BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENGENALAN DESAIN STRUKTUR BAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENGENALAN DESAIN STRUKTUR BAJA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN II. 1 PENGENALAN DESAIN STRUKTUR BAJA II Desain Konstruksi Desain konstruksi dapat didefenisikan sebagai kombinasi antara seni (artistik/keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) yang menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai prilaku struktur dengan pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan dan analisis struktur untuk menghasilkan suatu struktur yang aman dan ekonomis serta memenuhi fungsi tertentu dan persyaratan estetika selama masa layannya. Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam proses pengambilan keputusan. Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasilhasil perhitungan dapat menjadi dasar proses pengambilan keputusan yang baik. Struktur optimum dicirikan sebagai berikut: a. Biaya minimum b. Bobot minimum c. Periode pekerjaan konstruksi minimum d. Kebutuhan tenaga kerja minimum e. Biaya manufaktur minimum f. Manfaat maksimum pada saat layan Untuk mencapai tujuan, diharapkan dalam menghasilkan sebuah struktur yang berkemampuan optimum seorang desainer/perancang struktur harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang:

2 1. Sifat-sifat fisis material. 2. Sifat-sifat mekanis material. 3. Analisa struktur. 4. Hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur. II Kerangka Perencanaan Struktur Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan pendimensian komponen struktur sedemikian hingga beban kerja dapat dipikul secara aman, dan perpindahan yang terjadi dapat ditolerir oleh syaratsyarat yang berlaku. Prosedur perencanaan struktur secara iterasi dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Perancangan, terdiri dari pemilihan tipe dan rancangan struktur sesuai fungsi dan kriteria keberhasilan yang optimum. 2. Penentuan besarnya beban-beban yang bekerja pada struktur. 3. Menentukan gaya-gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur. 4. Pemilihan komponen-komponen struktur beserta sambungannya yang memenuhi kriteria kekuatan, kekakuan, dan ekonomis. 5. Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban kerja. 6. Perbaikan akhir. II Keunggulan Baja Sebagai Material Konstruksi Kekuatan tinggi (High Strength) Baja struktural umumnya mempunyai daya tarikan (tensile strength) antara 400 s/d 900 MPa. Hal ini sangat berguna untuk dipakai pada jembatan berbentang panjang, bangunan tinggi, dan struktur tanah lunak. Sedangkan pada beton, selain kekuatannya lebih kecil juga sebagian besar beban yang

3 dipikulnya berasal dari berat sendirinya. Struktur kayu sebenarnya juga cukup ringan, namun kelemahannya terletak pada kekuatan dan keawetannya Keseragaman (Uniformity) Sifat-sifat baja tidak berubah karena waktu, berbeda dengan beton dan kayu yang tergantung waktu. Hampir seluruh bagian baja memiliki sifat-sifat yang sama sehingga cukup menjamin kekuatannya. Pada beton dapat terjadi perbedaan sifat pada bagian yang berbeda meskipun waktu pembuatan dan mutu betonnya sama. Begitu pula dengan kayu yang ditandai dengan adanya mata kayu dan ketidakseragaman dimensi penampang Elastisitas (Elasticity) Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang dibuat dalam perencanaan, karena mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi. Modulus elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan. Pada beton, tegangan tarik, tekan, dan modulus elastisitasnya berbeda. Demikian juga pada kayu, dibedakan tegangan searah serat dengan tegak lurus serat Daktilitas (Ductility) Daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastik bolak-balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktilitas ini bagi kinerja struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktilitasnya sebelum runtuh. Demikian juga pada beban siklik, daktilitas yang tinggi ini menyebabkan baja dapat menyerap energi yang besar.

4 1.3.5 Kuat Patah/Rekah (Fracture Toughness) Baja adalah material yang sangat ulet sehingga dapat memikul pembebanan yang berulang-ulang. Komponen struktur baja yang dibebani sampai mengalami deformasi besar, masih mampu menahan gaya-gaya yang cukup besar tanpa mengalami fraktur. Keuletan ini dibutuhkan jika terjadi konsentrasi tegangan walaupun tegangan yang masih di bawah batas yang diizinkan. Pada bahan yang tidak mempunyai keuletan, keruntuhan dapat terjadi pada tegangan yang rendah dan akan bersifat getas (keruntuhan secara langsung). II Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi Biaya Perawatan (Maintenance Cost) Baja bisa berkarat karena berhubungan dengan air dan udara. Oleh sebab itu, baja harus dicat secara berkala Biaya Penahan Api (Fire Proofing Cost) Kekuatan baja berkurang drastis pada temperatur tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, baja struktural harus dilindungi dengan bahan insulasi/penahan panas Kelelahan (Fatigue) Kelelahan pada baja tidak selalu dimulai dengan yielding (leleh) atau deformasi yang sangat besar, tetapi dapat juga disebabkan beban siklik ataupun pembebanan yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Kejadian ini sering terjadi pada struktur yang berbentuk jembatan, dikarenakan adanya pembebanan berulang melalui lalu lintas harian rata-rata yang melewati jembatan tersebut.

5 1.4.4 Rekah Kerapuhan (Brittle Fracture) Struktur baja ada kalanya tiba-tiba runtuh tanpa menunjukkan tandatanda deformasi yang membesar. Kegagalan ini sangat berbahaya dan harus dihindari. Berbeda dengan kelelahan, rekah kerapuhan disebabkan oleh beban statik. II Sifat-Sifat Mekanis Baja Struktural Menurut SNI , sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Sifat mekanis baja struktural Jenis Tegangan Putus Tegangan Leleh Peregangan Baja Minimum, fu (MPa) Minimum, fy (MPa) Minimum (%) BJ BJ BJ BJ BJ Tegangan Leleh (Yielding Stress) Tegangan leleh untuk perencanaan (fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan pada tabel Tegangan Putus (Ultimate Stress) Tegangan putus untuk perencanaan (fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang diberikan pada tabel 1.1.

6 1.5.3 Sifat-Sifat Mekanis Lainnya Sifat-sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut: Modulus Elastisitas Modulus Geser : E = MPa : G = MPa Angka Poisson : μ = 0,3 Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10-6 / 0 C II Jenis-Jenis Baja Struktural yang Umum Digunakan Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur. Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik. Adapun jenis-jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja giling (rolled steel shapes) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin (cold formed steel shapes) Profil Baja Giling (Rolled Steel Shapes) Baja struktural dapat dibuat dalam berbagai ukuran dan bentuk tanpa merubah sifat-sifat fisisnya. Profil baja giling dibentuk dengan cara blok-blok baja yang panas diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Profil baja giling ini mengandung tegangan residu (residual stress) yaitu tegangan yang timbul sebagai akibat proses pendinginan baja. Jadi, sebelum batang dibebani sudah ada residual stress yang berasal dari pabrik. Bentuk tipikal dari profil baja giling dapat ditunjukkan pada gambar 3.1.

7 (a) Profil sayap lebar (b) Balok standar Amerika (c) Profil kanal (d) Profil siku (e) Profil T (f) HSS bulat (g) HSS Persegi (h) Penampang bulat dan segiempat (i) Pelat Gambar 2.1 Profil baja giling Profil Baja yang Dibentuk Dalam Keadaan Dingin Selain profil baja giling, ada juga penampang baja yang dibentuk dari baja lembaran tipis yang dinamakan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin (cold formed steel shapes). Profil semacam ini dibentuk dari pelatpelat yang sudah jadi menjadi profil baja dalam temperatur atmosfir (dalam keadaan dingin). Bentuk tipikal profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin dapat ditunjukkan pada gambar 3.2. (a) Kanal C (b) Profil Z (c) Kanal ganda berbentuk I (d) Profil Siku (e) Penampang topi Gambar 2.2 Profil yang dibentuk dalam keadaan dingin

8 II Hubungan Antara Tegangan dan Regangan pada Konstruksi Baja Dalam peraturan AISC 2005, perhitungan rumus kekuatan nominal (R N ) menggunakan tegangan leleh (fy) maupun tegangan ultimate (fu), pemilihan tegangan baik itu fu maupun fy didasarkan atas kemampuan struktur mempertahankan stabilitasnya setelah beban maximum diberikan. Oleh sebab itu sebaiknya terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang pengertian tegangan ultimate dan tegangan luluh berdasarkan grafik hubungan tegangan-regangan sebagai berikut: F Gambar 2.3 Grafik hubungan tegangan-regangan Grafik diatas menunjukkan hasil pengukuran hubungan teganganregangan dalam percobaan tarik baja. Tipikal grafik seperti diatas hanya dapat dijumpai pada percobaan tarik baja lunak (mild). Benda uji baja diberikan beban tarik sehingga tegangan baja meningkat dari titik O sampai ke titik A. Ordinat titik A disebut tegangan proposional (f p ). Hubungan tegangan-regangan dari titik awal sampai ke titik A masih linear. Daerah antara titik O dan A disebut juga daerah elastis yang artinya jika suatu bahan baja mengalami tegangan tidak melewati titik A dan

9 apabila beban dilepaskan, maka baja masih dapat kembali ke bentuk atau panjang semula. Ketika beban diperbesar sehingga tegangan baja sampai ke titik B, maka hubungan tegangan-regangan tidak linear lagi. Titik B merupakan titik leleh (fy) dari baja yang ditandai dengan tegangan yang relatif tidak naik dan regangan yang meningkat. Daerah antara titik A ke C merupakan daerah plastis, dimana jika suatu batang baja mengalami tegangan sampai melewati titik A (masuk ke daerah A-C) dan beban dilepaskan, maka baja tidak akan kembali ke panjang semula. Dengan demikian terdapat regangan residu yang disebabkan karena inelastis dari bahan tersebut. Apabila beban diperbesar lagi maka yang terjadi adalah regangan akan terus meningkat tanpa disertai tegangan sampai ke titik C, yang disebut titik pengerasan regangan. Pada titik C, terdapat kenaikan tegangan yang disebabkan karena regangan bahan sudah hampir mencapai maximum. Bahan masih mampu menahan tegangan tambahan sampai ke titik D yang disebut tegangan ultimate (fu). Daerah antara titik C ke D merupakan daerah strain hardening yang ditandai dengan peningkatan tegangan dan regangan setelah melewati batas plastis. Jika beban ditambah sampai tegangan baja melewati tegangan ultimate, maka baja akan mengalami kegagalan putus leleh yang ditandai dengan penurunan tegangan dan regangan yang terus bertambah sampai benda uji putus.

10 F Gambar 2.4 Grafik hubungan tegangan-regangan yang telah dinormalisasi Grafik gambar 2.3 dapat dinormalisasi menjadi seperti pada gambar 2.4. Tegangan leleh berada pada titik A dan daerah antara titik O dan titik A adalah daerah elastis sedangkan daerah antara titik A dan B adalah daerah plastis. II Metode ASD (Allowable Stress Design) Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan metode yang paing konvensional yang digunakan dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis (service load) sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material (bahan). Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu bahan pada saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (fy). Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan

11 leleh (fy) maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin maksimum yang boleh terjadi. f f n Ω f u f u dimana: f u = Tegangan yang dibutuhkan (MPa) Ω = Faktor resistensi / tahanan R n = Tegangan nominal bahan (MPa) Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5; sehingga boleh dipastikan bahwa kekuatan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 2/3 fu yang berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan dengan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional. II Metode LRFD (Load Resistance Factor Design) LRFD (Load Resistance Factor Design) adalah suatu metode perencanaan yang sekarang ini digunakan dalam peraturan konstruksi baja Amerika yang bernama AISC-LRFD. Peraturan kita yakni SNI, yang sebelumnya menggunakan desain tegangan ijin seperti pada metode ASD terlihat memperbaharui metodenya dengan mengacu kepada AISC-LRFD. Metode LRFD lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti yang kita ketahui bahwa suatu bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan terjadi melebihi tegangan leleh (fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila regangan yang terjadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh (fu) yang lebih sering disebut tegangan ultimate.

12 Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD pada umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate (fu) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan menggunakan fu, ada juga yang masih menggunakan fy, terutama pada perhitungan kekuatan dimana deformasi yang besar akan mengakibatkan ketidakstabilan konstruksi. Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal (kekuatan yang dapat ditahan bahan) akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun pabrik. f φ u f n dimana: fu = Tegangan yang dibutuhkan (MPa) Ø = Faktor resistensi / tahanan f n = Kekuatan nominal bahan (MPa) Besaran faktor resistansi berbeda-beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau, misalnya: untuk kekuatan tarik digunakan faktor 0,9 dan untuk kekuatan geser digunakan 0,75 dan lain sebagainya. Penentuan besaran faktor resistansi didapatkan dengan cara statistik baik yang didapatkan dari percobaan laboratorium maupun kejadian di lapangan. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang didapatkan dengan metode LRFD akan lebih tinggi daripada yang dihasilkan dengan metode ASD.

13 II Hubungan Metode ASD dan LRFD Dalam buku peraturan AISC 2005 kedua metode menggunakan rumus yang sama namun faktor yang diberikan berbeda. Safety factor (faktor keamanan) untuk metode ASD diberi lambang Ω sedangkan Resistance factor (faktor resistansi) untuk metode LRFD diberi lambang Ø. Kesimpulan dapat ditarik dari peraturan AISC 2005 bahwa hubungan antara Ω dan Ø adalah sebagai berikut: 1 = Ω 2 φ 3 Dari hubungan diatas, terlihat bahwa perhitungan kekuatan nominal dengan metode ASD menggunakan tegangan yang lebih kecil, yaitu: berkisar 2/3 dari tegangan yang digunakan pada metode LRFD. Kekuatan nominal adalah kekuatan yang dimiliki bahan. Akibat dari penggunaan tegangan yang lebih kecil maka pada umumnya kekuatan nominal yang dihitung dengan metode ASD akan lebih kecil dibandingkan dengan metode LRFD. Hubungan ini dapat didefinisikan sebagai berikut: P a = φ A f y (LRFD) P b = A f Ω karena 1/Ω = 2/3 Ø, maka: y (ASD) P b = 2/3 A f y P b = 2/3 P a dimana: P a = kekuatan yang didapatkan dengan metode LRFD. (N) P b = kekuatan yang didapatkan dengan metode ASD (N) fy = tegangan leleh baja. (MPa) A = luas penampang (mm 2 )

14 Apabila hubungan diatas kita lihat dari sudut pandang tegangan yang terjadi (f) maka: f f f f f f a b a b b = P A y P = A = φ f f f f y = Ω = 2 φ f 3 = 2 f 3 y a b atau atau φ f b a dimana: f a = tegangan terjadi yang didapatkan dengan metode LRFD. (MPa) f b = tegangan terjadi yang didapatkan dengan metode ASD. (MPa) = tegangan izin (MPa) P = gaya aksial yang diberikan. (N) A = luas penampang nominal. (mm 2 ) f y Ω y P A P A (LRFD) (ASD) II. 2 KOMPONEN STRUKTUR YANG MENGALAMI GAYA TARIK AKSIAL II Kuat Tarik Rencana Komponen struktur yang memikul gaya aksial terfaktor Nu harus memenuhi: N u Ø N n dengan Ø N n adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga Ø dan N n di bawah ini: Ø = 0,9 N n = A g f y

15 Dan Ø = 0,75 N n = A e f u Keterangan: A g adalah luas penampang bruto, mm 2 A e adalah luas penampang efektif, mm 2 f y adalah tegangan leleh, MPa / (kg/cm 2 ) f u adalah tegangan tarik putus, MPa / (kg/cm 2 ) II Komponen Struktur Tarik Batang tarik dapat terbuat dari profil bulat ( 0 ), pelat ( ), siku ( ), dobel siku ( ), siku bintang ( ), kanal tunggal/dobel ( [ / ][ ), dan lain-lain. Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: (d) Leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan (las). (e) Fraktur pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut di hubungan (las). (f) Keruntuhan blok geser (Shear Block) pada lubang-lubang baut di hubungan (las). Adapun kriteria kelangsingan komponen struktur tarik, λ = L/r, dibatasi sebesar 240 untuk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. Ketentuan tersebut berlaku untuk struktur bulat.

16 II Luas Penampang Efektif ( Effective Area) Luas penampang efektif komponen struktur yang mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut: A e = AU Keterangan : A adalah luas penampang, mm2 U adalah faktor reduksi dikenal juga dengan nama Shear Lag Factor Dimana : x adalah eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang disambung dengan bidang sambungan, mm l adalah panjang sambungan dalam arah gaya tarik, yaitu jarak antara dua baut yang terjauh pada suatu sambungan atau panjang las dalam arah gaya tarik, mm. II. 3 SAMBUNGAN BAJA II Klasifikasi Sambungan Sambungan Kaku Pada sambungan kaku, sambungan dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-komponen struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur.

17 Gambar 2.5 Sambungan kaku Sambungan Semi Kaku Sambungan semi kaku tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-komponen struktur yang disambung, namun harus dianggap memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut-sudut tersebut. Perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental. Gambar 2.6 Sambungan semi kaku

18 3.1.3 Sambungan Sendi Sambungan sendi dianggap tidak ada momen pada kedua ujung yang disambung. Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus bisa memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya. Gambar 2.7 Sambungan sendi II Jenis alat penyambung Baut (Bolt) Baut merupakan elemen penyambung yang paling vital untuk diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut merupakan alat sambung yang paling sering dan umum digunakan. Ada dua jenis utama baut kekuatan (mutu) tinggi yang ditunjukkan oleh ASTM sebagai A325 dan A490.

19 Sifat bahan dari baut ini diringkas dalam tabel 2.2. Baut jenis ini memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan dengan mur segi enam yang setengah halus (semi finished), bagian berulirnya lebih pendek dari baut non struktural dan dapat dipotong atau digiling (rolled). Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas dengan kekuatan leleh sekitar 81 sampai 92 ksi (558 sampai 634 Mpa) yang tergantung pada diameternya. Baut A490 juga diberi perlakuan panas tetapi terbuat dari baja paduan (alloy) dengan kekuatan leleh sekitar 115 sampai 130 ksi (793 sampai 896 Mpa) yang tergantung juga pada diameternya. Baut A490 terkadang digunakan bila diameter yang diperlukan berkisar antara 1 ½ sampai 3 inchi dan juga untuk baut angkur serta batang bulat berulir. Tabel 2.2 Sifat-sifat baja Identifikasi ANSI / ASTM A307 4), baja karbon rendah Mutu A dan B A325 5), baja berkekuatan tinggi Tipe 1, 2 dan 3 Tipe 1, 2 dan 3 Diameter Inchi (mm) ¼ s/d 4 (6,35 10,4) ½ s/d 1 (12,7 25,40) 1 1/8 s/d 1 ½ (28,6 38,1) Beban leleh 1) Beban leleh 1) Tarik Kekuatan Minimum Metode Metode Pengukuran Kekuatan Ksi Panjang 2) Leleh 3) (MPa) Ksi Ksi (MPa) (MPa) (585) 74 (510) 92 (635) 81 (560) 120 (825) 105 (725)

20 A449 6), baja berkekuatan ¼ s/d tinggi (6,35 25,4) (585) (635) (825) (catatan: pemakaiannya 1 1/8 s/d 1 ½ dibatasi oleh AISC hanya (28,6 38,1) (510) (560) (725) untuk baut yang lebih besar 1 ¾ s/d dari 1 ½ inchi sea untuk (6,35 76,2) (380) (400) (620) batang berulir dan baut angkur) A449 6), baja paduan yang ½ s/d 1 ½ diberi perlakuan panas (12,7 38,1) (825) (895) (1035) Sumber: Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid I, Edisi ke-3, Penerbit Erlangga ) Beban leleh (prof load) dan beban tarik sesungguhnya yang diperoleh dengan mengalikan harga tegangan tertentu dan luas tegangan tarik As; As = 0,7584 [D (0,9743/n)] 2, dengan As = luas tegangan dalam inchi 2, D = diameter baut nominal dalam inchi dan n = jumlah ulir per inchi. 2) Perpanjangan 0,5 % akibat beban. 3) Nilai pada regangan tetap 0,2 %. 4) ANSI/ASTM A ) ANSI/ASTM A325 78a 6) ANSI/ASTM A449 78a 7) ANSI/ASTM A Baut kekuatan tinggi dikencangkan (tightened) untuk menimbulkan tegangan tarik yang ditetapkan pada baut sehingga terjadi gaya jepit (klem / clamping force ) pada sambungan. Oleh karena itu, pemindahan beban kerja yang sesungguhnya pada sambungan terjadi akibat adanya gaya gesekan (friksi) pada potongan yang disambung. Sambungan dengan baut kekuatan

21 tinggi dapat direncanakan sebagai tipe geser (friction type), bila daya tahan gelincir yang tinggi tidak dibutuhkan. Selain baut kekuatan tinggi, juga ada jenis baut lain yang digunakan sebagai alat penyambung. Adapun jenis baut yang dimaksud antara lain: a) Baut hitam Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun, baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah, karena banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan. Pemakaiannya terutama pada struktur yang ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan (platform), jalan haluan (catwalk), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga digunakan sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuataa tinggi, paku keeling atau las. Baut hitam (yang tidak dihaluskan) kadang-kadang disebut baut biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala dan murnya dapat berbentuk bujur sangkar. b) Baut sekrup (turned bolt) Baut yang secara praktis sudah ditinggalkan ini dibuat dengan mesin dari bahan berbentuk segi enam dengan toleransi yang lebih kecil (sekitar 1/50 inchi) bila dibandingkan baut biasa. Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor. Kadang-kadang baut ini bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan batang struktural yang posisinya harus akurat. Pada saat ini baut

22 sekrup jarang sekali digunakan pada sambungan struktural, karena baut dengan kekuatan mutu tinggi lebih baik dan lebih murah. c) Baut bersisip (ribbed bolt) Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersirip telah lama dipakai sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip, baut memotong tepi keliling lubang sehingga diperoleh cengkeraman yang relatif erat. Jenis baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu (bearing) dan pada sambungan yang mengalami tegangan berganti (bolakbalik). Variasi moderen dari baut bersirip adalah baut dengan tangkai bergigi (interference-body bolt) yang terbuat dari baja baut A325, sebagai pengganti sirip longitudinal. Baut ini memiliki gerigi keliling dan sirip sejajar tangkainya. Karena gerigi sekeliling tangkai memotong sirip sejajar, baut ini kadang-kadang disebut bersirip terputus (interrupted-rib). Baut kekuatan tinggi A325 dengan tangkai bergerigi yang sekarang juga sukar dimasukkan ke dalam lubang yang melalui sejumlah pelat, namun baut ini dapat digunakan bila hendak memperoleh baut yang bercengkeraman erat pada lubangnya. Selain itu pada saat pengencangan mur, kepala baut tidak perlu dipegang seperti pada umumnya dilakukan pada baut A325 biada yang polos.

23 Dari hasil penelitian oleh Hertwig dan Petermann menyatakan bila jumlah baut dalam satu baris maksimum 5 (lima) buah baut, maka perencanaan sambungan dengan asumsi setiap baut dapat menerima beban sama besar dapat diterima. Namun, jika dalam satu baris dipakai lebih dari 6 (enam) buah baut maka baut yang paling akhir, memikul 65 % beban yang diterima sambungan. Dari penyelidikan di laboratorium terhadap baut mutu tinggi diperoleh grafik hubungan tegangan baut terhadap perpanjangan batang baut, dapat dilihat pada gambar 2.17 di bawah ini. Baut yang digunakan adalah baut A325. Gambar 2. 8 Grafik Hubungan Tegangan vs Perpanjangan pengaruh panjang ulir di dalam elemen pelat

24 Gambar 2. 9 Grafik Hubungan Tegangan vs Perpanjangan pengaruh putaran kunci Gambar Hubungan Tegangan vs Perpanjangan A490 bolt & A325 bolt persamaan: Harga proof load (beban tarik awal) N 0 dapat dihitung dengan N 0 = 0.75 x σ e x A e Dimana : A e = luas efektif baut, yakni luas pada bagian yang berulir σ e = tegangan leleh baut

25 Adapun definisi harga proof load pada baut mutu tinggi adalah tegangan yang diberikan pada baut mutu tinggi pada waktu pemasangan baut. Untuk mendapatkan perencanaan yang efektif, hendaklah dipakai baut dengan kekuatan tarik minimum (tensile strength) 8000 kg/cm 2 dan faktor geser minimum 0,35 bila baut mutu tinggi pada pemasangan mengalami over strained, maka baut tersebut harus diganti dengan baut mutu tinggi yang baru. Untuk baut mutu tinggi tipe geser, kekuatan sebuah baut terhadap geser dihitung dengan persamaan: persamaan : N g = ( F/ Φ ) x n x N 0 Kekuatan sebuah baut terhadap gaya aksial tarik dihitung dengan Untuk beban statis : N t = 0,6 x N 0 Untuk beban bolak-balik : N t = 0,5 x N 0 Kekuatan terhadap kombinasi pembebanan tarik dan geser, maka : N g = ( F/ Φ ) x n x ( N 0 1,7 T ) Dimana : F = faktor geser permukaan Φ = faktor keamanan = 1,4 N 0 n T = pembebanan tarik awal (proof load) = jumlah bidang geser = gaya aksial tarik yang bekerja

26 Tabel 2.3 Harga faktor geser permukaan Keadaan permukaan F Bersih Digalvanis Dicat Berkarat, dengan karat lepas dihilangkan Disemprotkan pasir 0,35 0,16 0,26 0,07 0,10 0,45 0,70 0,40 0,70 Sumber: Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) 1983 Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah: Tegangan geser yang diizinkan : τ = 0,6 σ Tegangan tarik yang diizinkan : τ = 0,7 σ Tegangan tumpu yang diizinkan : Untuk S 1 2d, Untuk 1,5d S 1 2d, σ tu = 1,5 σ σ tu = 1,2 σ Untuk persamaan tegangan geser dan tegangan tarik menggunakan tegangan dasar bahan baut dan untuk persamaan tegangan tumpu menggunakan tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. Pada waktu pemasangan baut, ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur.

27 3.2.2 Las Proses pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang menghasilkan menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi. Energi pembangkit panas dapat dibedakan menurut sumbernya: listrik, kimiawi, optis, mekanis dan bahan semi konduktor. Panas digunakan untuk mencairkan logam dasar dan bahan pengisi agar terjadi aliran bahan (terjadi peleburan). Selain itu panas dipakai untuk menaikkan daktailitas (ductility) sehingga aliran plastis dapat terjadi meskipun jika bahan tidak mencair. Lebih jauh lagi pemanasan dapat membantu menghilangkan kotoran pada bahan. Proses pengelasan yang paling umum terutama untuk mengelas baja struktural memakai energi listrik sebagai sumber panas, yang paling banyak digunakan adalah busur listrik (nyala). Busur nyala adalah pancaran arus listrik yang relatif besar antara elektroda dan bahan dasar yang dialirkan melalui kolom gas ion hasil pemanasan, kolom gas ini disebut plasma. Pada pengelasan busur nyala, peleburan terjadi akibat aliran bahan yang melintasi busur dengan tanpa diberi tekanan. Beberapa proses pengelasan dipakai khusus untuk logam dengan ketebalan tertentu. Pembahasan dalam bagian ini ditekankan pada proses yang digunakan dalam pengelasan baja karbon dan baja paduan rendah untuk gedung dan jembatan. Pengelasan busur nyala merupakan kategori proses yang terutama dibahas, untuk profil baja ringan (light gage) pengelasan yang digunakan adalah tahanan listrik.

28 Kebanyakan baja konstruksi dalam spesifikasi ASTM dapat dilas tanpa prosedur khusus atau perlakuan khusus. Kemampuan dilas (weldability) dari baja adalah ukuran kemudahan menghasilkan sambungan struktural yang teguh tanpa retak. Beberapa baja struktural lebih sesuai dilas daripada yang lain. Prosedur pengelasan sebaiknya didasarkan pada kimiawi baja, bukan pada kandungan paduan maksimum yang ditetapkan. Karena kebanyakan hasil pabrik berada dibawah dalam batas ini, sedangkan baja yang berkekuatan lebih tinggi dapat melampaui analisa ideal yang ditunjukkan dalam tabel 2.4. Tabel 2.4 Analisa kimia ideal dari baja karbon untuk kemampuan dilas yang baik Unsur Batas Nominal (%) Persen yang memerlukan perlakuan khusus Karbon Mangan Silicon Sulfur fosfor 0,06 0,25 0,35 0,80 0,10 maks 0,035 maks 0,030 maks 0,350 1,400 0,300 0,050 0,040 Dalam pekerjaan konstruksi, ada empat tipe pengelasan yakni: Groove, fillet, slot dan plug seperti terlihat dalam Gambar 2.18 di bawah ini. Masing-masing tipe las memiliki kelebihannya sendiri yang menentukan rentang penggunaannya. Secara kasar keempat tipe terrsebut mewakili persentase konstruksi las berikut ini: las groove (las tumpul) 15 %, fillet (las sudut) 80 %, sisanya terbagi-bagi untuk slot, plug dan las-las khusus lainnya.

29 b. Las Groove a. Las Fillet d. Las Slot a). Las Groove Ujung-ujung harus berbentuk setengah lingkaran atau memiliki sudut-sudut yang dibundarkan dengan jari-jari tidak kurang dari ketebalan bagian pelat yang berisi slot Gambar Tipe-tipe las c. Las Plug Kegunaan umum las groove adalah untuk menghubungkan batangbatang struktur yang dipasangkan pada bidang yang sama. Karena las groove biasanya dimaksudkan untuk mentransmisikan beban penuh batang-batang yang dihubungkannya, las tersebut harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang-batang yang digabungkan. Las groove seperti ini disebut sebagai las groove dengan penetrasi sambungan yang lengkap. Bila sambungan didesain sedemikian rupa sehingga las groove tidak sepenuhnya menjangkau ketebalan bagian-bagian yang digabungkan, las demikian disebut sebagai las groove dengan penetrasi sambungan sebagian. Untuk ini berlaku persyaratan-persyaratan desain yang khusus. Ada banyak variasi las groove dan masing-masing diklasifikasikan menurut bentuknya yang khusus. Kebanyakan las groove membutuhkan

30 persiapan pinggiran yang khusus dan diberi nama menurut persiapannya. Gambar menunjukkan beberapa tipe las groove dan menunjukkan persiapan groove yang dibutuhkan. Pemilihan las groove yang tepat tergantung pada proses pengelasan yang digunakan, biaya persiapan pinggiran dan biaya pembuatan las. las groove dapat juga digunakan pada sambungan T (gambar 2. 13). Gambar Tipe-tipe las Groove Gambar Penggunaan las Groove pada sambungan T b). Las Fillet las sudut (fillet weld) merupakan jenis las yang paling banyak digunakan, hal ini dikarenakan las jenis ini adalah jenis las yang hemat, mudah dipabrikasi dan adaptibilitasnya baik. Dalam gambar 2.14 diperlihatkan beberapa kegunaan las fillet. Pada umumnya jenis las ini kurang membutuhkan presisi pada pengepasannya karena masing-masing bagian itu cukup ditumpang-tindihkan.

31 Sedangkan las groove membutuhkan pengepasan yang teliti dengan celah alur bukaan tertentu (bukaan akar) di antara bagian-bagiannya. Las fillet secara khusus berguna bagi pengelasan di lapangan. Pengepasan kembali batang-batang ataupun pada sambungan-sambungan yang dipabrikasi dengan toleransi yang masih dapat diterima namun mungkin tidak dipasang pas seperti yang dikehendaki. Lagipula pinggiran bagianbagian yang disambungkan jarang membutuhkan persiapan khusus seperti pemotongan miring atau pengirisan tegak, karena kondisi pinggiran hasil pemotongan dengan api atau pengirisan pun sudah memadai. Sambungan T Konsol Pelat pemikul Balok Pelat Dasar Kolom Konsol balok Penampang Built Up Gambar 2.14 kegunaan tipikal las fillet c). Las Slot dan Plug las slot dan plug dapat digunakan secara eksklusif hanya dalam sambungan seperti gambar 2.15 atau dalam kombinasi dengan las fillet seperti gambar Kegunaan utama las slot dan plug adalah untuk mentransmisikan geser pada sembungan impit bila ukuran sambungan tersebut tidak cukup untuk las fillet atau las pinggir lainnya. Las slot dan plug berguna untuk mencegah agar bagian-bagian yang saling tumpang tindih tidak mengalami tekuk.

32 Ujung-ujungnya dilengkungkan menurut Gambar 2.15 Las slot dan las plug dengan kombinasi las fillet Untuk mendapatkan sambungan las yang memuaskan, diperlukan kombinasi dari banyak keterampilan individu yang dimulai dengan desain sebenarnya dari las tersebut dan diakhiri dengan operasi pengelasan. Panjang las netto tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8a sampai 10a dan tidak boleh lebih dari 40a (a= tebal las). Dapat ditulis dengan 40 mm (8-10a) Ln 40a. Panjang netto las dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Ln = Lbruto 3a. Dimana a = tebal las Gambar 2.16 Tebal las Untuk tebal las sudut tidak boleh kurang dari ½ t 2, dimana t adalah tebal terkecil pelat yang dilas.

33 Apabila gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α dengan bidang retak las (seperti gambar 2.17), tegangan miring yang diizinkan adalah: σ α = c.σ c = 1 / sin 2 α + 3. cos 2 α dimana: σ = tegangan dasar baja Gambar 2.16 Gaya P yang membentuk sudut α terhadap bidang retak las Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan: σ a = P / A dan tidak boleh lebih besar daripada tegangan miring yang diizinkan, dimana, P = gaya yang ditahan oleh las A = luas bidang retak las Tegangan idiil pada las dapat dihitung dengan: σ 1 = α τ 2 atau σ 1 = σ a / c dimana, σ = tegangan normal pada bidang retak las τ = tegangan geser pada bidang retak las Tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar yang ada. Dalam buku Peraturan Perencanaan Bangunan baja Indonesia (PPBBI) harga c untuk beberapa sudut α telah ditabelkan guna mempermudah perhitungan las.

34 Tabel 2.5 Harga c untuk beberapa α α c α c Untuk beberapa macam sambungan las, gaya P yang dapat dipikul oleh sambungan las tersebut adalah seperti gambar 2.17 dibawah ini

35 Gambar 2.16 Gaya P izin yang dapat dipikul beberapa jenis sambungan las II Perencanaan Sambungan Baja sebagai bahan bangunan, diproduksi di pabrik-pabrik peleburan dalam bentuk, ukuran dan panjang tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan. Tidak mungkin membangun suatu konstruksi baja secara monolit (dipabrikasi/dicetak), akan tetapi dibangun dari elemen-elemen yang disambung satu-persatu di lapangan. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan. Bervariasi mulai dari yang berkelakuan sebagai sendi sampai dengan kaku sempurna. Pada struktur batang istilah kekakuan (stfiffness) digunakan untuk faktor EI.

36 Suatu struktur bangunan dapat bersifat sendi, kaku (rigid), semi kaku (semi rigid). Tidak ada ukuran pasti yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat dari sambungan yang dimaksud. Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gayagaya yang bekerja pada sambungan. 2. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan. 3. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gayagaya yang bekerja padanya. II. 4 PERKEMBANGAN METODE ANALISA SAMBUNGAN BAJA Bangunan konstruksi yang menggunakan baja telah ada sejak dulu kala, akan tetapi perkembangan sistem struktur jenis ini selalu bertambah dan berubah seiring dengan semakin tingginya ilmu pengetahuan dan rumitnya pekerjaan konstruksi dalam hal desain dan faktor-faktor penentu keandalan sebuah bangunan. Penggunaan sistem rangka yang ringan merupakan jawaban yang paling tepat, karena yang digunakan adalah rangka yang terbuat dari besi (baja) dan kemudian baja memungkinkan bangunan menjadi lebih tinggi serta bukaan yang lebih basar dan banyak.

37 Perbaikan metode rancangan baja memungkinkan bangunan tumbuh terus keatas. Akan tetapi dengan bertambahnya tinggi bangunan, gaya angin dan gaya gempa menjadi pertimbangan rancangan yang penting. Struktur baja seringkali disambung dengan alat penyambung baja standar seperti las dan baut. Sambungan pada komponen baja memiliki pengaruh yang sangat besar dalam keandalan kinerja komponen. Sambungan juga dapat melemahkan kinerja komponen dan perhitungan dari pengaruh tersebut dinamakan efisiensi sambungan (joint efficiency). Efek dari efisiensi sambungan ini dipengaruhi oleh: - Daktailitas material. - Jarak antara alat penyambung penyambung (las atau baut). - Konsentrasi tegangan pada lubang. - Prosedur fabrikasi. - Kelambanan sesar (Shear Lag). Semua faktor diatas member kontribusi untuk mengurangi keefektifan sambungan namun kelambanan sesar (Shear Lag) adalah faktor yang paling penting dan berpengaruh. Banyak fenomena menarik yang terjadi dengan adanya pengaruh faktor reduksi atau faktor kelambanan sesar (Shear Lag factor) yang disimbolkan U pada sambungan komponen struktur baja. Baik peraturan AISC 2005 maupun peraturan SNI yang digunakan di Indonesia mengenai penggunaan faktor reduksi ini tidak terdapat banyak penjelasan dan di dalam ketentuan langsung diberikan nilai-nilai asumsi yang bisa digunakan

38 dalam perhitungan. Seperti pada SNI poin 10.2, dan tertulis bahwa: untuk gaya tarik yang disalurkan oleh baut Untuk kasus gaya tarik yang disalurkan oleh las l 2w U = 1,0 2w l 1,5w U = 0,87 1,5w l w U = 0,75 Keterangan : l adalah panjang pengelasan, mm. w adalah lebar pelat (jarak antar sumbu pengelasan), mm. Nilai-nilai U tersebut tidak disertai penjelasan yang rinci mengenai dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan mengapa besaran tersebut yang digunakan dan hal ini dipertegas pada poin mengenai komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial tertulis Nilai U dapat diambil lebih besar bila dapat dibuktikan melalui pengujian atau ketentuan lain yang dapat diterima. Hal ini menandakan bahwa masih terdapat banyak kemungkinan kajian yang dapat dilakukan untuk menentukan angka atau nilai faktor reduksi U yang lebih konservatif dan dapat diperhitungkan kemungkinan nilai yang lebih kecil dari ketentuan ataupun lebih besar. Hal inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam tugas akhir ini.

BAB II TEORI DASAR. seorang perencana / desainer harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang :

BAB II TEORI DASAR. seorang perencana / desainer harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang : BAB II TEORI DASAR II.1. Pengenalan Desain Struktur Baja A. Desain Konstruksi Desain Konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik / keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) untuk

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

harus memberikan keamanan dan menyediakan cadangan kekuatan yang kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban (overload) atau kekurangan

harus memberikan keamanan dan menyediakan cadangan kekuatan yang kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban (overload) atau kekurangan BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Batang-batang struktur baik kolom maupun balok harus memiliki kekuatan, kekakuan dan ketahanan yang cukup sehingga dapat berfungsi selama umur layanan struktur tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7.1 Umum Salah satu tahapan yang penting dalam perencanaan suatu struktur adalah pemilihan jenis material yang akan digunakan. Jenis-jenis material yang selama ini digunakan adalah

Lebih terperinci

P ndahuluan alat sambung

P ndahuluan alat sambung SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA Dr. IGL Bagus Eratodi Pendahuluan Konstruksi baja merupakan kesatuan dari batangbatang yang tersusun menjadi suatu struktur. Hubungan antar batang dalam struktur baja berupa sambungan.

Lebih terperinci

Komponen Struktur Tarik

Komponen Struktur Tarik Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Komponen Struktur Tarik Pertemuan 2, 3 Sub Pokok Bahasan : Kegagalan Leleh Kegagalan Fraktur Kegagalan Geser Blok Desain Batang Tarik

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

Sambungan diperlukan jika

Sambungan diperlukan jika SAMBUNGAN Batang Struktur Baja Sambungan diperlukan jika a. Batang standar kurang panjang b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen yang lain c. Sambungan truss d. Sambungan sebagai sendi e.

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel dan Cold Formed Steel/ Baja Ringan. 1. Hot Rolled Steel/

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Batang Tarik Pertemuan - 2 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax: Kuliah ke-6 Bar (Batang) digunakan pada struktur rangka atap, struktur jembatan rangka, struktur jembatan gantung, pengikat gording dn pengantung balkon. Pemanfaatan batang juga dikembangkan untuk sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konstruksi Baja merupakan suatu alternatif yang menguntungkan dalam pembangunan gedung dan struktur yang lainnya baik dalam skala kecil maupun besar. Hal ini

Lebih terperinci

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection)

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection) Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection) Mata Kuliah : Struktur Baja Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Pendahuluan Dalam konstruksi baja, setiap bagian elemen dari strukturnya dihubungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan kolom, baik yang terbuat dari baja, beton atau kayu. Pada tempat-tempat tertentu elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Sambungan Sambungan-sambungan pada konstruksi baja hampir tidak mungkin dihindari akibat terbatasnya panjang dan bentuk dari propil propil baja yang diproduksi. Sambungan bisa

Lebih terperinci

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Pertemuan - 1 Sub Pokok Bahasan : Perilaku Mekanis Baja Pengantar LRFD Untuk

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA Roland Martin S 1*)., Lilya Susanti 2), Erlangga Adang Perkasa 3) 1,2) Dosen,

Lebih terperinci

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member)

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member) STRUKTUR BAJA 1 MODUL 3 S e s i 1 Batang Tarik (Tension Member) Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 1. Elemen Batang Tarik.. 2. Kekuatan Tarik Nominal Metode LRFD. Kondisi Leleh. Kondisi fraktur/putus.

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University 3 BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1 4 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University Batang tarik 1 Contoh batang tarik 2 Kekuatan nominal 3 Luas bersih 4 Pengaruh lubang terhadap

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Struktur Baja 1. Batang Tarik #1

MODUL PERKULIAHAN. Struktur Baja 1. Batang Tarik #1 MODUL PERKULIAHAN Struktur Baja 1 Batang Tarik #1 Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Program Studi Teknik Sipil Tatap Kode MK Disusun Oleh Muka 03 MK11052 Abstract Modul ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN USTAKA 2.1 Teori Baja Secara Umum Suatu struktur baja yang terdiri dari kumpulan batang batang yang membutuhkan adanya sambungan sambungan untuk mengikat satu batang dengan batang lainnya,

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Baut.

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Baut. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Sambungan Baut Pertemuan 6, 7 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tekan sebelum terjadi kegagalan (Bowles, 1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tekan sebelum terjadi kegagalan (Bowles, 1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang penting. Sifat-sifatnya yang terutama adalah kekuatannya yang tinggi dan sifat keliatannya. Keliatan (ductility) adalah kemampuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni. III. BATANG TARIK A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni. Gaya aksial tarik murni terjadi apabila gaya tarik yang bekerja tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat monolit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang

BAB I PENDAHULUAN. bersifat monolit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok, kolom pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu, maupun beton,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM BAB II DASAR TEORI 2.1 Sifat Baja Struktural Pengenalan baja struktural sebagai bahan bangunan utama pada tahun 1960, baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM (American

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: BAB VIII SAMBUNGAN MOMEN DENGAN PAKU KELING/ BAUT Momen luar M diimbangi oleh

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan Tahap Sarjana pada

Lebih terperinci

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM Fikry Hamdi Harahap NRP : 0121040 Pembimbing : Ir. Ginardy Husada.,MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil C Baja adalah salah satu alternatif bahan dalam dunia konstruksi. Baja digunakan sebagai bahan konstruksi karena memiliki kekuatan dan keliatan yang tinggi. Keliatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Baja : TSP 306 : 3 SKS Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Pertemuan - 1 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Sambungan Baut Pertemuan - 12 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1 STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1 GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc. PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS JEMBER 2015 MODUL 3 STRUKTUR BATANG TARIK PROFIL PENAMPANG BATANG TARIK BATANG TARIK PADA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Setrata I (S-1) Disusun oleh : NAMA : WAHYUDIN NIM : 41111110031

Lebih terperinci

ELEMEN STRUKTUR TARIK

ELEMEN STRUKTUR TARIK ELEMEN STRUKTUR TARIK Desain kekuatan elemen struktur tarik merupakan salah satu masalah sederhana yang dijumpai oleh perencana struktural. Meskipun demikian perencana perlu berhati hati, karena telah

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka (framed structure), di mana elemen elemennya kemungkinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka (framed structure), di mana elemen elemennya kemungkinan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Baja Struktur dapat dibagi menjadi tiga kategori umum : (a) struktur rangka (framed structure), di mana elemen elemennya kemungkinan terdiri dari batang batang tarik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. menara air rangka baja. Struktur baja bisa dibagi atas tiga kategori umum :

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. menara air rangka baja. Struktur baja bisa dibagi atas tiga kategori umum : BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Umum Baja merupakan sauatu bahan konstruksi yang lazim digunakan dalam struktur bangunan sipil. Karena kekuatan yang tinggi dan ketahanan terhadap gaya luar yang besar maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti BAB I PENDAHULUAN I. Umum Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok, kolom pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu maupun beton, pada tempat-tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang konstruksi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan prasarana yang diperlukan dalam mempertahankan dan mengembangkan peradaban manusia. Di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan untuk berdeformasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BAL KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI Jusak Jan Sampakang R. E. Pandaleke, J. D. Pangouw, L. K. Khosama Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Diagram Alir Mulai Data Eksisting Struktur Atas As Built Drawing Studi Literatur Penentuan Beban Rencana Perencanaan Gording Preliminary Desain & Penentuan Pembebanan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR...... ii UCAPAN TERIMA KASIH......... iii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL...... v DAFTAR GAMBAR...... vi ABSTRAK...... vii BAB 1PENDAHULUAN... 9 1.1.Umum...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang sangat besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia konstruksi di Indonesia semakin berkembang dengan pesat. Seiring dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau bahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Struktur baja bisa dibagi atas tiga kategori umum : b. Struktur gantung (suspension), yang sistem pendukung utamanya

BAB II LANDASAN TEORI. Struktur baja bisa dibagi atas tiga kategori umum : b. Struktur gantung (suspension), yang sistem pendukung utamanya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Struktur baja bisa dibagi atas tiga kategori umum : a. Struktur rangka (framed structure), yang elemennya bisa terdiri dari batang tarik, kolom, balok dan batang yang mengalami

Lebih terperinci

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution STRUKTUR BAJA 1 MODUL 4 S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 1. Elemen Batang Tekan... Tekuk Elastis EULER. 3. Panjang Tekuk. 4. Batas Kelangsingan Batang

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2 Perencanaan Material Baja Perlu ditetapkan kriteria untuk menilai tercapai atau tidaknya penyelesaian optimum Biaya minimum Berat minimum Bahan minimum Waktu konstruksi

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gempa di Indonesia Tahun 2004, tercatat tiga gempa besar di Indonesia yaitu di kepulauan Alor (11 Nov. skala 7.5), gempa Papua (26 Nov., skala 7.1) dan gempa Aceh (26 Des.,skala

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan I.1 Tegangan dan Regangan Normal 1. Tegangan Normal Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG STUDI KONFIGURASI LAS SUDUT PADA STRUKTUR BAJA YANG MEMIKUL MOMEN SEBIDANG BERDASARKAN SPESIFIKASI SNI 03 1729 2002 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG Elfrida Evalina NRP

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT Azhari 1, dan Alfian 2, 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau azhari@unri.ac.id ABSTRAK Batang-batang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA II.1. Material baja Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga memiliki iki sifat elastis dan daktilitas yang cukup tinggi gi sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga memiliki iki sifat elastis dan daktilitas yang cukup tinggi gi sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan elemen penting di dalam a dunia konstruksi saat ini. Baja memiliki kekuatan yang tinggi sehingga dapat megurangi ukuran struktur. Baja juga memiliki iki

Lebih terperinci

ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA

ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Las Pertemuan - 14

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Las Pertemuan - 14 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Sambungan Las Pertemuan - 14 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc PERENCANAAN SAMBUNGAN KAKU BALOK KOLOM TIPE END PLATE MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03 1729 2002) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Henny Uliani NRP : 0021044 Pembimbing

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR REDUKSI U (SHEAR LAG FACTOR) PADA KOMPONEN STRUKTUR YANG MEMIKUL GAYA AKSIAL (Studi Literatur) RANGGA PUTRA ANGKOLA SIAGIAN

KAJIAN FAKTOR REDUKSI U (SHEAR LAG FACTOR) PADA KOMPONEN STRUKTUR YANG MEMIKUL GAYA AKSIAL (Studi Literatur) RANGGA PUTRA ANGKOLA SIAGIAN KAJIAN FAKTOR REDUKSI U (SHEAR LAG FACTOR) PADA KOMPONEN STRUKTUR YANG MEMIKUL GAYA AKSIAL (Studi Literatur) TUGAS AKHIR RANGGA PUTRA ANGKOLA SIAGIAN 040404048 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan telah mempermudah manusia untuk melakukan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan telah mempermudah manusia untuk melakukan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Umum dan Latar Belakang Perkembangan teknologi perancangan konstruksi gedung sudah semakin berkembang dan telah mempermudah manusia untuk melakukan pekerjaan analisis struktural yang

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk satu kesatuan dengan menggunakan berbagai macam teknik penyambungan. Sambungan pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil. yang mutlak harus dipenuhi seperti aspek ekonomi dan kemudahan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil. yang mutlak harus dipenuhi seperti aspek ekonomi dan kemudahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil dituntut untuk menjadi lebih berkualitas disegala aspek selain aspek kekuatan yang mutlak harus dipenuhi seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS 3.1 Ketersediaan Data Data-data yang digunakan dalam pembuatan dan penyusunan Tugas Akhir secara garis besar dapat di klasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu data primer dan data

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR REDUKSI U (SHEAR LAG FACTOR) PADA KOMPONEN STRUKTUR YANG MEMIKUL GAYA AKSIAL (STUDI LITERATUR) RANGGA PUTRA ANGKOLA SIAGIAN

KAJIAN FAKTOR REDUKSI U (SHEAR LAG FACTOR) PADA KOMPONEN STRUKTUR YANG MEMIKUL GAYA AKSIAL (STUDI LITERATUR) RANGGA PUTRA ANGKOLA SIAGIAN KAJIAN FAKTOR REDUKSI U (SHEAR LAG FACTOR) PADA KOMPONEN STRUKTUR YANG MEMIKUL GAYA AKSIAL (STUDI LITERATUR) RANGGA PUTRA ANGKOLA SIAGIAN KAJIAN FAKTOR REDUKSI U (SHEAR LAG FACTOR) PADA KOMPONEN STRUKTUR

Lebih terperinci

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok A. Struktur Balok 1. Balok Konstruksi Baja Batang lentur didefinisikan sebagai batang struktur yang menahan baban transversal atau beban yang tegak lurus sumbu batang. Batang lentur pada struktur yang

Lebih terperinci

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK Fx. Nurwadji Wibowo ABSTRAKSI Ereksi beton pracetak memerlukan alat berat. Guna mengurangi beratnya perlu dibagi menjadi beberapa komponen, tetapi memerlukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan MULAI Skematik struktur 1. Penentuan spesifikasi material Input : 1. Beban Mati 2. Beban Hidup 3. Beban Angin 4. Beban

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perancangan struktur suatu bangunan gedung didasarkan pada besarnya kemampuan gedung menahan beban-beban yang bekerja padanya. Disamping itu juga harus memenuhi

Lebih terperinci

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution STRUKTUR BAJA II MODUL 6 S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 10. Penghubung Geser (Shear Connector). Contoh Soal. Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa mengetahui, memahami

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja

BAB 1 PENDAHULUAN. perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada tahap awal perencanaan suatu struktur baja biasanya dengan perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja tersebut.

Lebih terperinci

SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA

SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA MODUL 1 1 SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA 1. Sifat Mekanik Material Baja Secara Umum Adanya beban pada elemen struktur selalu menyebabkan terjadinya perubahan dimensional pada elemen struktur tersebut. Struktur

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAUZAN AZIMA LUBIS 050404041

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batang tekan merupakan batang yang mengalami tegangan tekan aksial. Dengan berbagai macam sebutan, tiang, tonggak dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci