HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

HUBUNGAN RESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DI WILAYAH PUSKESMASCOLOMADU KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskular yang masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menyerang seperti typhoid fever. Typhoid fever ( typhus abdominalis, enteric fever ) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. WHO memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. besar di Indonesia bersifat sporadic endemic dan timbul sepanjang tahun. Kasus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. namun adakalanya angka-angka tersebut semata-mata dikumpulkan tanpa maksud atau

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid pada Anak di RSUD Tugurejo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. kuman Salmonella Typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid banyak ditemukan. mendukung untuk hidup sehat (Nani dan Muzakir, 2014).

Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam thypoid diseluruh dunia

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB I PENDAHULUAN. pada abad ini. Dijelaskan oleh WHO, di dunia penyakit tidak menular telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BUGANGAN KOTA SEMARANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit infeksi Dengue seperti DBD (Demam Berdarah Dengue) kini

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tiap tahunnya. Insiden tertinggi demam thypoid terdapat pada anakanak. kelompok umur 5 tahun (Handini, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi virus selain oleh bakteri, parasit, toksin dan obat- obatan. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DIARE DI BANGSAL MELATI RSUD SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

Transkripsi:

HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR SKRIPSI Untuk MemenuhiSalah Satu Persyaratan MencapaiDerajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusunoleh : DINA MAYASARI J.210 070085 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa jenis penyakit, yaitu penyakit menular, penyakit tidakmenular, danpenyakit kronis(wikipedia,2008). Penyakit yang sering menjadi masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia salah satunya ialah demam tifoid (Simanjuntak, 2002). Demam tifoid (termasuk para-tifoid) yang biasa juga disebut typhus atau tipes adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi, terutama menyerang bagian saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang selalu ada dimasyarakat (endemik) di Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang, mulai dari usia balita, anak-anak, dan dewasa melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi(israr, 2008). Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit 1

2 menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyakorangsehingga dapatmenimbulkanwabah(sudoyo, 2006). Insiden demam tifoid antara 350 810 kasus per 100.000 pendudukdan Case FatalityRate (CFR) berkisar 3%. Penyakit ini berhubungan erat dengan higiene perorangan yang kurang baik, sanitasi lingkungan yang jelek, dan penyediaanair bersihyang kurangbaik(lubis,2000). Prevalensi 91% kasus demam tifoid di Indonesia terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5tahun. Persentase penderita dengan usia 12-29 tahun 70-80%, usia 30-39 tahun 10-20%, usia >40 tahun 5-10%. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2% yang lain akan menjadi karier yang menahun. Kekambuhan yangringanpadakarier demam tifoid, terutamapada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas (Brusch. JL,2006). Kambuh atau relaps dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah. Kekambuhan akan terjadi bila pengobatan sebelumnya tidak adekuat atau, sebetulnya bukan kambuh tetapi terkena infeksi baru. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps(soedarto,2007).

3 Hal tersebut di atas dapat diartikan tingkat kekambuhan tifoid masyarakat Indonesia perlu mendapatkan perhatian. Menurut Profil kesehatan kabupaten Karanganyar tahun 2007 penyakit demam tifoid menempati rangkingketiga setelah Demam BerdarahDengue dan Diare. Sepertidata-data tentang demam tifoid berdasarkan angka-angka yang berasal dari Puskesmas dan Balai Pengobatan swasta di wilayah Colomadu tahun 2008, menunjukkan banyaknya pasien dengan diagnosis demam tifoid, mayoritas ditemukan pada usia 15 27 tahun. Dari data rekap catatan medis pasien di Puskesmas dan Balai Pengobatan swasta wilayah Colomadu yang diambil peneliti ditemukan pasien dengan demam tifoid yang terjadi kambuh. Peneliti mengakumulasi pasien dengan demam tifoid yang kambuh sebanyak 25% dari 130 pasien demam tifoid di Puskesmas dan Balai Pengobatan swasta wilayah Colomadu. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis tentang faktor-faktor yang berhubungandengantingkat kekambuhantersebut. Ada asumsiyangberkembangdalam masyarakat mengenaifaktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penderita tifoid tersebut kambuh, antara lain: (1) kemungkinan terjadinya kekambuhan ataupun terinfeksi dari tifoid biasanya berhubungan dengan keadaan imunitas / daya tahan tubuh orang tersebut sehingga dalam keadaan seperti itu kuman dapat meningkatkan aktivitasnya kembali, (2) kebersihan perorangan yang kurang meskipun lingkungan umumnya adalah baik, (3) konsumsi makanan dan minuman yang berisiko (belum dimasak /direbus,dihinggapi lalat, tidak diperhatikan kebersihannya), (4) gayahidup, (5) stres,dansebagainya (Soedarto,2007).

4 Imunitas atau daya tahan tubuh merupakan respon tubuh terhadap bahan asing. Respon imun yaitu reaksi yang dikoordinasi oleh sel-sel dan molekulmolekul terhadap mikroba ataupun agen-agen yang lain. Sehingga bila dalam kondisi imun yang menurun, pertahanan tubuh pun akan menurun dan tubuh bisa mudah terserang penyakit kemudian sakit. Penekanan fungsi sistem imun akan menyebabkan peningkatan kerentanan seseorang terhadap terjadinya penyakit-penyakit infeksi. Daya tahan tubuh kita 80% dibangun di usus, sehingga kesehatan pencernaan mendukung daya tahan tubuh. Usus adalah bagian tubuh yang pertama terekspos oleh dunia luar melalui makan yang dikonsumsi. Usus bukan hanya berfungsi untuk penyerapan dan pencernaanmakanan tetapi juga merupakan bagian dari sistem imun terbesar dalam tubuh yang mengatasi antigendanzat berbahaya yangmasuk. Stres dipandang sebagai kondisi yang timbul ketika seseorang berhubungan dengan situasi tertentu, dimana suatu permintaan melebihi bataskemampuan coping seseorang. Padaorang yang mengalamistres yang mempunyai konsekuensi kondisi yang patologis akan mengganggu respon imun. Penekanan fungsi sistem imun akan menyebabkan peningkatan kerentananseseorangterhadap terjadinyapenyakit-penyakit infeksi. Uraian di atas ditemukan bahwa di wilayah tersebut banyak penderita tifoid yang kambuh dan sering didapatkan keluhan serta data kekambuhan yang disebabkan oleh imunitas yang menurun dan stres, sehingga telah melatarbelakangi peneliti ingin mengetahui hubungan respon imun atau

5 imunitas dan stres dengantingkat kekambuhandemam tifoid pada masyarakat diwilayahpuskesmascolomadu Karanganyar. B. PERUMUSAN MASALAH Demam tifoid masih cukup tinggi di masyarakat. Penyakit ini penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyebarannya melalui saluran cerna dan memasuki tubuh penderita. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalahbaik. Kondisi stres dan gejala menurunnya daya tahantubuh sering kali terabaikansehingga timbulberbagaipenyakit infeksi.kekambuhan /relaps penyakit demam tifoid kemungkinan dapat terjadi. Dari hal tersebut penelitimenemukanmasalah yangmuncul ialah Hubungan responimundan stres dengan tingkat kekambuhan demam tifoid pada masyarakat di wilayah PuskesmasColomaduKaranganyar. C. TUJUAN PENELITIAN 1. TujuanUmum Mengetahui hubungan respon imun dan stres dengan tingkat kekambuhan demam tifoid pada masyarakat di wilayah Puskesmas Colomadu Karanganyar. 2. TujuanKhusus a. Mengidentifikasi kekambuhan demam tifoid pada masyarakat di wilayahpuskesmas ColomaduKaranganyar.

6 b. Mengetahui hubungan respon imun dengan tingkat kekambuhan demam tifoid pada masyarakat di wilayah Puskesmas Colomadu Karanganyar. c. Mengetahui hubungan stres dengan tingkat kekambuhan demam tifoid pada masyarakat di wilayahpuskesmas ColomaduKaranganyar. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi InstitusiPendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan untuk menambah pengetahuan tentang penyakit-penyakit yang masih sering terjadi di masyarakat beserta dampak yang akan ditimbulkan daripenyakit tersebut. 2. BagiPuskesmasdanBalaiPengobatan Bagi Puskesmas dan Balai Pengobatan swasta hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih meningkatkan perhatian kepada pasien khususnya pasien dengan demam tifoid sehingga tingkat kekambuhannya dapat diturunkan. 3. BagiProfesi Bagi ilmu keperawatan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan serta memperdalam pengetahuan tentang penyakit tifoid yang sering terjadi di masyarakat, sehingga mampu menurunkantingkat kekambuhandaripenyakit demam tifoid.

7 4. BagiPeneliti Penelitian ini akan bermanfaat bagi peneliti yaitu menjadi sebuah pengalaman yang berharga dan menjadi kebanggaan tersendiri ketika mampu memberikan suatu hal yang berarti bagi perkembangan ilmu keperawatan. E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian ini belum pernah dilakukan, namun penelitian terdahulu yang mirip tentang hubungan daya tahan tubuh /imunitas dan stres dengan tingkat kekambuhan demam tifoid adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Lubis (2002). Mengadakan penelitian mengenai faktor resiko kejadian penyakit demam tifoid penderita yang dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan menggunakan rancangan penelitian epidemiologi observasional analitik dengan desain case control. Kasus adalah semua penderita baru demam tifoid rawat inap di ruang penyakit dalam dan ruang anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang di diagnosis oleh dokter rumah sakit berdasarkan gejala klinis dan tes Widal (minimal ada peningkatan titer Odua kalilipat dari sebelumnya),berumur12 30tahun. Besar sampelnyasebanyak 126(63 kasusdan63kontrol). Setelah dianalisis secara tabulasi silang dan dilanjutkan dengan analisis regresi logistik ganda dengan taraf signifikan 5%(0,05) maka dari variabelvariabel tersebut diatas yang merupakan faktor risiko kejadian penyakit demam tifoid pada penderita yang dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya

8 adalah higiene perorangan (p =0,0085 ; OR = 20,8233) dan kualitas air minum (p =0,0061 ;OR =6,4240). Kesimpulannya mereka yang higiene perorangannya kurang mempunyai risiko 20,8 kali lebih besar untuk terkena penyakit demam tifoid dibanding yang hygiene perorangannya baik, Untuk kualitasair minum dirumah yangtercemar berat coliform berisiko sebesar 6,4 kali untuk terjadinya penyakit demam tifoid dibanding yang kualitas air minumdirumahnyatidaktercemarberat coliform.