BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia. Prevalensi penyakit ini terus bertambah dengan peningkatan jumlah populasi sebesar 7% setiap tahunnya (Kim & Kim, 2014; Zhang et al., 2010). Sekitar dua puluh juta individu dewasa di USA berada pada berbagai stadium penyakit ginjal kronis, dengan >400.000 individu memiliki penyakit ginjal stadium akhir (End- Stage Renal Disease/ESRD) dan >300.000 individu membutuhkan hemodialisis rutin (Gal-Moscovici & Sprague, 2007). Berdasarkan laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), sebanyak 86% pasien hemodialisa didiagnosis dengan penyakit ginjal kronis. Dengan meningkatnya jumlah penderita penyakit nefropati diabetika dan hipertensi, maka semakin besar risiko angka penderita penyakit ginjal untuk bertambah (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2012). Selain itu, penderita CKD memiliki risiko tinggi untuk mengalami masalah kardiovaskular dan mortalitas (Kim & Kim, 2014). 1
2 Penyakit ginjal kronis berhubungan dengan fibrosis ginjal yang progresif (Bonventre, 2013). Apapun etiologi yang mendasarinya, semua pasien dengan penyakit ginjal kronis menunjukkan penurunan progresif fungsi ginjal seiring berjalannya waktu. Proses ini bersifat ireversibel dan mengarah ke ESRD. Secara histologis, ESRD memiliki manifestasi sebagai glomerulosklerosis, sklerosis vasuklar, dan fibrosis tubulointerstitial, dengan fibrosis tubulointerstitial telah terbukti secara konsisten sebagai prediktor terbaik dari progresi fibrosis (Hewitson, 2009; Kim & Kim, 2014). Pada korteks normal ginjal terdapat fibroblast yang relatif sedikit jumlahnya, hanya sekitar dua hingga tiga sel pada daerah perivaskular atau peritubular saat diamati di biopsi. Fibroblast yang berada di interstitium ginjal pada penyakit kronis progresif memperoleh fenotipe kontraktil myofibroblastik dan bertanggung jawab atas formasi matriks ekstraseluler kaya akan serabut kolagen yang mengisi interstitium sehingga menyebabkan kerusakan nefron dan menurunnya fungsi ginjal. Fibroblast berdiferensiasi menjadi proto-myofibroblast sebagai respons terhadap meningkatnya tegangan pada matriks
3 ekstraseluler disekitarnya. Peningkatan tegangan mekanik lebih lanjut dan adanya TGF-β yang dilepaskan oleh sel-sel radang, akan memicu diferensiasi protomyofibroblast menjadi fenotipe myofibroblast. Myofibroblast adalah sel kontraktil yang banyak mengekspresikan morfologi sel otot polos. Sel ini memiliki ekspresi α-smooth muscle actin (α-sma) yang berada dalam stress fiber. Pada sebagian besar luka myofibroblast akan mengalami apoptosis, namun persistennya keberadaan sel ini berasosiasi dengan penimbunan matriks ekstraseluler yang berlebihan dan juga myofibroblast memproduksi beberapa protein yang ikut terlibat pada renovasi matriks ekstraseluler.oleh karena itu, adanya myofibroblast diakui sebagai prediktor progresi fibrosis pada model eksperimen dan penyakit ginjal pada manusia (Meran & Steadman, 2011). Platelet derived growth factor (PDGF) adalah mitogen dan kemoatraktan sel-sel mesenkim. Senyawa ini berperan penting dalam proses penyembuhan luka, atherosklerosis, fibrosis organ, dan keganasan. Sistem PDGF terdiri atas empat isoform, yakni PDGF-A, -B, - C,dan D, serta 2 rantai reseptor. Reseptor PDGF (PDGFR) merupakan dimer yang terdiri atas rantai α dan β. PDGF-A hanya berikatan dengan rantai alfa, sedangkan
4 PDGF-B merupakan ligan yang berikatan dengan semua tipe reseptor. Pada ginjal, PDGFR-β diekspresikan oleh selsel mesangial, sel epitel parietal glomerular, dan selsel interstitial. Peningkatan ekspresi PDGF telah banyak diobservasi pada berbagai model rodentia yang mengalami cedera pada ginjal. Berbagai publikasi telah menunjukkan ekspresi berlebih dari PDGF-B pada perjalanan penyakit ginjal. Peningkatan regulasi PDGF-B telah terbukti pada sel mesangial, sel otot polos vaskuler, sel tubular, sel interstitial, dan podosit pada penyakit ginjal manusia dan model hewan coba. Peningkatan ekspresi PDGF-D juga terdeteksi pada experimental mesangioproliferative glomerulonephritis dan sel intestitial pada perjalanan penyakit ginjal. Ekspresi berlebih PDGFR-β terdeteksi pada sel mesangial, sel epitel parietal, sel endotel tubulus, dan sel-sel interstitial (Floege et al., 2008). Model unilateral ureteral obstructruction (UUO) pada rodentia mengakibatkan fibrosis ginjal yang progresif. Studi terbaru telah menunjukkan beberapa jalur utama yang mengarah ke perkembangan fibrosis interstitial ginjal setelah diberlakukan UUO. Jalurjalur utama fibrosis ini diantaranya disebabkan oleh infiltrasi sel-sel radang yang memproduksi sitokin yang
5 bertanggung jawab atas apoptosis sel-sel tubular serta aktivasi dan proliferasi fibroblast. Selain itu, UUO kronis mengaktifkan sistem renin-angiotensin, dengan produksi spesies oksigen reaktif dan NF-κB yang juga akan mengakibatkan infiltrasi sel radang dan fibrosis interstitial pada tikus. Sel-sel tubular dan perisit pada model UUO juga dapat berdiferensiasi melalui epithelial-mesenchymal transition, sehingga mendapatkan properti seperti sel-sel mesenkim dan berkontribusi terhadap deposisi matriks ekstraselular pada jaringan interstitial ginjal.(chevalier et al., 2009) Vitamin D memiliki peran pada berbagai aksi biologis tubuh, seperti pada homeostasis kalsium, proliferasi sel, dan diferensiasi sel di berbagai jaringan (Kato, 2000). Dua bentuk utama vitamin D adalah vitamin D 3 atau kolekalsiferol, yang terbentuk di kulit setelah terpapar sinar matahari atau sinar ultraviolet, dan ergokalsiferol atau vitamin D 2 yang diperoleh dari bahan makanan. Vitamin D3 akan dihidroksilasi di hepar menjadi 25-hidroksivitamin D 3 [25(OH)D 3 ], dan selanjutnya dihidroksilasi di ginjal menjadi 1,25-dihihidroksivitamin D 3 [1,25(OH) 2 D 3 ]. Senyawa ini merupakan metabolit aktif yang menstimulasi absropsi kalsium di pencernaan. Metabolit aktif
6 1,25(OH) 2 D 3 memasuki sel dan berikatan dengan reseptor vitamin D (Vitamin D Receptor/VDR). Kompleks ini membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid dan berikatan ke elemen responsif terhadap vitamin D di gen responsif (Lips, 2006). VDR banyak diekspresikan di ginjal dan memainkan peran renoprotektif dengan menargetkan sistem reninangiotensin (Renin-Angiotensin System/RAS). Bentuk hormon aktif vitamin D meregulasi secara negatif ekspresi dari renin, dan delesi VDR menyebabkan hiperreninemia dan aktivasi dari RAS. Angiotensin II, yang merupakan hasil produksi RAS, adalah salah satu faktor fibrogenik yang memediasi fibrogenesis di ginjal(zhang et al., 2010) Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian vitamin D pada ekspansi myofibroblast dan fibroblast pada model unilateral ureteral obstruction. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian vitamin D mempunyai efek pada ekspansi
7 myofobroblast dan fibroblast pada model unilateral ureteral obstruction pada mencit. I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian vitamin D pada ekspansi myofibroblast dan fibroblast pada model unilateral ureteral obstruction pada mencit. I.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengkaji efek pemberian vitamin D terhadap ekspansi myofibroblast melalui ekspresi α-sma pada model fibrosis ginjal 2. Mengkaji efek pemberian vitamin D terhadap ekspansi fibroblast melalui ekspresi PDGFR-β pada model fibrosis ginjal 3. Menkaji korelasi pemberian vitamin D terhadap ekspresi α-sma dan PDGFR-β pada model fibrosis ginjal I.4 Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang telah menelaah berbagai peran vitamin D pada penyakit ginjal kronis (Ito et al., 2013; Li et al., 2005; Zhang et
8 al., 2010; Tan et al., 2007; Mirkovic et al., 2011). Lips (2006) menyatakan bahwa metabolit aktif vitamin D memiliki berbagai peran vital pada berbagai organ, salah satunya sebagai senyawa yang bersifat antiproliperatif dan mampu menekan proses inflamasi. Mirkovic et al. (2011) juga melaporkan bahwa pada hewan coba dengan model penyakit ginjal kronis, pemberian vitamin D tunggal atau bersamaan dengan blokade sistem RAA menurunkan proteinuria, glomerulosklerosis, dan fibrosis interstitial. Selain itu, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lucisano et al. (2013) menunjukkan bahwa kalsitriol mampu menekan ekspresi α-sma yang dimediasi oleh TGF-β1. Penelitianpenelitian tersebut sayangnya hanya menyediakan dasar teori dari aksi kerja vitamin D yang berpotensi menekan proses fibrosis pada ginjal. Penelitian lainnya yang menggunakan mencit sebagai hewan coba untuk melihat efek pemberian vitamin D pada fibrosis tertera pada Tabel 1. Namun, terdapat perbedaan pada jenis subjek, perlakuan dan tujuan dengan penelitian ini. Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang efek pemberian vitamin D terhadap ekpansi myofibroblast dan fibroblast
9 serta ada tidaknya korelasi ekspansi kedua sel tersebut pada mencit dengan UUO secara spesifik belum pernah dilaksanakan.(lucisano et al., 2013)
Tabel 1. Daftar Penelitian No. Peneliti, tahun 1 Ito et al., 2013 2 Zhang et al., 2010 3 Li et al., 2005 Judul Penelitian Jenis Subjek Hasil A nonclassical vitamin D receptor pathway supresses renal fibrosis Vitamin D Receptor Attenuates renal Fibrosis by suppressing the Renin-Angiotensin System 1,25-dihydroxy D 3 inhibit renal interstitial myofibroblast activation by inducing hepatocyte growth factor expression Quasi Experimental Quasi Experimental Quasi Experimental Mencit 1,25-dihydroxy D 3 yang berikatan dengan VDR mampu menginhibisi transduksi sinyal TGF-β-SMAD secara spesifik dengan berinteraksi langsung dengan SMAD3, sehingga mencegah terjadinya fibrosis interstitial pada ginjal mencit dengan UUO Mencit dengan VDR(-/-) Vitamin D receptor (VDR) melemahkan obstructive renal injury sehingga mencegah terjadinya fibrosis ginjal dengan mensupresi sistem reninangiotensin Mencit Inkubasi fibroblast interstitial ginjal tikus (NRK- 49F) dengan kalsitriol mensupresi ekspresi de novo α-sma yang diinduksi oleh TGF-β1. Selain itu, kalsitriol juga menstimulasi fosforilasi reseptor HGF pada fibroblast ginjal sehingga menekan aktivasi myofibroblast 10
11 I.5 Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: I.5.1 Penulis Manfaat bagi penulis adalah untuk menambah ilmu dan wawasan mengenai efek yang diberikan oleh vitamin D terhadap ekpansi myofibroblast dan fibroblast pada model unilateral ureteral obstruction pada mencit, dan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program pendidikan sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. I.5.2 Tenaga Medis dan Pendidikan Kedokteran Manfaat bagi tenaga medis dan dunia pendidikan kedokteran adalah mengetahui dan memahami bagaimana efek pemberian vitamin D pada penyakit ginjal sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai salah satu intervensi penyakit ini. I.5.3 Komunitas Bagi komunitas, manfaat penelitian adalah untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai penyakit ginjal dan mengembangkan intervensi alternatif untuk menghentikan peningkatan jumlah penyakit ginjal sehingga menjadi masyarakat yang lebih sehat.