BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

materi yang ada dalam suatu pengajaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 TUNTANG PADA MATERI SEGITIGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau penghargaan ). Belajar yang dapat mencapai tahapan ini disebut dengan belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa untuk mencapai hasil yang optimal. Belajar adalah sebuah proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Konsep Energi Bunyi Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Di Kelas IV SDN 1 Siwalempu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Frekuensi Persentase Rata-rata Selang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. Dalam tinjauan pustaka ini akan memaparkan pengertian-pengertian konsep yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN MINAT DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MENGGUNAKAN METODE INQUIRY KELAS IV SEKOLAH DASAR ARTIKEL PENELITIAN

562 e-jurnalmitrapendidikan, Volume 1, Nomor 5, Juli 2017

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 4 SDN KALINANAS 01

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan salah satu bidang IPA yang menyediakan berbagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian masalah bilangan pengertian tersebut terdapat pada Kamus Besar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya dengan

I. PENDAHULUAN. Dari hasil observasi peneliti, menunjukkan bahwa kondisi pembelajaran mata

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kata-kata Kunci : Model Numbered Head Together (NHT), Media Manik-manik, Aktifitas, Hasil Belajar, Pembelajaran Matematika, Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berjumlah 29 siswa, terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 17 siswa

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

DITA PUTRI MAHARANI Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN SETONO 1 KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI MELALUI STRATEGI ORIENTASI TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan mempunyai pandangan pendapat yang berbeda. Pembahasan dan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang karateristik pembelajaran IPA, proses pembelajaran, hasil belajar, konsep umum model pembelajaran Numbered Head Together dan rancangan model. 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science itu sendiri merupakan singkatan dari kata natural science. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya adalah pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Menurut Ahmad Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Trianto (2012:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah, seperti observasi dan eksperimen, serta menuntut sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Aly dan Eny Rahma (2011:18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. 6

7 Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan yang tepat pada gejala-gejala alam yang didapatkan dengan cara observasi maupun eksperimen sehingga menciptakan sikap rasa ingin tahu, ilmiah, terbuka dan jujur. 2.1.2 Tujuan IPA Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menurut Trianto (2012:142) antara lain: a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. b. Menanamkan sikap hidup ilmiah. c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan. d. Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya. e. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Berdasarkan tujuan IPA yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA tidak hanya dimaksudkan agar siswa dapat menguasai materi pelajaran. Lebih jauh dari pada itu, pembelajaran IPA mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu membentuk sikap ilmiah, menerapkan metode ilmiah untuk memecahkan berbagai permasalahan, serta untuk meningkatkan keimanan dan mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan atas keindahan alam yang telah Tuhan berikan. Oleh karena itu, saat melaksanakan pembelajaran IPA guru tidak hanya memperhatikan bagaimana caranya agar siswa mengusai materi pelajaran. Guru juga harus mampu mengarahkan proses pembelajaran agar dapat mencapai berbagai tujuan IPA di atas. Hal ini akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan IPA di SD.

8 2.1.3 Karakteristik IPA Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman dalam (Ahmad Susanto, 2013:170) yaitu: a. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori. b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya. c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam. d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja. e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif. Berdasarkan karakteristik IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip dan proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut maka siswa dalam pembelajarn IPA akan mendapat pengalaman melalui pengamatan langsung, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa dengan cara merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga mampu berfikir kritis melalui pembelajaran IPA. 2.1.4 Ruang Lingkup IPA Ruang lingkup IPA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) secara garis besar terdiri dari aspek-aspek berikut: a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

9 Berdasarkan aspek-aspek tersebut dapat digambarkan secara spiral, yang artinya setiap bahan ajar disemua tingkat kelas disajikan ke dalam materi yang berbeda, semakin tinggi tingkat kelasnya semakin dalam pula tingkat bahasa dan materi yang diajarkan. Dalam standar isi telah disebutkan beberapa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa dalam proses belajar. Dengan adanya SK dan KD yang telah ditetapkan dalam standar isi, maka guru harus menyajikan bahan ajar yang sesuai dengan SK dan KD yang telah ditetapkan tersebut. Setelah guru memahami SK dan KD guru kemudian menjabarkannya kedalam indikator dan tujuan pembelajaran yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. 2.2. Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Supridjono, 2009:5). Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar melalui kegiatan belajar. Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan peilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah berhasil mencapi tujuan- tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional. Dimyati dan Mudjiono (2013:20) hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evalusi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan

10 pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya. Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni: 1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. 2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:251) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi : 1. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar. 2. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada siswa yang meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas atau kegiatan belajar guna mencapai sebuah tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada siswa. Tes pada umunya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Menurut Sudjana (2014:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaanpertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Ada dua tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa meliputi: 1. Tes Uraian Tes uraian atau disebut juga dengan essay examination, merupakan alat penilaian hasil belajar yang sudah lama digunakan. Tes uraian terdiri dari uraian

11 bebas, uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Tes uraian menuntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Hal itu merupakan kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya. Menurut Sudjana (2014:35) kelebihan tes uraian antara lain adalah: a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi. b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa. c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis dan sistematis. d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah (problem solving). e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa. Adapun kelemahan dari tes uraian antara lain sebagai berikut: a. Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan. b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa saja bertanya tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa yang dikehendaki. c. Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif besar. 2. Tes Objektif Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Beberapa bentuk tes objektif, yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda. a. Kebaikan dari tes objektif yaitu: Soal dapat disusun dengan mudah.

12 Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat. Penilaian dapat dilakukan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif. b. Kelemahan dari tes objektif yaitu: Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi. Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata. Pada penelitian ini dalam mengukur proses dan hasil belajar siswa, guru memberikan soal tes yang berbentuk pilihan ganda yaitu dimana siswa mempunyai tugas untuk memilih satu jawaban yang benar atau paling tepat. Selain mengukur hasil belajar siswa dari ranah kognitif, hasil belajar siswa dapat diukur melalui ranah psikomotor dan afektifnya. Untuk mengukur hasil belajar ranah psikomotorik dapat diukur melalui tes tindakan (perbuatan). Ada beberapa bentuk cara pengukuran untuk menilai hasil belajar ranah psikomotorik. Bentuk-bentuk penilaian hasil belajar ranah psikomotorik antara lain: penilaian unjuk kerja, penilaian produk, penilaian proyek dan portofolio. Sedangkan hasil belajar ranah afektif (sikap) dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung dan laporan pribadi. Dalam penelitian ini peneliti mengukur hasil belajar siswa dalam ranah kognitif dan ranah afektif yaitu dengan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda dan observasi. 2.2.1. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan memuat tentang uraian sistematis hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan dihubungkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa acuan yang relevan. Mardianawati (2012) dalam skripsi yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar IPA, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan keaktifan dan pemahaman siswa. Terbukti dari rata-rata keaktifan siswa kelas eksperimen mencapai 74%, sedangkan kelas kontrol mencapai 73%. Dengan demikian dapat disimpulkan model pembelajaran kelas kooperatif tipe Numbered Head Together lebih efektif dalam kemampuan

13 pemahaman konsep siswa. Oleh karena itu guru IPA hendaknya mengembangkan pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif, terutama model pembelajaran NHT untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Suratman (2012) dalam skripsi yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Numberd Head Together pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 70,59% dengan 12 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 5 siswa atau 29,41% siswa yang belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 100% atau 17 siswa sudah tuntas. Yuni Ria, Astuti (2012) dalam skripsi yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Siswa Kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat 5 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa atau sebesar 58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 75%, dan yang belum tuntas terdapat 3 siswa atau sebesar 25%, sedangkan pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%, dan yang belum tuntas dalam belajar terdapat 0 siswa atau sebesar 0 %. Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V. Berdasarkan uraian kajian yang relevan menggunakan model Numbered Head Together (NHT) terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan pada penerapan model pembelajaran Numbered Head Together

14 (NHT) untuk diterapkan guna mengatasi permasalahan yang terjadi di SD Negeri Tlogo yaitu tentang kurangnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. 2.3. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT). 2.3.1. Pengertian (NHT). Menurut Arends (2008: 16) NHT merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1998) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang isi pelajaran tersebut. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Ahmadi, dkk (2011 :59) NHT adalah suatu metode pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Sependapat dengan Ahmadi, dkk, Komalasari (2010:62) menyatakan bahwa NHT merupakan suatu metode pembelajaran di mana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang model pembelajaran Numbered Head Together maka menurut pemikiran penulis bahwa Numbered Head Together adalah suatu model pembelajaran berkelompok dimana setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya. 2.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Model Numbered Head Together (NHT) Menurut Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011: 59) dalam menggunakan metode Numbered Head Together (NHT) ada beberapa kelebihan dan kelemahan. Numbered Head Together (NHT) memiliki beberapa kelebihan antara lain: (1). Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. (2). Setiap siswa menjadi siap semua. (3). Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai/tutor sebaya. (4). Melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. (5). Memupuk rasa kebersamaan.

15 (6). Membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan. Selain memiliki kelebihan tersebut, dalam menggunakan metode Numbered Head Together (NHT) terdapat beberapa kelemahan yang harus diperhatikan, hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran, antara lain: (1). Siswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit kewalahan. (2). Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi. (3). Guru harus bisa memfasilitasi siswa. (4). Tidak semua mendapat giliran. NHT memiliki beberapa kelemahan, namun metode ini penting diterapkan untuk mendorong siswa bekerja sama dan berkembang secara positif. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode NHT dapat membuat siswa berkembang aktif dalam kelompok yang memungkinkan untuk dapat meningkatkan hasil belajar mereka. 2.3.3. Langkah-langkah Model Numbered Head Together (NHT) Arends (2008: 16) menjelaskan bahwa ada empat langkah-langkah pembelajaran dalam Numbered Head Together (NHT) yaitu; (1). Langkah 1: Numbering. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok yang terdiri atas 3-5 siswa dan setiap anggota kelompok mendapat nomor 1 sampai 5. (2). Langkah 2: Questioning. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. (3). Langkah 3: Head Together. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dan memastikan setiap anggota kelompok tahu. (4). Langkah 4: Answering. Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor tersebut mengangkat tangan dan memberikan jawabannya ke hadapan seluruh siswa. Sependapat dengan Arends, Iif Khoiru Ahmadi menyebutkan ada beberapa langkah-langkah dalam metode pembelajaran Numbered Head Together (NHT)yaitu:

16 (1). Setiap siswa dibagi kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor. (2). Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan tugas. (3). Setiap kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakan. (4). Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil dan melaporkan hasil kerjasama kelompok. (5). Tanggapan dari kelompok yang lain, kemudian guru menunjuk nomor lain. (6). Guru bersama siswa menyimpulkan tugas yang diberikan kepada peserta didik. Adapun menurut Miftahul Huda (2011:130) menjelaskan ada beberapa langkah dalam NHT yaitu: (1). Guru meminta siswa untuk duduk berkelompok. (2). Masing-masing anggota diberi nomor. (3). Guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya. (4). Memanggil secara acak hingga semua nomor terpanggil. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang langkah-langkah model pembelajaran NHT maka menurut pemikiran penulis bahwa secara umum ada empat langkah dalam model pembelajaran yaitu numbering (penomoran), questioning (pemberian tugas/pertanyaan), head together (penyatuan pendapat), answering (pemberian jawaban), sesuai yang dikemukakan oleh Arends. Langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara berurutan agar penerapan model NHT dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran akan dapat tercapai.

17 Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Numbered Head Together(NHT) Langkah Kegiatan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa langkah Kegiatan Awal Melakukan kegiatan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran. 1. Melakukan kegiatan apersepsi dengan tanya 1. Memperhatik an dan menanggapi apersepsi jawab untuk yang menuju materi dilakukan yang akan guru dengan disampaikan. 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran melakukan tanya jawab. 2. Menyimak tujuan yang akan pembelajaran dicapai. yang disampaikan oleh guru. Kegiatan Inti Guru 1. Menyampaikan 1. Memperhatika 1. Menyajikan informasi menyampai- materi kepada n penjelasan kan materi dilengkapi dengan alat peraga dan melakukan tanya jawab dengan siswa. siswa 2. Melakukan tanya jawab dengan siswa tentang materi yang disampaikan. dari guru. 2. Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi. 3. Menjawab pertanyaan yang diajukan

18 oleh guru. 2.Mengorganisir Guru membagi 1. Menjelaskan 1. Siswa duduk peserta didik kelompok langkah-langkah melingkar ke dalam tim belajar secara permainan menurut tim belajar heterogen. Numbered Head kelompok Together masing 2. Membagi siswa masing dan dalam kelompok, berhadap- setiap kelompok hadapan beranggota 4-5 dengan siswa. Setiap kelompok lain. anggota 2. Masing- kelompok masing siswa mendapat nomor menerima yang berbeda. nomor. 3. Permainan Guru 1. Membagi lembar 1. Siswa Numbered membagikan kerja siswa bekerjasama, head Together media diorama. (LKS). menyatukan Kemudian 2. Mengawasi pendapat dari mengajukan aktivitas siswa teman sebuah dan memberikan kelompoknya dan pertanyaan bantuan pada memastikan agar kepada siswa, siswa selama semua teman pertanyaan : melakukan dalam kelompok

19 siapakah yang permainan. bisa membuat diorama secara berfariasi? 4. Presentasi 1.Menyebutkan sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor tersebut mengangkat tangannya dan mempresentasika n jawabannya di depan kelas. 5.Mengevaluas i Kegiatan Akhir 1.Membuat kesimpulan Mengoreksi apakah masing masing kelompok sudah benar dan sesuai atau belum. Menarik kesimpulan 1. Guru meluruskan jawaban-jawaban dari hasil presentasi yang dianggap kurang tepat. Membimbing siswa untuk membuat dari materi kesimpulan. yang baru saja dipelajari. mengetahui jawabannya. 1. Siswa maju kedepan dan mempresentasik an hasil diskusinya, nomor soal yang dipresentasikan tidak harus sesuai nomor yang dimiliki siswa. 1. Memperhatika n masukan yang diberikan oleh guru. Membuat kesimpulan bersama guru.

20 2.. Refleksi Refleksi berupa penanaman nilai moral. Menanamkan nilai moral pada siswa. Membacakan pesan moral yang terdapat dalam kartas. 2.4. Kerangka Berpikir Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together hasil belajar IPA siswa kelas 5 di SDN Tlogo masih rendah. Dengan adanya hasil belajar tersebut peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan melakukan inovasi dengan menggunakan model-model yang variatif dalam proses pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together. Adapaun langkah pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Head Together adalah sebagai berikut: 1. Pada kegiatan awal pembelajaran guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2. Pada kegiatan inti guru menyampaiakan informasi. Informasi ini berisi materi yang akan diajarkan yang dimana dalam penyampaian materi dilengkapi dengan alat peraga dan dilakukan tanya jawab. 3. Guru mengorganisasi siswa ke dalam tim-tim belajar dimana guru membagi kelompok belajar secara heterogen. 4. Guru membagikan media diorama. Kemudian mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. 5. Presentasi. Menyebutkan sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor tersebut mengangkat tangannya dan mempresentasikan jawabannya di depan kelas. 6. Mengevaluasi. Guru dan siswa mengoreksi secara bersama-sama apakah masing-masing sudah benar dan sesuai atau belum. 7. Membuat kesimpulan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan atas materi yang sudah dipelajari bersama. 8. Guru memberikan refleksi berupa penanaman nilai moral terhadap siswa.

21 Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan kerangka berfikir dibawah ini. Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Numbered Head Together Proses Pembelajaran GURU Belum menggunakan model pembelajaran namun menggunakan metode ceramah saja SISWA YANG DITELITI Hasil belajar siswa rendah. Di bawah KKM 70 Tindakan Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together 1. Apersepsi dan penyampaian tujuan pembalajaran. 2. Guru menyampaikan materi menggunakan media dan melakukan tanya jawab 3. Mengorganisasi siswa menjadi tim belajar 4. Permainan Numbered Head Together ( guru memberikan pertanyaan kepada siswa dan merekan akan berdiskusi dan saling bertukar pikiran untuk menjawab pertanyaan. 5. Presentasi 6. Evaluasi 7. Membuat kesimpulan 8. Refleksi model pembelajaran Numbered Head Together Kondisi akhir Hasil belajar meningkat dengan baik dan tuntas 100%

22 2.5. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut : (1) Peningkatan proses pembelajaran melalui model Numbered Head Together (NHT) di duga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Tlogo Semester II tahun pelajaran 2015 / 2016 (2) Peningkatan proses pembelajaran melalui model Numbered Head Together (NHT) di duga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Tlogo Semester II tahun pelajaran 2015 / 2016 dilakukan dengan tahapan numbering (penomoran), questioning (Pemberian tugas/pertanyaan), head together (penyatuan pendapat), answering (pemberian jawaban).