BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 Tanggal 6 Oktober 2010

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor.

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB II BAHAN RUJUKAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi, yaitu :

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo (2011:1) Terdapat 2 (dua) fungsi Pajakyaitu : pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II TELAAH PUSTAKA. dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Kata PAJAK mungkin seringkali kita dengar dan ucapkan, entah saat makan, belanja atau sedang di parkiran. Akan tetapi pajak seringkali kita dengar saat melakukan pembayaran terhadap produk yang kita beli disana. Sebenarnya apa itu pajak? Pajak menurut Prof. Adriani adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemmerintahan. Sedangkan pengertian pajak menurut Sumitro. R. berpendapat bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbul (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari beberapa definisi tersebut, kita dapat memahami melalui penjelasan sebagai berikut : a. Kontribusinya wajib, berarti tidak mendasarkan pada hak tertentu ataupun tidak mengecualikan dan harus dipenuhi. b. Sifatnya memaksa, berarti jika tidak dipenuhi dapat ditagih secara paksa. 7

c. Berdasarkan undang-undang, artinya tiap pungutan pajak harus ada aturan yang mendukung. Yaitu undang-undang sebagai cermin Negara hukum, dengan mengemban amanat Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap permungut pajak untuk keperluan Negara diatur dengan undamgundang. d. Tidak mendapatkan imbalan secara langsung, artinya dibedakan dari retribusi atau pungutan lain. II.1.2 Fungsi pajak Ikatan Akuntansi Indonesia (2010) (hal 2) mendefinisikan fungsi pajak itu memiliki dua fungsi, yaitu fungsi anggaran (budgeteir) dan fungsi mengatur (regulered). a. Fungsi anggaran (Budgeteir) Fungsi yang merupakan sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Dalam APBN pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri. b. Fungsi mengatur (Regulered) Fungsinya sebagai alat untuk mengatur atau melakasanakan kebijakan dibidang social dan ekonomi, misalnya PPnBM untuk minuman keras dan barang-barang mewah lainnya. Pajak yang dikelola dan dipertanggung jawabkan dengan baik merupakan sarana menuju kebaikan dan kesejahteraan bersama. Adapun fungsi pajak yang lainnya, yang jarang diketahui oleh banyak orang yaitu : c. Fungsi Redistribusi 8

Fungsi Redistribusi ini lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tariff dalam pengenaan pajak dengan adanya tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat penghasilan yang lebih tinggi. d. Fungsi Demokrasi Pajak dalam fungsi Demokrasi merupakan wujud system gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintahan kepada masyarakat pembayaran pajak. II.1.3 Cara Pemungutan Pajak Ikatan Akuntansi Indonesia (2010) (hal 8) dalam pajak ada beberapa cara pemungutan pajak yang didasarkan pada tiga stelsel, yaitu : a. Stelsel Nyata Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini lebih realistis. Kelemahannya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b. Stelsel Anggapan Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan. Kelebihan stelsel ini pajaknya dapat dibayar 9

selama tahun berjalan, tanpa menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya. c. Stelsel Campuran Pada Stelsel ini sering digunakan pada Negara Indonesia. Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. II.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Ikatan Akuntansi Indonesia (2010) (hal 9) tentang Sistem Pemungutan Pajak adalah : a. Official Assessment System Sistem ini memberi kewenangan pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang. Ciri-ciri Official Assessment System : 1. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak terhutang berada pada fiskus. 2. Wajib pajak bersifat pasif. 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Sistem ini memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Witholding Sytem Sistem pemungutan pajak ini memberi kewenangan kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. 10

II.1.5 Asas Pemungutan Pajak Prof. Mardiasmo mengemukakan tentang asas Pemungutan Pajak adalah : a. Asas Domisili atau asas kependudukan Negara mempunyai hak untuk pajak dari seluruh penghasilan wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak. b. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Asas ini diperlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. c. Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari suatu Negara yang memungut pajak. II.2 Pengantar Pajak Pertambahan Nilai II.2.1 Pengertian dan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut dengan Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). Menurut Djoko Mulyono (2008) Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah yang timbul dalam setiap transaksi. Nilai tambah adalah setiap tambahan yang dilakukan oleh penjual atas barang atau jasa yang dijual, 11

karena pada prinsipnya setiap penjual menghendaki adanya tambahan tersebut yang bagi penjual merupakan keuntungan. II.2.2 Karakterisitik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Keberadaan Pajak Pertambahan Nilai sebagai pengganti Pajak Penjualan dinilai memiliki beberapa karakteristik yang baik. Dikutip oleh Sukardji, U. (2011) mengemukakan, Karakteristik (legal character) Pajak Pertambahan Nilai secara umum adalah : a. General Tax on Comsuption; b. Inderect Tax; c. Netral; d. Non cumulative (h.2) Mengacu pada pendapat Sukrardji, U. (2011), jika argument tersebut dikaitakan dengan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang ada di Indonesia, maka dapat dirinci sebagai berikut : a. Pajak Objektif Yang dimaksud pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya, yaitu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dikenakan pajak juga disebut dengan nama objek pajak. b. Pajak tidak langsung Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. 12

sebagai berikut : Sebagai Pajak tidak langsung, pajak pertambahan nilai memiliki ciri-ciri Secara ekonomis, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. Secara yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas Negara tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak. c. Multi stage tax Multi Stage Tax adalah karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang menjadi objek PPN mulai dari tingkat pabrikan, kemudian pedagang besar sampai dengan pedagang pengecer dikenakan PPN. d. Mekanisme pemungutan PPN menggunakan faktur pajak Hal ini terjadi karena penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak sebagai konsekuensi penggunaan credit method untuk menghitung PPN yang terhutang maka pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak dan memberikan faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak. e. PPN adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam negeri. Oleh karena itu, komoditi impor juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan persentase yang sama dengan produk domestik. f. Bersifat Netral Netralitas Pajak Pertambahan Nilai dibentuk oleh beberapa faktor, yaitu : 13

1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumsi baik barang maupun jasa. 2. Adanya prinsip pemungutan berdasarkan tempat asal. 3. Dalam hal perdagangan internasional, Pajak Pertambahan Nilai menganut prinsip pemungut yaitu prinsip tempat tujuan. g. Tidak menimbulkan Pengenaan Pajak Berganda Dampak pengenaan pajak berganda dapat dihindari karena Pajak Pertambahan Nilai dipungut atas nilai tambahnya saja. Adapun yang dimaksud dengan nilai tambah adalah suatu nilai yang merupakan hasil penjumlahan biaya produksi atau distribusi yang meliputi penyusutan, bunga modal, gaji atau upah yang dibayarkan, sewa telepon, listrik, serta pengeluaran lainnya, dan laba yang diharapkan oleh pengusaha. Secara sederhana nilai tambah di bidang perdagangan dapat juga diartikan sebagai selisih antara harga jual dengan harga beli barang dagangan. II.2.3 Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a. Mekanisme pemungutan PPN Sukardji, U. (2011) (h.12) menulis, Mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai adalah PPN dikenakan melalui pemungutan oleh BKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP. Jika penyerahan BKP atau JKP dilakukan oleh pemungut PPN, PPN dipungut dan disetor oleh pemungutan PPN pihak yang menerima BKP atau memanfaatkan JKP. Pengenaan PPN atas nilai tambah BKP atau JKP yang diserahkan PKP. Nilai tambah disini adalah selisih harga jual dan harga pokok barang tersebut. Berapakah besarnya pajak yang terhutang atas nilai tambah, dikenal 3 metode : 14

Addition Method Metode ini PPN dihitung dari tarif kali seluruh penjumlahan nilai tambah. Subtraction Method Metode ini PPN yang terhutang dihitung dari tarif kali selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian. Credit Method Metode ini hampir sama dengan ke 2 metode diatas. Tetapi Credit Method ini harus mencari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan. b. Mekanisme pemungutan PPN kegiatan Impor Untuk kegiatan impor BKP, pemungutan PPN dilakukan oleh Bank Devisa/Ditjen Bea dan Cukai pada saat pemasukan BKP dari luar pabean ke dalam daerah pabean. PKP mengajukan pemberitahuan impor barang ke Bank Devisa/Ditjen Bea cukai, PPN harus dibayar secara bersamaan dengan bea masuk dan PPh pasal 22 Impor yang menggunakan Surat Setoran Pabean cukai dan Pajak yang dibayarkan ke Bank Devisa. Dasar pengenaan pajak (DPP) untuk PPN Impor adalah nilai impor, yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah dengan pungutan lainnya yang dikenakan pajak. 15

II.2.4 Dasar Hukum Pertambahan Nilai Sukardji, U. (2011) (h.12) mendefinisikan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983. Undang-Undang ini semula akan mulai berlaku sejak 1 Juli 1983, karena itu dalam Pasal 20 ditentukan bahwa UU Nomor 8 tahun 1983 ini disebut dengan nama Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Dalam perjalanannya, UU nomor 8 tahun 1983 ini telah tiga kali diubah, yaitu : 1. Mulai dari 1 Januari 1995 diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994 meliputi pasal 1 sampai dengan 17 berurutan; 2. Mulai 1 januari 2001 diubah untuk yang kedua kalinya dengan UU nomor 18 tahun 2000 meliputi pasal 1 sampai dengan pasal 16c namun tidak berurutan. 3. Mulai 1 april 2010 diubah untuk yang ketiga kalinya dengan UU nomor 42 tahun 2009 meliputi pasal 1 sampai dengan pasal 16F. Meskipun sudah tiga kali diubah, namun namanya tetap UU Pajak Pertambahan Nilai 1984, karena : 1. Dari tiga kali perubahan ini ternyata tidak pernah mengubah Pasal 20. Padahal dalam pasal ini diatur bahwa nama UU nomor 8 tahun 1983 adalah UU PPN 1984; 2. Baik UU nomor 11 tahun 1994 maupun UU nomor 18 tahun 2000 tidak pernah menggantikan kedudukan UU nomor 8 Tahun 1983. 3. UU nomor 42 tahun 2009 yang mulai berlaku pada 1 april 2010 juga tidak mencabut UU nomor 8 tahun 1983. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 yang mengatur tentang impor atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak. 16

II.2.5 Subjek Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang objek pajak sebagaimana di atur dalam pasal 4, pasal 16 C dan pasal 16 D UUD PPN 1984, Subjek PPN dapat di kelompokan menjadi 2, yaitu : a. Pengusaha Kena Pajak Ketentuan yang mengatur bahwa subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak yang di atur dalam pasal 4 huruf A, huruf C, huruf F, huruf G, huruf H, dan pasal 16 D serta pasal 1 angka 15 UU PPN 1984. Berdasarkan ketentuan ini, dapat disimpulkan bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah : 1. Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP atau JKP 2. Pengusaha yang mengekspor BKP atau JKP 3. Pengusaha yang melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk memperjual belikan b. Bukan Pengusaha Kena Pajak Subjek PPN juga tidak harus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha yang bukan PKP juga dapat menjadi subjek PPN sesuai pasal 4 huruf b, huruf d, huruf e dan pasal 16 C UU PPN 1984. Berdasarkan ketentuan ini, dapat disimpulkan PPN dapat dikenakan terhadap : 1. Yang melakukan Impor BKP 2. Yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean. 3. Yang membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. 17

II.2.6 Objek Pajak Pertambahan Nilai Sukardji, U. (2011) (h.23) mengemukakan Objek Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam undang-undang dalam Pasal 4, Pasal 16C dan pasal 16D Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009, terdiri atas beberapa hal berikut : 1. Penyerahan BKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. 2. Impor BKP 3. Penyerahan BKP di dalam pabean yang dilakukan oleh pengusaha. 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 6. Ekspor BKP berwujud oleh PKP 7. Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP 8. Ekspor JKP oleh PKP 9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain. 10. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. II.2.7 Barang Kena Pajak Sukradji, U. (2011) (h.30) mendefinisikan Pengertian Barang Kena Pajak (BKP) menurut Pasal 1 angka 2 dan angka 3 UU PPN 1984 adalah barang berwujud yang 18

menurut sifat atau hukumannya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang PPN. Sedangkan dalam Pasal 4A Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 Barang yang Tidak dikenai pajak pertambahan nilai, adalah : 1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Minyak mentah Gas bumi Panas bumi Pasir dan kerikil Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara 2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu : Beras Gabah Jagung Sagu Kedelai 3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. 4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2007 yang merupakan perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 19

2001 tentang Impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud adalah Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis, yaitu : a. Barang modal yang berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang; b. Makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan ternak, unggas dan ikan; c. Barang hasil pertanian; d. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, perternakan, penangkaran atau perikanan; e. Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh perusahaan Air umum; f. Listrik; g. Rumah susun sederhana milik (RUSUNAMI). II.2.8 Jasa Kena Pajak Sukardji, U. (2011) (h.34) mengemukakan yang berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU Nomor 42 tahun 2009 Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hokum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atu hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN berdasarkan UU nomor 42 tahun 2009 meliputi : 20

1. Jasa dibidang pelayanan kesehatan medis; 2. Jasa dibidang pelayanan sosial; 3. Jasa dibidang pengiriman surat dengan perangko; 4. Jasa dibidang perbankan; 5. Jasa dibidang asuransi; 6. Jasa dibidang keagamaan; 7. Jasa dibidang pendidikan; 8. Jasa dibidang kesenian dan hiburan; 9. Jasa dibidang penyiaran yang bukan bersifat iklan; 10. Jasa dibidang angkutan umum didarat dan di air serta Jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; 11. Jasa dibidang tenaga kerja; 12. Jasa dibidang perhotelan; 13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; 14. Jasa penyediaan tempat parkir; 15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; 16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan 17. Jasa boga atau ketering. II.2.9 Pengusaha Kena Pajak Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 yang kemudian disempurnakan oleh Pasal 1 PP Nomor 143/2000 tentang Pengusaha Kena Pajak. 21

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang PPN 1984. II.2.9.1 Kewajiban Pengusaha Kena Pajak Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain untuk : a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b. Memungut PPN dan PPnBM yang terhutang. c. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terhutang; dan d. Melaporkan perhitungan pajak. II.2.10 Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Pasal 16A Undang-Undang 42 Tahun 2009 merumuskan pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan Pemerintahan dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 563/KMK.03/2003 dengan demikian tidak perlu ada surat keputusan khusus penunjukan 22

sebagai Pemungut Pajak, namun tetap wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) II.2.11 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. a. Harga Jual ialah berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. b. Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. c. Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh ekspotir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor. d. Nilai Impor ialah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh ekspotir. 23

II.2.12 Tarif Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 yang telah diperbaharui yang ketiga Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 pasal 7 yang menjelasankan tentang Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas: a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan c. Ekspor Jasa Kena Pajak Tarif pajak sebagaimana dimaksud di atas dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, a. Barang Kena Pajak Berwujud yang diekspor; b. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau c. Jasa Kena Pajak yang diekspor termasuk Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean, Dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen). 24

II.2.13 Faktur Pajak Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 13/PJ/2010 Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC). Saat Pembuatan Faktur Pajak : a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak. c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat: a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP; b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP; c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. PPN yang dipungut; e. PPnBM yang dipungut; f. Kode, nomer seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. 25

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak terdiri atas dua jenis faktur, yaitu faktur pajak standard an faktur pajak sederhana. 1. Faktur Pajak Standar Faktur Pajak Standar dibagi menjadi dua jenis, yaitu Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak Gabungan. a. Faktur Pajak Standar Faktur pajak yang setidaknya memuat keterangan berikut. 1) Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP. 2) Nama, alamat, NPWP pembeli JKP atau penerima JKP. 3) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga. 4) PPN yang dipungut. 5) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak. 6) Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada waktu berikut: 1) Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP dan JKP. 2) Pada saat penerimaan pembayaran jika pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan JKP atau BKP. 3) Pada saat penerimaan pembayaran jika penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP atau penyerahan JKP. 4) Pada saat penerimaan pembayaran termin jika penyerahan sebagian tahap pekerjaan. 26

5) Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada bendaharawan pemerintah sebagai pemungut PPN. b. Faktur Pajak Gabungan Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar untuk semua penyerahan BKP atau penyerahan yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama. Fakturnya Pajak Gabungan setidaknya harus memuat hal-hal berikut: 1) Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen. 2) Nama dan alamat penerima dokumen. 3) Nomor pokok wajib pajak bagi wajib pajak dalam negeri. 4) Jumlah satuan barang, jika ada. 5) Dasar pengenaan pajak. 6) Jumlah pajak terhutang, kecuali dalam hal ekspor. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat pada waktu berikut: 1) Pada akhir bulan berikutnya, setelah penyerahan BKP atau JKP. Pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan BKP atau JKP. 2) Pada akhir bulan penyerahan BKP atau JKP. Pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan BKP atau JKP. 2. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan: 27

a. Penyerahan BKP atau JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen terakhir, atau b. Penyerahan BKP atau JKP kepada pembeli BKP dan penerima JKP yang nama, alamat, atau NPWP-nya tidak diketahui. II.2.14 Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai (SPT PPN) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 menjelaskan tentang Bagi PKP, fungsi SPT PPN yaitu sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN yang sebenarnya terhutang. SPT PPN berfungsi: a. Untuk melaporkan pengkreditkan pajak masukan terhadap pajak keluaran; b. Melaporkan pembayaran atau pelunasaan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; dan c. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan pemotong atau pemungut pajak. Karakteristik dan mekanisme pelaporan SPT PPN dapat diperjelaskan sebagai berikut: 1) SPT PPN 1108 Formulir SPT PPN 1108 terdiri atas satu lembar induk SPT PPN, enam lembar lampiran SPT PPN 1108A (lampiran A), dan lima lembar lampiran SPT PPN 1108 B (lampiran B). Setiap lembar lampiran A dan lampiran B SPT PPN 1108 memiliki keterkaitan. Hal tersebut disebabkan pada setiap lembar lampiran terhadap jumlah 28

subtotal pajak keluaran serta jumlah subtotal pajak masukan. Penomoran lembar lampiran pun saling terkait satu dengan yang lainnya. 2) SPT PPN 1107 Formulir SPT PPN 1107 terdiri atas satu lembar induk SPT PPN, satu lembar lampiran SPT PPN 1107 A (lampiran A), dan satu lembar lampiran SPT PPN 1107 B (lampiran B). Formulir SPT PPN 1107 lebih sederhana dan digunakan untuk pelaporan SPT PPN secara elektronik (e-spt), mengingat pelaporan SPT PPN secara manual menggunakan formulir SPT PPN 1108. 3) SPT PPN 1107 PUT Formulir SPT PPN 1107 PUT terdiri atas satu lembar induk SPT PPN, satu lembar lampiran SPT PPN 1107 PUT 1, dan satu lembar lampiran SPT PPN 1107 PUT 2. Sedangkan dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tanggal 6 Oktober 2010 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN), maka mulai 1 Januari 2011, setiap Pengusaha Kena Pajak sudah harus menggunakan formulir SPT Masa PPN yang baru, yaitu formulir SPT Masa PPN 1111. Untuk PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan, formulir SPT Masa PPN yang harus digunakan adalah formulir 1111 DM, yang ketentuannya diatur terpisah dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010. Berikut ini adalah ringkasan dari ketentuan tentang formulir SPT Masa PPN form 1111 yang saya ambil dari PER-44/PJ/2010. 29

Kode Formulir Kode formulir untuk SPT Masa PPN 1111 ini adalah sebagai berikut : 1. Induk SPT Masa PPN 1111- Formulir 1111 F.1.2.32.04); 2. Formulir 1111 AB Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07); 3. Formulir 1111 A1 Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP (D.1.2.32.08); 4. Formulir 1111 A2 Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09); 5. Formulir 1111 B1 Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10); 6. Formulir 1111 B2 Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11); dan 7. Formulir 1111 B3 Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12), Bentuk SPT Masa PPN SPT Masa PPN 1111 ini terdiri dari dua bentuk yaitu : 1. formulir kertas (hard copy); atau 2. data elektronik, yang disampaikan dalam media elektronik atau melalui e-filing SPT Masa PPN 1111 baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun dalam bentuk data elektronik dapat digunakan oleh PKP yang : 1. melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/BKP Tidak Berwujud; 30

2. menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, dan/atau menerima Nota Retur/Nota Pembatalan; 3. melaporkan Pemberitahuan Impor Barang atas impor BKP dan/atau SSP atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean; 4. menerima Faktur Pajak yang dapat dikreditkan dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan; atau 5. menerima Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian BKP/pembatalan JKP yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas, dengan jumlah tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak. SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk data elektronik wajib digunakan oleh PKP yang : 1. melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/BKP Tidak Berwujud; 2. menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, dan/atau menerima Nota Retur/Nota Pembatalan; 3. melaporkan Pemberitahuan Impor Barang atas impor BKP dan/atau SSP atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean; 4. menerima Faktur Pajak yang dapat dikreditkan dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan; atau 5. menerima Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas dan/atau menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian 31

BKP/pembatalan JKP yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas; dengan jumlah lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak. Bagi pemungut PPN, SPT Masa PPN berfungsi sebagai sarana untuk mempertanggungjawabkan PPN atau PPN dan PPnBM terhutang, yang harus dipungut atas penyerahan BKP atau JKP oleh PKP kepada pemungut PPN. Adapun SPT Masa PPN berisi laporan tentang: 1. PPN yang dipungut dan disetor oleh penerbit surat perintah membayar (SPM) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharawan Negara atau KPPN (dahulunya Kantor Penbendaharawan dan Kas Negara); dan 2. PPN yang dipungut dan disetor sendiri oleh pemungut PPN. II.2.15 Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN Pembetulan SPT dilakukan karena adanya kesalahan yang terjadi pada SPT. Menurut Pasal 8 UU KUP ayat (2a) dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dalam suatu laporan tersendiri, dimana pengungkapan tersebut yerbatas pada : 1. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar 2. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih besar 3. Jumlah harta menjadi lebih besar 32

4. Jumlah modal menjadi lebih besar Hasil dari temuan pada pemeriksaan SPT atau berdasarkan keterangan lain yang masih menimbulkan adanya pajak terhutang, maka terhadap Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi berupa bunga. Kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan atau keterangan lain, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung mulai saat terhutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkanya Surat Ketetapan Pajak. II.2.16 Saat dan Tempat Pajak Terhutang Berdasarkan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang 42 tahun 2009 menjelaskan tentang Saat dan tempat Pajak Terutang sebagai berikut : a. Saat Terhutang Pajak Ketentuan pasal 11 Undang-undang PPN dan PPnBM menyebutkan terutangnya pajak terjadi pada saat: 1. Penyeraha Barang Kena Pajak 2. Impor Barang Kena Pajak 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean 6. Ekspor Barang Kena Pajak 7. Ekspor Barang Kena Tidak Berwujud; atau 8. Ekspor Jasa Kena Pajak 33

b. Tempat Terhutang Pajak 1. Untuk penyerahan BKP/JKP Tempat tinggal Tempat kedudukan Tempat kegiatan usaha Tempat lain 2. Dalam hal impor, terhutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai. 3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak berwujud dan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha. 4. Usaha kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut didirikan. II.2.17 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran II.2.17.1 Pengertian Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Pajak Masukan berdasarkan pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak di luar Daerah Pabean atau impor Barang Kena Pajak. 34

Sedangkan Pajak Keluaran beradasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, Pajak Keluaran merupakan Pajak Pertambahan Nilai tentang yang wajib dipungut oleh Pengusahan Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, atau ekspor Jasa Kena Pajak. II.2.17.2 Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk: 1. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP 2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha 3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. 5. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN 1984 atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP. 6. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (6) UU PPN 1984. 35

7. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. 8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 9. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi. 10. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak atau perolahan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 11. Berkenaan dengan kegiatan membangun sendiri. II.2.17.3 Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan Sukardji, U. (2010) menulis, Kriteria umun Suatu Pajak Masukan dapat dikreditkan adalah apabila memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : 1. Memenuhi persyaratan formal, yaitu : Tercantum dalam Faktur Pajak atau dalam dokumen yang diperlukan sebagai Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Memenuhi persyaratan materiil, yaitu : Belum dilakukan pemeriksaan diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dapat dipahami bahwa Pajak Masukan dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk perolehan BKP atau JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. 36

II.2.18 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, tata cara pembayaran, penyetoran pajak dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010, pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau saran lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. II.2.19 Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Kewajiban melaporkan pajak yang terutang dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984 merupakan refleksi dari ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU KUP yang menentukan Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangi serta menyampaikannya ke Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftarnya atau dikukuhkannya. 37