BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Kabupaten Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru

BAB I PENDAHULUAN. perkapita, dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur ditempatkan sebagai sector vital dalam proses mencapai

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk. meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan terjadi tatkala

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hlm Tulus Tambunan, Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri, Rajawali Pres,

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi, laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan negara yang baik merupakan salah satu indikator dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. nasional, sehingga perencanaan pembangunan daerah harus bersinergi dengan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, namun setiap daerah memiliki potensi dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat disamaratakan antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Proses pembangunan ini erat kaitannya dengan proses desentralisasi pembangunan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah membuka peluang bagi daerah dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki secara lebih baik. Bagi daerah dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas baik akan mampu menangkap peluang dengan cermat dan mampu berinisiatif dalam menemukenali segala potensi yang ada di daerahnya, untuk secara optimal dikembangkan guna kesejahteraan wilayahnya. Daerah dengan kualitas sumber daya manusia yang baik juga dengan cepat mampu meminimalisir segala hambatan yang ada dalam upaya peningkatanan kesejahteraan wilayahnya. Namun, sebaliknya bagi daerah dengan sumber daya alam yang rendah bahkan sumber daya 1

manusia yang dimiliki juga cenderung berkualitas rendah, adanya Undang-Undang ini justru dirasakan sebagai bumerang dan bahkan dapat mengakibatkan terjadinya disparitas wilayah. Disparitas wilayah merupakan suatu keadaan dimana dalam wilayah tersebut terjadi kesenjangan atau terdapat jarak antar sub wilayahnya. Hampir setiap wilayah mengalami fenomena ini, namun yang membedakan adalah tingkat disparitas itu sendiri. Apakah disparitas yang ada di suatu daerah ataupun wilayah tersebut menurun atau naik sejalan dengan perubahan waktu atau kenaikan rata-rata kesejahteraan. Lebih lanjut lagi yakni apakah disparitas tersebut menyebabkan hal-hal yang tidak dapat ditolerir lagi. Secara teoritik disparitas dipengaruhi oleh tiga hal, yakni faktor alam, kultural, dan struktural atau kebijakan (Huzain, 2010). Faktor alam merupakan penyebab utama yang mendorong terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah. Faktor alam yang dimaksud disini meliputi sumber daya alam dan kondisi fisiografis suatu wilayah. Hal ini jelas akan mempengaruhi kegiatan ekonomi pada wilayah tersebut. Wilayah dengan kandungan sumber daya alam yang cukup tinggi disertai kondisi fisiografis yang menunjang akan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan biaya relatif rendah dibandingan dengan wilayah yang minim sumber daya alam dan juga kondisi fisiografisnya kurang menunjang. Faktor selanjutnya yang juga mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah adalah faktor kultural yang ada di wilayah tersebut. Kondisi kultural suatu wilayah yang terbuka dengan kultur wilayah lain dan mampu memfilter pengaruh 2

setiap kultur asing yang memasuki wilayah tersebut, menjadikan suatu wilayah akan jauh lebih berkembang dibandingkan dengan wilayah yang kurang terbuka dengan kultur wilayah lain. Kultur suatu wilayah hendaknya tidak menjadikan proses pembangunan yang ada di wilayah tersebut menjadi lambat, namun harus sebaliknya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh T. N. Jenkins (2000) bahwa dalam pembangunan suatu daerah harus ada pengontrolnya, yakni berupa budaya daerah tersebut. Faktor yang ketiga adalah struktural (kebijakan). Kebijakan pemerintah dalam menerapkan konsep perencanaan pembangunan yang kebanyakan bersifat ego sektoral akan menimbulkan kurang tergalinya potensi-potensi yang dimiliki suatu wilayah dan pada akhirnya akan memperlebar disparitas antar wilayah. Menurut Siahaan (2011), adanya kebijakan pemerintah yang lebih banyak diarahkan pada infrastruktur tidak banyak membantu masyarakat miskin. Bahkan Siahaan (2011) juga menambahkan bahwa kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan banyak yang tidak tepat sasaran, sehingga tidak mampu secara signifikan mengentaskan kemiskinan. Fenomena disparitas wilayah senantiasa mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, karena pemerintah menginginkan pembangunan haruslah merata, dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan makna yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alenia ke empat, yakni memajukan kesejahteraan umum. Terwujudnya kesejahteraan umum ini menjadi hal yang utama dalam pembangunan di Indonesia. 3

Namun, sampai saat ini disparitas wilayah terus mengalami kenaikan seiring dengan perubahan waktu yang tidak hanya terjadi pada lingkup wilayah provinsi tetapi juga terjadi pada unit yang lebih rendah. Tjokrowinoto (1995) dalam Muta ali (1997) mengemukakan bahwa disparitas antar wilayah merupakan konsekuensi yang logis dari orientasi pembangunan yang cenderung mengarahkan alokasi sumber daya pada wilayah pertumbuhan, sehingga disamping terdapat keberhasilan pembangunan juga terdapat disparitas regional yang cukup memprihatinkan. Kondisi ini mengakibatkan pada setiap wilayah terdapat wilayah maju (Development Region) dan wilayah terbelakang (Underdevelopment Region). Permasalahan disparitas seperti yang diuraikan di atas juga merupakan permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek. Kabupaten Trenggalek merupakan kabupaten dengan tingkat ketimpangan pendapatan dan keparahan kemiskinan tertinggi di Jawa Timur (http://bappeda.jatimprov.go.id). Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap wilayah yang ada di Kabupaten Trenggalek, dimana Kabupaten Trenggalek yang memiliki luas wilayah 1.261,40 km 2 dengan 14 kecamatan dan 157 desa sebagian besar terdiri dari tanah pegunungan (2/3 bagian) dan sisanya (1/3 bagian) merupakan tanah dataran rendah. Wilayah di Kabupaten Trenggalek yang berupa dataran meliputi 4 kecamatan, yakni Kecamatan Trenggalek, Pogalan, Tugu, dan Durenan. Sementara, 10 kecamatan yang lainnya merupakan pegunungan. Disparitas wilayah yang terjadi di Kabupaten Trenggalek disamping 4

dipengaruhi oleh karakteristik dan potensi tiap-tiap wilayah yang ada di Kabupaten Trenggalek, juga dipengaruhi oleh ketidakmerataan distribusi penduduk dan pendapatan perkapita tiap-tiap wilayah di Kabupaten Trenggalek. Ditambah lagi dengan perbedaan fasilitas pelayanan masyarakat di masing-masing wilayah Kabupaten Trenggalek baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sampai saat ini distribusi penduduk dan pendapatan perkapita Kabupaten Trenggalek masih didominasi pada wilayah-wilayah dataran rendah, meskipun terdapat wilayah pegunungan yang juga memiliki jumlah penduduk cukup tinggi serta penyumbang pendapatan daerah tertinggi kedua setelah Kecamatan Trenggalek. Wilayah Pegunungan ini adalah Kecamatan Watulimo. Kecamatan Watulimo meskipun sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan tetapi tanahnya sangat subur, ditambah lagi dengan banyaknya kawasan wisata alam dan kelautan yang dimilikinya. Kecamatan ini juga memiliki pelabuhan nasional yang merupakan tempat penangkapan ikan terbesar di pantai selatan pulau Jawa dengan nama Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN). Pada dasarnya Kabupaten Trenggalek perekonomiannya masih didominasi sektor pertanian, meskipun dari data PDRB terjadi pertumbuhan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun, namun perkembangan wilayah Kabupaten Trenggalek memperlihatkan kondisi yang stagnan. Disparitas antar kecamatan, dilihat dari perkembangan kecamatan berdasarkan data survei BPS Trenggalek diketahui bahwa Kecamatan Dongko, Kecamatan Panggul, dan Kecamatan Pule, digolongkan ke dalam kecamatan yang pertumbuhannya lambat dibandingkan kesebelas kecamatan 5

lainnya yang ada di Kabupaten Trenggalek. Berdasarkan hasil survei PPLS (Pendaftaran Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 diketahui bahwa jumlah warga miskin terbanyak berada di kawasan pegunungan yaitu Kecamatan Dongko (3.091 KK), Kecamatan Panggul (5.723 KK), dan Kecamatan Pule (4.671 KK). Pada tahun 2010 dengan survei yang sama juga diketahui bahwa Kecamatan Dongko masih menjadi kecamatan dengan warga miskin yang terbanyak dengan jumlah rumah tangga miskin mencapai 8.051 KK. Angka ini turun 40 KK dibandingkan dua tahun sebelumnya. Demikian pula dengan peringkat berikutnya yang masih diduduki Kecamatan Panggul sebesar 6.521 KK, serta Kecamatan Pule dengan 6.039 KK. Sementara untuk wilayah dengan warga miskin terendah berada di Kecamatan Kampak (2.491 KK), Kecamatan Karangan (2.853 KK ), dan Kecamatan Watulimo (3.036 KK ). Kondisi ini mengindikasikan bahwa pembangunan yang ada di Kabupaten Trenggalek belum sepenuhnya optimal dan merata. Mengingat adanya dampak yang diakibatkan oleh fenomena disparitas dapat memicu banyak permasalahan sosial, ekonomi, dan politik yang mampu mengganggu kestabilan suatu wilayah, maka perlu dilakukan penelitian yang berjudul Disparitas Pembangunan di Kabupaten Trenggalek. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tiap kecamatan di Kabupaten 6

Trenggalek? 2) Berapa besar tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Trenggalek? 3) Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya disparitas pembangunan yang ada di Kabupaten Trenggalek? 4) Bagaimana strategi pengembangan wilayah untuk mengurangi disparitas pembangunan di Kabupaten Trenggalek? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang didukung oleh latar belakang yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengkaji tingkat perkembangan wilayah di tiap kecamatan di Kabupaten Trenggalek. 2) Mengkaji tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Trenggalek. 3) Mengkaji penyebab terjadinya disparitas pembangunan yang ada di Kabupaten Trenggalek. 4) Merumuskan strategi pengembangan wilayah untuk mengurangi disparitas pembangunan di Kabupaten Trenggalek. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini terbagi dua, yaitu kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis. 7

1.4.1 Kegunaan Praktis Kegunaan praktis penelitian ini adalah dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Trenggalek dalam upaya mengurangi disparitas antar kecamatannya. 1.4.2 Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan teori disparitas wilayah. Selain itu, kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi penelitian sejenis selanjutnya pada masa mendatang. 8