BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Bahan Kemoterapeutik yang Diberikan Secara Lokal dalam Bidang

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (>25,9%) dan sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab terbesar kehilangan gigi di usia 30 tahun. (Situmorang,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Lee dkk., 2012). Periodontitis kronis sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12

Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tujuan mengatasi maloklusi. Salah satu kekurangan pemakaian alat ortodonti cekat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sisa makanan atau plak yang menempel pada gigi. Hal ini menyebabkan sebagian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah

PERBEDAAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR HERBAL DAN NON HERBAL TERHADAP AKUMULASI PLAK DI DALAM RONGGA MULUT

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan mulut diderita 90% dari penduduk Indonesia. Berdasarkan Survey Kesehatan

Rata-rata nilai plak indeks (%)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi, salah satunya dengan perawatan ortodontik. Kebutuhan perawatan ortodontik

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang (Sari & Suryani, 2014). Penyakit gigi dan mulut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat,

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penampilan gigi berpengaruh dalam interaksi sosial manusia karena

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

I. PENDAHULUAN. menggunakan tumbuhan obat (Sari, 2006). Dalam industri farmasi, misalnya obatobatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kondisi ini dapat tercapai dengan melakukan perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan komponen esensial dari kesehatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontist adalah ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut dan bersama grup viridans lainnya umum terdapat di saluran pernapasan

BAB 1 PENDAHULUAN. nyeri mulut dan nyeri wajah, trauma dan infeksi mulut, penyakit periodontal,

BAB 1 PENDAHULUAN. perawatan ortodonsi. Kebersihan mulut pada pasien pengguna alat ortodontik

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari

Transkripsi:

37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimental yang mendapatkan aplikasi gel klorin dioksida dan kelompok kontrol yang mendapatkan aplikasi gel klorheksidin dimana setiap kelompok terdiri dari 16 orang. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian Kelompok Klorin dioksida (n=16) Klorheksidin (n=16) Usia (tahun) Rata-rata 39 33 Simpangan baku 13,3 12,5 Rentang 19 67 18 59 Jenis Kelamin Laki-laki 9 (56,25%) 10 (62,5%) Perempuan 7 (43,75%) 6 (37,5%) Karakteristik subyek penelitian pada kelompok klorin dioksida memiliki usia rata-rata 39 tahun dengan rentang usia 19 sampai 67 tahun sedangkan pada kelompok klorheksidin memiliki usia rata-rata 33 tahun dan rentang usia 18 sampai 59 tahun. Berdasarkan jenis kelamin pada kelompok klorin dioksida terdiri

38 dari 9 (56,25%) orang subyek berjenis kelamin laki-laki dan 7 (43,75%) orang subyek perempuan, sedangkan pada kelompok klorheksidin terdiri dari 10 (62,5%) subyek laki-laki dan 6 (37,5%) subyek perempuan. Efektifitas penggunaan gel klorin dioksida dan gel klorheksidin terhadap kedalaman poket periodontal (PPD), perdarahan saat probing (BOP) dan kehilangan perlekatan epitel (CAL) pada pasien periodontitis kronis dinilai berdasarkan nilai selisih rata-rata dari setiap variabel yang diteliti yaitu nilai ratarata sebelum aplikasi gel pada kunjungan pertama (h=0) dikurangi nilai rata-rata setelah aplikasi gel pada kunjungan ketiga (h = 30). Nilai selisih rata-rata tersebut kemudian dilakukan pengujian statistik secara uji t. Hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Nilai Rata-rata PPD, BOP, CAL Sebelum dan Setelah Aplikasi Gel Klorin Dioksida dan Gel Klorheksidin Jenis Pengukuran Klorin dioksida Klorheksidin H=0 H=30 Selisih p-value H=0 H=30 Selisih p-value PPD 4,680 2,958 1,72 0,00* 4,425 3,232 1,19 0,00* BOP 1,542 0,190 1,35 0,00* 1,388 0,323 1,06 0,00* CAL 3,944 2,792 1,15 0,00* 4,052 2,953 1,09 0,00* Keterangan: *= terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara pengukuran awal (h=0) dan pengukuran akhir (h=30) dengan p-value < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan gel klorin dioksida maupun gel klorheksidin secara intrasulkular setelah perawatan skeling dan root planing pada pasien periodontitis kronis mampu menurunkan PPD, BOP, dan

39 memperbaiki CAL yang bersifat signifikan secara statistik dengan p-value < 0,05. (perhitungan terdapat pada lampiran 7). Nilai selisih rata-rata kelompok klorin dioksida dan kelompok klorheksidin kemudian dilakukan pengujian statistik dengan metode t student untuk membandingkan efektifitas antara kedua gel tersebut terhadap setiap variabel yang diteliti. Penilaian ini digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini. Hasil analisis data tersebut terdapat pada tabel 4.3. di bawah ini. Tabel 4.3. Perbandingan Efektifitas Gel Klorin Dioksida dengan Gel Klorheksidin terhadap PPD, BOP dan CAL Jenis Pengukuran Klorin dioksida Klorheksidin p-value PPD 1,72 1,19 0,00* BOP 1,35 1,06 0,08 CAL 1,15 1,09 0,74 Keterangan: *= terdapat perbedaan nilai selisih rata-rata yang signifikan secara statistik dengan p-value < 0,05. Berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat diketahui bahwa penurunan PPD pada kelompok klorin dioksida dengan nilai selisih rata-rata sebesar 1,721 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai selisih rata-rata yang diperoleh kelompok klorheksidin yaitu 1,193. Perbedaan nilai selisih rata-rata ini berdasarkan uji statistik dinyatakan signifikan dengan p-value < 0,05 yang berarti bahwa gel klorin dioksida yang diaplikasikan secara intrasulkular memiliki efektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan gel klorheksidin terhadap pengurangan kedalaman poket periodontal pada pasien periodontitis kronis.

40 Uji statistik nilai selisih rata-rata untuk pengukuran BOP dan CAL antara kelompok klorin dioksida dan kelompok klorheksidin mendapatkan p-value > 0,05 hal ini berarti penggunaan gel klorin dioksida maupun gel klorheksidin secara intrasulkular memiliki efektifitas yang sama baiknya terhadap penurunan indeks BOP dan CAL pada pasien periodontitis kronis. (Perhitungan statistik terdapat pada lampiran 7). 4.2 PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi gel klorin dioksida maupun gel klorheksidin secara intrasulkular dapat mengurangi PPD, BOP, dan CAL pada pasien periodontitis kronis, namun jika gel klorin dioksida dibandingkan dengan gel klorheksidin menunjukkan bahwa hanya pada penurunan PPD yang terdapat perbedaan efektifitas secara signifikan sedangkan terhadap penurunan indeks BOP dan CAL tidak menunjukkan hasil perbedaan efektifitas yang signifikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Splinder dan Splinder 14 (1998) yang menyatakan terjadi penurunan jumlah plak dan BOP secara signifikan setelah penggunaan pasta klorin dioksida dibandingkan dengan regimen yang mengandung fenol. Chapek dkk. (1995) dalam penelitiannya mengenai penanganan periodontitis dengan produk-produk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut melaporkan terjadinya penurunan PPD dan BOP setelah penggunaan pasta gigi dan obat kumur yang mengandung klorin dioksida pada pemeriksaan terakhir. 17 Penelitian yang dilakukan oleh David dan Alissa (2011) mengenai efek klorin dioksida terhadap aktivitas bakterisidal juga menunjukkan

41 terjadinya penurunan PPD sebesar 67,4% dengan PPD sebelum penelitian sebesar 4 mm menjadi 3 mm setelah penelitian. Selain itu David dan Alissa juga melakukan penelitian untuk membandingkan nilai BOP sebelum dan setelah penggunaan obat kumur dan pasta gigi yang mengandung klorin dioksida, dan didapatkan hasil bahwa setelah penggunaan klorin dioksida terjadi penurunan BOP sebesar 71,85%. 31 Penelitian yang dilakukan oleh Taiyeb-Ali, dkk. (2004) mengenai penggunaan Oxygene Gel yang mengandung klorin dioksida sebagai terapi tambahan poket periodontal menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penurunan PPD pada 5 permukaan gigi, penurunan CAL, penurunan BOP setelah penggunaan Oxygene Gel selama 8 minggu. Simpulan penelitian yang dilakukan oleh Taiyeb-Ali menyatakan bahwa gel yang mengandung klorin dioksida dapat digunakan pada perawatan periodontitis kronis dengan PPD lebih dari 6 mm. 42 Terbentuknya poket periodontal dipengaruhi oleh peningkatan jumlah bakteri aerob di dalam sulkus gusi yang menyebabkan berkurangnya tekanan oksigen di dalam sulkus gusi, hal ini mengubah kondisi lingkungan di dalam sulkus gusi menjadi anaerobik sehingga terjadi perubahan bakteri aerob menjadi bakteri anaeraob yang menyebabkan terjadinya periodontitis yang ditandai dengan pembentukan poket periodontal kehilangan perlekatan epitel. Penelitian yang dilakukan oleh Taiyeb-ali (2004) memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Chapek (1994) yang menyimpulkan bahwa oksigen yang dihasilkan oleh klorin dioksida akan mempertahankan jumlah oksigen di dalam saliva dan sulkus gusi. Jika terdapat oksigen di dalam sulkus gusi maka bakteri anaerob tidak dapat

42 hidup. Bakteri anaerob berhubungan dengan periodontitis, sehingga aplikasi gel klorin dioksida secara intrasulkular dapat menambah suplai oksigen di dalam poket periodontal yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan dapat mencegah pembentukan poket periodontal. 42,43 Penelitian Al-bayaty, dkk. (2010) menyatakan bahwa gel klorin dioksida lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif dikarenakan dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks dan memiliki struktur yang berlapis-lapis (multilayer) serta memiliki kemampuan mekanisme efflux yang aktif sehingga bakteri Gram negatif resisten terhadap gel klorin dioksida. 12 Klorin dioksida memiliki kelebihan yaitu tidak mengubah sensasi rasa di dalam rongga mulut, tidak menyebabkan pewarnaan ekstrinsik pada gigi, gusi dan lidah, tidak bersifat toksik dibandingkan klorheksidin pada sel gusi manusia untuk penggunaan jangka panjang, dan harga gel klorin dioksida saat ini lebih murah dibandingkan dengan gel klorheksidin. 31 Peneliti pada penelitian ini melakukan pengukuran PPD, BOP, CAL, kemudian melakukan tindakan SRP pada setiap subyek penelitian pada kunjungan pertama (h = 0), tindakan tersebut dilakukan untuk menyamakan nilai plak subyek penelitian, setelah tindakan SRP langsung dilakukan aplikasi gel ke dalam poket periodontal. Mangundjaja (1997) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa sulkus gusi merupakan pelabuhan utama bagi kuman golongan anaerob sehingga menjadi tempat yang sangat ideal bagi semua golongan kuman untuk masuk ke aliran darah. 35 Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti memilih metode

43 aplikasi gel secara intrasulkular karena gel tersebut dapat mencapai konsentrasi terbesarnya saat diletakkan di daerah poket periodontal, sehingga mampu melakukan penetrasi terhadap bakteri yang terdapat di dalam poket periodontal secara langsung. 44,45 Tindakan SRP merupakan tindakan inisial (initial treatment) dalam perawatan periodontal sedangkan pemberian gel klorin dioksida setelah tindakan SRP merupakan terapi tambahan yang dapat mendukung keberhasilan perawatan SRP tersebut yang ditandai dengan pengurangan indeks plak, PPD, BOP dan CAL. 46 Efektifitas klorin dioksida yang diaplikasi secara intrasulkular dapat dilakukan untuk kasus periodontitis tingkat ringan hingga parah hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Chapek, dkk., (1995), Taiyeb-Ali, dkk. (2004), Al- 12, 17, 31, 42 bayaty, dkk. (2010) David dan Alissa (2011). Hasil penelitian diperoleh data bahwa pada kelompok klorin dioksida subyek yang mengalami periodontitis kronis ringan sebanyak 1 orang, periodontitis kronis sedang sebanyak 11 orang dan periodontitis kronis parah sebanyak 4 orang. Sedangkan pada kelompok klorheksidin subyek yang mengalami periodontitis kronis ringan sebanyak 1, periodontitis kronis sedang 9 orang dan periodontitis kronis parah sebanyak 6 orang. Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa aplikasi gel klorin dioksida maupun gel klorheksidin secara intrasulkular memiliki efektifitas yang sama baiknya untuk digunakan pada kasus periodontitis kronis ringan sampai parah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi gel klorin dioksida secara intrasulkular memiliki efektifitas yang lebih baik terdapat pengurangan

44 PPD dibandingkan dengan gel klorheksidin, hasil penelitian ini dipengaruhi oleh karena klorin dioksida yang mengandung oksigen sehingga dapat mengeliminasi bakteri anaerob yang terdapat di dalam poket periodontal yang berperan sebagai faktor inisial dalam pembentukan poket periodontal. Klorin dioksida memiliki efek antibakteri yang sangat kuat dengan mekanisme interaksi gel klorin dioksida terhadap sel bakteri sebagai berikut yaitu mekanisme yang pertama adalah interaksi antara gel klorin dioksida dengan biomolekul spesifik dan mekanisme yang kedua adalah efek gel klorin dioksida terhadap fungsi fisiologis mikrorganisme melalui reaksi antara substansi organik dari dinding sel bakteri dengan klorin dioksida sehingga menyebabkan kerusakan membran sel bakteri, dimana membran sel ini berfungsi untuk memelihara integritas kandungan sitoplasma secara keseluruhan dan mengontrol secara selektif transport nutrisi ke dalam sel. Adanya kerusakan membran sel bakteri dapat menyebabkan kematian bakteri tersebut. 12,30 Silwood, dkk., (2001) menyatakan bahwa klorin dioksida dapat berpenetrasi ke dalam sel bakteri dan bereaksi dengan asam amino vital yang terdapat di dalam sitoplasma bakteri yang akan membunuh bakteri tersebut. 36 Oksigen merupakan salah satu sumber anti oksidan yang dapat dipergunakan dalam terapi penyakit periodontal, karena oksigen mampu meningkatkan proses metabolisme tubuh sehingga mampu meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengurangi radikal bebas yang menyebabkan proses inflamasi, 47,48 sehingga efektifitas gel klorin dioksida yang diaplikasikan secara intrasulkular mampu mengurangi PPD lebih banyak dibandingkan dengan aplikasi gel klorheksidin.