BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

dokumen-dokumen yang mirip
Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB II LANDASAN TEORI

STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK. Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian, antara lain

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TANAMAN PENGHASIL PATI

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB I PENDAHULUAN. panjang cm dan garis tengah cm. Buah nangka terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

LAPORAN ILMU TEKNOLOGI PANGAN Pembotolan Manisan Pepaya. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Pendinginan dan Pembekuan. Kuliah ITP

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

TELUR ASIN PENDAHULUAN

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengolahan dengan suhu tinggi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) yang biasanya dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia (Sunaryono, 1989). Varietas yang dapat dikembangkan di Indonesia yaitu nanas queen yang banyak ditanam di daerah Bogor dan Palembang, memiliki rasa yang lebih manis dan memiliki daun yang berduri. Nanas cayene ditanam luas di dataran tinggi. Gambar 1. Buah nanas (Sunaryono, 1989). 5

6 Prihatman (2000) mengungkapkan bahwa ciri-ciri buah yang siap dipanen adalah mahkota buah terbuka, tangkai buah mengkerut, mata buah lebih mendatar, besar dan bentuknya bulat, bagian pada dasar buah berwarna kuning, dan timbul aroma nanas yang harum dan khas. Nanas memiliki berbagai macam manfaat diantaranya melancarkan pencernaan, membantu proses penyembuhan, mengefektifkan sistem metabolis tubuh, menambah daya tahan tubuh, memperkuat otot jantung dan juga dapat menghaluskan kulit. Menurut Barus (2008) komposisi kimia tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 1) Tabel 1. Komposisi kimia buah nanas segar dalam 100 g No. Unsur Gizi Jumlah 1. Kalori (kal) 50,00 2. Protein ( g ) 0,40 3. Lemak ( g ) 0,20 4. Karbohidrat (g) 13,00 5. Kalsium (mg) 19,00 6. Fosfor (mg) 9,00 7. Serat (g) 0,40 8. Besi (g) 0,20 9. Vitamin A (IU) 20,00 10. Vitamin B1 (mg) 0,08 11. Vitamin B2 (mg) 0,04 12. Vitamin C (mg) 20,00 13. Niacin (g) 0,20 14. Kadar gula (%) 2,00 15. Kadar air (%) 84,97 Sumber: Barus (2008). Daya simpan buah nanas segar antara 1 7 hari pada suhu 21.11 o C. Oleh karena itu, buah nanas mudah sekali busuk (Winarno dan Laksmi, 1974). Setelah panen, perlu dilakukan penanganan pascapanen seperti, dilakukan pengumpulan hasil panen agar tidak terjadi kerusakan buah, dilakukan sortasi dengan

7 memisahkan buah (kerusakan buah, kematangan buah, bentuk, dan ukuran), penyimpanan dilakukan untuk mengumpulkan buah nanas sebelum diangkut untuk dipasarkan. Buah nanas biasanya disimpan dalam ruangan dingin yang suhunya sekitar 5 o C (Prihatman, 2000). Pemanfaatan buah nanas untuk diolah di kalangan masyarakat sudah sangat banyak dilakukan, baik olahan industri skala kecil (rumah tangga) maupun industri skala besar. Jenis olahan nanas yang diharapkan akan menjadi lebih baik untuk dikembangkan pada industri pedesaan seperti dodol nanas, selai nanas, sirop nanas dan keripik nanas (Asni, 2006). Teknologi yang semakin berkembang menjadi jalan keluar atas permasalahan pasca panen buah nanas. Pengeringan bahan pangan merupakan salah satu cara pengawetan bahan pangan yang sedang berkembang saat ini. Tujuan utama dari pengeringan bahan pangan adalah untuk menurunkan kadar air yang terdapat pada buah segar, untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan, karena air dalam bahan merupakan pemicu pertumbuhan mikroorganisme. Bahan pangan dapat dikeringkan dengan menggunakan panas yang berasal dari matahari dan pengeringan yang menggunakan alat. 2.2 Pengeringan Buah Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Proses pengeringan terjadi karena adanya proses penguapan air pada bahan yang dikeringkan. Bahan yang akan dikeringkan dikontakkan dengan panas dari udara, sehingga panas tersebut akan berpindah dari

8 udara panas ke bahan tersebut, panas akan menyebabkan air menguap ke udara. (Henderson dan Perry, 1976). Sebaliknya Brooker et al. (1973) menyatakan pengeringan adalah proses pindah panas dari udara pengering ke bahan dan penguapan kandungan air dari bahan ke udara pengering secara simultan. Taib et al. (1998) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempercepat proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Bila udara tidak mengalir maka kandungan uap air disekitar bahan yang dikeringakan makin jenuh sehingga pengeringan semakin lambat. Menurut Winarno (1980) proses pengeringan ada dua cara yaitu pengeringan secara alami dan juga pengeringan mekanis. Pengeringan dengan alami yaitu menggunakan sinar matahari dan pengeringan buatan yaitu menggunakan alat pengeringan, salah satu pengeringan menggunakan alat ialah pengeringan vakum. 2.2.1 Pengeringan dengan sinar matahari Salah satu cara dalam proses pengeringan buah yaitu pengeringan langsung dengan menggunakan sinar matahari. Pada umumnya proses pengeringan dengan sinar matahari memakan waktu yang cukup lama karena bergantung pada cuaca. Kerugian pengeringan dengan menggunakan sinar matahari ialah kadar air yang terkandung dalam buah setelah pengeringan tidak dapat lebih rendah dari 15% sebab itu daya simpan produk umumnya tidak lama, memerlukan luas tanah yang cukup besar untuk tempat dimana bahan akan dikeringkan, dan kemungkinan terjadi kontaminasi oleh debu, kotoran tikus, dan mikroorganisme (Tjahjadi dan Marta, 2011).

9 Lama pengeringan dengan penjemuran bergantung pada cuaca, jika cuaca cerah pengeringan dapat berlangsung selama 2-3 hari hingga bahan cukup kering dengan kadar air sekitar 20% (Wahono, 2005). Pengeringan dengan sinar matahari masih digunakan dikalangan masyarakat, karena pengeringan dengan sinar matahari memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode pengeringan lainnya. Keuntungan itu antara lain, energi panas murah dan berlimpah, biaya produksi lebih sedikit, tidak memerlukan peralatan yang mahal dan tenaga kerja tidak perlu mempunyai keahlian tertentu (Buckle, 1992). 2.2.2 Pengeringan vakum Pengeringan vakum merupakan salah satu cara pengeringan bahan dalam suatu ruangan yang tekanannya lebih rendah dibanding tekanan udara atmosfir. Untuk mencegah kelebihan pemanasan, hangus, dan rusaknya bahan maka sumber panas tidak boleh kontak langsung dengan bahan yang akan dikeringkan. Pengeringan bahan diatur pada suhu tertentu dengan proses ruang hampa untuk mempercepat pengeringan (Liapis dan Bruttini, 1995). Keunggulan menggunakan pengeringan vakum yaitu proses pengeringan relatif berlangsung cepat dan mampu menurunkan titik didih air, sehingga dapat mengeluarkan air dari bahan yang dikeringkan lebih cepat walaupun pada suhu yang lebih rendah. (Aman et al., 1992) Menurut Perumal (2007), tekanan dalam ruang vakum yang lebih rendah dari tekanan atmosfer mengakibatkan air yang ada pada bahan dapat menguap pada suhu yang lebih rendah (titik didih air kurang dari 100 C). Hal ini menyebabkan produk yang dikeringkan memiliki kualitas yang lebih baik karena tekstur, citarasa, dan kandungan gizi yang terkandung tidak rusak akibat suhu pengeringan yang

10 tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu suhu dan udara pengering yang dialirkan, debit aliran udara pengering, kadar air awal bahan, bentuk bahan, ukuran bahan, dan perlakuan/cara pengeringan. Menurut Zain et al. (2005) mesin pengering vakum biasanya digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan yang sensitif terhadap pengaruh suhu tinggi seperti sari buah, sayuran, dan larutan pekat lainnya. Selain itu, pengeringan menggunakan mesin pengering vakum banyak dilakukan untuk bahan hasil pertanian salah satunya ialah buah nanas. 2.2.3 Blanching Blanching merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan uap air panas secara langsung pada suhu 100 o C selama kurang dari 10 menit. Proses pemanasan ini merupakan tahap yang sering dilakukan pada bahan pangan sebelum bahan pangan dikalengkan, dikeringkan, dan dibekukan. Pemanasan dilakukan untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang mungkin dapat mengubah warna, tekstur, cita rasa maupun nilai nutrisinya selama penyimpanan (Muchtadi, 1997). Lebih lanjut Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan untuk bahan pangan yang dikeringkan, blanching akan mempercepat proses pengeringan karena membuat sel permeabel terhadap perpindahan air. Disamping itu blanching dapat dianggap sebagai usaha pemasakan untuk produk kering yang langsung dikonsumsi. Menurut Yulia (2002) untuk mengurangi kerugian pada proses blanching maka diperlukan keseragaman perlakuan dan penekanan kehilangan komponen bahan. Proses blanching dilakukan pada suhu 75-95 o C selama 1-10 menit. Proses

11 blanching dapat dilakukan dengan 3 cara. Cara pertama yaitu kontak langsung dengan air panas (hot water blanching) sehingga banyak kehilangan komponen yang bersifat larut dalam air. Cara kedua menggunakan uap air (steam blanching) jenuh pada tekanan rendah sehingga, lebih sedikit kehilangan komponen yang bersifat larut dalam air. Cara ketiga menggunakan (microwave blanching). 2.3 Pengaruh Pengeringan terhadap Bahan Pangan Winarno (1993) mengungkapkan bahwa pengaruh paling nyata pada bahan pangan yang dikeringkan adalah menurunnya kandungan air pada bahan karena air pada bahan telah mengalami penguapan, yang kemudian menyebabkan penurunan berat bahan. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi lebih tinggi, tetapi warna dan vitamin pada umumnya akan rusak dan berkurang. Lebih lanjut proses pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi maka dapat terjadi case hardening, yaitu suatu keadaan bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalam bahan masih basah. Terjadinya case Terjadinya case hardening dapat mengakibatkan proses pengeringan selanjutnya menjadi lambat. Sebaliknya pada bahan yang basah menyebabkan kebusukan karena mikroorganisme yang berkembang biak. Buckle et al. (1987) menyatakan akibat lain dari pengeringan adalah awetnya bahan pangan dari proses kerusakan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas air (aw) yang terdapat pada bahan pangan mengalami penurunan sehingga mikroorganisme penyebab kerusakan bahan tidak dapat hidup. Pengaruh pengeringan terhadap pertumbuhan mikroorganisme cukup besar, karena

12 pengeringan akan menurunkan nilai (aw) bahan yang dikeringkan. Umumnya bahan pangan yang dikeringkan memiliki nilai (aw) berkisar 0,2-0,6 (Harris dan Karmas, 1989). Kisaran nilai ini sudah cukup menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak yang umumnya tumbuh optimal pada (aw) antara 0,8-1,0 yaitu pada daerah air dalam bahan pangan dinyatakan sebagai air bebas. Pengolahan buah menjadi manisan merupakan salah satu alternatif pengolahan bahan pangan yang mempunyai banyak keuntungan terdiri dari bahan yang dikeringkan lebih awet, ringan dan volume lebih kecil sehingga dapat mempermudah pengemasan (Utami, 2005). 2.4 Pengaruh Blanching terhadap Bahan Pangan Suksmadji (1987) mengungkapkan bahwa bahan pangan yang akan diolah masih dalam keadaan mentah atau segar, teksturnya masih keras. Adanya pemanasan akan menyebabkan dinding sel menjadi lunak dan permeabel terhadap air, sehingga proses penguapan air pada bahan cepat dan waktu pengeringan menjadi lebih singkat. Lebih lanjut dinyatakan, adanya mikroorganisme pada permukaan bahan mentah akan menyebabkan terjadinya kerusakan dan kebusukan pada produk, sehingga kualitasnya nenurun. Perlakuann blanching akan dapat mematikan sebagian mikroba, sehingga jumlahnya dalam bahan berkurang. Bukan hanya itu blanching dengan suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan. Blanching yang berlebihan akan menurunkan nilai gizi, terutama bagian komponen-komponen yang peka terhadap pemanasan. 2.5 Kadar Vitamin C Buah

13 Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi. Vitamin ini merupakan fresh food karena sumber utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar (Linder, l992). Buah mentah mengandung cukup banyak vitamin C sehingga semakin tua buah maka semakin berkurang kandungan vitamin C-nya. Vitamin C juga disebut asam askorbat dapat disintesis dari D-glukosa atau D-galaktosa merupakan gula heksosa (Winarno dan Aman, 1981). Menurut Helmiyesi et al. (2008) vitamin C mudah sekali terdegradasi, baik oleh suhu, cahaya maupun udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang. Vitamin C mudah teroksidasi terutama pada suhu yang lebih tinggi dibanding suhu kamar. Buah-buahan yang dikeringkan cenderung kehilangan kandungan beberapa vitamin selama proses pengeringan khususnya vitamin C. Pada buah-buahan vitamin C akan mudah rusak karena panas tinggi, cahaya, pengolahan, pemasakan dan penyimpanan yang lama (Harris dan Karmas, 1989). Astuti (2007) melaporkan bahwa semakin rendah suhu pengeringan yang digunakan maka pengeringan menjadi lebih lama sehingga proses oksidasi terhadap vitamin C lebih lama, akibatnya kadar vitamin C lebih rendah. Pengeringan pada suhu 60 C dan 70 C, menyebabkan vitamin C lebih cepat teroksidasi dibanding pada suhu 50 o C.

5