BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

dokumen-dokumen yang mirip
Sosis ikan SNI 7755:2013

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sumber protein yang mudah diperoleh dan harganya

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

Siomay ikan SNI 7756:2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB III BAHAN DAN METODE

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

Kontaminasi Pada Pangan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

KOMPOSISI DAN MIKROBA TELUR

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

BAB I PENDAHULUAN. produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. diseduh dengan teh ditambah gula dan es. Minuman es teh banyak digemari oleh

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI

BAB I PENDAHULUAN. bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang dijalankan oleh perusahaan, manager produksi harus mempunyai

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

UJI COLIFORM FECAL PADA IKAN LELE (Clarias batracus) DAN IKAN KAKAP. (Lates calcarifer) DI WARUNG TENDA SEA FOOD SEKITAR KAMPUS

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONTAMINASI DAN FOODBORNE (PERSPEKTIF SANITASI)

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

Natallo Bugar dan Hermansyah, Uji Sensoris Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Surimi

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan manusia dengan mengoptimalisasikan dan memelihara produktivitas sumber daya perikanan serta menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang sampai sekarang masih menjadi primadona adalah udang. Produksi udang nasional pada tahun 2012 adalah sebesar 415.703 ton atau meningkat tipis atau naik 4 persen dari produksi udang nasional pada tahun 2011. Angka tersebut akan terus didorong mengingat peluang besar yang ada mulai dari permintaan dunia. Indonesia mempunyai potensi yang besar dibanding negara pesaing lainnya, khususnya di Asia Tenggara. Produksi udang di dalam negeri pada tahun 2013 dapat menembus hingga lebih dari 600.000 ton melalui upaya dan sinergi berbagai pihak terkait guna mencapainya. Rencana pencapaian produksi udang nasional tahun 2013 diproyeksikan sebesar 608.000 ton, dengan capaian sementara sampai dengan semester I sebesar 320.000 ton (KKP 2013). Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa karena sangat digemari oleh masyarakat. Udang segar mengeluarkan bau yang khas dengan aroma air laut dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi dengan kandungan protein sebesar 20,3 gr. Profil asam amino udang (per 100 gr) berturut-turut yang termasuk tinggi adalah asam gulamat (3,465 mg), asam aspartat (2,100 mg), 1

arginin (1,775 mg), lisin (1,768 mg), leusin (1,612 mg), glisin (1,225 mg), isoleusin (985 mg), dan valine (956 mg). Komposisi gizi udang berpengaruh pada pertumbuhan tubuh manusia. Sehingga, udang sangat cocok dikonsumsi bagi mereka yang membutuhkan protein untuk membentuk otot (Rusmiyati). Komposisi gizi yang tinggi menyebabkan udang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia bahkan masyarakat mancanegara. Sehingga, permintaan bahan baku udang dari luar negeri semakin meningkat. Walaupun ekspor udang semakin meningkat namun semakin banyak pula kasus penolakan dan penahanan ekspor produk udang yang terjadi di Indonesia, seperti negara Amerika Serikat yang dikendalikan oleh FDA (Food Drug Administration) membuka fakta bahwa sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 ditemukan lebih dari 100 kasus penahanan produk udang setiap tahunnya, puncaknya pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 442 kasus. Kasus penolakan tersebut bukan saja terjadi di Amerika Serikat. DKP dalam Sulistijowati (2013) menyatakan bahwa terjadi penolakan produk udang dari Indonesia oleh Eropa di Tahun 2004 dan 2005. Tahun 2004 jumlah penolakan sebanyak 6 kasus dan Tahun 2005 jumlah penolakan sebanyak 6 kasus. Kasus penolakan tersebut disebabkan karena adanya cemaran mikroba pada udang seperti Salmonela, E. coli, Vibrio cholera, dan TPC. Cemaran mikroba pada udang tersebut dapat disebabkan karena cara penanganan bahan baku yang tidak saniter seperti cara penanganan dan penyimpanan yang tidak sesuai prosedur, pencucian udang menggunakan air yang tidak memenuhi syarat ataupun pencucian dengan air yang dingin yang tidak mengalir. Seperti dikemukakan oleh Rinto (2010), alasan penolakan produk udang tersebut sebagian besar disebabkan 2

oleh masalah mutu dan keamanan yang dianggap tidak memenuhi persyaratan internasional seperti masalah sanitasi, penanganan dan penyimpanan tidak sesuai prosedur, dan cara pengolahan. Udang selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi juga mempunyai kadar asam rendah yang memudahkan pertumbuhan bakteri sangat cepat dan menyebabkan kerusakan. Bakteri yang menjadi penyebab infeksi salah satunya adalah Escherichia coli. Bakteri ini mudah menyebar dengan cara mencemari air dan mengontaminasi bahan-bahan yang bersentuhan dengannya. Dalam suatu proses pengolahan biasanya Escherichia coli ini mengontaminasi alat-alat yang digunakan dalam industri pengolahan. Kontaminasi bakteri ini pada udang atau alat-alat pengolahan merupakan suatu indikasi bahwa praktek sanitasi dalam suatu industri kurang baik (Imam dan Sukamto, 1999). Salah satu industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia yang memproduksi udang beku adalah PT. XX yang berada di kota Gorontalo. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, proses pengolahan udang beku yang diterapkan di PT. XX khususnya pada pencucian udang segar yaitu dilakukan 3 tahap pencucian. Pencucian I dilakukan setelah bahan baku sampai di pabrik, udang langsung dimasukkan ke dalam keranjang lalu dicuci dengan air dingin yang tidak mengalir dalam fiber. Pergantian air dalam fiber dilakukan setelah keranjang yang ke-50 dan air sudah keruh. Pencucian II dilakukan setelah pemotongan kepala dengan air yang tidak mengalir. Pergantian air pada pencucian II dilakukan setelah keranjang yang ke-50. Tahap pencucian III dilakukan setelah 3

penyortiran ukuran udang dan air pencucian diganti setelah keranjang yang ke 15. Hal ini agar fisik udang terlihat benar-benar bersih. Proses pengolahan udang beku di PT. XX khususnya pada pencucian udang dengan teknik menggunakan air dingin yang tidak mengalir merupakan suatu indikasi bahwa praktek sanitasi dalam suatu industri kurang baik. Menurut BSN (2006), pencucian udang sebaiknya menggunakan air dingin yang mengalir, sehingga kotoran langsung terbuang dari wadah pencucian. Penggunaan air yang tidak mengalir dan dilakukan pencucian berulang kali pada air tersebut akan menyebabkan konsentrasi mikroba di air terus meningkat dan akan terjadi kontaminasi silang pada udang yang dicuci. Sejalan dengan pernyataan Purwaningsing (1995) bahwa pencucian udang dalam air bersih yang dicampur dengan es sehingga udang tetap dalam keadaan dingin dengan cara mencelupkan berulang-ulang atau sistem air yang tidak mengalir, maka pencican dengan cara tersebut kurang baik dalam hal menjaga mutu udang. Kotoran, lender, dan bakteri yang terdapat pada udang tertinggal dalam air pencucian. Ketika air tersebut berulang-ulang maka semakin banyak kotoran, lender, dan bakteri yang terdapat dalam air pencucian dan berdampak pada kontaminasi silang pada udang. Jumlah bakteri pada udang yang dicuci dengan menggunakan air mengalir signifikan dengan jumlah bakteri pada udang yang dicuci dengan air pencucian tetap (Purwaningsih, 1995). Sesuai pernyataan tersebut, pencucian dengan menggunakan air dingin mengalir merupakan aspek yang sangat dianjurkan dalam pengolahan udang. Pencucian dengan air mengalir sangat efektif menghilangkan sisa kotoran, bakteri sekaligus pembuangan benda-benda asing. Sementara 4

pencucian udang di PT. XX Gorontalo dalam pengolahan udang beku menggunakan air dingin yang tidak mengalir. Hadiwiyoto (1993) menyatakan bahwa perlakuan pencucian dengan air bersih yang mengalir selalu menghilangkan kotoran dan dapat pula mengurangi jumlah bakteri yang ada. Air pencucian yang mengandung kotoran dan bakteri ikut terbawa air pencucian sehingga terpisah dengan udang. Jika air yang digunakan tidak mengalir maka ada sebagian kotoran dan bakteri tetap menempel karena air pencucian yang mengandung kotoran dan bakteri masih berada dalam wadah. Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian ini perlu dilakukan analisis tentang APM E. coli pada udang (Litopenaeus vannamei) segar pasca pencucian pada proses pengolahan udang beku di PT. XX Kota Gorontalo. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh teknik pencucian udang putih (L. vannamei) segar terhadap jumlah APM E. coli pada udang segar di pabrik pengolahan udang beku. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah APM E. coli udang putih (Litopenaeus vannamei) segar pasca pencucian pada proses pengolahan udang beku yang dilakukan pada pencucian air dingin yang mengalir dan air dingin yang tidak mengalir. 1.4 Manfaat Hasil pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi perusahaan pengolah udang beku dan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa perikanan untuk penelitian selanjutnya. 5

6