BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF Sri Rezki Artini ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Cuplikan data kegempaan wilayah Sumatera bagian utara tahun 2011 (BMKG, 2015)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Datum dan Ellipsoida Referensi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6

ANALISIS KECEPATAN PERGERAKAN STATION GNSS CORS UDIP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

ANALISA PENENTUAN POSISI JARING KONTROL HORIZONTAL NASIONAL ORDO 1 DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Oleh : Eko Purnama, H. Rorim Panday, Joni Efendi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

OPTIMASI JARING PADA PENGUKURAN ORDE-3 MENGGUNAKAN PERATAAN PARAMETER

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

TUGAS 1 ASISTENSI GEODESI SATELIT. Sistem Koordinat CIS dan CTS

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

I.3. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian :

BAB I PENDAHULUAN I-1

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

Perbandingan Hasil Pengolahan Data GPS Menggunakan Hitung Perataan Secara Simultan dan Secara Bertahap

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KALMAN FILTER DISKRIT. Kalman Filter adalah rangkaian teknik perhitungan matematika (algoritma)

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

ANALISIS PERBANDINGAN PARAMETER TRANSFORMASI ANTAR ITRF HASIL HITUNGAN KUADRAT TERKECIL MODEL HELMERT 14-PARAMETER DENGAN PARAMETER STANDAR IERS

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Cakupan

Analisis Vektor Pergeseran Postseismic Stasiun GPS SuGAr Akibat Gempa Mentawai 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisa Kecepatan Pergeseran di Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan Menggunakan GPS- CORS Tahun

Jurnal Geodesi Undip April 2016

BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di Indonesia

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepulauan Sangihe merupakan pulau yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu Philippine sea plate, Carolin plate dan Pacific plate. Pertemuan tiga lempeng ini yang menyebabkan kondisi tektoniknya menjadi sangat kompleks (Sompotan 2012). Wilayah dengan geodinamika aktif, riskan terhadap berbagai bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, pergerakan tanah, penurunan tanah (Abidin 2008). Zona batas lempeng dapat dilihat pada Gambar I.1. Gambar I.1. Zona batas lempeng (Hall and Smyth 2008) Mitigasi bencana merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko dari bencana alam. Dalam konteks mitigasi bencana alam, pemahaman yang baik tentang dinamika bumi di wilayah Kepulauan Sangihe sangatlah penting. Sudah banyak metode geodetik yang diterapkan dalam studi dinamika bumi di wilayah Indonesia,

2 diantaranya dengan metode survei GPS (Abidin 2008). Pada prinsipnya studi geodinamika dengan survei GPS adalah mempelajari karakteristik perbedaan koordinat dari titik-titik pantau dari waktu ke waktu (Abidin 1998). Dalam studi geodinamika dengan survei GPS diperlukan koordinat dengan ketelitian optimal untuk mendapatkan kualitas studi yang baik (Abidin 1999). Dalam pendefinisian titik pantau, pemilihan jaring GPS dengan strength of figure yang baik dan memenuhi kriteria kehandalan diperlukan untuk mendapatkan ketelitian posisi titik yang optimal sebagai langkah awal studi pemantauan geodinamika (Lestari dan Yulaikhah 2013). Jaring GPS diolah dengan perangkat lunak ilmiah GAMIT/GLOBK yang dalam pengolahannya diikatkan ke stasiun aktif IGS (International GNSS Services). Stasiun aktif IGS yang beroperasi terus menerus memudahkan dalam perolehan data yang dapat diunduh melalui jaringan internet. Dalam pengolahan diperlukan pemilihan stasiun IGS yang digunakan sebagai titik ikat dengan memperhatikan kualitas data, ketersediaan data, dan konfigurasi jaringan yang terbentuk dari stasiun IGS tersebut. Konfigurasi jaring dengan persebaran titik IGS yang merata dapat memberikan ketelitian posisi yang optimal pada titik pantau yang didefinisikan (Muliawan 2012). Selain itu titik-titik dalam jaring GPS harus didesain secara merata untuk menjaga konsistensi ketelitian titik-titik dalam jaringan (Ma ruf dan Rahman 2008). Berdasarkan hal tersebut penelitian ini membahas pengaruh geometri jaring (strength of figure) terhadap ketelitian koordinat dan kehandalan jaring titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe epoch 2014. Geometri jaring yang memberikan ketelitian koordinat optimal digunakan dalam pendefinisian koordinat titik pantau sebagai langkah awal studi pemantauan geodinamika Kepulauan Sangihe epoch 2014. I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian kondisi yang telah dijelaskan pada latar belakang, permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah belum diketahui pengaruh

3 geometri jaring IGS terhadap ketelitian koordinat titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe epoch 2014. Pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Berapa koordinat dan ketelitian titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe? 2. Bagaimana geometri jaring IGS yang memberikan ketelitian koordinat optimal? 3. Bagaimana kehandalan dalam dan kehandalan luar geometri jaring IGS yang memberikan ketelitian koordinat optimal? I.3. Pembatasan Masalah Agar permasalahan terjawab dan penelitian fokus maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Data primer yang digunakan adalah data hasil pengukuran GNSS dengan menggunakan receiver dual frequency. Data tersebut adalah SGH1, SGH2 dan SGH3 yang terletak di Desa Mohongsawang Kecamatan Kendahe, Kota Tahuna dan Desa Pulau Bebalang, Kecamatan Manganitu Selatan pada tanggal 19 sampai dengan 22 Agustus tahun 2014 (doy 231, 232, 233, dan 234). 2. Data sekunder yang digunakan adalah data stasiun IGS untuk masing-masing desain jaring pengolahan. 3. Pengolahan data GNSS dilakukan dengan perangkat lunak ilmiah GAMIT/GLOBK. 4. Perhitungan elips kesalahan absolut digunakan untuk mengetahui akurasi posisi 2D dari masing-masing koordinat titik pantau. 5. Nilai kehandalan dalam dan kehandalan luar dihitung untuk mengetahui geometri jaring yang memberikan ketelitian koordinat optimal. I.4. Tujuan Penelitian Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh geometri jaringan IGS terhadap ketelitian koordinat titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe. Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu:

4 1. Diperoleh nilai koordinat dan ketelitian masing-masing titik pantau geodinamika. 2. Diketahui geometri jaring IGS yang memberikan ketelitian koordinat optimal. 3. Diketahui kehandalan dalam dan kehandalan luar geometri jaring IGS yang memberikan ketelitian koordinat optimal. I.5. Manfaat Penelitian Berdasarkan output dari penelitian ini, diperoleh konfigurasi jaring IGS yang paling sesuai dalam pendefinisian koordinat titik pantau yang dijadikan acuan untuk studi geodinamika teliti. Selain itu, koordinat titik pantau digunakan untuk studi pemantauan geodinamika Kepulauan Sangihe berikutnya. I.6. Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelitian Yosafat (2009), penambahan tujuh stasiun IGS dapat meningkatkan ketelitian posisi dalam fraksi 1/10 mm dan hanya meningkat pada fraksi 1/100 mm pada penggunaan sembilan titik IGS. Pada komponen Y, ketelitian posisi semua titik meningkat dalam fraksi 1/10 mm saat titik ikat berjumlah empat dan meningkat pada fraksi 1/100 mm saat jumlah titik ikat menjadi sembilan. Muliawan (2012) telah mendefinisikan ulang stasiun aktif GMU1 pada tahun 2011 dengan menggunakan data pengamatan GNSS selama 29 hari yaitu pada bulan Mei dengan doy 121 sampai dengan doy 149. Pada penelitian tersebut disusun beberapa project yaitu GMU1a, GMU1b, GMU1c dan GMU1d. Setiap project memiliki konfigurasi yang berbeda satu sama lain yakni dalam hal distribusi titik IGS yang digunakan. Hasil penelitian menunjukan pada project GMU1a memiliki ketelitian paling tinggi karena konfigurasi pada project ini menggunakan 10 buah stasiun IGS yang terdistribusi secara merata di sekitar stasiun aktif GMU1 dan menggunakan ITRF 2008. Pada tahun 2012 pendefinisian GMU1 dilakukan ulang oleh Artini yaitu menggunakan data pengamatan GNSS selama tujuh hari yaitu tanggal 14 Juli 2012

5 sampai dengan tanggal 20 Juli 2012. Pendefinisian GMU1 dilakukan dengan pengikatan terhadap kombinasi titik ikat GPS global dan regional yang selanjutnya disebut project kombinasi. Pengolahan data tersebut menggunakan tujuh titik ikat stasiun global IGS yaitu DGAR, GUAM, IISC, KARR, KUNM, PIMO dan TOW2. Perbedaan koordinat pengolahan projct kombinasi dan poject global pada komponen sumbu X, Y dan Z mempunyai perbedaaan sampai fraksi sentimeter yaitu masingmasing sebesar 2,464 cm, 2,334 cm, dan 19,024 cm. Hasil uji-t koordinat kartesian 3D menunjukan bahwa secara statistik perbedaan koordinat pada komponen sumbu X, Y dan Z hasil pengolahan project kombinasi tidak ada perbedaaan secara signifikan dibandingkan dengan hasil pengolahan project global. Penelitian yang dilakukan Lestari dan Yulaikhah (2013) tentang optimasi jaring kontrol horisontal untuk studi geodinamika di patahan sungai Opak, konfigurasi jaring SGY dan OPK yang direncanakan telah memiliki ketelitian estimasi posisi titik-titik pada jaring di bawah fraksi 1 mm. Berdasarkan matriks varian kovarian parameter yang diperoleh menunjukkan bentuk jaring SGY dan OPK ini memiliki kekuatan geometri yang bagus. Pemilihan jaring GPS dengan strength of figure yang baik diperlukan untuk mendapatkan ketelitian posisi titik yang optimal sebagai langkah awal studi pemantauan geodinamika Perbedaan penelitian yang dilaksanakan dengan penelitian sebelumnya adalah data yang digunakan merupakan data pengukuran GNSS pada doy 231, 232, 233, dan 234 tahun 2014. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Pada penelitian ini dibuat lima desain pengolahan jaring dengan geometri jaringan IGS yang berbeda. Analisis hasil perhitungan berdasarkan nilai ketelitian koordinat dan nilai kehandalan dalam dan kehandalan luar jaring untuk mengetahui desain jaring yang optimal dalam pendefinisian titik pantau geodinamika Kabupaten Kepulauan Sangihe.

6 I.7. Landasan Teori I.7.1. Penentuan Posisi dengan GPS Metode relatif statik atau diferensial merupakan metode penentuan posisi dengan menggunakan minimum dua receiver GPS tipe geodetic dengan posisi titiktitik survey yang tidak bergerak (Abidin 2004). Data ukuran pengamatan yang digunakan dalam penentuan posisi secara relatif dapat berupa pseudorange maupun carrier beat phase. Carrier beat phase lebih dipilih untuk digunakan pada penentuan posisi teliti (Leick 2004). Penentuan posisi secara diferensial dapat memberikan ketelitian posisi yang relatif tinggi dengan fraksi sentimeter sampai dengan milimeter. Teknik yang digunakan pada penentuan posisi secara diferensial adalah teknik difference yaitu mengurangkan data pengamatan GPS untuk mengeliminasi dan mereduksi efek dari sebagian kesalahan dan bias yang terjadi pada saat melakukan pengamatan GPS sehingga data pengamatan hasil pengurangan tersebut menjadi relatif lebih teliti. Dalam pengolahan data pengamatan GPS dikenal beberapa teknik difference, yaitu single difference, double difference, dan triple difference (Abidin 1994). I.7.2. International Terrestrial Reference Frame (ITRF) International Terrestrial Reference Frame (ITRF) merupakan realisasi dari International Terestrial Reference System (ITRS). ITRS direalisasikan melalui koordinat dan keceptan pergeseran sejumlah titik stasiun pengamatan ekstra terestris di permukaan bumi (fiducial point) yang tergabung dalam jaringan ITRF (Fahrurrazi 2011). ITRS pada pada prinsipnya adalah Conventional Terrestrial System (CTS) yang didefinisikan, direalisasikan, dikelola dan dipantau oleh International Earth Orientation System (IERS). Witchayangkoon (2000) menyatakan bahwa terdapat beberapa produk yang dihasilkan oleh IERS selain ITRF yaitu realisasi dari International Celestial Reference System (ICRS) dan penentuan parameter orientasi bumi atau Earth Orientation Parameter (EOP) yang menghubungkan ITRS dan ICRS. ITRS direalisasikan dengan koordinat dan kecepatan dari sejumlah titik yang tersebar di seluruh permukaan bumi, dengan menggunakan metode-metode pengamatan Very Long Baseline Interferometry (VLBI), Lunar Laser Ranging (LLR), Global

7 Positiong System (GPS), Satellite Laser Ranging (SLR), dan DORIS. ITRF mempunyai origin di pusat massa bumi. Kerangka atau jaring titik hasil realisasi ini dinamakan ITRF. I.7.3. International GNSS Services (IGS) Pada tahun 1993 IGS didirikan oleh International Association of Geodesy (IAG). IGS mulai melakukan operasi formalnya pada tahun 1994. IGS beranggotakan organisasi dan badan multi nasional yang menyediakan data GPS, informasi orbit GPS, serta data dan informasi pendukung penelitian geodetik dan geofisik lainnya (IGS 2008). Data pengamatan stasiun IGS diolah dan dikelola oleh 16 Operational Data Centers, 5 Regional Data Centers dan 3 Global Data Centers. Data ini selanjutnya diolah oleh 7 Analysis Centers yang kemudian hasilnya disebarluaskan secara global melalui berbagai media, terutama internet. Data tersebut dapat diunduh dengan alamat http://igscb.jpl.nasa.gov yang dapat diunduh secara gratis. IGS juga menerbitkan spesifikasi dan standar internasional dari data GPS. I.7.4. Geometri Jaring GNSS Geometri jaring yang digunakan dalam survei GNSS dapat dikarakterkan dengan beberapa parameter, seperti jumlah dan lokasi titik dalam jaringan (termasuk titik tetap), jumlah baseline dalam jaringan (termasuk common baseline), konfigurasi baseline dan loop, serta konektivitas titik dalam jaringan (Abidin 2000). Kekuatan geometri jaring GNSS sangat bergantung pada karakteristik yang diadopsi dari parameter-parameter tersebut. Untuk jumlah titik ikat dalam jaringan yang sama, beberapa bentuk konfigurasi jaringan dapat dibuat tergantung pada karakteristik parameter geometri yang digunakan. Ada beberapa parameter dan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan konfigurasi jaringan yang paling baik. Salah satunya didasarkan pada matriks varian kovarian parameter yang menggambarkan tingkat ketelitian koordinat titik-titik dalam jaringan. Dengan mengasumsikan faktor varian aposteriori sama dengan satu serta ketelitian vektor baseline dan vektor koordinat yang homogen dan independen antar komponennya, suatu bilangan untuk memprediksi kekuatan jaringan dapat ditentukan dengan persamaan I.1 (Abidin 2000):

8 ( )...(I.1) Dalam hal ini, ( ) : penjumlahan komponen diagonal matriks ( ) u : jumlah parameter Namun untuk vektor baseline dan vektor koordinat yang tidak homogen dan antar komponennya saling berkorelasi, dipertimbangkan matriks varian kovarian pengamatan dalam penentuan bilangan faktor kekuatan jaring. Faktor kekuatan jaring ditentukan dengan persamaan I.2. ( )....(I.2) Dalam hal ini, ( ) : penjumlahan komponen diagonal matriks ( ) u : jumlah parameter Semakin kecil nilai faktor kekuatan jaringan tersebut, maka semakin baik konfigurasi jaringan (strength of figure) yang bersangkutan, dan sebaliknya. Namun kualitas akhir dari survei GNSS pada jaringan-jaringan tersebut tidak hanya tergantung pada faktor kekuatan jaringan, tetapi juga pada faktor-faktor lainnya, yaitu: ketelitian data survei GNSS, strategi pengamatan yang digunakn, dan strategi pengolahan data yang diterapkan. Menurut Abidin (2000) secara geometrik terdapat beberapa hal yang bias digunakan untuk memperkuat konfigurasi jaringan, yaitu: a. penambahan jumlah titik tetap, b. penambahan jumlah ukuran baseline, c. peningkatan konektivitas titik, d. pengadaan common baseline, e. penutupan rangkaian baseline dalam satu loop, f. penambahan jumlah loop dalam jaringan (pengurangan jumlah baseline dalam satu loop).

9 I.7.5. Perataan Jaring pada GAMIT/GLOBK 1.7.5.1. Perataan jaring pada GAMIT. Dalam perhitungan data pseudorange dan carrier phase pada perangkat lunak GAMIT diggunakan metode double difference dan prinsip metode parameter berbobot. Persamaan yang digunakan adalah persamaan observasi dengan menggunakan data fase untuk melakukan estimasi posisi dan orbital dari titik pengamatan. Menurut King dan Bock (2002) pengolahan GAMIT mengacu pada koordinat stasiun observasi, koordinat stasiun titik ikat dan parameter orbit. Hasil perataan pada jaring GPS menggunakan perangkat lunak GAMIT adalah loosely constrained network dengan menggunakan free-network quasiobservation. Dengan melibatkan matriks varian kovarian sebagai persamaan hitungan kuadrat terkecil parameter berbobot, pendekatan ini menggunakan perataan baseline (King dan Bock 2002). Model matematis yang belum mengalami iterasi ditentukan dengan persamaan I.3. La = F(Xa)...(I.3) Sebagai contoh apabila terdapat dua receiver yang terletak pada dua titik stasiun yaitu A dan B dengan vektor koordinat stasiun A dan B dinyatakan sebagai ( X A, Y A, Z A ) dan ( X B, Y B, Z B ), maka koordinat titik A dapat ditentukan. Persamaan double difference dengan pengamatan terhadap dua satelit yaitu p dan q, sehingga besarnya dan adalah sebagai persamaan I.4 dan I.5. [ ( ) ] [ ( ) ] [ ( ) ]..... (I.4) [ ( ) ] [ ( ) ] [ ( ) ]....(I.5) Dengan koordinat pendekatan titik A adalah (,, ) sebagai persamaan I.6. X A = + dx A Y A = + dy A......(I.6) Z A = + dz A Selanjutnya dilakukan proses linearisasi persamaan I.2 dan persamaan I.3 dengan hasilnya seperti persamaan I.7. ( ) p (t).dx A + p (t).dy A + p (t).dz A...(I.7) ( ) q (t).dx B + q (t).dy B + q (t).dz B

10 Melakukan substitusi terhadap persamaan I.6., diperoleh persamaan I.8. sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (I.6) Sehingga diperoleh solusi dari double difference seperti ditunjukan pada persamaan I.9. berikut : pq pq pq ( ) ( ) ( ) (t).dx A (t).dy A (t).dz A -.......(I.9) Dalam hal ini, ρ merupakan jarak antara satelit ke titik pengamatan dan λ merupakan panjang gelombang sinyal pembawa. Selanjutnya penerapan metode parameter berbobot pada persamaan I.3 sehingga menjadi persamaan (I.10) : L a = Xa...(I.10) Dengan matriks bobot seperti pada persamaan I.11 dan persamaan matriks residu pada I.12 berikut ini : [ ]. (I.11) V = A X + L............(I.12) Dalam hal ini matriks A, X dan L dapat dilihat dalam persamaan I.13 s.d I.15: [ ( ) ( ) ( ) ]..... (I.13) [ ( ) ( )].........(I.14) [ ].......(I.15) Hasil persamaan observasi I.12 yang dilinierisasi menjadi persamaan I.16 sebagai berikut: [ ].........(I.16)

11 Dalam hal ini, L : matriks observasi A : matriks desain X : matriks parameter ρ : jarak geometri antara satelit dengan titik pengamatan N : ambiguitas fase p,q : satelit yang teramat A, B : stasiun pengamatan (X 0,Y 0,Z 0 ) : koordinat pendekatan Menurut King dan Bock (2002), setelah perataan jaringan dengan GAMIT selesai, dilakukan pendefinisian kerangka referensi dari loosely constrained network pada pengolahan lanjutan menggunakan GLOBK, dengan hasil titik diberikan constraint yang sangat besar dan beberapa titik dianggap fixed. 1.7.5.2. Evaluasi hasil pengolahan GAMIT. Evaluasi hasil pengolahan GAMIT dilakukan dengan menganalisis nilai fract dan postfit nrms sebagai output dari pengolahan GAMIT. Nilai posfit nrms ditentukan dengan persamaan I.17. Postfit nrms = ( ) Dalam hal ini, dan =.. (I.17) : varian aposteriori untuk unit bobot : varian apriori untuk unit bobot n : jumlah ukuran u : ukuran minimum Postfit nrms merupakan perbandingan nilai varian aposteriori dan varian apriori untuk bobot. Postfit nrms memiliki standar 0,25. Jika nilai postfit nrms lebih besar dari 0,5 mengindikasikan masih terdapat efek cycle slip yang belum dihilangkan berkaitan dengan parameter bias ekstra atau terdapat kesalahan dalam pemodelan (Anonim 2000). Nilai fract merupakan perbandingan antara nilai adjust

12 dan nilai formal. Nilai fract digunakan untuk menganalisis apakah terdapat nilai adjust yang janggal dan perlu tidaknya iterasi untuk mendapatkan nilai adjust yang bebas dari efek nonlinear. Nilai adjust menunjukkan besarnya perataan yang diberikan pada parameter hitungan. Menurut Herring dkk (2006) nilai formal menunjukkan ketidakpastian pada pemberian bobot untuk perhitungan kuadrat terkecil. Kontrol kualitas nilai fract adalah nilai fract tidak boleh lebih dari 10. Nilai fract ditentukan dengan persamaan I.18. fract =..........(I.18) 1.7.5.3. Perataan jaring pada GLOBK. Hitungan pada GLOBK merupakan proses Kalman Filter yang bertujuan untuk mengkombinasikan solusi-solusi hasil pengolahan data pengamatan. Data input yang dijadikan kunci utama pada Kalman Filter adalah matriks kovarian dari data koordinat stasiun, parameter rotasi bumi, parameter orbit, dan koordinat hasil pengamatan lapangan (Herring, dkk., 2010). Terdapat tiga program utama dalam perangkat lunak GLOBK, yaitu GLOBK, GLRED, dan GLORG. Kalman Filter digunakan untuk mengkombinasikan data pengolahan harian GAMIT dan untuk mendapatkan estimasi posisi rata-rata titik pengamatan. GLORG melakukan pengikatan titik-titik pengamatan terhadap titiktitik referensi yang diberikan. GLRED melakukan perhitungan posisi pada masingmasing hari, sehingga ketelitian posisi yang diperoleh dapat dibandingkan per waktu tertentu. 1.7.5.4. Evaluasi hasil pengolahan GLOBK. Evaluasi hasil pengolahan GLOBK dapat dilihat pada log file dan plot time series. Log file menunjukkan konsistensi data harian secara internal dan plot time series digunakan untuk melihat data outliers. Plot time series menampilkan nilai weighted root mean square (wrms) dan normal root mean square (nrms). Log file berisi nilai stastistik termasuk simpangan baku yang digunakan untuk analisis terhadap nilai koordinat hasil olahan. Menurut Panuntun (2012) nilai wrms yang baik adalah di bawah 10 mm. Nilai wrms menunjukan kepresisian nilai koordinat terhadap nilai mean.

13 I.7.6. Uji Statistik dengan Membandingkan Dua Mean Uji statistik dengan perbedaan mean dua sampel (uji mean atau uji normal) digunakan untuk membandingkan nilai mean sampel pertama dan nilai mean sampel kedua (Supramono 1993). Uji normal dua sisi untuk sampel < 30 dapat dihitung dengan persamaan I.19 sebagai berikut:.. (I.19) Dalam hal ini, t : harga fungsi normal baku X 1 : mean koordinat sampel project 1 X 2 : mean koordinat sampel project 2 : varian koordinat sampel project 1 : varian koordinat sampel project 2 Dengan tingkat kepercayaan 95% hipotesis nol (H 0 ) diterima jika memenuhi persamaan I.20. -2,776 t 2,776..(I.20) Penolakan Ho mengindikasikan masing-masing data sampel memiliki perbedaan nilai mean yang signifikan. Sebaliknya, penerimaan Ho mengindikasikan mean kedua sampel tidak berbeda secara signifikan pada tingkat kepercayaan tersebut. I.7.7. Elips Kesalahan dan Ketelitian Posisi Pada posisi dua dimensi, standar deviasi σ x dan σ y merepresentasikan kepresisian posisi titik pada sumbu X dan Y dalam jaring. Nilai standar deviasi ini tidak memberikan informasi kepresisian posisi titik pada semua arah melainkan hanya pada sumbu koordinat (Kuang 1996).

14 Gambar I.2. Elips kesalahan (Kuang 1996) Dapat terlihat bahwa koordinat (X,Y) diasumsikan memiliki kesalahan (ε x dan ε y ) pada sumbu x dan y serta proyeksi (ε α ) pada azimut α dapat dituliskan sebagai persamaan I.21. =..(I.21) Berdasarkan hukum perambatan kesalahan, standar deviasi pada azimut α dapat diturunkan sebagai persamaan I.22. = ( )... (I.22) I.23. Nilai maksimum dari σ α dicapai bila nilai α = 0 sehingga diperoleh perasamaan =.... (I.23) Nilai α adalah azimut dari σ max sedangkan azimut σ min adalah α + 90 o. Standar deviasi maksimum dan minimum dapat dituliskan sebagai persamaan I.24 dan I.25. = [ + + ( ) ]..... (I.24) = [ + - ( ) ]... (I.25) σ max dan σ min adalah setengah sumbu panjang dan setengah sumbu pendek pada elips kesalahan standar. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan adalah nilai eigen dari matriks varian kovarian dari vektor acak [ ].

15 I.7.8. Kehandalan Dalam dan Kehandalan Luar Salah satu kontrol kualitas jaring geodesi ditentukan oleh kehandalan dan kekuatan geometri. Kehandalan dan kekuatan geometri jaring dapat dipahami sebagai kemampuan jaringan untuk mendeteksi dan tahan terhadap kesalahan kasar dalam pengukuran. Kehandalan dapat dibedakan menjadi kehandalan dalam dan kehandalan luar. Kehandalan dalam mengacu pada kemampuan jaringan untuk memungkinkan mendeteksi kesalahan dalam pengujian hipotesis, sedangkan kehandalan luar berkaitan dengan efek dari kesalahan kasar yang terdeteksi pada estimasi parameter. Oleh karena itu, konsep dari kehandalan luar harus dikaitkan dengan deteksi dan penolakan terhadap outlier dalam pengamatan (Seemkooei 1998). Seemkooei (1998) kehandalan jaringan tergantung pada geometri dari jaringan dan keakuratan pengamatan. Pada tahap desain perlu dibuat jaringan yang optimal dengan kekuatan geometri dan kehandalan tinggi untuk meminimalkan besarnya kesalahan kasar yang tidak terdeteksi dalam pengamatan dan akibatnya meminimalkan efek dari tidak terdeteksinya pada estimasi parameter. Tabel I.1 Kriteria kehandalan jaring GPS (Yalçinkaya dan Teke 2006) Fungsi tujuan kehandalan Nilai kritis Redudansi individu ( ) j P j Z = r j > 0.4 Kehandalan dalam Z = 0j < 6 m j Kehandalan luar Z = 0j < 6 Pada Tabel I.1 yang mana Q vv adalah matriks kofaktor residu, P adalah matriks bobot pengamatan, m 0 merupakan standar deviasi dari unit bobot dan w 0 adalah standar batas bawah untuk parameter yang nilainya tergantung dari tingkat signifikan (α 0 ) dan uji kekuatan minimum (1-β 0 ). Uji kekuatan dipilih 80% dengan level signifikan 0,01% (Kuang 1996).

16 Matriks kofaktor residu (Q VV ) ditentukan dengan persamaan I.24. Q vv = Qii A Qxx AT... (I.24) Qii = invers P j... (I.25) Q xx = (A T PA) -1...(I.26) α Tabel I.2. Nilai batas bawah dengan kekuatan uji 1- β 0 (Kuang 1996) Derajat kebebasan 2 5 10 20 30 40 50 85 0,05 9,6 13,4 16,5 21,0 25,3 28,5 32,0 40,0 0,01 14,0 18,3 22,7 29,0 34,5 39,0 42,0 50,0 Pada Tabel I.2. dapat dilihat nilai standar batas bawah dengan kekuatan 80% pada tingkat signifikan 0,05 dan 0,01. I.8. Hipotesis Menurut Yosafat (2009) penambahan tujuh stasiun IGS dapat meningkatkan ketelitian posisi dalam fraksi 1/10 mm dan hanya meningkat pada fraksi 1/100 mm pada penggunaan sembilan titik IGS. Pada komponen Y, ketelitian semua titik meningkat dalam fraksi 1/10 mm saat titik ikat berjumlah empat dan meningkat pada fraksi 1/100 mm saat jumlah titik ikat menjadi sembilan. Menurut Muliawan (2012) konfigurasi jaringan dengan distribusi stasiun IGS yang merata memberikan ketelitian optimal dalam pendefinisian ulang stasiun aktif. Pemilihan jaring GPS dengan strength of figure yang baik dan memenuhi kriteria kehandalan diperlukan untuk mendapatkan ketelitian posisi titik yang optimal sebagai langkah awal studi pemantauan geodinamika (Lestari dan Yulaikhah 2013). Berdasarkan hal tersebut, hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Koordinat titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe yang didefinisikan mempunyai ketelitian fraksi milimeter.

17 2. Ketelitian koordinat titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe epoch 2014 dengan geometri jaring titik stasiun IGS yang menyebar pada empat kuadran dengan kekuatan jaring yang paling baik diduga berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan geometri jaring yang tersebar pada tiga dan dua kuadran. 3. Jaring project pengolahan dengan kehandalan dalam dan kehandalan luar yang paling baik diduga memberikan ketelitian paling optimal pada koordinat titik pantau geodinamika Kepulauan Sangihe epoch 2014.