BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah

BAB I PENDAHULUAN. lagi. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Hasan dalam Republika

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Page 1

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan, sebab pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Meningkatnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Perindustrian Depperindagkop Kota Pekalongan). Begitu dalam pengaruh batik bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) adalah unit usaha produktif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah industri pada Industri Kreatif menimbulkan banyak penafsiran,

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

Peluang Bisnis Batik

Menperin Ramalkan Indonesia Masuk 5 Negara Ekonomi Terbesar Dunia di 2045

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) BONEKA KAIN DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009

KLASIFIKASI IKM (INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH) MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB DI KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi jalan dan bertahannya perusahaan. Persaingan yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Total Penjualan di Negara Tujuan Ekspor Batik (Liputan 6.com, 2013) Negara

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al).

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama setiap pembangunan daerah adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran era pertanian ke era industrialisasi dan semakin majunya era

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

PEKALONGAN BATIK CENTER

Gelar Sepatu, Kulit dan Fesyen Merek Indonesia Mendunia Hadirin sekalian yang saya hormati,

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

BAB I. tersebut tidak sesubur perkembangan batik pinggir kali Keberadaan batik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PERINGATAN HARI BATIK NASIONAL DI MUSEUM TEKSTIL JAKARTA, 2 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. global. 1 Oleh sebab itu penting sekali bagi perusahaan untuk dapat menentukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MUSEUM BATIK TULIS BAKARAN DI KOTA PATI

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya transaksi baik berupa barang atupun jasa. Menurut Mankiw (2003: 82),

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Masterpiece of Oral and

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman telah terjadi transformasi struktur

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda. Setiap suku atau ras menduduki daerah dan memiliki kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya lokal dan proses produksi sederhana yang produknya dijual secara lokal telah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

BAB 1 PENDAHULUAN. Batik saat ini berusia 4 tahun setelah batik diakui oleh lembaga kebudayaan PBB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

BAB I PENDAHULUAN. hanya untuk kepentingan seni dan budaya sertadigunakan sendiri.

PENDAHULUAN Latar Belakang

SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HARI BATIK NASIONAL PEKALONGAN, 3 OKTOBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut mata pencaharian, tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Industri kecil mempunyai peranan penting tidak saja di negara-negara sedang

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

Transkripsi:

15 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia mengalami kegoncangan sejak adanya krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat luas dan mempengaruhi hampir seluruh sendi perekonomian nasional. Hal tersebut membuktikan perekonomian Indonesia selama ini tidak ditopang dengan struktur ekonomi yang baik. Kementerian Perindustrian dalam Asia Bussines Info Magazine menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 mengalami sedikit perlambatan terutama pada sektor industri. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi nasional selama triwulan III 2013 mencapai 5,83 persen, lebih rendah dari pertumbuhan kumulatif pada periode yang sama tahun lalu sebesar 6,26 persen. Namun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara Asia lainnya, kecuali China serta Filipina yang tumbuh di atas 7 persen terutama pada industri pengolahan yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar. Hal ini didukung oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat serta meningkatnya ekspor industri, meningkatnya investasi membuat kinerja sektor industri tetap terjaga, khususnya di sektor manufaktur. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014, disebutkan bahwa untuk mencapai visi dan misi Pembangunan Nasional salah satunya prioritas di bidang perekonomian. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan pengembangan industri sesuai dengan Peraturan Presiden No.28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dan peningkatan peran dan kemampuan Republik Indonesia dalam diplomasi perdagangan internasional. 15

16 Dalam 5 (lima) tahun terakhir ini, industri yang sedang berkembang dan menjadi salah satu ikon di Indonesia adalah industri batik. Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia, patut dilestarikan kebudayaannya secara maksimal, dan batik merupakan industri kerajinan yang merupakan usaha turun-menurun dari generasi ke generasi. Peringatan hari Batik Nasional ditetapkan oleh pemerintah pada tanggal 2 Oktober 2009 seiring dengan ditetapkannya Batik sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia oleh UNESCO PBB. Penetapan hari Batik Nasional tersebut mendapat apresiasi yang tinggi oleh Bangsa Indonesia, berbagai instansi pusat dan daerah menggunakan batik sebagai seragam kantor. Kota Pekalongan adalah salah satu daerah penghasil batik. Kota Pekalongan yang dijuluki sebagai Kota Batik merupakan kota penghasil batik yang terkenal dan menjadi ikon batik di Jawa Tengah. Secara geografis, Kota Pekalongan digolongkan sebagai kota pesisir, dan produksi batik Kota Pekalongan sangat beragam dan sangat dinamis di dalam penerapan motif. Industri kecil maupun industri konveksi besar bersaing dalam pemasaran batik Pekalongan yang menyebar dan meluas di luar Kota Pekalongan. Batik telah menjadi topangan hidup bagi sebagian besar masyarakat di Kota Pekalongan dan mendapatkan dukungan pemerintah dari segi bantuan dana UKM batik sampai pengalokasian pedagang batik yang dijadikan satu lokasi. Ini terbukti dengan keberadaan batik dalam lokasi yang telah ada, seperti Pasar Grosir Batik Wiradesa, International Batik Center Wiradesa, Pasar Grosir Batik Setono, Kampung Batik Pekalongan, dan Museum Batik Pekalongan yang memberikan informasi mengenai batik. Bagi pecinta batik, Pekalongan merupakan tempat yang tepat untuk mencari batik dan aksesorisnya, karena Pekalongan adalah tempat pasar 16

17 serta grosir batik, baik batik asli (batik tulis) maupun batik cap, batik printing, batik painting maupun sablon dengan harga yang bervariasi. Industri ini memberikan sumbangan yang besar terhadap kemajuan perekonomian di Pekalongan dengan mayoritas dari home industry. Kota Pekalongan memiliki 634 industri batik yang tersebar di 17 kelurahan sentra batik (dari 47 kelurahan) dengan daya serap sebanyak 9.944 tenaga kerja dari total 276.158 penduduk. Dari Tabel 1.1 bisa dilihat bahwa mayoritas penduduk Pekalongan berpangku pada batik untuk pemenuhan kebutuhannya dengan perindustrian yang lainnya. Tabel 1.1 Data IKM (Industri Kecil Menengah) Produk Unggulan Kota Pekalongan Tahun 2011 Jenis Industri Jumlah Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja Nilai Investasi (Rp. Juta) Batik 634 9.944 27.964,016 Pakaian jadi dari tekstil 369 3.665 13.569,163 Pembekuan ikan 6 50 406,2 Pengalengan ikan dan biota perairan 1 396 11.500 lainnya Pengasapan ikan dan biota perairan 5 10 13.45 lainnya Penggaraman/pengeringan ikan 23 664 1.051,106 Pengolahan dan pengawetan ikan 21 620 7.279,025 dan biota perairan lainnya Pengolahan teh dan kopi 37 1.736 10.156,3549 Pertenunan 1 29 597,24 Pertenunan atbm 114 2.165 5.291,817 Pertenunan atm 16 1.768 25.662,057 Sumber: Disperindagkop dan UMKM Kota Pekalongan, 2011 Perkembangan industri batik di Kota Pekalongan sedang mengalami fluktuasi. Usaha batik Kota Pekalongan dan juga di sebagian daerah pengrajin batik lainnya kini tengah menghadapi permasalahan yang kompleks. Perkembangan globalisasi dunia dan munculnya negara pesaing baru, seperti Cina, Vietnam, Malaysia dan lainnya menantang industri batik Kota Pekalongan untuk terus 17

18 berinovasi ke arah yang lebih modern agar bisa tetap eksis menghadapi pesaing lainnya. Permasalahan yang dihadapi industri batik Kota Pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia. Persoalan itu antara lain, harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain, padahal kualitas produk yang dihasilkan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia. Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, tidak ada standarisasi harga pasar hasil produksi, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk dan lain sebagainya. Nilai produksi batik Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai berikut. Tabel 1.2 Nilai Produksi Batik Kota Pekalongan Tahun 2009-2011 Tahun Nilai Produksi 2009 Rp893,2 miliar 2010 Rp884,7 miliar 2011 Rp806,4 miliar Sumber: Disperindagkop dan UMKM Kota Pekalongan, 2011 Dari Tabel 1.2, dapat dilihat nilai produksi batik di Kota Pekalongan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi penurunan produksi sebesar Rp8,5 milyar (0,95 persen), sedangkan dari tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi penurunan produksi sebesar Rp78,3 milyar (8,85 persen). Penurunan produksi tahun 2009 ke tahun 2010 relatif kecil, hal ini disebabkan karena ACFTA baru saja diberlakukan sehingga import tekstil dari Cina belum banyak masuk ke Indonesia, sedangkan penurunan produksi batik dari tahun 2010 ke tahun 2011 relatif cukup besar, hal ini disebabkan karena batik Cina mulai memasuki pasar Indonesia dalam jumlah yang cukup besar. 18

19 1.1.1 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bahwa daya saing industri batik di Kota Pekalongan sedang mengalami penurunan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Pekalongan perlu merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri batik berdasarkan aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat ditemukan dalam pengelolaan industri batik selama ini. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian ini adalah mengenai strategi peningkatan daya saing industri batik di Kota Pekalongan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun terdapat beberapa penelitian dengan tema yang serupa dengan menggunakan alat analisis yang berbeda-beda yang dapat digunakan sebagai acuan. 1. Soebagiyo (2008) melakukan penelitian mengenai kompetensi unggulan daerah pada batik tulis dan batik cap Solo di Dati II Kota Surakarta. Metoda dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik pendekatan metoda Bayes, Analytical Hierarchy Process (AHP), dan analisis ekonomi rantai nilai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan kompetensi dalam pengembangan industri lokal cukup relevan untuk meningkatkan daya saing lokal dan pada akhirnya meningkatkan daya saing nasional. Hal ini dapat terjadi, karena pendekatan kompetensi mencoba untuk mengeksploitasi kelebihan lokal dan keunggulan unik daerah. 2. Nugroho (2011) melakukan penelitian di Surakarta mengenai daya saing klaster industri batik. Metoda yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan alat analisis Partial Least Square untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap daya saing klaster industri batik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa para 19

20 pengrajin hendaknya sering melakukan pelatihan yang berkelanjutan dengan peralatan yang lebih kompleks, selalu berinovasi dalam berproduksi, mengoptimalkan promosi produk melalui pameran dan internet, dan perlu adanya program pelatihan yang berkelanjutan yang diadakan atas kerjasama dengan pemerintah terkait. 3. Mulyadi (2012) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan daya saing batik tradisional Jambi. Metoda yang digunakan adalah analisis faktor dan regresi berganda. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel produk, infrastruktur, kebijakan pemerintah, SDM dan IPTEK secara simultan berpengaruh 75,8 persen meningkatkan daya saing batik Jambi. 4. Novandari (2013) meneliti mengenai pemetaan dan analisis kompetensi inti UKM batik di Kabupaten Purbalingga. Metoda yang digunakan adalah metoda triangulasi dengan alat analisis value chain. Hasil penelitian menunjukkan kompetensi inti yang dapat menjadi dasar keunggulan bersaing UKM batik di Purbalingga adalah kemampuan para pengrajin dalam proses pembuatan batik tulis. Khususnya keluwesan pembatik pada tahap pencatingan yang tidak mudah ditiru oleh pembatik lain serta kecepatan pengrajin dalam melakukan proses pencantingan. Keaslian penelitian ini dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah terletak dari aspek lokasi di mana lokasi yang diambil dalam penelitian ini di Kota Pekalongan, yang menjadi objek penelitian dalam hal ini pemerintah dan masyarakat (pengusaha batik, mahasiswa dan media), dan alat analisis yang digunakan adalah analisis SWOT. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengusung tema mengenai persaingan dalam industri batik. 20

21 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat ditetapkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang peningkatan daya saing industri batik di Kota Pekalongan. 2. Merumuskan strategi yang perlu diprioritaskan dalam peningkatan daya saing industri batik berdasarkan temuan analisis SWOT tersebut. 1.3.2 Manfaat penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti, yaitu. 1. Sebagai salah satu referensi dan acuan bagi pengambil kebijakan di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan dalam upaya meningkatkan daya saing industri batik di Kota Pekalongan. 2. Sebagai referensi untuk penelitian yang akan datang dengan kajian yang lebih mendalam. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disajikan secara garis besar dengan menggunakan sistematika sebagai berikut. Bab I Pengantar, memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, yang membahas tentang tinjauan pustaka, landasan teori, dan alat analisis serta tahapan analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III Analisis Data, yang berisi uraian tentang cara penelitian, definisi operasional variabel, hasil analisis data dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran, memaparkan tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta memberikan saran atau implikasi kebijakan kepada Pemerintah Kota Pekalongan. 21