasal 1131 dan pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menentukan bahwa harta kekayaan debitor menjadi jaminan untuk pelunasan utangutangnya kepada para segenap kreditornya. 5 Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan tersebut bahwa hukum memberikan jaminan umum bahwa harta kekayaan debitor demi hukum menjadi jaminan terhadap utang-utangnya meskipun harta debitor tersebut tidak berkaitan langsung dengan utang-utang tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut prinsip paritas creditorium mencakup hak penuntutan dan pelunasan kreditor terhadap debitornya. 5. M. Hadi Shubhan, op.cit, h. 69-70. 3

2.2.2. Penerapan Prinsip Paritas Creditorium dalam Putusan Peradilan (Contoh Kasus Bank Kredit Lyonnais Indonesia Melawan PT Sandjaja Graha Sarana Cs.) Dalam kasus Bank Credit Lyonnais Indonesia mengajukan permohonan pailit terhadap PT. Sandjaja Graha Sarana (SGS), Tjokro Sandjaja dan Ny. Patricia Sandjaja karena PT. SGS tidak membayar utangnya yang jatuh tempo dan dapat ditagih senilai US$ 1,9 juta berdasarkan perjanjian kredit. Tjokro Sandjaja dan Ny. Patricia Sandjaja turut dinyatakan pailit karena bertindak sebagai pemberi jaminan pribadi atas pembayaran utang PT.SGS. Selain jaminan tersebut, PT. SGS telah memberikan agunan berupa tanah jaminan kepada Bank Credit Lyonnais Indonesia, sehingga Bank Kredit Lyonnais merupakan kreditor separatis. Selain kepada Bank Kredit Lyonnais Indonesia, PT. SGS Cs. Juga memiliki kreditor lainnya yakni BNP Lippo Indonesia yang memiliki piutang sebesar 4 miliar Rupiah dan US$ 4 juta. Atas permohonan pailit tersebut, Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan pailit tersebut dan menyatakan PT. SGS Cs. Pailit. Adapun pertimbangan hukum hakim adalah bahwa persyaratan debitor untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi yakni memiliki dua kreditor atau lebih dan utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Disamping itu, Majelis Hakim Niaga berpendapat bahwa walupun Bank Lyonnais merupakan kreditor separatis, tetap dapat mengajukan permohonan pailit. Oleh karena pasal 1 ayat (1) UUK mengatur bahwa yang dapat mengajukan permohonan kepailitan adalah debitor sendiri atau atas permohonan seseorang atau lebih kreditornya. Jadi, tidak ada pembedaan antara kreditor konkuren dengan kreditor separatis. Pemisahan yang demikian tidak disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) UUK. Hal ini juga diperkuat dalam pasal 56 UUK hanya dimaksudkan untuk melaksanakan eksekusi dan bukan untuk mengajukan permohonan pailit atas debitornya. Dengan demikian, putusan atas kasus Bank Kredit Lyonnais Indonesia melawan PT SGS, Tjokro Sandjaja dan Ny. Patricia Sandjaja sudah konsisten dan benar dalam menerapkan prinsip paritas creditorium yang berarti tidak 4

III. membedakan kreditor dan dalam kasus tersebut, kreditor separatis pun dapat mengajukan permohonan kepailitan terhadap debitornya. 6 KESIMPULAN a. Prinsip paritas creditorium dapat ditemukan dalam dalam pasal 1 ayat (1), pasal 2 ayat (1) dan pasal 21 UUK. Prinsip paritas creditorium menjamin kesetaraan hak para kreditor kepada debitornya baik dalam hal pengajuan gugatan pailit maupun hal penuntutan pelunasan utang. b. Di dalam putusan peradilan di Indonesia, prinsip paritas creditorium terbukti dapat meminimalisir konflik yang sekiranya dapat terjadi antar kreditor yang dimana dalam prinsip paritas creditorium, para kreditor mempunyai hak yang sama terhadap debitornya baik dalam hak penuntutan maupun hak pelunasan. DAFTAR PUSTAKA BUKU Bruggink, 1996, Rechtsreflecties, terjemahan Arif Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung. Kartini Mulyadi, 2001, Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang dalam Rudhy A. Lontoh (ed), Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung. M. Hadi Shubhan, 2008, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Peradilan, Kencana, Jakarta. Rianto Adi, 2004, Metodologi Hukum dan Perubahan Sosial, Granit, Jakarta. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443 Tahun 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BurgerlijkWetboek), 2008, Terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cetakan ke 39, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 6 M. Hadi Shubhan, op.cit, h. 258-259. 5