BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney. Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia.

dokumen-dokumen yang mirip
I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. banyak ditemukan. Menurut Coresh et al. (2007), sekitar 13% populasi dewasa di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan. fibrosis ginjal pada mencit jantan dengan Unilateral Ureteral Obstruction (UUO),

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada monyet asam

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis merupakan salah satu masalah. kesehatan utama sejalan dengan peningkatan usia (Neuhofer

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk. mengekskresikan produk-produk yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. dunia, yakni sekitar 36 jutakematian setiap tahun atau 63% dari semua kematian

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat berhubungan dengan beberapa faktor risiko kardiometabolik,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Vitamin D and diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah

kelompok NO (9,79+0,53) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok OO bermakna fraksi volum kolagen tubulus antara kelompok OO dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. meningkat, serta menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit seperti

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Insiden penyakit kardiovaskuler diperkirakan akan terus meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi ginjal secara progresif dan irreversible 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pemeriksaan kadar Cystatin C pada penderita Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. lebih atau sama dengan 90 mmhg (Chobanian et al., 2003). Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Trifosfat (ATP) secara normal. ATP adalah sumber bahan bakar untuk sel agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia. Prevalensi penyakit ini terus bertambah dengan peningkatan jumlah populasi sebesar 7% setiap tahunnya (Kim & Kim, 2014; Zhang et al., 2010). Sekitar dua puluh juta individu dewasa di USA berada pada berbagai stadium penyakit ginjal kronis, dengan >400.000 individu memiliki penyakit ginjal stadium akhir (End- Stage Renal Disease/ESRD) dan >300.000 individu membutuhkan hemodialisis rutin (Gal-Moscovici & Sprague, 2007). Berdasarkan laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), sebanyak 86% pasien hemodialisa didiagnosis dengan penyakit ginjal kronis. Dengan meningkatnya jumlah penderita penyakit nefropati diabetika dan hipertensi, maka semakin besar risiko angka penderita penyakit ginjal untuk bertambah (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2012). Selain itu, penderita CKD memiliki risiko tinggi untuk mengalami masalah kardiovaskular dan mortalitas (Kim & Kim, 2014). 1

2 Penyakit ginjal kronis berhubungan dengan fibrosis ginjal yang progresif (Bonventre, 2013). Apapun etiologi yang mendasarinya, semua pasien dengan penyakit ginjal kronis menunjukkan penurunan progresif fungsi ginjal seiring berjalannya waktu. Proses ini bersifat ireversibel dan mengarah ke ESRD. Secara histologis, ESRD memiliki manifestasi sebagai glomerulosklerosis, sklerosis vasuklar, dan fibrosis tubulointerstitial, dengan fibrosis tubulointerstitial telah terbukti secara konsisten sebagai prediktor terbaik dari progresi fibrosis (Hewitson, 2009; Kim & Kim, 2014). Pada korteks normal ginjal terdapat fibroblast yang relatif sedikit jumlahnya, hanya sekitar dua hingga tiga sel pada daerah perivaskular atau peritubular saat diamati di biopsi. Fibroblast yang berada di interstitium ginjal pada penyakit kronis progresif memperoleh fenotipe kontraktil myofibroblastik dan bertanggung jawab atas formasi matriks ekstraseluler kaya akan serabut kolagen yang mengisi interstitium sehingga menyebabkan kerusakan nefron dan menurunnya fungsi ginjal. Fibroblast berdiferensiasi menjadi proto-myofibroblast sebagai respons terhadap meningkatnya tegangan pada matriks

3 ekstraseluler disekitarnya. Peningkatan tegangan mekanik lebih lanjut dan adanya TGF-β yang dilepaskan oleh sel-sel radang, akan memicu diferensiasi protomyofibroblast menjadi fenotipe myofibroblast. Myofibroblast adalah sel kontraktil yang banyak mengekspresikan morfologi sel otot polos. Sel ini memiliki ekspresi α-smooth muscle actin (α-sma) yang berada dalam stress fiber. Pada sebagian besar luka myofibroblast akan mengalami apoptosis, namun persistennya keberadaan sel ini berasosiasi dengan penimbunan matriks ekstraseluler yang berlebihan dan juga myofibroblast memproduksi beberapa protein yang ikut terlibat pada renovasi matriks ekstraseluler.oleh karena itu, adanya myofibroblast diakui sebagai prediktor progresi fibrosis pada model eksperimen dan penyakit ginjal pada manusia (Meran & Steadman, 2011). Platelet derived growth factor (PDGF) adalah mitogen dan kemoatraktan sel-sel mesenkim. Senyawa ini berperan penting dalam proses penyembuhan luka, atherosklerosis, fibrosis organ, dan keganasan. Sistem PDGF terdiri atas empat isoform, yakni PDGF-A, -B, - C,dan D, serta 2 rantai reseptor. Reseptor PDGF (PDGFR) merupakan dimer yang terdiri atas rantai α dan β. PDGF-A hanya berikatan dengan rantai alfa, sedangkan

4 PDGF-B merupakan ligan yang berikatan dengan semua tipe reseptor. Pada ginjal, PDGFR-β diekspresikan oleh selsel mesangial, sel epitel parietal glomerular, dan selsel interstitial. Peningkatan ekspresi PDGF telah banyak diobservasi pada berbagai model rodentia yang mengalami cedera pada ginjal. Berbagai publikasi telah menunjukkan ekspresi berlebih dari PDGF-B pada perjalanan penyakit ginjal. Peningkatan regulasi PDGF-B telah terbukti pada sel mesangial, sel otot polos vaskuler, sel tubular, sel interstitial, dan podosit pada penyakit ginjal manusia dan model hewan coba. Peningkatan ekspresi PDGF-D juga terdeteksi pada experimental mesangioproliferative glomerulonephritis dan sel intestitial pada perjalanan penyakit ginjal. Ekspresi berlebih PDGFR-β terdeteksi pada sel mesangial, sel epitel parietal, sel endotel tubulus, dan sel-sel interstitial (Floege et al., 2008). Model unilateral ureteral obstructruction (UUO) pada rodentia mengakibatkan fibrosis ginjal yang progresif. Studi terbaru telah menunjukkan beberapa jalur utama yang mengarah ke perkembangan fibrosis interstitial ginjal setelah diberlakukan UUO. Jalurjalur utama fibrosis ini diantaranya disebabkan oleh infiltrasi sel-sel radang yang memproduksi sitokin yang

5 bertanggung jawab atas apoptosis sel-sel tubular serta aktivasi dan proliferasi fibroblast. Selain itu, UUO kronis mengaktifkan sistem renin-angiotensin, dengan produksi spesies oksigen reaktif dan NF-κB yang juga akan mengakibatkan infiltrasi sel radang dan fibrosis interstitial pada tikus. Sel-sel tubular dan perisit pada model UUO juga dapat berdiferensiasi melalui epithelial-mesenchymal transition, sehingga mendapatkan properti seperti sel-sel mesenkim dan berkontribusi terhadap deposisi matriks ekstraselular pada jaringan interstitial ginjal.(chevalier et al., 2009) Vitamin D memiliki peran pada berbagai aksi biologis tubuh, seperti pada homeostasis kalsium, proliferasi sel, dan diferensiasi sel di berbagai jaringan (Kato, 2000). Dua bentuk utama vitamin D adalah vitamin D 3 atau kolekalsiferol, yang terbentuk di kulit setelah terpapar sinar matahari atau sinar ultraviolet, dan ergokalsiferol atau vitamin D 2 yang diperoleh dari bahan makanan. Vitamin D3 akan dihidroksilasi di hepar menjadi 25-hidroksivitamin D 3 [25(OH)D 3 ], dan selanjutnya dihidroksilasi di ginjal menjadi 1,25-dihihidroksivitamin D 3 [1,25(OH) 2 D 3 ]. Senyawa ini merupakan metabolit aktif yang menstimulasi absropsi kalsium di pencernaan. Metabolit aktif

6 1,25(OH) 2 D 3 memasuki sel dan berikatan dengan reseptor vitamin D (Vitamin D Receptor/VDR). Kompleks ini membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid dan berikatan ke elemen responsif terhadap vitamin D di gen responsif (Lips, 2006). VDR banyak diekspresikan di ginjal dan memainkan peran renoprotektif dengan menargetkan sistem reninangiotensin (Renin-Angiotensin System/RAS). Bentuk hormon aktif vitamin D meregulasi secara negatif ekspresi dari renin, dan delesi VDR menyebabkan hiperreninemia dan aktivasi dari RAS. Angiotensin II, yang merupakan hasil produksi RAS, adalah salah satu faktor fibrogenik yang memediasi fibrogenesis di ginjal(zhang et al., 2010) Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian vitamin D pada ekspansi myofibroblast dan fibroblast pada model unilateral ureteral obstruction. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian vitamin D mempunyai efek pada ekspansi

7 myofobroblast dan fibroblast pada model unilateral ureteral obstruction pada mencit. I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian vitamin D pada ekspansi myofibroblast dan fibroblast pada model unilateral ureteral obstruction pada mencit. I.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengkaji efek pemberian vitamin D terhadap ekspansi myofibroblast melalui ekspresi α-sma pada model fibrosis ginjal 2. Mengkaji efek pemberian vitamin D terhadap ekspansi fibroblast melalui ekspresi PDGFR-β pada model fibrosis ginjal 3. Menkaji korelasi pemberian vitamin D terhadap ekspresi α-sma dan PDGFR-β pada model fibrosis ginjal I.4 Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang telah menelaah berbagai peran vitamin D pada penyakit ginjal kronis (Ito et al., 2013; Li et al., 2005; Zhang et

8 al., 2010; Tan et al., 2007; Mirkovic et al., 2011). Lips (2006) menyatakan bahwa metabolit aktif vitamin D memiliki berbagai peran vital pada berbagai organ, salah satunya sebagai senyawa yang bersifat antiproliperatif dan mampu menekan proses inflamasi. Mirkovic et al. (2011) juga melaporkan bahwa pada hewan coba dengan model penyakit ginjal kronis, pemberian vitamin D tunggal atau bersamaan dengan blokade sistem RAA menurunkan proteinuria, glomerulosklerosis, dan fibrosis interstitial. Selain itu, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lucisano et al. (2013) menunjukkan bahwa kalsitriol mampu menekan ekspresi α-sma yang dimediasi oleh TGF-β1. Penelitianpenelitian tersebut sayangnya hanya menyediakan dasar teori dari aksi kerja vitamin D yang berpotensi menekan proses fibrosis pada ginjal. Penelitian lainnya yang menggunakan mencit sebagai hewan coba untuk melihat efek pemberian vitamin D pada fibrosis tertera pada Tabel 1. Namun, terdapat perbedaan pada jenis subjek, perlakuan dan tujuan dengan penelitian ini. Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang efek pemberian vitamin D terhadap ekpansi myofibroblast dan fibroblast

9 serta ada tidaknya korelasi ekspansi kedua sel tersebut pada mencit dengan UUO secara spesifik belum pernah dilaksanakan.(lucisano et al., 2013)

Tabel 1. Daftar Penelitian No. Peneliti, tahun 1 Ito et al., 2013 2 Zhang et al., 2010 3 Li et al., 2005 Judul Penelitian Jenis Subjek Hasil A nonclassical vitamin D receptor pathway supresses renal fibrosis Vitamin D Receptor Attenuates renal Fibrosis by suppressing the Renin-Angiotensin System 1,25-dihydroxy D 3 inhibit renal interstitial myofibroblast activation by inducing hepatocyte growth factor expression Quasi Experimental Quasi Experimental Quasi Experimental Mencit 1,25-dihydroxy D 3 yang berikatan dengan VDR mampu menginhibisi transduksi sinyal TGF-β-SMAD secara spesifik dengan berinteraksi langsung dengan SMAD3, sehingga mencegah terjadinya fibrosis interstitial pada ginjal mencit dengan UUO Mencit dengan VDR(-/-) Vitamin D receptor (VDR) melemahkan obstructive renal injury sehingga mencegah terjadinya fibrosis ginjal dengan mensupresi sistem reninangiotensin Mencit Inkubasi fibroblast interstitial ginjal tikus (NRK- 49F) dengan kalsitriol mensupresi ekspresi de novo α-sma yang diinduksi oleh TGF-β1. Selain itu, kalsitriol juga menstimulasi fosforilasi reseptor HGF pada fibroblast ginjal sehingga menekan aktivasi myofibroblast 10

11 I.5 Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: I.5.1 Penulis Manfaat bagi penulis adalah untuk menambah ilmu dan wawasan mengenai efek yang diberikan oleh vitamin D terhadap ekpansi myofibroblast dan fibroblast pada model unilateral ureteral obstruction pada mencit, dan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program pendidikan sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. I.5.2 Tenaga Medis dan Pendidikan Kedokteran Manfaat bagi tenaga medis dan dunia pendidikan kedokteran adalah mengetahui dan memahami bagaimana efek pemberian vitamin D pada penyakit ginjal sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai salah satu intervensi penyakit ini. I.5.3 Komunitas Bagi komunitas, manfaat penelitian adalah untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai penyakit ginjal dan mengembangkan intervensi alternatif untuk menghentikan peningkatan jumlah penyakit ginjal sehingga menjadi masyarakat yang lebih sehat.