KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB V PENUTUP. yang ditandai dengan tingginya derajat kepuasan hidup serta gairah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

DINAMIKA PSIKOLOGIS PENGABDIAN ABDI DALEM KERATON SURAKARTA PASKA SUKSESI

ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangannya Keraton Kasunanan lebih dikenal daripada Keraton

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. ruang terbuka hijau (RTH) oleh Pemerintah Kota merupakan salah satu bagian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada. bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

Subjective Well-Being pada Guru Honorer di SMP Terbuka 27 Bandung

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

KONTRIBUSI KONTROL DIRI TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU

Mewujudkan Kebahagiaan di Masa Lansia dengan Citra Diri Positif *

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

NASKAH PUBLIKASI STUDI EKSPLORASI TERHADAP MOTIVASI KERJA ABDI DALEM KERATON YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Subjective Well-being ditinjau dari faktor demografi pada petani sawit di Desa Rawa Bangun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. argumentatif pemilihan pendekatan atau metode dengan memperhatikan pula

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. persaingan. Seseorang akan berkompetisi untuk mendapatkan sesuatu yang lebih,

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA ABDI DALEM KERATON KASEPUHAN CIREBON SKRIPSI. Oleh: Yuni Rohmawati

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI

OPTIMISME MASA DEPAN ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar lima tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 30 Desember 2005,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, A. 2009, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Jakarta.

HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF REMAJA SMA PROGRAM AKSELERASI DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan asset yang kelak akan menjadi penerus keluarga, menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bandung merupakan salah satu kota besar dengan kemajuan dibidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori crowding yang

Hubungan Antara Coping Stress dengan Subjective Well-Being pada Mahasiswa Luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

Transkripsi:

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SEKAR PURBOSARI F. 100 090 054 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 i

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SEKAR PURBOSARI F 100 090 054 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 ii

KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF PADA ABDI DALEM KERATON KASUNANAN SURAKARTA Sekar Purbosari Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran pengalaman kesejahteraan subyektif pada abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Subjek penelitian ini terdiri dari 6 abdi dalem dengan karakteristik sebagai berikut : a) Abdi dalem yang termasuk didalam abdi dalem garap Keraton Kasunanan Surakarta; b) Abdi dalem perempuan dan laki-laki; c) Tercatat sebagai abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Hasil penelitian ini adalah abdi dalem Keraton cukup bahagia dalam menjalani hidupnya dibuktikan dengan lebih seringnya abdi dalem mengalami peristiwa menyenangkan dari pada peristiwa menyedihkan dalam kehidupannya seharihari. Abdi dalem cukup puas dengan kehidupannya terkait dengan keluarga, kepuasan tersebut dirasakan karena dapat memiliki keluarga yang rukun dan dapat mencukupi kebutuhan primer keluarganya. Abdi dalem mencapai kepuasan hidup terkait dengan pekerjaan karena sudah mendasari niatannya sebagai abdi dalem yakni untuk mengabdi kepada Keraton Kasunanan Surakarta, namun abdi dalem Keraton belum mencapai kepuasan hidupnya terkait dengan kesehatan karena terdapat dua abdi dalem yang mengeluhkan kesehatannya sebagai kesulitan hidup yang sering dialami. Kata kunci : kesejahteraan subyektif, abdi dalem Keraton. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton tidak akan lepas akan adanya abdi dalem keraton yang setia dan masih melakukan pengabdian dengan berbagai gelar dan predikat kebangsawanannya di lingkungan kekerabatan Keraton. Kebanyakan abdi dalem melakukan pengabdian 1

selama belasan bahkan hingga puluhan tahun, meskipun Keraton saat ini sudah tidak berkemampuan memberikan gaji, namun semangat besar dan animo abdi dalem untuk mengabdi hanya didasari oleh semangat pengabdian, loyalitas dan dedikasi yang tinggi untuk nguripnguripi Keraton. Abdi dalem keraton terbagi menjadi dua yakni yang pertama abdi dalem anon-anon dan abdi dalem garap. Abdi dalem anon-anon adalah abdi dalem yang mengabdi dari luar Keraton, menghadap ke Keraton jika ada suatu tugas atau jadwal untuk menghadap (sowan) dan abdi dalem anon-anon tidak diberi upah. Kedua yaitu abdi dalem garap yaitu abdi dalem yang mengabdi di dalam Keraton yang menghadap ke Keraton sehari-hari sesuai dengan jadwal dan abdi dalem ini mendapatkan gaji dari Keraton. Jumlah keseluruhan dari abdi dalem Keraton tidak dapat dipastikan karena abdi dalem anon-anon yang tersebar diluar Keraton jumlah ribuan bahkan puluhan ribu, namun abdi dalem garap jumlahnya dapat diketahui yakni berjumlah lima ratus delapan belas (518). Dari jumlah abdi dalem garap tersebut dibagi kedalam sembilan departemen yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta dengan tugas dan kewajiban masing-masing. Tugas dan kewajiban abdi dalem Keraton seperti tugas menjaga pusakapusaka yang dimiliki Keraton, membersihkan bagian-bagian ruangan Keraton, menyiapkan sesajen setiap harinya, meronce bunga yang digunakan untuk keperluan Keraton, menjadi pawang hujan, dan sebagainya. Menurut sebuah pustaka di Keraton (Sasono Pustoko) yang disebut dengan abdi dalem yaitu setiap orang (siapa saja) yang bekerja di keraton atau yang mengabdi kepada sang raja kang sinebut abdi dalem yaiku pawongan sapa bae kang makarya ing kraton utawa ngabdi marang ratu. Lebih lanjut abdi dalem adalah siapa saja yang sanggup menjadi abdinya budaya Surakarta Hadiningrat serta ditetapkan dengan 2

surat keputusan pemberian pangkat oleh Raja. Abdi dalem Keraton digaji kurang lebih empat puluh dua ribu sampai enam ratus ribu setiap bulannya. Namun gaji tersebut tidak dapat dipastikan diberikan setiap bulan. Dengan penghasilan yang sangat sedikit, abdi dalem keraton masih setia dan masih selalu mengabdi kepada Keraton dengan sepenuh hati. Para abdi dalem mempercayai bahwa sebagai manusia apabila bersedia mengabdi kepada Keraton maka akan memperoleh anugerah, kebahagiaan, dan ketenangan hidup dalam kehidupannya kelak. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Alimin, dkk (2007) menunjukkan bahwa abdi dalem menjalankan tugas dan kewajiban serta menjalankan perintah yang diberikan oleh raja dengan baik disertai perasaan senang dan rela, walaupun terkadang tugas yang diberikan bukan tugasnya dan kadang tidak berkenaan dihati, hal itu dikarenakan sabda atau perintah raja dipercaya adalah perintah Tuhan, jadi apapun perintah raja dipercaya membawa dampak yang baik untuk abdi dalem yang melaksanakannya. Subjective Well-Being (SWB) yaitu evaluasi yang dilakukan seseorang terhadap kehidupannya. Evaluasi tersebut bersifat kognitif dan afektif. Evaluasi yang bersifat kognitif meliputi bagaimana seseorang merasakan kepuasan dalam hidupnya. Evaluasi yang bersifat afektif meliputi seberapa sering seseorang merasakan emosi positif dan emosi negatif. Seseorang dikatakan mempunyai tingkat subjective well-being yang tinggi jika orang tersebut merasakan kepuasan dalam hidup, sering merasakan emosi positif seperti kegembiraan dan kasih sayang serta jarang merasakan emosi negatif seperti kesedihan dan amarah (Diener, dkk, 2000). Diener dkk, (1997) kesejahteraan subjektif (subjective well-being) merupakan cara bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Evaluasi tersebut meliputi kepuasan hidup, sering merasakan emosi positif seperti kegembiraan 3

kasih sayang, serta jarang merasakan emosi negatif seperti kesedihan dan marah. Carr (2004) memberi definisi yang sama antara kebahagiaan dan subjective well-being, yakni sebuah keadaan psikologis positif yang dikarakteristikan dengan tingginya tingkat kepuasan terhadap hidup, tingginya tingkat afek positif, dan rendahnya tingkat afek negatif. Menurut Seligman (2002) kebahagiaan (happiness) merupakan salah satu variable utama subjective well-being, disamping kepuasan hidup (life satisfaction) dan low neuroticism. Diener dkk, (2003) berpendapat bahwa Subjective well being (SWB) menggambarkan evaluasi yang menyeluruh mengenai kehidupan seseorang, namun secara lebih dalam dan tepat, SWB terdiri atas beberapa komponen, yaitu afek positif, afek negatif, kepuasan dan domain kepuasan yang cukup berkorelasi satu sama lain dan secara konseptual berhubungan. Lebih jauh lagi penjelasan mengenai komponenkomponen tersebut adalah sebagai berikut: a. Afek positif dan negatif Afek pleasant dan unpleasant merefleksikan pengalaman mendasar atas peristiwa yang sedang terjadi di dalam kehidupan seseorang. Maka banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penilaian afektif ini merupakan bentuk utama dari penilaian SWB. Penilaian afektif dapat berbentuk emosi dan mood. Emosi merupakan reaksi singkat yang berdasarkan pada peristiwa khusus atau stimulus eksternal, sedangkan mood merupakan perasaan yang lebih panjang atau menetap dan tidak didasarkan pada peristiwa khusus. Penilaian afektif penting karena dengan mengetahui jenis afeksi yang dialami oleh individu maka peneliti bisa memahami cara individu tersebut mengevaluasi kondisi dan pertistiwa yang terjadi di dalam hidupnya. b. Kepuasan hidup Kepuasan hidup adalah penilaian individu 4

terhadap kualitas kehidupannya secara global. Individu dapat menilai kondisi kehidupannya, menentukan kepentingan dari kondisi itu dan mengevaluasi kehidupannya pada skala yang berkisar dari tidak puas hingga puas. Kepuasan hidup menrupakan komponen kognitif dari SWB karena memerlukan proses kognitif, sedangkan afek positif dan negatif merupakan komponen afektif. c. Domain kepuasan Domain kepuasan merefleksikan evaluasi seseorang mengenai aspek khusus dalam hidupnya. Domain kepuasan ini penting karena dengan mengukur kepentingan domain dari kehidupan seseorang, maka seseorang dapat mengkonstruk kembali penilaian kepuasan hidupnya secara global. Domain kepuasan ini dapat memberikan informasi mengenai bagaimana seseorang menyusun penilaian globalnya mengenai kebahagiaan dan juga memberikan informasi yang detail tentang aspek khusus kehidupan seseorang. Carr (2004) menyebutkan bahwa untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang berkontribusi pada kebahagiaan bukanlah merupakan hal yang mudah. Tetapi pada kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa faktor kepribadian dan demografis merupakan faktor utama yang menyebabkan dan berhubungan dengan kebahgaiaan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang: 1) Kepribadian Berdasarkan penelitian mengenai kebahagiaan menunjukkan bahwa orang yang bahagia dan tidak bahagia memiliki profil kepribadian yang berbeda. Hubungan antara trait kepribadian dan kebahagiaan tidak bersifat universal pada semua budaya. Pada budaya barat yang individualistik, orang yang bahagia adalah yang memiliki trait ekstraversi, optimis, harga diri yang tinggi dan locus of control internal. Sedangkan orang yang tidak bahagia adalah orang yang memiliki tingkat neurotik yang tinggi. Hal tersebut berbeda dengan 5

orang-orang di budaya timur yang menganut budaya kolektivistik dimana faktor-faktor tersebut tidak berhubungan dengan kebahagiaan. Jadi nilai budaya menentukan trait kepribadian yang mempengaruhi kebahagiaan. Menurut Eddington & Shuman (2005) kepribadian menunjukkan peran yang lebih signifikan dibandingkan dengan peristiwa hidup spesifik lainnya dalam menentukan Subjective Well-Being. 2) Variabel demografis Faktor lain yang juga mempengaruhi kebahagiaan adalah variabel demografis dan lingkungan (Eddington & Shuman, 2005). Faktorfaktor demografis itu adalah: a. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin merupakan faktor yang sangat kecil dalam menentukan kebahagiaan dan kepuasan hidup seseorang. b. Usia Pada banyak penelitian dan survey menunjukkan bahwa pengaruh usia terhadap kebahagiaan adalah kecil (Argyle, 1999). c. Pendidikan Hubungan antara pendidikan dan kebahagiaan adalah kecil tetapi signifikan. Namun hubungan antara pendidikan dan kebahagiaan merupakan hasil dari korelasi antara pendidikan dengan status pekerjaan dan pendapatan. d. Pendapatan Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pendapatan berhubungan dengan kebahagiaan. Secara umum, orang yang lebih kaya akan merasa lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang lebih miskin. e. Perkawinan Orang yang menikah memiliki kebahagiaan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah menikah, bercerai, berpisah, atau janda. Pada beberapa negara, pasangan yang hidup bersama (kohabitasi) secara signifikan lebih bahagia dibandingkan 6

dengan orang yang tinggal seorang diri. Perkawinan sering ditemukan menjadi salah satu faktor terkuat yang berkorelasi dengan kebahagiaan. f. Pekerjaan Orang yang bekerja akan lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja. Orang yang tidak bekerja mempunyai tingkat stress yang lebih tinggi, kepuasan hidup yang lebih rendah dan kemungkinan bunuh diri yang lebih tinggi dibandinkan dengan orang yang bekerja. g. Kesehatan Hubungan yang kuat antara kesehatan dan kebahagiaan muncul pada pengukuran kesehatan melalui self-report, tidak pada penilaian secara objektif oleh ahli. Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi akan kesehatan menjadi lebih penting dari pada kesehatan secara objektif dalam mempengaruhi kebahagiaan. h. Agama Banyak survey yang menunjukkan bahwa kebahagiaan berkorelasi secara signifikan dengan agama, hubungan seseorang dengan Tuhan, pengalaman doa dan partisipasi di dalam aspek keagamaan. i. Waktu luang Kebahagiaan berkorelasi cukup tinggi dengan kepuasan waktu luang dan tingkatan aktivitas di waktu luang. Kegiatan yang dilakukan pada waktu luang dapat meningkatkan kebahagiaan, seperti aktivitas menyenangkan bersama teman, kegiatan olah raga, dan liburan. Sedangkan kegiatan menonton televisi di waktu luang terutama tontonan yang berat kurang dapat meningkatkan bahagia. j. Etnis Etnis minoritas di suatu negara memiliki kebahagiaan yang lebih kecil karena berdasarkan pada rendahnya pendapatan, pendidikan, dan status pekerjaan yang diperoleh. k. Peristiwa kehidupan Intensitas peristiwa positif yang terjadi tidak banyak mempengaruhi kebahagiaan sebagian karena jarang terjadi. 7

Para abdi dalem Keraton mampu mensejahterakan kehidupannya dengan berbagai cara walaupun dengan gaji atau upah yang minim. Kebahagiaan serta kepuasan hidup didapatkan ketika abdi dalem mampu mengabdi kepada Keraton dan menjaga kelestarian Keraton dengan baik. Abdi dalem beranggapan bahwa mengabdi pada Keraton akan menjadikan kehidupannya lebih berarti dan bahagia. Abdi dalem Keraton mengabdi kepada keraton dengan ketulusan hati serta keyakinan bahwa mengabdi kepada Keraton merupakan hal yang sangat membanggakan dan membahagiakan selama hidupnya. Hal tersebut dibuktikan dengan tetap mengabdinya abdi dalem walaupun pendapatan atau gaji yang diberikan keraton sangat minim bahkan tidak dapat dipastikan gaji tersebut akan diberikan setiap bulannya. Namun, dengan keadaan perekonomian seperti itu abdi dalem Keraton mampu mencukupi kehidupannya dan merasa bahagia dengan hidupnya. Abdi dalem Keraton merasa bahagia dengan hidupnya karena selalu bersyukur dengan segala keadaan dan abdi dalem menilai kebahagiaan sebagai hal yang sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran pengalaman kesejahteraan subyektif pada abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. METODE Subjek Penelitian. Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta yang termasuk di dalam abdi dalem garap dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Subjek penelitian berjumlah 6 orang abdi dalem dengan rincian 4 abdi dalem perempuan dan 2 abdi dalem laki-laki. Alat pengumpulan data. Berupa wawancara dan observasi sehingga data-data yang diperoleh berupa narasi dan deskripsi dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilaksanakan. Langkah-langkah dalam analisis data penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengorganisasikan data 2. Melakukan pengkodingan 8

3. Menentukan tema 4. Mencari kategori 5. Mendeskripsikan kategori HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa peristiwaperistiwa menyenangkan yang pernah dialami informan bermacam-macam seperti, mengalami suatu peristiwa atau mendapatkan sebuah rejeki yang tidak terduga, diapresiasikan oleh orang lain, terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, mendapat kepercayaan dari atasan,dapat hidup rukun dengan keluarga, dan dapat membahagiakan oranglain. Peristiwa menyenangkan yang dialami abdi dalem polisi adalah ketika mendapatkan rejeki tak terduga, yakni pada saat ada pengunjung atau wisatawan yang memberinya rejeki atau uang. Peristiwa tidak terduga yang dialami oleh informan SR pada saat dipanggil dan diberi petuah oleh Sinuhun PB XII. Sedangkan peristiwaperistiwa menyedihkan yang dialami informan seperti pada saat informan belum mendapatkan fasilitas tempat tinggal yang layak dan menjadi milik pribadi, belum bisa membahagiakan orang lain, merasa tidak dihormati anak-anaknya, dan merasakan dampak dari terbakarnya Keraton pada tahun 1985 dan dampak dari masa transisi tahun 2005 yang hingga kini belum terselesaikan permasalahannya. Tingginya afek positif dan rendahnya afek negatif dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa bermakna yang pernah dialami informan. Semua peristiwa dianggap menyenangkan karena menjadi abdi dalem didasari dengan niatan dari hati untuk mengabdi kepada Keraton. Walaupun informan juga merasakan peristiwa yang tidak menyenangkan, seperti gaji yang tidak rutin diberikan yang terkadang menjadi permasalahan ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, namun informan selalu berusaha mengubah perasaannya menjadi perasaan yang senang terhadap pekerjaannya karena niatan dari hati untuk mengabdi kepada Keraton agar mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang 9

dilakukan oleh Alimin, dkk (2007) menunjukkan bahwa abdi dalem menjalankan tugas dan kewajiban serta menjalankan perintah yang diberikan oleh raja dengan baik disertai perasaan senang dan rela, walaupun terkadang tugas yang diberikan bukan tugasnya dan kadang tidak berkenaan dihati, hal itu dikarenakan sabda atau perintah raja dipercaya adalah perintah Tuhan, jadi apapun perintah raja dipercaya membawa dampak yang baik untuk abdi dalem yang melaksanakannya. Pendapat dari Wikandaru (2010) Abdi dalem bekerja di keraton dengan prinsip sukarela, artinya mereka bekerja atas kemauan sendiri dengan jumlah honor yang sangat kecil. Mereka bekerja dengan tujuan untuk mencari berkah dalam Keraton. Informan berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan secara ekonomi maupun kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Pemenuhan kebutuhan ekonomi menjadi hal yang paling penting karena dapat mencukupi kebutuhan keluarganya adalah salah satu peristiwa yang paling menyenangkan dalam hidup informan. Informan ST, TR dan EL mengungkapkan peristiwa menyenangkan dalam hidupnya adalah ketika dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hellevik (2003) berbagai cara telah banyak ditempuh manusia untuk mencapai well-being, yakni melalui pemenuhan kebutuhan materi dan kemapanan ekonomi. Informan ST, PR, TR, dan EL merupakan informan yang memiliki tingkat afek positif lebih tinggi dari pada afek negatifnya. Sedangkan informan KB dan SR memiliki tingkat afek positif dan afek negatif yang sama. Sehingga dari keenam informan dapat diketahui bahwa informan ST, PR, TR, dan EL merupakan abdi dalem yang mencapai tingkat kebahagiaan lebih tinggi dari pada informan KB dan SR. Dibuktikan dengan lebih seringnya merasakan peristiwa-peristiwa positif seperti kegembiraan dan kasih sayang serta jarang merasakan emosi negative 10

seperti kesedihan, hal ini sesuai dengan pendapat Diener dkk, (1997) kesejahteraan subyektif merupakan cara bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Evaluasi tersebut meliputi kepuasan hidup, sering merasakan emosi positif seperti kegembiraan dan kasih sayang serta jarang merasakan emosi negative seperti Kehidupan informan berfokus pada kebahagiaan diri sendiri dan keluarganya, seperti kebahagiaan ketika dapat mencukupi kebutuhan keluarga dan ketika dapat berkumpul dengan keluarganya. Informan berusaha mencukupi kebutuhan keluarganya dengan bekerja sebagai abdi dalem dan ada salah satu informan yang memiliki pekerjaan lain sebagai PNS di BP 3 Jateng. Kesulitan hidup yang dialami informan adalah kesulitan ekonomi dan gangguan kesehatan. Kesulitan ekonomi dialami karena gaji sebagai abdi dalem dirasa sangat minim dan tidak bisa dipastikan akan keluar setiap bulannya. Terdapat dua informan yang mengalami kesulitan hidup berupa gangguan kesehatan yakni gangguan persendian dan gejala katarak. Walaupun pendapatan dari pekerjaan informan sebagai abdi dalem tidak rutin diberikan, informan tidak menjadikannya sebagai kesulitan hidup namun sebagai tahapan hidup yang harus dilalui. Informan mendasari pekerjaannya sebagai abdi dalem dengan niatan dari hati untuk mengabdi dan hidup dibawah naungan Keraton agar mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. KESIMPULAN Dari peristiwa-peristiwa bermakna yang pernah dialami abdi dalem dapat diketahui bahwa abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta cukup bahagia dalam menjalani hidupnya, karena dalam kesehariannya abdi dalem lebih sering merasakan halhal menyenangkan seperti ketika bertugas sebagai abdi dalem Keraton dan ketika berada di lingkungannya, terdapat beberapa peristiwa menyenangkan seperti mendapat rejeki yang tidak terduga, memiliki keluarga 11

yang hidup rukun dan dapat mencukupi kebutuhan primer seharihari dalam keluarganya. Sedangkan peristiwa menyedihkan jarang dialami oleh abdi dalem. Peristiwa menyedihkan tersebut seperti belum mendapatkan fasilitas tempat tinggal yang layak dan menjadi milik pribadi, belum membahagiakan orang tua dan ketika merasakan dampak dari perselisihan yang terjadi di dalam keluarga Keraton Kasunanan Surakarta. Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta mencapai kepuasan hidup yang berkaitan dengan keluarga. Kepuasan hidup dirasakan ketika informan memiliki pasangan hidup, anak, dan cucu. Selain itu abdi dalem merasa bahagia karena memiliki keluarga yang rukun dan dapat berkumpul dengan keluarganya seperti anak dan cucunya, dapat mencukupi kebutuhan primer keluarganya, dapat mencukupi kebutuhan pendidikan anak serta cucunya, dan dapat membelikan sebuah barang untuk cucunya. Peristiwa-peristiwa tersebut yang menjadikan abdi dalem Keraton merasa bahagia dan merasa puas menjalani hidupnya karena memiliki keluarga rukun dan dapat membahagiakan keluarganya. Abdi dalem Keraton mencapai kepuasan hidup yang berkaitan dengan pekerjaannya. Meskipun keseluruhan abdi dalem Keraton mengeluhkan kelancaran pemberian gaji, namun abdi dalem tidak menjadikan hal tersebut sebagai kesulitan hidup yang sangat menghambat, karena abdi dalem dapat mencukupi kebutuhan primer keluarganya seperti kebutuhan sandang, pangan, dan pendidikan anak serta cucunya dengan penghasilan tidak terduga yang diberikan pengunjung saat mengajak abdi dalem berfoto bersama. Abdi dalem Keraton tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi abdi dalem, hanya satu abdi dalem Keraton yang bekerja menjadi PNS selain menjadi abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Abdi dalem tidak bekerja selain menjadi abdi dalem Keraton karena sudah mendasari niatannya untuk menghabiskan hidup dengan mengabdi 12

kepada Keraton Kasunanan Surakarta. Abdi dalem merasa bahagia dan mencapai kepuasan hidup karena dapat mengabdi kepada Keraton Kasunanan Surakarta, walaupun dengan gaji yang tidak rutin diberikan. Abdi dalem Keraton belum mencapai kepuasan hidupnya yang berkaitan dengan kesehatan, karena terdapat dua abdi dalem Keraton yang mengeluhkan kesehatannya sebagai kesulitan hidup yang saat ini dialami. Usia abdi dalem yang sudah tidak muda lagi menjadi sebab dari permasalahan kesehatannya, seperti gejala katarak dan persendian yang sering dirasakan oleh abdi dalem Keraton. DAFTAR PUSTAKA Allimin, F, Taufik & Moordiningsih. 2007. Dinamika Psikologis Pengabdian Abdi Dalem Keraton Surakarta Paska Suksesi. Indigenous,Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 2, 26-36 Argyle, M. 1999. Causes and Correlates of Happiness. Dalam D. Kahneman, E. Diener, & N. Schwarz (Eds.). Well-being: The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation Carr, A. 2004. Positive Psychology: The Science of Happiness and Human Strengths. New York: Brunner-Routledge Diener, E., & Diener, C. 1997. Resent Findings on Subjective Well- Being. www.psycho.uiuc.edu. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012. Diener, E., Scollon, C.N., & Lucas, R.E. 2003. The Evolving Concept of Subjective Well- Being: The Multifaceted Nature of Happiness. Advances in Cell Aging and Gerontology, vol. 15, 187 219. Diener, E., Suh, E., & Oishi, S. 2000. Similarity of the Relations Between Martial Status and Subjective Well-Being Across Cultures. Journal of Cross- Cultural Psychology, 31, 419-436 Eddington, N. & Shuman, R. 2005. Subjective Well-Being (Happiness). http://www.texcpe.com/cpe/pd F/ca-happiness.pdf (diunduh pada tanggal 18 Maret 2012). Seligman, M. E. P. 2002. Authentic Happiness. New York: Free Press. 13