BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PERBANDINGAN LEBAR ENAM GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN JARAK INTERKANTAL DAN LEBAR INTERALAR PADA MAHASISWA INDONESIA FKG USU ANGKATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh:

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: FERIANNY PRIMA NIM :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. humor. Apapun emosi yang terkandung didalamnya, senyum memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : LOOI YUET CHING NIM :

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

KELOMPOK Artha Vindy Febryan Pramesthi [04] 2. Awang Zaki R. [05] 3. Gati Argo W. [07] 4. Ngesty Finesatiti [19] 5. Nisa Nur 'Aini A.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Grafik 1. Persentase pertumbuhan tulang kranium dan kartilago primer 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

DATA PERSONALIA PENELITI

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP 2016/2017. No Butir Kisi Kisi No Soal

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Anasir Gigitiruan Anterior Rahang Atas Pembuatan gigitiruan menjadi tahap penting dalam menggantikan gigi yang hilang dalam perawatan prostodonsia. Gigitiruan merupakan suatu tiruan dari gigi geligi yang berfungsi untuk mengembalikan oklusi dan estetik dari gigi geligi yang telah hilang sebelumnya. Salah satu tahap dalam pembuatan gigitiruan adalah pemilihan anasir gigitiruan anterior, khususnya untuk rahang atas. Memilih anasir gigitiruan anterior rahang atas merupakan hal yang harus dipertimbangkan pertama kali karena tahap ini penting dalam menentukan konsep estetis untuk menghasilkan kepuasan pasien. Gigi anterior dalam mastikasi tidak berfungsi sebagai penahan tekanan oklusal pengunyahan yang berat seperti gigi posterior, melainkan menjadi syarat estetis dalam penampilan seseorang. 27 Secara teori, pemilihan anasir gigitiruan anterior rahang atas didasarkan pada ketentuan bahwa bentuk gigi hendaknya sesuai dengan wajah pasien. Bentuk, ukuran, warna, bahan dan tekstur merupakan beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemilihan anasir gigitiruan anterior rahang atas yang sesuai. Berdasarkan konteks homeostatis, menciptakan keharmonisan antara wajah dan kebutuhan fungsional dengan gigitiruan anterior menjadi suatu hal yang sangat sulit sehingga dibutuhkan pertimbangan agar diperoleh penampilan dari gigi geligi yang sesuai dengan umur, jenis kelamin dan personaliti pasien. 28 Dokter gigi sebagai tenaga medis hendaknya dapat memahami secara anatomis struktur dari wajah pasien sehingga kelak dihasilkan penampilan gigitiruan yang terlihat alami. 29 Secara keseluruhan dalam pemilihan anasir gigitiruan harus memenuhi kebutuhan estetis dan fungsional pasien. 28

2.1.1 Pertimbangan Fungsional Masalah fungsional berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan jaringan periodontal. Konsep dasar masalah fungsional adalah kenyamanan dan kebebasan pergerakan gigitiruan. Masalah fungsional dibagi dalam 2 kategori yaitu : 1. Oklusi Gigitiruan harus sesuai dengan oklusi sentrik dan tidak mengganggu keseimbangan oklusi pasien. 30 2. Fonetik Masalah fonetik dapat dilihat dari pengucapan huruf tertentu seperti M, S, F atau V. Bunyi huruf M diartikan sebagai posisi istirahat, ketika gigi geligi dipisahkan oleh freeway space. Faktanya, posisi ini tidak berada pada keadaan istirahat, tetapi merupakan posisi habitual otot mandibula. Posisi istirahat ini diamati saat otot elevator relaksasi contohnya saat tidur. Posisi gigi geligi ketika mengucapkan huruf M yaitu banyaknya tepi insisial gigi geligi anterior rahang atas yang terlihat diikuti peningkatan vertikal dimensi oklusi. Bunyi huruf F menentukan inklinasi sagital insisivus rahang atas. Sepertiga insisal bukal insisivus rahang atas harus berkontak dengan mukosa bibir bawah. Jika tidak terdapat kontak tersebut, mungkin insisivus terlalu pendek atau protrusi. Bunyi dari pengucapan huruf S akan memiliki jarak yang disebut closest speaking space. 30 2.1.2 Pertimbangan Estetis Pertimbangan estetis dalam perawatan prostodontik dapat dinilai dari segi duplikasi warna dan bentuk anasir gigitiruan yang sesuai dengan gigi asli baik meliputi aspek sosial dan psikologi. Estetis adalah suatu seni bukan hanya sebuah ilmu, tetapi perpaduan antara keduanya akan lebih baik bila diterapkan dalam bidang prostodontik. Estetis akan dicapai bila tenaga medis yaitu dokter gigi mengarahkan segala kemampuan artistik dan ilmunya demi kepuasan pasien dan keberhasilan perawatan. 30 Untuk mendapatkan suatu keadaan estetis maka dalam pemilihan anasir gigitiruan anterior rahang atas harus memperhatikan bentuk, tekstur, bahan, warna dan ukuran. 27

2.1.2.1 Bentuk Bentuk anasir gigitiruan hendaknya dibuat harmonis dengan bentuk wajah pasien. Terdapat tiga bentuk dasar dari wajah yaitu persegi, oval, dan segitiga. Terdapat cara untuk menentukan bentuk anasir gigitiruan yang cocok berdasarkan bentuk wajah yaitu dengan cara kebalikan dari bentuk dasar wajah tersebut. Bentuk gigi geligi yang sesuai dengan wajah akan terlihat indah, sedangkan gigi geligi yang tidak sesuai dengan bentuk wajah akan terlihat kurang indah dan kurang estetis. Pengamatan ini hendaknya dikuasai oleh dokter gigi saat menghadapi pasien pengguna gigitiruan karena tiap individu pasien memiliki bentuk wajah dan bentuk gigi masing-masing. 3,8 Individu yang mempunyai bentuk dasar wajah persegi dan rahang lebar memerlukan gigi yang bentuknya juga persegi, sementara untuk gigi berbentuk segitiga dengan kontur membulat lebih disarankan untuk wanita. Frush dan Fisher menyatakan umur, jenis kelamin dan personaliti mempengaruhi estetis gigitiruan. 3 2.1.2.2 Tekstur Gigi geligi dengan tekstur tidak teratur dan kontur bulat secara umum lebih terlihat alami. Permukaan gigi yang kasar akan menghasilkan efek yang tidak sama dengan permukaan halus. Permukaan gigi yang halus memantulkan cahaya secara merata. Tekstur juga menjadi hal penting dalam pembuatan gigitiruan sebagian lepasan ketika terjadi kehilangan gigi anterior. Anasir gigitiruan pengganti harus harmonis dengan sisa gigi asli pada lengkung rahang tersebut dalam hal tekstur permukaan. 3 2.1.2.3 Warna Warna gigitiruan harus disesuaikan dan dibuat harmonis dengan warna gigi geligi asli yang masih ada di rongga mulut dan warna kulit, rambut serta warna mata. Warna menjadi pertimbangan utama saat pemilihan gigitiruan karena mempengaruhi aspek psikologi pasien. Meskipun mata manusia dapat membedakan berbagai warna spektrum dari merah hingga lembayung, namun warna yang pasti menjadi perhatian

seorang dokter gigi adalah kelompok warna kuning pada spektrum. Alasannya adalah karena warna gigi dan wajah pada dasarnya adalah kuning. Warna gigi yang dipilih tidak boleh terlihat terlalu mencolok sehingga perhatian orang tidak langsung tertuju pada gigi geligi tersebut. Kulit wajah hendaknya dapat dijadikan pedoman dalam penentuan warna gigi dibandingkan dengan warna rambut serta warna mata pasien. Warna gigi juga hendaknya dapat dibedakan berdasarkan usia, karena seiring bertambahnya usia warna gigi juga semakin gelap. 3 Faktor penentu lain warna gigi juga dapat ditentukan lewat posisi pasien dan sumber cahaya yang digunakan saat pemilihan warna anasir gigitiruan. Cahaya sinar matahari alamiah pada hari yang cerah merupakan sumber utama pencahayaan yang ideal. Selain itu, anasir gigitiruan juga harus diamati dibawah bantuan sinar lampu yang terang pada ruang praktek karena pasien pemakai gigitiruan tersebut akan lebih sering tampil dalam kondisi di dalam ruangan. 3,8 2.1.2.4 Bahan Gigitiruan yang dikenal terdiri dari bahan porselen maupun resin akrilik. Kedua tipe ini tersedia dengan berbakai bentuk, ukuran, tekstur permukaan dan warna dalam bentuk pabrikan. Kedua bahan ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Gigitiruan porselen mendistribusikan tekanan kunyah lebih besar ke mukosa dibawahnya sehingga merugikan pasien yang memiliki jaringan pendukung gigitiruan yang kurang mampu menerima tekanan besar. Gigitiruan resin akrilik mudah untuk dipoles dan lebih cepat berubah di dalam rongga mulut karena daya tahannya terhadap keausan pemakaian lebih rendah. 31 2.1.2.5 Ukuran Panjang dan lebar gigi merupakan dua hal yang sangat berperan dan perlu diperhatikan dalam pemilihan anasir gigitiruan, sedangkan ketebalan gigi tidak termasuk dalam hal estetis tetapi lebih kepada fonetik. 4 Ukuran gigi harus seimbang dengan ukuran wajah dan kepala terutama untuk gigi anterior. Ukuran gigi wanita sering kali djumpai dengan ukuran yang lebih kecil daripada pria. Selain itu, biasanya

orang yang lebih besar memiliki gigi geligi yang lebih besar pula, tetapi ada juga beberapa variasi misalnya orang yang besar mungkin memiliki gigi geligi dengan diastema diantaranya ataupun dengan susunan gigi yang berjejal. Gigi geligi yang tidak harmonis anatara panjang dan lebar tidak terlihat alami dan estetis. 3,27 2.2 Penentuan Lebar Gigi Anterior Rahang Atas Lebar gigi dianggap lebih sering diperhatikan dalam pemilihan anasir gigi tiruan dibandingkan dengan panjang gigi. 7 Dokter gigi hendaknya memiliki kemampuan dalam menentukan ukuran yang harmonis bagi anasir gigitiruan pasien edentulus ketika tidak tersedianya pre-extraction record. Beberapa metode dapat digunakan sebagai panduan dalam menentukan ukuran gigi yaitu metode pengukuran anatomi wajah atau anthropologi seperti metode keliling kranial, jarak interpupil, jarak interkantal, lebar interalar, lebar intercommisural dan metode canine eminence. 5,8-13,27 Beberapa pengukuran ini dapat diukur melalui puncak interkaninus (ICTW), lebar mesio-distal gigi ataupun lebar distal kaninus (WDC). 2.2.1 Cara Pengukuran Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas a. Pengukuran melalui jarak puncak interkaninus atau Intercanine Tip Width (ICTW) Pengukuran melalui jarak puncak interkaninus atau Intercaninus Tip Width (ICTW) dapat dilakukan pada metode pengukuran anatomi wajah yaitu dengan cara mengukur lebar gigi anterior rahang atas menggunakan kaliper digital dari titik puncak gigi kaninus kanan ke kiri secara horizontal (Gambar 1). 1,5,15,17 ICTW Gambar 1. Intercanine tip width (ICTW ) 17

b. Pengukuran melalui Mesio-Distal Width Cara ini juga digunakan untuk mengukur lebar enam gigi anterior rahang atas pada metode pengukuran anatomi wajah dengan menggunakan kaliper digital namun pengukurannya pada masing-masing lebar mesio-distal enam gigi anterior rahang atas yaitu mulai dari gigi insisivus sentralis, insisivus lateralis dan kaninus pada bagian kanan dan kiri. Pengukuran mesio-distal masingmasing enam gigi tersebut kemudian dijumlahkan (Gambar 2). 12 a b c d e f Gambar 2. Mesio-distal width 32 c. Pengukuran melalui Width of Distal Canine (WDC) Cara ini juga dapat digunakan untuk mengukur lebar enam gigi anterior rahang pada metode pengukuran anatomi fasial yaitu dengan menggunakan kaliper digital, kemudian pengukuran dimulai dari bagian distal gigi kaninus atau kiri ke kanan secara horizontal (Gambar 3). 5 WDC Gambar 3. Width of Distal Canine (WDC) 33

2.2.2 Pengukuran Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas Berdasarkan Anatomi Fasial Beberapa cara telah dilaporkan untuk mengukur lebar enam gigi anterior rahang atas berdasarkan anatomi fasial, diantaranya melalui metode keliling kranial, jarak interpupil, jarak interkantal, lebar interalar, lebar intercommisural dan canine eminence. a. Metode Keliling Kranial Pemeriksaan antropologi ini dapat digunakan untuk memilih lebar anasir gigitiruan yang tepat. Lebar gigi anterior rahang atas ditentukan dengan mengukur keliling horizontal kranial yang memotong titik glabella anterior dan titik oksipital pada posterior menggunakan measuring tape. Pada manusia hidup, keliling kranial dibagi 13 untuk menentukan lebar enam gigi anterior rahang atas (Gambar 4a dan 4b). 27 Gambar 4a. Anatomi kranium dari lateral dan anterior 34 Gambar 4b. Pengukuran keliling kranial 8,27

b. Metode Jarak Interpupil Jarak interpupil diukur dari jarak pertengahan pupil kedua mata saat pandangan lurus ke depan (Gambar 5). Sharma dkk (2012) melaporkan bahwa jarak interpupil pada laki-laki lebih lebar dibandingkan perempuan dan dari korelasi Pearson terdapat hubungan positif antara jarak interpupil dengan lebar mesiodistal gigi insisivus sentralis rahang atas. 1 Metode interpupil merupakan salah satu metode pengukuran yang memiliki hasil konstan dibandingkan pengukuran lain yang cenderung memiliki hasil berubah-ubah karena diukur pada jaringan yang bergerak. 35 Gambar 5. Anatomi mata : pupil 36 c. Metode Jarak Interkantal Metode jarak interkantal merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan anasir gigitiruan yang sesuai berdasarkan anatomi fasial pasien apabila tidak tersedianya pre-extraction record. Secara anatomi, bagian sudut mata terbagi atas dua yaitu sudut medial (inner) dan sudut lateral (outer) canthal. Jarak sudut median mata dari fisura palpebral antara mata kiri ke kanan disebut dengan jarak interkantal, sehingga jarak interkantal didefinisikan sebagai jarak yang diukur pada sudut medial mata dari fisura palpebral bilateral mata (Gambar 6) 1,8,12,14-16 Al-Wazzan (2001) melaporkan metode pengukuran jarak interkantal yang digunakan adalah dengan alat boley gauge, sementara El-Sheikh dkk (2010) menggunakan alat kaliper digital. 12,15

Al-Wazzan (2001) melaporkan pada populasi Arab terdapat korelasi yang signifikan antara jarak interkantal dengan lebar mesio-distal gigi insisivus sentralis, jumlah lebar insisivus sentralis, jumlah lebar empat inisivus rahang atas serta jumlah lebar mesio-distal enam gigi anterior rahang atas. Al-Wazzan (2001) melaporkan perbandingan yang didapat antara jarak interkantal dengan lebar mesio-distal enam gigi anterior rahang atas adalah 1: 1,426, pada pria 1: 1,45 dan wanita 1: 1,405. 12 Patel dkk (2011) melaporkan dalam penelitiannya jarak interkaninus yang diukur melalui distal kaninus dapat diperkirakan dengan mengalikan jarak interkantal dengan 1,61. 14 El- Sheikh dkk (2010) melaporkan jarak interkaninus pada rahang atas yang diukur melalui puncak kaninus dapat diperkirakan dengan menggunakan jarak interkantal dibagi 0,9 pada penelitian di Sudan. Ada korelasi signifikan ditemukan pada jarak interkantal dengan jarak interkaninus gigi anterior yang diukur melalui puncak kaninus rahang atas pada semua subjek (p=0,015) dan pada wanita (p=0,006) tetapi tidak signifikan pada pria (p=0,682). 15 Charles dkk (2008) melaporkan pada penelitiannya di Nigeria Selatan yang merupakan ras Negoroid mengenai jarak interkantal pada orang Ijaws dan Igbos. Jarak interkantal orang Ijaws yaitu sekitar 42±5 mm. Perbedaan rerata jarak interkantal laki-laki dan perempuan orang Ijaws lebih signifikan dibanding orang Igbos. Jarak interkantal pada perempuan Ijaws lebih bervariasi dibanding orang Igbos. 37 Gambar 6. Anatomi mata dan metode pengukuran jarak interkantal 19 Ket : OCD : Outercanthal distance ; IPD : Interpupillary distance ; ICD : Intercanthal distance

d. Metode Lebar Interalar Metode lebar interalar juga menjadi salah satu pengukuran yang dilakukan peneliti dalam memprediksikan jarak interkaninus yang diukur melalui puncak kaninus pada pasien bila tidak tersedianya pre-extraction record. Bentuk hidung luar seperti piramid. Bagian puncak hidung disebut apeks atau hip. Agak ke atas dan belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai ke belakang ke pangkal hidung atau bridge dan menyatu ke dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas ke bawah, disebut filtrum. Sebelah kanan dan kiri kolumela adalah nares anterior (lubang hidung) atau nostril kanan dan kiri, sebelah laterosuperior dibatasi oleh ala nasi (cuping hidung) dan di sebelah inferior oleh dasar hidung. Lebar interalar adalah lebar yang diukur dari dua titik pada lateral sudut alanasi (Gambar 7). 1,14,16-19 Bonakdarchian M dkk (2010) dan Dharap A dkk (2013) melaporkan dalam penelitiannya lebar interalar dapat diukur menggunakan kaliper digital dengan menginstruksikan pasien untuk berhenti bernafas sejenak saat pengukuran untuk menghindari kesalahan atau bias pengukuran. 17,26 Dharap A dkk (2013) melaporkan lebar interalar dapat digunakan untuk memperkirakan enam gigi anterior rahang atas yaitu dengan cara mengalikan lebar interalar dengan 1,08 untuk populasi di Arab, 0,91 untuk populasi di Brazil, 1,03 untuk populasi di Amerika Utara dan 1,56 untuk populasi di Saudi. Populasi pria di Arab dilaporkan memiliki perbedaan lebar hidung paling signifikan (p<0,001). 17

IAW ICoW Gambar 7. Anatomi luar hidung dan metode pengukuran lebar interalar 17 Ket : IAW : Interalar Width (Lebar Interalar) MW : Mouth Width (Lebar Intercommisural) e. Metode Lebar Intercommisural Penggunaan metode lebar sudut mulut (intercommisural) ditentukan dengan mengukur jarak dari kedua sudut mulut (commissural) kiri ke kanan vermillion bibir ketika pasien dalam keadaan istirahat dengan bibir atas dan bawah menutup (Gambar 8). 7 Hipotesis mengatakan bahwa lebar intercommisural dijadikan patokan dalam menentukan posisi distal kaninus rahang. ICoW Gambar 8. Metode intercommisural 16 Ket : ICoW : Intercommisural Width f. Metode Canine Eminence Canine eminence terbentuk pada regio antara gigi kaninus dan gigi premolar satu rahang atas. Anatomi tulang maksila terbagi atas corpus

maxillae dan surfaces. Canine eminence akan terlihat pada anatomi tulang maksila pada pandangan lateral (Gambar 9). Jarak antara kedua canine eminence pada gigi kaninus kiri dan kanan dapat dijadikan panduan dalam menentukan lebar gigi anterior rahang atas. Jika canine eminence masih terlihat saat keadaan edentulus maka bagian distal dari anasir gigitiruan kaninus bisa ditempatkan pada sisi distal pada penonjolan canine eminance. Jika penonjolan canine eminance tidak terlihat, maka anatomi landmark lain seperti perlekatan frenulum bukalis dapat dijadikan bantuan petunjuk untuk meggantikan metode canine eminance. 8,27 A Gambar 9. Anatomi tulang maksila pandangan lateral 38 A : Canine Eminance 2.3 Panjang Gigi Anterior Rahang Atas Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan panjang gigi, yaitu : tinggi tepi insisal, tinggi dan rendah garis bibir, panjang wajah bagian bawah, serta perbandingan panjang dan lebar gigi. Keharmonisan dan estetis suatu anasir gigitiruan akan terlihat bila ukuran gigi yang dipakai tidak terlalu panjang ataupun terlalu pendek. 39

2.3.1 Tinggi Tepi Insisal Tinggi dari enam gigi anterior rahang atas pada keadaan normal akan memperlihatkan bagian leher gigi akan bertumpang tindih dengan tepi bagian labial sekitar 2-3mm pada bagian servikal, dan tepi insisal insisivus sentralis akan terlihat berada dibawahnya pada saat posisi bibir istirahat (Gambar 10). Relasi inisivus sentralis rahang atas meluas 3 mm di bawah garis bibir dalam posisi istirahat pada orang usia muda dan pada orang tua setengah dari nilai tersebut. Literatur prostodontik menyarankan bahwa pengaturan dari tepi insisal pada gigitiruan adalah 2 mm pada posisi istirahat ini. Pengalaman dokter gigi melaporkan sekitar 3-4 mm merupakan tinggi tepi insisal yang seharusnya terlihat dan disarankan untuk menghasilkan perawatan estetis yang maksimal. Diindikasikan untuk menggunakan gigi atas yang lebih panjang bila terdapat tepi insisal atas yang lebih rendah. 4,33,40 Gambar 10. Tinggi tepi insisal anterior 41 saat istirahat 2.3.2 Tinggi dan Rendahnya Garis Bibir High lip line merupakan posisi tertinggi yang dicapai tepi bibir atas saat ditarik maksimum, biasanya terjadi ketika bicara atau tersenyum. Low lip line merupakan posisi terendah bibir atas ketika posisi istirahat atau posisi terendah dari bagian tepi atas bibir bawah saat ada tarikan yang disengaja, biasanya terjadi ketika bicara (Gambar 11). 42 Jarak high lip line dan low lip line besar maka diindikasikan untuk memilih ukuran gigitiruan yang panjang untuk menghindari gummy smile, namun karena basis gigitiruan tersedia dan terlihat alami maka tidak perlu meningkatkan panjang gigitiruan untuk menghindari terlihatnya gingiva. 40

Gambar 11. Garis bibir terhadap gigi anterior 43 2.3.3 Panjang Wajah Bagian Bawah Ukuran gigi dapat mempengaruhi lengkung gigi sehingga berhubungan dengan panjang wajah. Esan dkk (2012) melaporkan terdapat hubungan yang lemah antara panjang wajah bagian bawah dengan gigi, terutama pada lebar gigi. Namun pada antropologi dan estetis, panjang wajah berhubungan dengan wajah bagian bawah. Sehingga dari segi panjang gigi, disarankan untuk memilihi gigi geligi yang lebih panjang untuk wajah bagian bawah yang panjang dan begitu sebaliknya (Gambar 12). 6 Gambar 12. Tinggi 1/3 wajah 43 bagian bawah 2.3.4 Perbandingan Panjang dan Lebar Gigi Gigi geligi terlihat estetis bila ukuran perbandingan panjang dan lebarnya sesuai. Penentuan perbandingan panjang dan lebar yang harmonis dapat dilihat dari

gigi anterior dengan menggunakan konsep golden proportion. Lombardi (1973) melaporkan bahwa konsep ini dapat digunakan dalam menentukan ukuran gigi. 44 Konsep golden proportion dengan proporsi ideal 1:1,618 dapat digunakan sebagai pedoman dalam penentuan proporsi harmonis gigi anterior rahang atas yaitu dalam hal pemilihan ukuran dan penyusunan anasir gigitiruan anterior untuk mencapai desain senyuman yang estetis. Konsep golden proportion pada gigi anterior salah satunya terlihat pada kedua gigi insisivus sentralis rahang atas. Proporsi panjang dan lebar kedua insisivus sentralis rahang atas menurut konsep golden proportion yaitu jumlah kedua insisivus sentralis atas adalah 1,618 kali lebih besar dari panjangnya. Proporsi gigi anterior jika dilihat dari depan menurut Levin, antara lain 32,45 : Lebar inisivus sentralis 1,618 kali lebih besar daripada lebar insisivus lateralis Lebar insisivus lateralis 1,618 kali lebih besar daripada lebar kaninus Lebar kaninus terlihat 1,618 kali lebih besar daripada lebar premolar pertama (Gambar 13). Gambar 13. Insisivus sentralis, insisivus lateralis dan kaninus dalam golden proportion 45 Sementara untuk satu gigi misalnya insisivus sentralis kanan ataupun kiri saja, rasio lebar dan panjang gigi umumnya adalah 75-80%. Hal ini berarti bahwa ukuran gigi geligi harus lebih panjang daripada lebarnya, sebagai contoh bila tinggi 10.5 mm maka lebarnya sekitar 8.0 mm sehingga rasionya 76%. Perbandingan ini membuat gigi berbentuk persegi panjang (rectangle) bukan persegi (square) bila dilihat dari pandangan frontal. (Gambar 14). 41 Perbandingan panjang dan lebar ini yang harus diperhatikan agar anasir gigitiruan menjadi estetis.

Gambar 14. Rasio panjang dan lebar gigi 41 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Ukuran Gigi Faktor yang mempengaruhi ukuran gigi adalah ras dan jenis kelamin. Normalnya lokasi geografis dan latar belakang sejarah secara genetik memberikan banyak pengaruh pada gigi dan wajah. Mayoritas penelitian melaporkan bahwa pengaruh ras dan jenis kelamin terhadap gigi geligi anterior rahang atas memiliki berbagai variasi dalam hasilnya pada beberapa populasi. 11 Pengaruh jenis kelamin pada gigi anterior telah dilaporkan pada banyak kelompok ras, dengan hasil laki-laki lebih lebar daripada perempuan. 2 Pengetahuan akan norma-norma ras tertentu dibutuhkan dalam pengelompokan modifikasi estetis dan fungsional pada rencana perawatan, sehingga pasien dengan perbedaan ras memiliki ciri khusus yang harus diperhatikan dalam memilih anasir gigitiruan. 2 2.4.1 Ras Menurut Groose, ras adalah segolong manusia yang merupakan satu kesatuan karena memiliki kesamaan sifat jasmani dan rohani yang diturunkan. Ras (KBBI, 2001) didefinisikan sebagai suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri fisik bawaan yang sama. 21 Diferensiasi ras berarti mengelompokkan masyarakat berdasarkan ciri-ciri fisiknya, bukan kepada budayanya. A.L. Kroeber (1948) melaporkan bahwa ras di

dunia secara umum diklasifikasikan menjadi lima kelompok ras, yaitu : Australoid (penduduk asli Australia/Aborigin), Mongoloid (penduduk asli wilayah Asia dan Amerika, yaitu Asiatic Mongoloid, Malayan Mongoloid dan American Mongoloid), Kaukasoid (penduduk asli wilayah Eropa, sebagian Afrika dan Asia, yaitu Nordic, Alpine, Mediteranian, India), Negroid (penduduk asli wilayah Afrika dan sebagian Asia, yaitu African Negroid, Negrito dan Malanesian) serta ras-ras khusus (ras yang tidak dapat diklasifikasikan dalam keempat ras pokok, yaitu Bushman, Veddoid, Polynesian, Ainu). Ralph Linton (1936) melaporkan bahwa terdapat tiga pembagian ras utama di dunia yaitu ras Kaukasoid, Mongoloid dan Negroid. 21 2.4.1.1 Kaukasoid Ras Kaukasoid (orang kulit putih) memiliki ciri-ciri fisik, seperti hidung mancung, kulit berwarna putih, bibir tipis, rambut pirang sampai cokelar kehitaman dan kelopak mata lurus. 21 Karakteristik tengkorak dan gigi geligi ras Kaukasoid berbentuk seperti mata pisau (blade shape), profil wajah lurus (ortognatik), indeks kranial meskokranium, indeks fasial panjang serta profil dagu lebih menonjol. 24 Ras Kaukasoid menduduki hampir seluruh Eropa, Asia Barat Daya sampai ke Sungai Gangga, Timur Tengah dan Afrika Utara. Ras ini juga terdiri dari subras Nordic, Alpin, Mediteran, Armenoid dan India (Gambar 15). 22 Gambar 15. Ras Kaukasoid laki-laki dan perempuan

2.4.1.2 Mongoloid Ras Mongoloid (orang kulit kuning) memiliki ciri-ciri utama kulit sawo matang, rambut lurus, bulu badan sedikit, mata sipit (terutama Asia Mongoloid). Ras Mongoloid dibagi menjadi dua, yaitu Mongoloid Asia terdiri atas subras Tionghoa (Jepang, Taiwan, Vietnam) serta subras Melayu terdiri atas Indonesia, Malaysia dan Filipina. Sementara Mongoloid Indian terdiri atas orang-orang Indian di Amerika. 21 Karakteristik tengkorak dan gigi geligi ras Mongoloid berupa lengkung rahang berbentuk parabolic dengan bentuk insisivus rahang atas seperti kapak (shovel shaped incisors), profil wajah intermediate, bentuk kranial lebar, memiliki hidung berukuran sedang dengan tulang nasal kecil dan konkaf. Ukuran gigi geligi ras Mongoloid adalah yang terbesar bila dbandingkan dengan ras Kaukasoid dan Negroid. Ralp Linton (1936) menyebutkan bahwa Indonesia tergolong dalam ras Mongoloid. 21,24 Indonesia terdiri dari Indonesia asli yaitu suku Proto Melayu (Melayu tua) dan suku Deutro Melayu (Melayu muda). Suku Proto Melayu terdiri dari suku Batak, Gayo, Sasak, Nias, Kubu dan Toraja serta suku Deutro-Melayu yang terdiri dari orang Minangkabau, Jawa, Aceh, Bali, Lampung, Sumatera Pesisir, Bugis/Makassar, Manado Pesisir, Sunda Kecil Timur dan Melayu (Gambar 16). 2,12,21,22 Gambar 16. Ras Mongoloid A. Suku Proto Melayu B. Suku Deutro Melayu 2.4.1.3 Negroid Ras Negroid (orang kulit hitam) memiliki ciri-ciri utama rambut keriting, kulit hitam, bibir tebal, dan kelopak mata lurus. Ras ini dibagi menjadi subras Negrito,

Nilitz, Negara Rimba, Negro Oseanis, dan Hotentot-Boyesman. Ras Negroid sebagian besar mendiami benua Afrika di sebelah selatan Gurun Sahara (Gambar 17). 21 Karakteristik tengkorak dan gigi geligi ras Negroid berbentuk mata pisau (blade shape) dengan diastema pada garis median, profil wajah yang menonjol (prognatik), indeks fasial lebar hingga sangat lebar. 24 Gambar 17. Ras Negroid laki-laki dan perempuan 2.4.2 Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam penentuan faktor berpengaruh dalam anasir gigitiruan terlihat dari perbedaan mendasar pada ukuran dan bentuk gigi geligi, yaitu mayoritas gigi laki-laki lebih besar dan sisinya tegas dibandingkan gigi perempuan. Adanya pengaruh jenis kelamin terhadap ukuran gigi geligi telah banyak dibuktikan, dan tingkat yang paling tinggi didapat pada gigi kaninus yaitu ukuran mahkota memiliki perbedaan sekitar 50% antara laki-laki dan perempuan. Al Wazzan (2001) melaporkan bahwa hasil penelitian statistik deskriptif pada jumlah lebar enam gigi geligi anterior rahang atas lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbedaan signifikan p<0,01. 12 Pada orang Nigeria terdapat perbedaan mesiodistal antara gigi geligi laki-laki dan perempuan. 46 Astete (2009) melaporkan bahwa pada orang Spanyol ada perbedaan signifikan pada ukuran gigi, baik mesiodistal atau bukolingual berdasarkan jenis kelamin dibandingkan dengan orang Chile. 47

2.5 Kerangka Teori Pembuatan Gigitiruan Pemilihan Anasir Gigitiruan Anterior Rahang Atas Fungsional Estetis Bentuk Tekstur Warna Bahan Ukuran Lebar Gigi Anterior Rahang Atas Panjang Gigi Anterior Rahang Atas Faktor yang Mempengaruhi Intercanine Tip Width (ICTW) Mesio-Distal Width Width of Distal Canine (WDC) Tinggi Tepi Insisal Ras Jenis Kelamin Anatomi Kranial Keliling Kranial (Cranial Circumfere n-tial) Anatomi Mata Jarak Interpupil (Interpupillary Distance=IPD) Jarak Interkantal (Intercanthal Distance=ICD) Anatomi Luar Hidung Lebar Interalar (Interalar Width=IAW) Anatomi Luar Mulut Lebar Sudut Mulut (Intercommisural Width=ICoW) Anatomi Tulang Maksila Penonjolan Kaninus (Canine Eminence) Tinggi Rendahnya Garis Bibir Panjang Wajah Perbandingan Panjang dan Lebar Gigi Kaukasoid Negroid Mongoloid Deutro Melayu Lakilaki Proto Melayu Perempuan Pengukuran

2.6 Kerangka Konsep Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas Jarak Puncak Interkaninus atau Intercanine Tip Width (ICTW) Pengukuran jarak dari puncak kaninus kiri ke kaninus kanan pada rahang atas Jarak Interkantal (Intercanthal Distance=ICD) Pengukuran Jenis Kelamin Faktor yang mempengaruhi Ras Laki-laki Perempuan Indonesia Asli Lebar Interalar (Interalar Width=IAW) Pengukuran Mongoloid (El-Sheikh dkk (2010) pada populasi di Sudan) Proto- Melayu Deutro- Melayu (Dharap A dkk (2013) pada populasi di Arab)

2.7 Hipotesis Penelitian 1. Ada perbedaan perbandingan lebar enam gigi anterior yang diukur melalui jarak puncak interkaninus rahang atas dengan jarak interkantal pada mahasiswa Indonesia FKG USU angkatan 2011-2014 berdasarkan suku dan jenis kelamin 2. Ada perbedaan perbandingan lebar enam gigi anterior yang diukur melalui jarak puncak interkaninus rahang atas dengan lebar interalar pada mahasiswa Indonesia FKG USU angkatan 2011-2014 berdasarkan suku dan jenis kelamin 3. Ada korelasi antara perbandingan lebar enam gigi anterior yang diukur melalui jarak puncak interkaninus rahang atas dengan jarak interkantal dan lebar interalar pada mahasiswa Indonesia FKG USU angkatan 2011-2014 berdasarkan suku dan jenis kelamin