BAB II TEORI DASAR. seorang perencana / desainer harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB II TEORI DASAR. Desain Konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik /

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

Bab II STUDI PUSTAKA

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENGENALAN DESAIN STRUKTUR BAJA

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan telah mempermudah manusia untuk melakukan pekerjaan

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Material baja pada struktur baja juga tersedia dalam berbagai jenis ukuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Modifikasi itu dapat dilakukan dengan mengubah suatu profil baja standard menjadi

MODUL STRUKTUR BAJA II 4 BATANG TEKAN METODE ASD

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

harus memberikan keamanan dan menyediakan cadangan kekuatan yang kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban (overload) atau kekurangan

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi

Golongan struktur Balok ( beam Kerangka kaku ( rigid frame Rangka batang ( truss

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel

ANALISIS PENGARUH DIMENSI DAN JARAK PELAT KOPEL PADA KOLOM DENGAN PROFIL BAJA TERSUSUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan

ANALISA P Collapse PADA GABLE FRAME DENGAN INERSIA YANG BERBEDA MENGGUNAKAN PLASTISITAS PENGEMBANGAN DARI FINITE ELEMENT METHOD

MODUL PERKULIAHAN. Struktur Baja 1. Batang Tarik #1

BAB I PENDAHULUAN. bersifat monolit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga memiliki iki sifat elastis dan daktilitas yang cukup tinggi gi sehingga dapat

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gempa merupakan fenomena alam yang harus diterima sebagai fact of life.

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

BAB III LANDASAN TEORI (3.1)

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

kekuatan dan sifatnya cocok untuk memikul beban. Baja struktur banyak dipakai

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

STUDI PERILAKU ELEMEN STRUKTUR DENGAN SAMBUNGAN KAKU PADA BALOK DAN KOLOM BANGUNAN BAJA TAHAN GEMPA

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. menara air rangka baja. Struktur baja bisa dibagi atas tiga kategori umum :

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

Struktur Baja 2. Kolom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TEORI DASAR II.1. Pengenalan Desain Struktur Baja A. Desain Konstruksi Desain Konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik / keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) untuk menghasilkan suatu struktur yang aman dan ekonomis serta memenuhi fungsi tertentu dan persyaratan estetika. Untuk mencapai tujuan ini, seorang perencana / desainer harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang : 1. Sifat sifat fisis material. 2. Sifat sifat mekanis material. 3. Analisa Struktur. 4. Hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur. B. Prosedur Desain Prosedur perencanaan / desain terdiri dari 6 langkah utama, yaitu : 1. Pemilihan tipe dan rancangan struktur. 2. Penentuan besarnya beban beban yang bekerja pada struktur. 3. Menentukan gaya gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur. 4. Pemilihan komponen komponen struktur beserta sambungannya yang memenuhi kriteria kekuatan, kekakuan dan ekonomis. 5. Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban kerja. 6. Perbaikan akhir.

C. Keunggulan Baja Sebagai Material Konstruksi C.1. Kekuatan Tinggi ( High Strength ) Baja struktural umumnya mempunyai daya tarikan (tensile strength) antara 400 s/d 900 Mpa. Hal ini sangat berguna untuk dipakai pada struktur struktur yang memiliki bentang panjang dan struktur pada tanah lunak. C.2 Keseragaman ( Uniformity ) Sifat sifat baja tidak berubah karena waktu. Hampir seluruh bagian baja memiliki sifat sifat yang sama sehingga menjamin kekuatannya. C.3 Elastisitas ( Elasticity ) Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang direncanakan oleh perencana, karena mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi. Modulus elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan. C.4 Daktalitas ( Ductility ) Daktalitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastik bolak balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktalitas ini bagi kinerja struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktalitas. Demikian juga pada beban siklik, daktalitas yang tinggi menyebabkan baja dapat menyerap energi yang besar. C.5 Kuat Patah / Rekah ( Fracture Toughness ) Baja dalah material yang sangat ulet sehingga dapat memikul beban yang berulang ulang. Komponen struktur baja yang dibebani sampai mengalami deformasi besar, masih mampu menahan gaya gaya yang cukup besar tanpa mengalami fraktur. Keuletan ini dibutuhkan jika terjadi konsentrasi tegangan walaupun tegangan yang masih dibawah batas yang diizinkan. Pada bahan yang tidak memiliki keuletan yang tinggi, keruntuhan dapat terjadi pada tegangan yang rendah dan akan bersifat getas ( keruntuhan secara langsung ).

D. Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi D.1 Biaya Perawatan ( Maintenance Cost ) Baja bisa berkarat karena berhubungan dengan air dan udara. Oleh sebab itu, baja harus dicat secara berkala. D.2 Biaya Penahan Api ( Fire Proofing Cost ) Kekuatan baja dapat berkurang drastis pada temperatur tinggi. D.3 Kelelahan ( Fatigue ) Kelelahan pada baja tidak selalu dimulai dengan yielding ( leleh ) atau deformasi yang sangat besar, tetapi dapat juga disebabkan beban siklik ataupun pembebanan berulang ulang dalam jangka waktu yang lama. Kejadian ini sering terjadi dengan adanya konsentrasi tegangan karena adanya lubang. D.4 Rekah Kerapuhan Struktur baja ada kalanya tiba tiba runtuh tanpa menunjukkan tanda tanda deformasi yang membesar. Kegagalan ini sangat berbahaya dan harus dihindari. Berbeda dengan kelelahan, rekah kerapuhan disebabkan oleh beban statik. E. Sifat Sifat Mekanis Baja Struktural Menurut SNI 03 1729 2002, sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Sifat Mekanis Baja Struktural Jenis Tegangan Putus Tegangan Leleh Peregangan Baja Minimum, Fu (Mpa) Minimum, Fy (Mpa) Minimum (%) BJ 34 340 210 22 BJ 37 370 240 20

BJ 41 410 250 18 BJ 50 500 290 16 BJ 55 550 410 13 E.1 Tegangan Putus ( Ultimate Stress ) Tegangan Putus untuk perencanaan (Fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang ditetapkan oleh tabel 1.1 E.2 Tegangan Leleh ( Yielding Stress ) Tegangan Leleh untuk perencanaan (Fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang ditetapkan oleh tabel 1.1 E.3 Sifat Sifat Mekanis Lainnya Sifat sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut : Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa Modulus Geser : G = 80.000 Mpa Poisson Ratio : µ = 0.3 Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10 ^ -6 / ºC F. Jenis Jenis Baja Struktural yang Umum Digunakan Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur. Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik. Adapun jenis jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja giling ( rolled steel shape ) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin ( cold formed steel shapes ).

G. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan pada Konstruksi Baja Dalam peraturan AISC 2005, perhitungan rumus kekuatan nominal (Rn) menggunakan tegangan leleh (Fy) maupun tegangan ultimate (Fu), pemilihan tegangan baik itu Fy maupun Fu didasarkan atas kemampuan struktur mempertahankan stabilitasnya setelah beban maksimum diberikan. Gambar II.1.1 Grafik hubungan tegangan regangan. [Salmon, Charles G, STEEL STRUCTURE] Grafik diatas menunjukkan hasil pengukuran hubungan tegangan - regangan dalam percobaan tarik baja. Tipikal grafik tersebut hanya dapat diperoleh pada percobaan tarik baja lunak (mild). Benda uji baja diberikan beban tarik sehingga tegangan baja meningkat dari titik O sampai ke titik A. Ordinat titik A disebut tegangan proporsional (Fp). Hubungan tegangan regangan dari titik awal sampai titik A masih linear. Daerah antara titik O dengan titik A disebut juga daerah elastis yang artinya jika suatu bahan baja mengalami tegangan tidak

melewati titik A dan apabila dilepaskan, maka baja masih dapat kembali ke bentuk atau panjang semula. Ketika beban diperbesar sehingga tegangan baja sampai ke titik B, maka hubungan tegangan regangan tidak linear lagi. Titik B merupakan titik leleh (Fy) dari baja yang ditandai dengan tegangan yang relatif tidak naik dan regangan yang meningkat. Daerah antara titik A dan titik C merupakan daerah plastis, dimana jika suatu batang baja mengalami tegangan sampai melewati titik A ( masuk kedalam daerah A s/d C ) dan beban dilepaskan, maka baja tidak akan kembali ke panjang semula. Dengan demikian terdapat regangan residu yang disebabkan karena inelastis dari bahan tersebut. Apabila beban diperbesar lagi, maka yang terjadi adalah regangan akan terus meningkat tanpa disertai tegangan. Titik C disebut dengan pengerasan regangan, pada titik C terdapat kenaikan tegangan yang disebabkan karena regangan bahan sudah hampir mencapai maksimum. Bahan masih mampu menahan tegangan tambahan sampai pada titik D, yang disebut dengan tegangan ultimate (Fu). Daerah anatara titik C dan titik D merupakan daerah strain hardening yang ditandai dengan peningkatan tegangan dan regangan setelah melewati batas plastis. Jika beban ditambah samapi melewati batas tegangan ultimate, maka baja akan mengalami kegagalan struktural yang ditandai dengan penurunan tegangan dan regangan yang terus bertambah sampai benda uji putus. II.2. Struktur Statis Tertentu dan Statis Tak-tentu Dalam analisa struktur kita mengenal tiga jenis permodelan struktur yaitu balok (beams), portal (rigid frames), atau rangka batang (trusses). Balok adalah jenis struktur yang ditujukan hanya untuk memikul beban transversal. Penyelesaian analisa terhadap suatu balok berupa diagram lintang dan diagram momen.

Portal adalah jenis struktur yang tersusun dari elemen-elemen yang terhubung oleh penghubung kaku (misalnya: hubungan las). Penyelesaian analisa terhadap suatu portal berupa variasi gaya aksial, gaya lintang dan momen pada sepanjang elemen-elemennya. Sedangkan rangka batang adalah jenis struktur dimana semua anggota/elemennya dianggap terhubung pada perletakan sendi; dalam hal ini momen dan gaya geser pada setiap elemen diabaikan. Penyelesaian analisa terhadap rangka /batang berupa gaya aksial pada setiap anggota/elemennya. Diagram lintang dan momen balok dapat digambar apabila semua reaksi luarnya telah diperoleh. Dalam telaah tentang keseimbangan sistem gaya-gaya sejajar yang sebidang, telah dibuktikan bahwa jumlah gaya yang tak diketahui pada sembarang benda bebas (free body) yang dapat dihitung dengan prinsip statika tidak bisa lebih dari dua buah. Dalam kasus-kasus balok sederhana, overhang, atau kantilever seperti pada Gambar II.2.1a hingga c, kedua gaya yang tidak diketahui tersebut adalah reaksi R 1 dan R 2. Pada balok yang bersendi-dalam dua seperti pada Gambar II.2.1d, ada tiga bagian balok yang disatukan pada kedua sendi-dalamnya. Keempat reaksi luar yang tak diketahui dan kedua gaya interaktif pada sendidalamnya dapat diperoleh dari keenam buah persamaan statika, setiap bagian balok memiliki dua persamaan. Alhasil, balok sederhana, overhang dan kantilever serta balok dengan jumlah sendidalamnya sama dengan jumlah reaksi kelebihannya (jumlah reaksi total dikurangi dua) merupakan struktur statis tertentu.

Gambar II.2.1 Balok statis tertentu.

Gambar II.2.2 Balok statis tak-tentu. Namun, jika suatu balok tanpa sendi-dalam, seperti kasus pada umumnya, terletak diatas lebih dari dua tumpuan atau jika ada tambahan jepitan pada satu atau kedua ujungnya, maka akan terdapat lebih dari dua reaksi luar yang harus ditentukan. Persamaan statika hanya memberikan dua jenis kondisi keseimbangan untuk sistem gaya sejajar yang sebidang. Dengan demikian hanya dua reaksi yang dapat diperoleh: semua reaksi lainnya merupakan reaksi kelebihan (redundant reaction). Balok dengan reaksi kelebihan semacam itu disebut balok statis tak-tentu. Derajat ke-taktentu-an ditentukan oleh jumlah reaksi kelebihannya tersebut. Balok pada Gambar II.2.2a bersifat statis tak-tentu berderajat dua karena jumlah

reaksi yang tak diketahui ada empat dan statika hanya bisa memenuhi dua kondisi atau dua persamaan keseimbangan; balok pada Gambar II.2.2b bersifat statis tak-tentu berderajat empat; balok pada Gambar II.2.2c bersifat statis tak-tentu berderajat satu karena balok memiliki lima reaksi dan dua sendi-dalam. Pada kenyataannya, jarang sekali suatu balok dibangun dengan sendi-dalam. Namun, keadaan semacam itu dapat terjadi pada perilaku balok dengan beban yang melebihi daya pikulnya. Gambar II.2.3 Kerangka kaku statis tertentu. Suatu kerangka kaku/portal bertingkat satu akan bersifat statis tertentu jika reaksi luarnya hanya tiga, karena persamaan statika hanya menyediakan tiga kondisi keseimbangan untuk sistem gaya sebidang umumnya. Jadi, kedua kerangka kaku pada Gambar II.2.3 bersifat statis tertentu. Akan tetapi jika suatu portal bertingkat satu memiliki lebih dari tiga reaksi luar, portal akan bersifat statis tak-tentu, dan derajat ke-taktentu-annya sama dengan jumlah reaksi kelebihannya. Portal bertingkat satu pada Gambar II.2.4a bersifat statis tak-tentu berderajat satu; pada Gambar II.2.4b adalah berderajat tiga. Sebagian besar portal kaku umumnya bersifat statis tak-tentu, sesuai dengan tuntutan efisiensi dan kekokohannya. Semakin banyak tingkat kerangka kaku, semakin bertambah derajat ke-taktentu-annya.

Gambar II.2.4 Kerangka kaku statis tak-tentu. Syarat agar suatu rangka batang bersifat statis tertentu adalah bahwa jumlah gaya yang tidak diketahui sekurang-kurangnya tiga dan jumlah batang di dalam rangka batang tersebut adalah 2j r, dimana j sama dengan jumlah titik hubungnya (joints) dan r sama dengan jumlah reaksinya. Jika m adalah jumlah batangnya, kondisi perlu untuk keadaan statis tertentu dapat dituliskan: m = 2j r (II.2.1) (Sumber : Buku Intermediate Structural Analysis hal.5) Keabsahan persamaan diatas dapat diamati dengan mengubah persamaan tersebut menjadi m + r = 2j, dimana m + r adalah jumlah gaya yang tidak diketahui dan 2j adalah jumlah persamaan yang bisa diperoleh dengan prinsip statika apabila setiap titik hubungnya kita pandang sebagai suatu benda bebas (free body).

Gambar II.2.5 Rangka batang yang memenuhi kondisi perlu untuk bangunan statis tertentu. Selama titik hubung suatu rangka batang berada dalam keadaan seimbang, peninjauan sekumpulan titik hubung (yang manapun) atau seluruh rangka batang sebagai suatu benda bebas tidak akan menghasilkan lagi persamaan keseimbangan bebas lainnya. Namun demikian, agar suatu rangka batang bersifat statis tertentu dan stabil. m buah anggota yang dimaksudkan di dalam persamaan m = 2j r haruslah diatur secara bijaksana, artinya semua reaksi dan gaya aksial di dalam setiap batang harus dapat ditentukan. Maka pada Gambar II.2.5a dan b bersifat statis tertentu dan stabil, sedangkan pada Gambar II.2.5c rangka batang meskipun memenuhi persamaan, tetapi bersifat statis tak stabil.

Apabila suatu rangka batang memiliki sekurang-kurangnya tiga reaksi yang tak diketahui dan jumlah batangnya, m dan lebih besar dari 2j r maka rangka batang bersifat statis tak tentu dan derajat ke-taktentu-annya, yakni i, menjadi i = m (2j r) (II.2.2) Jadi, rangka batang pada Gambar II.2.6a merupakan rangka batang statis tak-tentu berderajat dua, pada Gambar II.2.6b dan c merupakan rangka batang statis tak-tentu berderajat tiga. II.3. Kinematisme struktur Selain pengklasifikasian struktur statis tertentu atau statis tak-tentu, kita juga dapat mengklasifikasikan permodelan struktur berdasarkan kinematismenya. Gambar II.3.1 Portal kaku kinematis tak-tentu berderajat 4.

Kinematisme adalah pergerakan atau perubahan yang mungkin terjadi akibat pembebanan statis ataupun dinamis. Beberapa jenis kinematisme yang kita kenal dalam analisa struktur yaitu perpindahan vertikal, horisontal dan angular. Jenis-jenis kinematisme ini bekerja hanya pada titik diskrit. Sebagai contoh, permodelan struktur portal sederhana bertingkat satu seperti pada Gambar II.3.1 termasuk ke dalam struktur kinematis tak-tentu berderajat empat. Derajat ke-taktentu-an kinematis ini ditentukan berdasarkan jumlah perpindahan yang mungkin terjadi akibat pembebanan statis. Pada titik B, akibat gaya W 1 akan menyebabkan titik B berpindah sebesar u 1 dan akibat W 2 dan W 3 akan mengakibatkan putaran sudut pada titik B sebesar θ 1. Demikian juga pada titik C, terjadi dua jenis perpindahan yaitu u 2 dan θ 2. Dengan demikian, jumlah perpindahan yang mungkin terjadi adalah empat sehingga permodelan struktur ini memiliki 4 derajat ke-taktentu-an secara kinematis. Derajat ke-taktentu-an kinematis sering juga disebut juga sebagai Degree Of Freedom (DOF). 2 DOF 0 DOF 3 DOF Gambar II.3.2 Beberapa jenis permodelan struktur dengan kinematisme yang berbedabeda.

Pada Gambar II.3.2 di atas, ditunjukkan beberapa permodelan struktur dengan DOF yang berbeda-beda. Pada Gambar tersebut terdapat permodelan struktur yang tidak memiliki DOF. Permodelan struktur seperti ini disebut juga sebagai struktur kinematis tertentu. II.4. Metode Perencanaan Konstruksi Baja A. Metode ASD ( Allowable Stress Design ) Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan metode yang paling konvensional dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material konstruksi. Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu konstruksi saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (σy). Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan leleh (σy) maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin yang boleh terjadi. Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5 ; sehingga boleh dipastikan bahwa tegangan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 2/3 Fy yang berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional.

B. Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti kita ketahui bahwa suatu bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan yang terjadi melebihi tegangan leleh (Fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila tegangan yang tejadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh / tegangan ultimate (FU). Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate (FU) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan metode LRFD menggunakan tegangan ultimate (FU) ada juga perhitungan yang menggunakan tegangan leleh (Fy), terutama pada saat menghitung deformasi struktur yang mengakibatkan ketidakstabilan struktur tersebut. Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal (kekuatan yang dapat ditahan bahan) akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun di pabrik. Besaran faktor resistansi berbeda beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau, misalnya : untuk kekuatan tarik digunakan faktor reduksi 0,9 dan untuk kekuatan tekan digunakan faktor reduksi 0,75. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang akan didapat dari metode LRFD akan lebih tinggi dari metode ASD.

II.5. Aplikasi Portal Baja dengan Menggunakan Tappered Beam dan Honey-Comb Beam A. Tappered Beam Desain Portal Tappered Beam yang umum digunakan bergantung pada jarak dan tinggi bentang portal struktur tersebut. Diantaranya adalah sebagai berikut : TAPERED BEAM FRAME (TB) Desain ini membuat ruang yang luas untuk dimanfaatkan dan ideal untuk pertokoan, retail dan gudang. Desain ini mempunyai lebar umum sebesar 6 s/d 18 meter dan tinggi sekitar 3 s/d 7,5 meter. LEAN-TO FRAME (LT)

Desain ini berupa desain struktur untuk penambahan bangunan, jadi bukan sebuah portal single beam, namun suatu struktur tambahan yang menempel pada sebuah struktur utama. RIGID LOW PROFILE (RF) Desain ini menghasilkan sebuah ruangan interior yang sangat luas, dikarenakan bentang yang diaplikasikan sangat besar. Namun, tidak mengorbankan kekuatan dari struktur. Dengan kata lain walaupun desain ini memiliki bentang yang besar, kekuatan struktur ini tetaplah aman. Desain ini memiliki bentang umum sepanjang 12 s/d 45 meter dan tinggi bentang sebesar 3 s/d 7,5 meter. Oleh karena keunggulannya tersebut, desain portal ini sering digunakan untuk struktur yang memerlukan bentang yang besar seperti hangar pesawat. RIGID HIGH PROFILE (RF)

Dilihat dari bentuknya tentunya desain struktur ini memiliki tinggi dan bentang yang besar. Desain ini juga sangat mudah untuk dikembangkan, contohnya untuk penambahan bangunan ataupun menambah pipa pembuangan asap pada pabrik. Oleh karenanya struktur ini digunakan untuk pembangunan pabrik maupun gudang. Desain ini memiliki bentang umum sepanjang 12 s/d 36 meter dan tinggi bentang sebesar 3 s/d 7,5 meter. MULTISPAN (MS) Desain ini diperuntukkan khusus untuk pabrik pabrik yang besar ataupun gudang - gudang yang besar, hal tersebut dikarenakan bentang yang dapat digunakan dengan struktur ini dapat mencapai 96 meter. B. Honeycomb Beam Desain Portal Honeycomb mempunyai kelemahan pada tekuk. Oleh karena itu desain ini tidak dapat diaplikasikan untuk kolom kolom portal. Secara keseluruhan desain honeycomb beam dapat mencapai bentang portal hingga 45 meter untuk single profile, sedangkan dengan menggunkan double profile bentang portal yang dapat didesain tentunya akan semakin besar. Penyatuan balok balok honeycomb dengan menggunakan las dan bisa juga diperkuat dengan memakai pelat disepanjang bentang tentunya dapat memperumit pekerjaan konstruksi,

namun hal ini sebanding dengan keekonimisan yang dihasilkan oleh balok balok honeycomb. Secara teori, tinggi profil honeycomb yang dihasilkan menjadi hingga dua kali lipat dari profil aslinya, dengan demikian tentunya inersia yang dihasilkan juga akan semakin besar. Para desainer/perancang melihat desain ini sangat rentan terhadap tekuk, dikarenakan penggabungan satu profil yang dipotong ditengah tengahnya dan menggabungkannya kembali. Oleh karena hal tersebut, para desainer/perancang lebih banyak menggunakan desain honeycomb dengan menggunakan dua profil ( double profile ) karena dianggap lebih aman terhadap tekuk pada badan.