II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi satu sama lain, baik antara mahluk-mahluk itu sendiri maupun

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. hidup sebagai komponen biotik dan makhluk tak hidup sebagai komponen

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1) Hasil pengamatan sikap siswa terhadap lingkungan

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

TINJAUAN PUSTAKA. keterlibatan siswa pada proses belajar mengajar, untuk berani mengemukakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENGEMBANGAN AFEKTIF ANAK USIA DINI

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

KOMPETENSI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH MENDESAIN PENILAIAN SIKAP DALAM PEMBELAJARAN SESUAI KURIKULUM 2013

ANALISIS SIKAP MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA PADA PRAKTIK PENYELENGGARAAN EVENT ORGANIZER

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

PENGERTIAN TUJUAN PEMBELAJARAN

Kebijakan Assessment dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

PROSEDUR PENYUSUNAN INSTRUMEN NON-TEST MENGGUNAKAN SKALA LIKERT

MANFA NFA TUJUAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem pembelajaran. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan satu

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM LESSON STUDY UNTUK MENGASAH KEMAMPUAN ANALISIS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Praktikum biologi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam

Tugas Evaluasi Pendidikan RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

Bagian 2. EVALUASI : Prinsip, Karakteristik Kualitas, Taksonomi Hasil Belajar, Ragam Bentuk dan Prosedur.

Perencanaan : Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal umum yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. 1 Untuk

HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN LEARNING STARTS WITH A QUESTION

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayu Pipit Fitriyani, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Berikut diperlihatkan jenis-jenis pengetahuan yang terangkum dalam aras kemahiran tersebut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Strategi Pembelajaran Menguji Hipotesis. bagian dari pembelajaran kooperatif.

Penanaman Nilai-nilai Keagamaan pada Siswa. Oleh: Siti Bahiroh

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

MODEL PEMBELAJARAN AFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN AFEKTIF SISWA MELALUI PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE EXAMPLES NON EXAMPLES SISWA KELAS II B

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1/20

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia

EMOSI DAN SUASANA HATI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hermansyah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pembelajaran, dan hasil belajar yang dicapai siswa sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pengertian Hasil Belajar Pada Sifat-Sifat cahaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tanggal 16 Februari hingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Skripsi. Oleh: Alanindra Saputra K

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 pasal 3. (2005:56) tentang

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin dengan mengarahkan berbagai

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja secara umum dan yang sering kali didengar seseorang,

Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( )

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini menghasilkan sebuah temuan tentang nilai-nilai dan pesanpesan

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

BAB II MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI MATERI KONSEP KONSEP GEOGRAFI

Kata kunci: Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Hasil belajar matematika ranah afektif dan ranah kognitif.

Adventa Eklesiawati 1), Feby Sanjaya 2) Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ambarawa Kabupaten

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru PKn kelas VII D di SMP

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN TES Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap penyusun tes hendaknya dapat mengikuti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Lingkungan hidup ialah tempat, wadah, atau ruang yang ditempati oleh mahluk hidup dan tak hidup yang saling berhubungan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain, baik antara mahluk-mahluk itu sendiri maupun antara mahluk tersebut dengan lingkungannya (Husein, 1992:6). Dashefsky (dalam Atmakusumah, Iskandar, dan Basorie, 1996:4) berkata bahwa lingkungan menyangkut semua komponen hidup dan tak hidup serta semua faktor yang ada, seperti iklim, tempat sebuah organisme hidup. Tumbuhtumbuhan dan binatang, gunung dan laut, suhu dan turunnya hujan atau salju, itu semua membentuk lingkungan sebuah organisme. Semua komponen tersebut berinteraksi dan berperan sesuai dengan fungsinya untuk membentuk keseimbangan. Keseimbangan lingkungan dapat menjadi rusak yang artinya lingkungan menjadi tidak seimbang jika terjadi perubahan lingkungan yang melebihi daya dukung dan daya lenting lingkungan. Perubahan lingkungan tersebut dapat terjadi karena faktor alam, maupun karena perbuatan manusia. Namun, manusia sebagai faktor dominan merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan.

10 Sejak sekolah dasar siswa telah dibekali pengetahuan mengenai lingkungan. Pengetahuan mengenai lingkungan tersebut mereka dapatkan lagi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) tapi dengan pokok bahasan yang lebih luas lagi. Pada materi ini akan dipelajari mengenai akibat penebangan hutan, penyebab dan pengaruh pencemaran lingkungan (pencemaran air, udara, tanah dan suara), dan cara penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Apa yang dipelajari ini sesuai dengan kompetensi dasar materi ini yakni mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Sehingga setelah pembelajaran ini diharapkan siswa dapat mengaplikasikan apa yang telah mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari dengan bersikap baik dan peduli terhadap kelestarian lingkungan. Menyelamatkan masa depan bumi bisa dilakukan oleh setiap orang. Upaya pelestarian lingkungan dapat dilakukan dari hal yang paling sederhana, dari hal-hal yang kecil. Penangkapan para pembabat hutan mungkin merupakan salah satu contoh yang bisa jadi terasa jauh dan terlalu besar dari sudut pandang kehidupan sehari-hari anak didik. Sebaliknya, mengurangi penggunaan kantong plastik atas dasar kesadaran betapa merusaknya sampah plastik bagi kelestarian alam dapat dilakukan dari sekolah dan juga dari rumah langsung oleh anak didik. Dengan memunculkan dan mendeskripsikan sikap siswa terhadap lingkungan, diharapkan perilaku siswa akan lebih bersahabat dengan lingkungan dan kesadaran mereka tentang menjaga dan melestarikan lingkungan akan

11 meningkat. Sehingga perilaku-perilaku yang akan mengganggu keseimbangan lingkungan akan berkurang. Dalam Zoer aini (1992:108-109) dikatakan bahwa lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Antara organisme dan lingkungan terjalin hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Tanpa lingkungan organisme tidak mungkin ada sebaliknya lingkungan tanpa organisme, tidak berarti apa-apa. B. Ranah Sikap (Affectif Domain) Benjamin S. Bloom, dkk. (dalam Sudijono, 2007:49) berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokkan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (=daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: (1) ranah proses berpikir (cognitif domain) (2) ranah sikap (affectif domain), dan (3) ranah keterampilan (psychomotor domain). Sikap merupakan salah satu karakteristik afektif yang penting (Depdiknas, 2008:4). Sikap sebagai ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl (dalam Depdiknas, 2008:2-3 dan Sudijono, 2007:54-57) dirinci menjadi lima jenjang (tingkat), yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization. 1. Tingkat receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan untuk menerima stimulus berupa masalah, situasi, gejala, atau yang lainnya. Receiving atau attending juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan, obyek, fenomena khusus

12 atau stimulus. Tugas pendidik membina agar peserta didik bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mengidentikkan diri dengan nilai itu atau mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif. 2. Tingkat responding (menanggapi) Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik dalam fenomena tertentu dan bereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Pada tingkat ini misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya. 3. Tingkat valuing (menilai atau menghargai) Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk.

13 4. Tingkat organization (mengatur atau mengorganisasikan) Pada tingkat organization, peserta didik melakukan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, dan pemantapan nilai yang telah dimilikinya. 5. Tingkat characterization (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai) Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai, yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial (Depdiknas, 2008 : 2-3 dan Sudijono, 2007 : 54-56). Kata-kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK) yang mengukur jenjang kemampuan dalam ranah afektif adalah: 1. Menerima (receiving) : menanyakan, menjawab, menyebutkan, memilih, mengidentifikasikan, memberikan, mencandrakan, mengikuti, menyeleksi, menggunakan, dan sebagainya. 2. Menjawab (responding) : menjawab, melakukan, menulis, berbuat, menceritakan, membantu, mendiskusikan, melaksanakan, mengemukakan, melaporkan, dan sebagainya.

14 3. Menilai (valuing) : menerangkan, membedakan, memilih, mempelajari, mengusulkan, menggambarkan, menggabung, mempelajari, menyeleksi, membaca, dan sebagainya. 4. Organisasi (organization) : mengorganisasi, menyiapkan, mengatur, mengubah, membandingkan, mengitegrasikan, memodifikasi, menghubungkan, menyusun, memadukan, menyelesaikan, mempertahankan, menjelaskan, dan sebagainya. 5. Karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai (characterization by a value or value complex) : mempengaruhi, memodifikasi, mengusulkan, menerapkan, memecahkan, merevisi, bertindak, mendengarkan, mengusulkan, menyuruh, membenarkan, dan sebagainya (Daryanto, 1999:118-120). Sikap adalah kesediaan seseorang untuk bereaksi terhadap sesuatu. Seseorang dapat merespon positif atau pun negatif terhadap sesuatu tersebut (Sunarto dan Hartono, 2002:181). Dalam Duati (2004:8) dijelaskan bahwa sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki seseorang. Dalam Depdiknas (2008:5) di sebutkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Target nilai tersebut cenderung menjadi ide dari sikap dan perilaku seseorang

15 Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat (Depdiknas, 2008:5-6). Dalam Sudijono (2007:76) disebutkan bahwa penilaian hasil belajar siswa dari ranah sikap (affective domain) dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen (documentary analysis). Sedangkan Andersen (dalam Depdiknas, 2008:7) menyebutkan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah sikap yaitu metode observasi melalui lembar observasi dan metode laporan diri melalui kuesioner. Ditambahkan dalam Depdiknas (2008:9) bahwa cara yang mudah untuk mengetahui sikap siswa adalah melalui kuesioner. C. Pendekatan Pengungkapan Nilai (Values Clarification Approach) Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (Sudrajat, 2008:1:b).

16 Pendekatan pengungkapan nilai merupakan satu dari lima pendekatan pendidikan nilai yang dirumuskan oleh Superka, Ahrens, dan Hedstrom (dalam Huitt, 2004:1), yaitu: penanaman nilai (inculcation), perkembangan moral (moral development), analisis (analysis), pengungkapan nilai (values clarification), dan belajar berbuat (action learning). Dalam Zakaria (2001:7) dinyatakan bahwa pendekatan pengungkapan nilai dikembangkan oleh Raths, Hermin, dan Simon. Pendekatan ini memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilainilai mereka sendiri. Pendekatan pengungkapan nilai adalah salah satu pendekatan yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif siswa. Pendekatan pengungkapan nilai merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaannya bertujuan agar para siswa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkannya dan merefleksikannya sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai (Sudrajat, 2008:3). Huitt (2004:4) mengatakan bahwa tujuan utama pendekatan ini adalah membantu siswa supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.

17 Sedangkan menurut Superka, dkk. (dalam Zakaria, 2001:7), tujuan pendekatan ini ada tiga, yaitu: (1) membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain. (2) membantu siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri. (3) membantu siswa supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Menurut Raths, Hermin, dan Simon (dalam Zakaria, 2001:7), dalam proses pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metode dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan lain-lain. Huitt (2004:4) juga menyebutkan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini yaitu: Methods used in the values clarification approach include large- and small-group discussion; individual and group work; hypothetical, contrived, and real dilemmas; rank orders and forced choices; sensitivity and listening techniques; songs and artwork; games and simulations; and personal journals and interviews; self-analysis worksheet. Dalam Simon dan Howe, (1972:5) dinyatakan bahwa Raths tidak terlalu mementingkan isi nilai, tetapi keterampilan dalam proses menilai. Sejalan dengan pandangan tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Elias, bahwa bagi penganut pendekatan ini, guru bukan sebagai pengajar nilai, melainkan sebagai role model dan pendorong. Peranan guru adalah mendorong siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai (Zakaria, 2001:7).

18 Ada tiga proses pengungkapan nilai menurut pendekatan ini. Dalam tiga proses tersebut terdapat tujuh subproses sebagai berikut: Pertama, memilih : (1) dengan bebas (2) dari berbagai alternatif (3) setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya Kedua, menghargai : (4) merasa bahagia atau gembira dengan pilihannya (5) mau mengakui pilihannya itu di depan umum Ketiga, bertindak: (6) berbuat sesuatu sesuai dengan pilihannya (7) diulang-ulang sebagai suatu pola tingkah laku dalam hidup (Raths, Hermin, dan Simon dalam (Zakaria 2001:7)). D. Hubungan Pendekatan Pengungkapan Nilai (values clarification) dengan Sikap, Afektif, dan Nilai Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir (kognitif), keterampilan melakukan pekerjaan (psikomotor), dan sikap atau perilaku (afektif) (Depdiknas, 2008:1). Ada beberapa pendekatan pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan, merajuk pada pemikiran Sukmadinata, yaitu konsiderasi, pembentukkan rasional, pengungkapan nilai, pengembangan moral kognitif, dan nondirectif (Sudrajat, 2008:1). Sedangkan menurut Superka, Ahrens, dan Hedstrom (dalam Huitt, 2004:1), yaitu: penanaman nilai (inculcation), perkembangan moral (moral development), analisis (analysis), pengungkapan nilai (values clarification), dan belajar berbuat (action learning). Jadi, hubungan antara Pendekatan Pengungkapan Nilai dengan sikap, afektif, dan nilai adalah pendekatan pengungkapan nilai merupakan salah satu

19 pendekatan pembelajaran afektif dan sikap adalah salah satu karakteristik afektif yang penting. Sedangkan nilai adalah yang menjadi ide seseorang untuk bersikap, apakah harus bersikap positif atau negatif terhadap sesuatu.