TARGET KELAYAKAN SKALA USAHA TERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

dokumen-dokumen yang mirip
TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI DI PEDESAAN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN mencapai ekor, tahun 2015 bertambah menjadi ekor

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TERNAK DOMBA TRADISIONAL DI KABUPATEN SUKABUMI

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

KONFLIK KEPENTINGAN USAHATERNAK DOMBA DIGEMBALAKAN DI AREAL PERKEBUNAN TEBU DI JAWA BARAT

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

STRUKTUR CURAHAN WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) TERNAK DOMBA DI DAERAH KANTONG PRODUKSI DI KABUPATEN CIANJUR

Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang. (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang)

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

SUMBANGAN SUBSEKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG EKONOMI RUMAH TANGGA DI DESA PASIRIPIS DAN TEGALSARI, JAWA BARAT

B. Hartono, M.B. Hariyono, dan F. Rochman Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHATERNAK KAMBING LOKAL PADA BERBAGAI SKALA PEMILIKAN

PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA DI KECAMATAN CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI

PERFORMAN EKONOMI KAMBING KABOER DAN KAMBING KACANG PADA KONDISI STASIUN PENELITIAN CILEBUT

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

PRODUKTIVITAS DAN DAMPAK INTEGRASI TERNAK DOMBA EKOR GEMUK TERHADAP PENDAPATAN PETANI DALAM SISTEM USAHA SAYURAN DI LAHAN MARJINAL

ALOKASI WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN MEGANG SAKTI KABUPATEN MUSI RAWAS

I. Pendahuluan. Yunilas 1

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

II. TINJAUAN PUSTAKA

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

KAJIAN PROFIL SOSIAL EKONOMI USAHA KAMBING DI KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN GROBOGAN

Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman

STRUKTUR PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT : STUDI KASUS DESA PANDESARI, KECAMATAN PUJON, KABUPATEN MALANG

Analisis Break Even Point (BEP) Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman

Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA TERNAK DOMBA JANTAN MENJELANG HARI RAYA IDUL ADHA

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

PETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PERANAN USAHATERNAK KAMBING LOKAL SEBAGAI PENUNJANG PEREKONOMIAN PETANI DI PEDESAAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

K. Budiraharjo dan A. Setiadi Fakultas Peternakan Univesitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

PENGEMBANGAN USAHA TERNAK DOMBA MELALUI PENINGKATAN SKALA PEMELIHARAAN INDUK DI DAERAH LAHAN KERING : Analisis Ekonomik Usahaternak

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI USAHATANI SAYURAN DENGAN SISTEM DIVERSIFIKASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK SAPI DI KABUPATEN BANYUMAS FACTORS AFFECTING INCOME OF BEEF CATTLE FARMERS IN BANYUMAS

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK JANGKRIK DI KELURAHAN RANGKAPANJAYA BARU, KECAMATAN PANCORAN MAS, KOTA DEPOK SKRIPSI REINA SANTI SIREGAR

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DAN SAPI BAKALAN KARAPAN DI PULAU SAPUDI KABUPATEN SUMENEP

III. KERANGKA PEMIKIRAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

EVALUASI FINANSIAL USAHA TERNAK KAMBING PERANAKAN ETTAWA PADA KELOMPOK PETERNAK DI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PEMELIHARAAN KERBAU DI DESA LENGKONG KULON, BANTEN

ANALISIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA RUMAH TANGGA PADA PEMELIHARAAN DOMBA DI KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

KONTRIBUSI USAHATANI TERNAK KAMBING DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan)

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

22 Siti Masithoh et al Pemanfaatan lahan pekarangan

KONSTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI POTONG TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETENAK (Studi Kasus di DesaSukolilo Kecamatan Jabung Kabupaten Malang)

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

EFISIENSI PENGGUNAAN MODAL USAHA PEMELIHARAAN KERBAU DI TINGKAT PETERNAK DI KABUPATEN BOGOR

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penggemukan domba dilakukan guna memenuhi. konsumsi, aqiqah, dan qurban. Perusahaan terletak di Kampung Dawuan Oncom,

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

Manfaat Finansial pada Pola Kemitraan Usaha Pembibitan Sapi Potong (Financial Benefit on Local Cattle Breeding Smallholder Sharing Pattern)

I.M. Mulyawati, * D. Mardiningsih,** S. Satmoko **

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pemeliharaan ternak kambing dikecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang propinsi Sumatera

sebagai tabungan sementara (BAHR[, 2007). Ternak kambing potensinya cukup besar dan tersebar hampir di sebagian besar propinsi di Indonesia. Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI KENTANG DI KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

Transkripsi:

Dwi Priyanto TARGET KELAYAKAN SKALA USAHA TERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN Feasibility Scale of The Pattern of Sheep Breeding Farm to Support Farmers Income in Rural Areas Dwi Priyanto Balai Penelitian Ternak Jl. Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor ABSTRACT Sheep farming system in villages is carried out managed in mixed farming model and managed base on locally resources available as an alternative for low external input. Management production to support farmer income continually was not carried out yet, especially in determining sheep population scale which should be raised by farmers, so that sheep productivity could generate routine income. Research on sheep population target scale raised by farmer was conducted on 20 sheep farmers with structural survey. The objectives of the study were to get information on sheep farming productivity and determinant factors that affected sheep population scale. Result showed that scale of animal population in breeding model in village was 6.05 head/farmer, with ewes the number of raised was 2.35 head/farmer, and the number of animal sold was 3.05 head/year. This activity can generate farmer income of Rp.776.315/year. Research showed that ewes population raised had generate positive relation respectively (P<0.01) with sheep population. It also showed that number of family, price of sheep, land owner ship, and farmer total income were the determinant factors that could be recommended for developing sheep farming. On the other hand it showed that income from agriculture (horticulture) was competitive to the development of population scale, this were related to the allocation of family labour in the village. As recommended target that farmer should sell 1 sheep/moth, the farmer should raised 9.08 ewes, and total population scale is 23.80 head, so it will be able to support farmer income of Rp 254.4212/farmer/month. The study shows that the farmer willing to increased of their sheep population, but was limited by their capital. Key words: scale of population, breeding pattern, farmer s income ABSTRAK Usaha ternak domba di perdesaan masih dikelola sebagai usaha campuran dengan manejemen masih berbasis sumber daya lokal yang tersedia di lokasi, dan merupakan alternatif biaya rendah (low external input). Pengaturan produksi dalam mendukung kinerja pendapatan peternak secara kontinue belum dilakukan, khususnya dalam menentukan skala usaha. Penelitian target kelayakan skala usaha dilakukan terhadap 20 peternak domba (survei terstruktur) untuk mengetahui kinerja usaha ternak dan faktor-faktor penentu yang diduga berpengaruh terhadap skala usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha ternak model pembibitan di perdesaan masih rendah (6,05 ekor/peternak), dengan pemilikan induk 2,31 ekor/peternak, dan rataan penjualan sebanyak 3,05 ekor/tahun, serta kinerja ekonomi sebesar Rp.776.315,-/peternak/tahun. Hasil analisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap skala usaha ternak adalah 148

Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di jumlah induk yang dipelihara sangat nyata berpengaruh (P<0,01) dalam meningkatkan skala usaha. Demikian pula jumlah anggota keluarga, harga jual domba, luas lahan, dan total pendapatan rumah tangga juga positif sebagai penentu rekomendasi pengembangan skala usaha ternak. Sebaliknya pendapatan usaha pertanian (hortikultura) merupakan usaha kompetitif terhadap pengembangan skala usaha, kaitannya dengan pengalokasian tenaga kerja keluarga dalam usahatani di perdesaan. Rekomendasi target penjualan 1 ekor anak/bulan, disarankan peternak memelihara sebesar 9,08 ekor induk, dengan kapasitas skala usaha mencapai 23,80 ekor, yang mampu memberikan pendapatan usaha ternak mencapai Rp 254.421/peternak/bulan. Peternak sangat berminat untuk mengembangkan skala usaha, tetapi kendala modal usaha masih dominan. Kata kunci : skala usaha ternak, pola pembibitan, pendapatan petani PENDAHULUAN Usaha ternak domba yang dikelola masyarakat perdesaan secara umum masih merupakan usaha pola pembibitan yang sifatnya sebagai tabungan ekonomi, yang merupakan usaha campuran (mix farming) dalam mendukung keberlanjutan ekonomi rumah tangga. Peternak belum mempertimbangkan manajemen pengelolaan sehingga target kontinuitas sumber pendapatan keluarga belum tercapai. Manajemen usaha masih berbasis sumber daya pakan lokal yang tersedia di lokasi dan merupakan alternatif model biaya rendah (Low External Input), bahkan dapat dinyatakan tanpa adanya biaya produksi (zero cost). Untuk mendukung pendapatan usaha ternak sangat ditentukan oleh kapasitas penjualan hasil produksi anak yang dilahirkan pada kurun periode tertentu. Semakin banyak penjualan, maka akan semakin besar pula pendapatan dari usaha ternak. Besar kecilnya hasil produksi anak yang dilahirkan dipengaruhi oleh skala pemeliharaan ternak yang dikelola petani khususnya pemilikan induk. Faktor pemilikan induk sangat terkait dengan Laju Reproduksi Induk (LRI) yakni rataan jumlah anak hidup sampai sapih per induk per tahun dirumuskan (Gatenby, 1986), yang menggambarkan bahwa semakin banyak induk yang dipelihara semakin besar pula anak yang didapatkan, dan mampu dilakukan penjualan. Peternak domba di perdesaan cukup banyak berkontribusi dalam mendukung pendapatan petani diluar usaha pokoknya yakni usaha pertanian (tanaman pangan/tanaman lainnya). Permasalahan yang masih dirasakan adalah bahwa peran ternak tersebut umumnya masih diperuntukkan dalam menutup kebutuhan ekonomi yang sifatnya mendadak (uang sekolah, perbaiki rumah, dan lainnya) dan belum dipersiapkan sebagai sumber pendapatan rutin. Secara umum kontribusi pendapatan usaha ternak masih menduduki proporsi rendah dibandingkan total pendapatan keluarga (Priyanto et al., 2004; Subandriyo et al., 1995). Hal ini disebabkan usaha ternak masih dinyatakan sebagai usaha sambilan, dimana berbagai macam komoditas pertanian masih dominan (tanaman pangan) dan ternak masih sebagai usaha subsisten (Soehadji, 1992). Produksi ternak tidak dimaksudkan untuk dilakukan penjualan pada periode tertentu, akibat faktor menagemen usaha ternak yang masih tradisional. Maka dari itu penentuan target pendapatan rutin melalui perbaikan manajemen usaha ternak perlu dilakukan khususnya dalam target penentuan skala usaha minimal ekonomis. 149

Dwi Priyanto Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja usaha ternak di perdesaan berkaitan dengan penguasaan aset yang dimiliki peternak serta besaran pendapatan pada usaha ternak pola pembibitan, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan skala usaha ternak, serta persepsi peternak dalam upaya pengembangan usaha ternak. Hasil pengamatan tersebut diharapkan mampu sebagai langkah rekomendasi perbaikan kinerja usaha ternak domba di perdesaan dalam mendukung pendapatan peternak. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Usaha ternak pada kondisi perdesaan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait langsung dengan ketersediaan sumber daya di perdesaan. Usaha yang sifatnya masih merupakan usahatani campuran (mix farming) sangat ditentukan oleh faktor teknis, ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Kondisi demikian berpengaruh terhadap sumbangan pendapatan yang dicapai dalam usaha ternak, khususnya pada pola usaha pembibitan. Analisis faktor-faktor yang diduga mampu mempengaruhi keputusan dalam mengembangkan skala usaha diharapkan mampu sebagai langkah untuk memecahkan permasalahan usaha ternak di perdesaan, sehingga mampu sebagai rekomendasi upaya memperbaiki kinerja usaha ternak sebagai pendukung pendapatan petani secara umum. Metode dan Analisis Penelitian dilakukan terhadap 20 peternak domba melalui survei berstruktur di Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Lokasi tersebut merupakan wilayah kantong ternak domba yang potensial dilakukan penjualan ke luar daerah melalui pasar hewan di lokasi. Di wilayah tersebut dikembangkan usahatani hortikultura yang potensial sebagai pendukung ekonomi rumah tangga. Pendapatan usaha ternak dianalisis berdasarkan analisis margin kotor. Dalam menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap keputusan dalam menentukan skala usaha digunakan teknik Ordinary Least Squares (OLS) sesuai petunjuk (Judge, 1988), dan dilakukan analisis dengan program Statistical Analysis System (SAS, 1987). Model persamaan yang dibangun adalah sebagai berikut: dimana : SKALUS = c +c1akel + c2put+c3popin + c4juter + c5harju + c6pdter +c7llahan + c8pdrt + c9pdtani + c10 SKALUS = Skala pemilikan domba (ekor) AKEL PUT = Jumlah keluarga (jiwa) = Pengalalam usaha ternak domba (th) 150

Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di POPIN = Jumlah populasi induk (ekor) JUTER = Jumlah domba dijual setahun (ekor) HARJU = Harga jual domba (Rp/ekor) PDTER = Nilai penjualan domba (Rp) LLAHAN = Luas pemilikan lahan (m 2 ) PDRT = Total pendapatan peternak setahun (Rp) PDTANI = Pendapatan pertanian setahun (Rp) co = Intersep c1 c9 = koefisien regresi c10 = peubah pengganggu HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Aset yang Dikuasai Peternak Dalam melakukan kegiatan sistem usahatani, peternak memiliki variasi aset sumber daya yang dianggap mampu mempengaruhi kegiatan dalam mendukung pendapatan rumah tangga. Secara umum rataan jumlah keluarga mencapai 4,21 jiwa/kk (antara 2-7 jiwa), dan terlihat bahwa ada responden yang masih belum memiliki anak (relatif muda). Sebaliknya ada juga petani yang memiliki jumlah keluarga 7 jiwa dalam satu rumah (Tabel 1). Sistem usahatani di perdesaan peran tenaga kerja yang bersumber dari anggota keluarga merupakan aset potensial, karena sistem tenaga kerja upahan masih sedikit yang menerapkan akibat faktor keterbatasan ekonomi. Khususnya dalam sistem usaha ternak domba/kambing curahan tenaga kerja keluarga sangat dominan dan umumnya dilakukan oleh tenaga kerja perempuan (ibu rumah tangga) dalam hal mencari pakan ternak sampai merawat ternak di kandang (Wahyuni dan Suparyanto, 1992). Dilihat dari pengalaman dalam pemeliharaan ternak domba terlihat sudah cukup lama, yakni mencapai rataan 16 tahun, dan bahkan ada yang sudah 50 tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa usaha ternak domba cukup lama berkembang di desa tersebut. Rataan skala pemilikan domba yang dikuasai peternak mencapai 6,05 ekor/peternak, dengan pemilikan induk mencapai 2,31 ekor dengan sistem pemeliharaan dikandangkan penuh (intensif). Skala maksimal yang dipelihara peternak masih relatif kecil yakni hanya mencapai 11 ekor, dan masih merupakan usaha sambilan. Berbeda dibanding kasus manajemen ternak yang digembalakan (ektensif) di Kabupaten Majalengka, sebagaimana penelitian Priyanto dan Yulistiani (2005) yang mencapai rataan 19 ekor/peternak. Dengan rataan pemilikan induk sebanyak 9,24 ekor, usaha tersebut sudah menjadi sumber pendapatan pokok penduduk atau kontribusi pendapatan utama Desa Cekbung, Cianjur. Faktor lain yang menyebabkan usaha ternak di lokasi memberikan sambilan karena kondisi status peternak yang cenderung tidak memilki lahan sebagai usahatani. Aset lain berupa penguasaan lahan yang dikuasai peternak 151

Dwi Priyanto mancapai rataan 2.994 m 2, bahkan ada peternak yang tidak memiliki lahan, tetapi mereka mampu menggarap lahan berasal dari sewa. Tabel 1. Rataan Aset yang Dimiliki Peternak Domba di Peubah Rataan Minimum Maksimum Jumlah Anggota keluarga (jiwa) Pengalaman beternak (tahun) Pemilikan induk (ekor) Skala usaha (ekor) Luas lahan (m 2 ) 4,21 16,89 2,31 6,05 2.994 2,00 1,00 1,00 3,00 400 7,00 50,00 4,00 11,00 12.500 Kinerja Ekonomi Usaha ternak Domba di Harga jual domba yang belaku di lokasi menunjukkan bahwa harga jual maksimal mencapai Rp.500.000,-/ekor yang terjadi pada ternak jantan, yang berlaku pada saat hari biasa (tidak pada hari raya Qurban) (Tabel 2). Harga terendah mencapai Rp.75.000,-/ekor, yang menggambarkan bahwa penjualan yang dilakukan peternak dilakukan juga pada domba anak. Penjualan anak domba tersebut umumnya dilakukan sekaligus dengan induknya. Rataan penjualan domba mencapai 3,05 ekor/peternak/tahun (antara 1-9 ekor) tergantung dari skala usaha yang dipelihara peternak. Hasil inventarisasi nilai penjualan ternak dalam setahun mencapai Rp 776.315/peternak/tahun (Rp 200.000 - Rp. 2.000.000). Walaupun masih relatif kecil tetapi cukup mendukung ekonomi keluarga dalam mendapatkan uang tunai yang cepat. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan penjualan ternak kambing di daerah sumber bibit (Kabupaten Purworejo) yang sangat potensial. Di daerah tersebut penjualan ternak dilakukan peternak dalam menutup kebutuhan yang sifatnya insidentil dinyatakan oleh 86,66 persen, 6,67 persen dijual untuk kebutuhan hari besar, dan 6,67 persen untuk menutup ekonomi rumah tangga dimusim kemarau pada saat penghasilan pertanian (tanaman pangan) rendah (Subandriyo et al., 1995). Total pendapatan peternak di lokasi kajian mencapai Rp 4.531.421/ peternak/tahun dengan kisaran minimal Rp 1.520.000 sampai tertinggi Rp 11.200.000/tahun. Selain dari hasil ternak, juga ada penghasilan usaha pertanian yang dikelola oleh peternak yang umumnya berusaha bidang hortikulura (kentang, kol, cabe), yang cukup intensif mencapai Rp 2.006.315 dengan kisaran penghasilan antara Rp 1.000.000 Rp 10.500.000/peternak/tahun, tergantung besar kecilnya areal budidaya. Tabel 2. Kinerja Ekonomi Usaha Ternak Domba di Desa Cekbung, Cianjur Peubah Rataan Minimum Maksimum Penjualan ternak (Ekor) Harga jual (Rp/ekor) Nilai jual domba (Rp) Pendapatan pertanian (Rp) Total Pendapatan (Rp) 3,05 265.500 776.315 2.006.315 4.531.421 1,00 75.000 200.000 1.000.000 1.520.000 9,00 500.000 2.000.000 10.500.000 11.200.000 152

Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di Analisis Faktor-faktor Pengaruh Skala Usaha Ternak Domba Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan dalam menentukan target skala usaha ternak domba secara umum menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05), dengan nilai R 2 sebesar 0,76. Secara rinci terlihat bahwa peubah skala pemilikan induk sangat nyata (P<0.01) berhubungan positif terhadap skala usaha. Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan meningkatnya pemeliharaan 1 ekor induk akan mampu meningkatkan skala usaha 1,71 ekor (Tabel 3). Faktor pemilikan induk pada pola usaha pembibitan sangat menentukan dalam keberhasilan usaha ternak, karena sebagai faktor penentu produksi anak. Salah satu ukuran untuk menentukan tingkat produksi usaha ternak domba adalah besaran nilai laju reproduksi induk (LRI). LRI adalah jumlah anak yang hidup sampai sapih per induk per tahun, yang menggambarkan kemampuan induk merawat anaknya sampai sapih (Gatenby, 1986). Semakin besar nilai LRI maka kinerja produksi usaha ternak semakin menguntungkan, dan semakin besar skala induk yang dipelihara peternak, maka akan semakin banyak jumlah anak yang dapat dihasilkan. Demikian halnya bahwa dengan meningkatnya 1 orang anggota keluarga secara nyata (P<0,05) mampu meningkatkan 0,65 skala usaha ternak. Kondisi demikian terjadi karena usaha ternak domba di perdesaan sangat tergantung dari peran tenaga kerja keluarga. Dari laporan sebelumnya menunjukkan bahwa alokasi tenaga kerja usaha ternak domba tertinggi adalah pada kegiatan mengambil rumput yakni mencapai 115 hari orang kerja (HOK) dan 84,31 HOK masing-masing di Desa Kalaparea dan Citamiang, Kabupaten Sukabumi. Alokasi tenaga kerja tergantung pada banyak sedikitnya ketersediaan sumber pakan (hijauan) di lokasi (Subandriyo et al., 1994). Keputusan peternak untuk memperbesar skala usaha tidak hanya tergantung pada ketersediaan tenaga kerja, tetapi juga dipengaruhi faktor lainnya, walaupun fakta bahwa tenaga kerja potensial mendukung peningkatan skala usaha. Tabel 3. Parameter Dugaan dalam Mempengaruhi Skala Usaha Ternak Domba di Peubah INTERSEP AKEL PUT POPIN JUTER HARJU PDTER LLAHAN PDRT PDTANI R 2 Parameter Estimasi -2,194291 0,696683 0,054211 1,715942-0,604473 0,000002334 0,000001517 0,000112 7,1920005E-8-9,391305E-8 Prob > T 0,4817 0,0319(*) 0,1266 0,0074(**) 0,4329 0,8060 0,6004 0,3934 0,8596 0,7556 0.7568 0.5136 R adj. Keterangan : (*) : menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) (**): menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01) Prob>F 0,0530(*) 153

Dwi Priyanto Peubah pengalaman usaha ternak juga cukup mendukung pengembangan skala usaha. Dibuktikan hasil analisis bahwa semakin meningkat pengalaman usaha ternak ada kecenderungan peternak memutuskan untuk memperbesar skala usaha (P>0,05). Faktor peubah harga jual ternak, pendapatan dari usaha ternak, luas lahan yang dikelola peternak, dan total pendapatan rumah tangga terlihat berhubungan positif dengan peubah skala usaha, walaupun tidak menunjukkan pengaruh nyata (P>0,05). Hal demikian menggambarkan bahwa pengaruh harga jual ternak yang tinggi, pemilikan aset lahan, dan pendapatan peternak cukup berperan dalam mendukung pengembangan usaha ternak sebagai asset modal usaha ternak di perdesaan. Semakin tinggi harga jual ternak dan pendapatan total peternak memacu peningkatan skala usaha ternak yang harus dipelihara. Sebaliknya peubah penjualan ternak dan pendapatan dari usaha pertanian (hortikultura) berhubungan negatif terhadap skala usaha (P>0,05), yang menunjukkan bahwa faktor penjualan ternak akan menurunkan jumlah populasi ternak dalam kandang. Demikian pula dengan meningkatknya pendapatan pertanian cenderung akan menurunkan skala usaha ternak, yang berarti bahwa usaha pertanian yang digeluti peternak tersebut merupakan usaha yang kompetitif dengan usaha ternak domba. Semakin meningkat pendapatan dari usaha pertanian peternak cenderung mengalihkan usahanya ke usaha pertanian, yakni usaha tanaman hortikultura. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha tanaman hortikultura cukup dominan memberikan kontribusi pendapatan peternak. Hal tersebut terkait langsung dengan persaingan alokasi tenaga kerja karena masih dominan dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga dalam usahatani di perdesaan. Sesuai hasil penelitian Simatupang dan Hadi (2004) sebelumnya, bahwa di masa mendatang usaha ternak berbasis lahan dihadapkan pada pola persaingan dengan usaha non peternakan dalam penggunaan sumber daya lahan dan tenaga kerja, baik pada tanaman semusim maupuan tanaman tahunan. Dari analisis aset yang dikuasai peternak, kinerja ekonomi usaha ternak, dan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi skala usaha yang dikaitkan dengan target skala usaha terlihat bahwa, dengan skala pemeliharaan induk 2,31 ekor, peternak mampu menjual ternak 3,05 ekor/tahun dan penerimaan usaha ternak mencapai Rp 776.315/peternak/tahun. Berdasar hasil kinerja usaha ternak di lapangan, dalam upaya merancang target penjualan 1 ekor/bulan (12 ekor/tahun) maka pemeliharaan induk yang harus dipelihara peternak adalah 9,08 ekor (12/3,05 x 2,31), sedangkan skala usaha yang dipelihara mencapai 23,8 ekor (12/3.05 x 6.05). Sementara itu, pendapatan usaha ternak mencapai Rp 3.054.354/tahun (6/3,05 x Rp 776.315) atau Rp 254.529/bulan. Hasil pengamatan pada domba prolifiks di perdesaan (kasus di Desa Kalaparea, dan Citamiang, Sukabumi, Jawa Barat) diperoleh nilai LRI sebesar 2,63 ekor dan 2,33 ekor (Subandriyo et al., 1994). Dari hasil pengamatan di Sukabumi tersebut target pendapatan 1 ekor penjualan anak/bulan dapat dicapai bila peternak memelihara skala induk 4,6 ekor (12/6,07), atau 5,15 ekor induk (12/2,33) masing-masing di Desa Kalaparea dan Citamiang. Kondisi di lokasi menunjukkan bahwa kinerja reproduksi yang dihasilkan terlihat lebih rendah dibanding penelitian di Sukabumi. Target skala usaha pemeliharaan induk yang tepat perlu dilakukan 154

Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di ditingkat peternak untuk mencapai target penjualan sesuai kehendak peternak. Rekomendasi tersebut juga disesuaikan dengan ketersediaan tenaga kerja tersedia, disamping potensi daya dukung pakan di lokasi, dan sumber daya lainnya, sedangkan untuk model pengembangan disarankan dengan pemilikan induk minimal 5 ekor/peternak. Persepsi Peternak terhadap Pengembangan Skala Usaha Berdasarkan persepsi peternak, menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (90%) memiliki minat untuk menambah skala usaha domba yang dipelihara, sebaliknya hanya 10 persen peternak yang tidak berminat untuk menambah ternak yang dipelihara (Tabel 4). Alasan peternak tidak mau menambah skala usaha adalah faktor tenaga kerja yang tidak tersedia, disamping modal pembelian ternak khususnya induk. Curahan tenaga kerja usaha pola intensif cukup tinggi mencapai 104-154 hari orang kerja (HOK) per tahun (setara 1-2 jam/hari) yang merupakan tenaga kerja keluarga, khususnya dialokasikan pengambilan rumput (cut and carry) (Subandriyo et al., 2004). Pada rumah tangga yang mengusahakan usaha pertanian intensif (lahan cukup luas) cenderung membatasai jumlah domba yang dipelihara. Peternak yang berminat menambah skala usaha beralasan bahwa, dengan menambah skala usaha keuntungan akan lebih besar (dinyatakan 100%) peternak, faktor tenaga kerja yang masih berlebih (89%) peternak, sumber daya pakan mudah diperoleh di perdesaan (100%) peternak, dan faktor penjualan ternak yang relatif mudah (78%). Sumber daya pakan di lokasi pengamatan dominan bersumber dari limbah tanaman hortikultura (kobis, wortel dan kentang), disamping rumput lapangan yang cukup tersedia untuk mendukung pengembangan. Disamping itu didukung sarana pasar hewan di kota Cianjur, yang merupakan pusat pasar ternak yang banyak diserbu pedagang luar kota, khususnya untuk memasok Jakarta dan sekitarnya. Tabel 4. Persepsi Peternak Tentang Pengembangan Usaha Ternak Domba di Peubah Jumlah peternak menjawab Ya Tidak Minat peternak untuk meningkatkan skala usaha Alasan keputusan minat usaha Kendala dalam pengembangan usaha ternak 18 (90) 2 (10) - Menguntungkan 18 (100) - Tenaga kerja tersedia 16 (89) - Sumber daya pakan mudah 18 (100) - Pejualan ternak mudah 16 (78) - Modal usaha 18 (100) - Lahan untuk kandang terbatas 4 (22) Keterangan : ( ) = Menunjukkan persen peternak - - Tenaga kerja tidak ada 2 (100) - Modal tidak ada 2 (100) 155

Dwi Priyanto Kendala dalam pengembangan usaha ternak adalah modal usaha yang dinayatakan 18 peternak (100%), dan faktor lahan sebagai sarana kandang dinyatakan 4 peternak (22% responden). Lahan yang diusahakan umumnya adalah lahan sewaan, karena sebagian besar peternak tidak memiliki lahan dan hidup dalam perkampungan padat penduduk sehingga lahan pembuatan kandang sangat terbatas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang target skala usaha ternak domba yang dilakukan peternak di perdesaan dapat disimpulkan bahwa : 1. Skala usaha ternak domba dengan model usaha pembibitan di perdesaan masih rendah yakni mencapai 6,05 ekor/peternak dengan pemilikan induk 2,31 ekor/peternak, dengan rataan penjualan sebanyak 3,05 ekor/tahun. Hal tersebut berpengaruh langsung terhadap rendahnya nilai penjualan ternak sebesar Rp 776.315/peternak/tahun. 2. Semakin meningkat jumlah induk yang dipelihara, berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dalam meningkatkan skala usaha. Demikian pula peubah jumlah anggota keluarga menjadi penentu dalam pertimbangan pengembangan skala usaha, karena usaha ternak dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Peubah aset harga jual domba, luas lahan, dan total pendapatan rumah tangga berhubungan positif terhadap skala usaha ternak. Sebaliknya pendapatan usaha pertanian (hortikultura) di lokasi terlihat merupakan usaha kompetitif terhadap usaha ternak domba, kaitannya dengan pengalokasian tenaga kerja. 3. Rekomendasi target penjualan 1 ekor anak/bulan di lokasi, disarankan peternak memiliki asset sebesar 9,08 ekor induk, dengan kapasitas skala usaha mencapai 23,80 ekor, yang diharapkan memberikan pendapatan usaha ternak mencapai Rp 254.421/peternak/bulan. Target kinerja usaha tersebut perlu disesuaikan dengan daya dukung pakan di lokasi, dan tenaga kerja keluarga, disamping faktor lainnya. 4. Peternak sangat berminat untuk mengembangkan skala usaha ternak yang dipelihara, tetapi faktor modal adalah sebagai kendala utama disamping keterbatasan lahan untuk alokasi kandang ternak. Saran Untuk mencapai target penjualan anak domba sesuai minat peternak di perdesaan perlu dilakukan peningkatan skala pemilikan induk yang dipelihara. Disamping itu perlu adanya dukungan inovasi teknologi meliputi : (1) Peningkatan produktivitas anak yang dilahirkan, (2) Memperpendek jarak beranak (lambing interval) dengan sistem perkawinan yang tepat, dan (3) Menekan mortalitas 156

Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di dengan memperbaiki manajemen pemeliharaan khususnya manajemen pakan. Dalam model pengembangan ternak domba dilapangan rekomendasi skala usaha disarankan minimal 5 ekor induk/peternak agar skala ekonomi dapat dicapai, disamping kelayakan usaha ditinjau kondisi sumber daya yang tersedia di perdesaan. DAFTAR PUSTAKA Gatenby, R.M. 1986. Sheep Production in the Tropic and Sub-Tropic. Tropical Agriculture Series. Longman, London and New York. Priyanto, D. dan D. Yulistiani. 2005. Estimasi Dampak Ekonomi Penelitian Partisipatif Penggunaan Obat Cacing dalam Peningkatan Pendapatan Peternak Domba di Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor hlm. 512-520. Priyanto, D., M. Martawijaya, dan B. Setiadi. 2004. Analisis Kelayakan Usaha Ternak Domba Lokal pada Berbagai Skala Pemilikan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 433-442. Setiadi, B., D. Priyanto, dan Subandriyo. 1999. Karakteristik Morfologik dan Produktivitas Induk Kambing Peranakan Etawah di Daerah Sumber Bibit, Kabupaten Purworejo. Prosiding Seminar Nasional. Kiat Usaha Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Soedirman, Purwokero : hlm 114-127. Simatupang, P., dan P.U. Hadi. 2004. Daya Saing Usaha Peternakan Menuju 2020. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Tahun 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 45-57. Soehadji. 1992. Pengembangan Peternakan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II. Prosiding Agro Industri Peternakan di. Balai penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 1-32 Statistical Analysis System, 1987. SAS/STAT Guide for Personal Computer Version 6 th ed., SAS. Institute Inc., Carry, NC. USA. Subandriyo, B. Setiadi, D. Priyanto, M. Rangkuti, L.H. Prasetyo, P. Sitorus, T.D. Soedjana, A. Mulyadi, A. Semali, W.K. Sejati, D. Yulistiani, O.S. Butar-Butar, dan B. Utomo. 1994. Penelitian Pengembangan Pemuliaan Domba Prolifik di. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional. Bogor. 104 hlm. Subandriyo, B. Setiadi, D. Priyanto, M. RangkutI, W.K. Sejati, Riasari, Hastono, dan O.S. Butar-Butar. 1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan Etawah dan Sumber daya di Daerah Sumber Bibit. Pusat Penlitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. 112 hlm. Wahyuni, S. dan A. Suparyanto. 1992. Changes in Women s Small Ruminant Management and Impact on Family Labour Pattern. Proccedings of the International Seminar. Brawijaya University. Malang. hlm 506-512. 157