PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

dokumen-dokumen yang mirip
OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK KOMPOSIT TANPA PEREKAT (BINDERLESS COMPOSITE) DARI LIMBAH PENGOLAHAN KAYU

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

BAB V ANALISIS HASIL

PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN KAYU JATI SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL NON PEREKAT

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit,

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Analisis statistika hubungan antara komposisi dengan kerapatan. a. Tabel anova hubungan antara komposisi dengan nilai kerapatan.

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat-sifat papan semen partikel yang diuji terdiri atas sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan

PENGARUH PROPORSI LAPISAN DAN BAHAN BAKU TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL LAPIS TANPA PEREKAT

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

PEMBUATAN BATANG SILINDRIS DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL SEKAM DARI SEKAM PADI

Effect of Particle Layerson Mechanical Characteristics (MoE And MoR) Of Particle Board Of Ulin Wood (Eusideroxylon Zwageri T.Et.B)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk menghasilkan papan partikel dengan sifat fisik dan mekanis terbaik. Dengan semakin kecilnya ukuran partikel, maka total luas permukaannya akan meningkat, sehingga jumlah perekat per satuan luas permukaan akan semakin sedikit. Di sisi lain, apabila ukuran partikel relatif besar, maka akan cukup area overlay antar partikel sehingga berpotensi meningkatkan kekuatan mekanisnya. Fakta ini telah dibuktikan pada jenis flake board maupun strandboard yang umumnya memiliki kekuatan mekanis lebih tinggi dibandingkan papan yang menggunakan partikel berukuran kecil, misalnya serbuk gergaji (Maloney 1993). Fenomena demikian diduga tidak berlaku pada papan partikel tanpa perekat yang dibuat dengan perlakuan oksidasi. Efektivitas proses oksidasi permukaan bahan akan ditentukan oleh tingkat assesibilitas komponen kimia yang ada dalam bahan tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Sato (24) bahwa banyaknya lignin yang terekspose pada permukaan serat yang dibuat dengan steam exsplosion berkontribusi penting dalam memicu mekanisme ikatan sendiri dalam proses pembuatan papan serat. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diduga bahwa semakin kecil ukuran partikel, assesibilitas komponen kimia oleh oksidator semakin meningkat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan efektivitas ikatan. Akan tetapi di sisi lain, secara umum telah diketahui bahwa dalam pembuatan papan partikel konvensional, penurunan ukuran partikel akan menurunkan sifat-sifat mekanis papan. Dengan demikian, maka fokus penelitian pada tahapan ini adalah mencari titik optimal hubungan antara ukuran partikel dengan keteguhan rekat dan sifat mekanis lainnya. Dalam hal ini perlakuan yang digunakan berupa ukuran partikel yang dinyatakan dalam. 68

Bahan dan Metode Bahan Seperti dalam bab sebelumnya, bahan baku yang digunakan dalam tahapan ini juga terdiri atas dua jenis yaitu bambu andong dan kayu sengon. Adapun bahan oksidator yang digunakan adalah hidrogen peroksida dan fero sulfat. Penelitian pada bagian ini terdiri atas dua tahapan yaitu analisis karakteristik papan partikel yang dibuat dari beragam ukuran partikel yang disaring satu kali dan disaring dua kali. Pada penyaringan satu kali, perlakuan terdiri atas 5 taraf untuk masing-masing jenis bahan baku, yaitu pertikel lolos 2, 1, 5, 2,5, dan 1,5. Adapun tahapan ke dua adalah analisis karakteristik papan partikel yang dibuat dari beragam ukuran partikel yang telah disaring 2 tahap. Perlakuan terdiri atas 3 taraf yaitu partikel lolos 2 /tertahan 4, Lolos 1 /tertahan 2, serta lolos 5 /tertahan 1. Lolos 2 Lolos 1 Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 Gambar 29 Partikel bambu dan kayu sengon berbagai ukuran Pembuatan dan Pengujian Papan Partikel yang digunakan adalah partikel kering udara dengan kadar air sekitar 1%. Partikel tersebut dioksidasi dengan hidrogen peroksida 2% berdasarkan berat kering partikel dan fero sulfat 5% berdasarkan berat hidrogen peroksida. Partikel teroksidasi kemudian dikondisikan selama 9 sampai 12 menit lalu dibentuk menjadi lembaran. Lembaran tersebut selanjutnya dikempa panas pada suhu 18 o C selama 15 menit dengan tekanan spesifik 25 kgf cm -2. Ukuran papan partikel yang dibuat adalah 3 cm x 3 cm x,7 cm dengan 69

kerapatan sasaran,75 g cm -3. Ulangan yang digunakan untuk masing-masing perlakuan adalah 4 kali. Adapun metode pengujian sifat-sifat papan yang dilakukan sama dengan bagian sebelumnya yaitu berdasarkan 23. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian untuk setiap parameter dirataratakan dan dibandingkan satu sama lain. Selain itu, data yang diperoleh juga dibandingkan dengan nilai-nilai yang ditetapkan dalam JIS A598 23. Untuk melihat signifikansi perbedaan karakteristik papan partikel yang dibuat dari partikel dengan ukuran yang berbeda-beda maka dilakukan analisis ragam dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktor tunggal, yaitu ukuran partikel. Hasil analisis ragam yang menunjukkan adanya pengaruh nyata ukuran partikel terhadap karakteristik papan partikel dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan uji perbandingan berganda Duncan. Untuk analisis perbandingan karakteristik papan yang dibuat dari partikel yang disaring satu kali dan yang disaring dua kali, digunakan perbandingan nilai tengah masing-masing kelompok ukuran partikel dengan menggunakan analisis Uji t student. Parameter-parameter yang dibandingkan pada bagian ini adalah pengembangan tebal, MOR, MOE, serta keteguhan rekat. Hasil dan Pembahasan Saringan Satu Tahap Meskipun ukuran sasaran partikel telah ditetapkan untuk masing-masing kelompok, namun karena partikel hanya disaring sekali, maka partikel berukuran lebih halus juga tergabung dalam masing-masing kelompok tersebut. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi terbesar tetap ditemukan pada kelompok yang menjadi sasaran utama ukuran partikel. Dari data yang tercantum dalam tabel tersebut, terlihat bahwa proporsi ukuran partikel yang menjadi ukuran sasaran berkisar pada angka 34,55-51,41% untuk bambu dan 47,6-66,31 % untuk sengon, sementara sisanya terdistribusi pada ukuran-ukuran partikel yang lebih halus. Data sebaran ukuran ini mengindikasikan bahwa pembatasan penggunaan partikel pada ukuran yang sangat spesifik menghasilkan rendemen yang rendah. 7

Tabel 4 Distribusi ukuran partikel No. Kelompok Ukuran Partikel Lolos 2,5 /Tertahan 5 Lolos 5 / Tertahan 1 Proporsi Distribusi Partikel (%) Lolos1 Lolos 2 Lolos 4 / / / Tertahan Tertahan Tertahan 2 4 6 Lolos 6 / Tertahan 8 Lolos 8 1 Lolos 2 - - - 41,68 16,33 24,79 17,21 2 Lols 1 - - 34,55 33,53 7,86 13,7 1,36 3 Lolos 5-36,46 17,32 31,71 4,67 5,7 4,13 4 Lolos 2,5 51,41 27,22 6,58 1,4 1,15 2,2 1.21 5 Lolos 1,5 1.14 x 2,59 x 11,72 mm 1 Lolos 2 - - - 58,32 14,5 17,52 9,66 2 Lols 1 - - 66,31 23,46 4,12 3,81 2,31 3 Lolos 5-55,62 11,47 21,64 3,5 5,11 2,66 4 Lolos 2,5 47,6 24,97 4,43 14,33 2,82 3,74 2,1 5 Lolos 1,5 - Partikel-partikel dengan distribusi ukuran sebagaimana disajikan pada Tabel 4 selanjutnya dijadikan bahan dalam pembuatan papan partikel. Hasil analisis terhadap parameter kerapatan papan sebagaimana disajikan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kerapatan papan partikel baik yang berbahan baku bambu maupun sengon tidak memiliki nilai selisih kerapatan yang tinggi pada berbagai ukuran partikel. Namun demikian, hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel bambu tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan partikel yang dihasilkannya, sementara pada papan partikel kayu sengon berpengaruh nyata. Hasil uji perbandingan berganda Duncan sebagaimana disajikan pada Gambar 28 menunjukkan bahwa papan sengon yang terbuat dari partikel berukuran lolos 1,5, lolos 2,5, maupun lolos 5 memiliki kerapatan yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Demikian halnya dengan papan yang terbuat dari partikel yang lolos 1 juga tidak berbeda nyata dengan papan yang terbuat dari partikel yang lolos 2. Dalam penelitian ini, kerapatan papan sesungguhnya telah didisain untuk mencapai kerapatan yang seragam yaitu,75 g cm -3. Namun demikian pada kenyataannya terdapat variasi yang signifikan, khususnya pada papan partikel dari kayu sengon. Walaupun pada kenyataannya kerapatan sasaran papan senantiasa bervariasi pada percobaan-percobaan serupa tetapi variasi tersebut senantiasa 71

diusahakan seminimal mungkin. Dalam kasus penelitian ini, beberapa papan partikel memiliki kerapatan yang jauh di bawah kerapatan sasaran. Hal ini disebabkan oleh terbakarnya sebagian kecil partikel halus akibat reaksi eksotermik yang terjadi selama proses oksidasi. Meskipun terjadi perbedaan kerapatan yang cukup signifikan di antara kelompok papan yang dibuat namun apabila dibandingkan dengan, secara keseluruhan papan tersebut masih memenuhi standar. 1. Kerapatan (g cm -3 ).8.6.4.2. tn c Lolos 2 tn bc tn ab tn a tn ab Lolos 1 Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 Ukuran partikel Gambar 3 Kerapatan papan pada berbagai ukuran partikel Berbeda dengan nilai kerapatan papan, sebaran kadar air papan partikel sebagaimana disajikan pada Gambar 31 sebagian tidak memenuhi. Hal ini terutama terjadi pada papan partikel dari bambu. Sementara itu untuk papan partikel dari kayu sengon, hanya partikel yang berukuran lolos 1,5 yang tidak memenuhi standar. Data pada gambar tersebut menunjukkan bahwa kadar air papan partikel secara umum relatif rendah. Rendahnya kadar air papan ini disebabkan oleh adanya lignin yang terekspose pada permukaan papan. Hal ini didasarkan pada pengamatan permukaan sampel yang umumnya berwarna gelap, licin dan cenderung hydrophobic. Selain itu, reaksi eksotermik selama proses oksidasi juga menyebabkan menguapnya sebagian air yang terkandung dalam bahan oksidator maupun air yang ada dalam partikel. Fenomena ini juga teramati dari kesan raba partikel teroksidasi yang cenderung kering dan kaku. Kadar air papan-papan partikel tersebut cenderung jauh lebih rendah dari kayu solid yang umumnya di atas 1%. Tekanan pada suhu tinggi (18 o C) selama 72

15 menit akan menyebabkan penurunan daerah amorf pada dinding sel partikel, sehingga sifat hydrophilic papan akan menurun. Pada temperatur 18 o C suhu transisi gelas lignin telah terlampaui (Hill 26) yang membuat lignin lebih mudah berubah bentuk. Beberapa bagian dari lignin tersebut dapat terekspose pada permukaan partikel yang teramati secara visual yang diindikasikan oleh warna yang lebih gelap pada papan partikel. Oleh karena lignin adalah bahan yang bersifat hydrophobic, maka keberadaanya dapat menghambat penyerapan uap air selama proses pengkondisian. Berdasarkan hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15, diketahui bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata pada kadar air papan partikel yang dihasilkan, baik pada papan partikel bambu maupun sengon. Hasil analisis perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa pada papan partikel dari bambu, kadar air tertinggi ditemukan pada papan yang terbuat dari partikel lolos 2,5. Kadar airnya berbeda nyata dengan keempat jenis papan lainnya. Sementara itu kadar air terendah ditemukan pada papan partikel yang terbuat dari partikel lolos 5 dan berbeda nyata dengan papan dari partikel yang lolos 2, meskipun di sisi lain nilainya tidak berbeda nyata dengan papan dari partikel lolos 1 ataupun 1,5. Pada papan partikel dari kayu sengon, kadar air terendah ditemukan pada papan yang terbuat dari partikel lolos 1,5. Berdasarkan analisis perbandingan berganda Duncan, nilainya berbeda nyata dengan papan dari partikel lolos 1 maupun lolos 1,5, meskipun di sisi lain tidak berbeda nyata dengan papan dari partikel yang lolos 2, dan 5. Walaupun terdapat variasi kadar air di antara jenis-jenis papan yang dibuat, namun tampak jelas bahwa ukuran partikel tidak memiliki pola hubungan tertentu dengan kadar air papannya. 73

Kadar air (%) 14 12 1 8 6 4 2 ab b ab b a b ab a c ab b ab Lolos 2 ab b a ab c b ab a Lolos 1 Lolos 5 Ukuran partikel Lolos 2,5 Lolos 1,5 Gambar 31 Kadar air papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Daya serap air papan partikel sebagaimana disajikan pada Gambar 32 menunjukkan bahwa daya serap air papan tersebut cenderung sedikit menurun seiring dengan semakin meningkatnya ukuran partikel. Meskipun demikian, apabila diamati angka-angka perubahannya, terlihat bahwa perbedaan daya serap air antar ukuran partikel relatif kecil. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 yang menunjukkan bahwa ukuran partikel tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan partikel. Daya serap air (%) 8 7 6 5 4 3 2 1 tn tn Lolos 2 Lolos 1 tn tn tn tn tn tn tn tn Lolos 5 Ukuran partikel Lolos 2,5 Lolos 1,5 Gambar 32 Daya serap air papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Data pengembangan tebal papan partikel sebagaimana disajikan pada Gambar 33 menunjukkan bahwa pengembangan tebal papan cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya ukuran partikel. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh 74

nyata terhadap pengembangan papan partikel. Hasil analisis perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa pada papan partikel bambu, papan yang terbuat dari partikel lolos 2, lolos 1, dan lolos 5 tidak berbeda nyata satu sama lain, akan tetapi berbeda nyata dengan kedua jenis papan lainnya. Sementara itu, papan partikel yang lolos 2,5 dan 1,5 juga tidak berbeda nyata satu sama lain. Pada papan partikel dari kayu sengon, papan yang terbuat dari partikel lolos 1, lolos 2,5, dan lolos 1,5 tidak berbeda nyata satu sama lain akan tetapi ketiganya berbeda dengan dua jenis papan lainnya. Sementara itu papan yang terbuat dari partikel yang lolos 2 dan lolos 5 tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengembangan tebal (%) 4 3 2 1 a a Lolos 2 Lolos 1 a b a a b b b b Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 Ukuran partikel Gambar 33 Pengembangan tebal papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Apabila dibandingkan dengan 23, papan partikel dari kayu sengon secara keleluruhan memenuhi standar. Akan tetapi pada papan partikel dari bambu hanya dua dari lima tipe papan yang dibuat yang pengembangan tebalnya memenuhi standar, yaitu yang lolos 2 dan lolos 1. Pada papan partikel bambu, peningkatan pengembangan tebal terjadi secara drastis dari ukuran partikel lolos 5 ke ukuran partikel yang lebih kasar. Pengembangan tebal dapat terjadi karena kembalinya partikel ke bentuk semula setelah sebelumnya mengalami collaps akibat pengempaan pada suhu dan tekanan tinggi (Sekino et al. 1999), serta pengembangan dinding sel akibat penyerapan air. Tampaknya, pada ukuran partikel lolos 2 sampai lolos 5, deformasi partikel yang terjadi relatif lebih permanen sehingga 75

pengembangan tebalnya kecil. Hal ini terjadi karena proses oksidasi berlangsung lebih efektif sehingga mampu membentuk ikatan yang lebih kuat dan terdeformasi secara permanen pada saat kempa panas. Fenomena yang berbeda tampak pada papan partikel dari kayu sengon, di mana meskipun pengembangan tebal tertinggi ditemukan pada partikel paling kasar dan terendah pada partikel paling halus, namun pola peningkatannya tidak konsisten. Papan partikel yang terbuat dari partikel lolos 5 dan 2,5 ternyata memiliki pengembangan tebal lebih rendah dibandingkan dengan papan dari partikel yang lolos 1. Dengan demikian variasi pengembangan tebal yang terjadi di antara 5 tipe papan yang dibuat tidak berhubungan dengan ukuran partikel. Hal ini berarti bahwa pada rentang ukuran partikel tersebut, metode oksidasi untuk membuatan papan partikel tanpa perekat dari kayu sengon masih efektif untuk menghasilkan papan partikel dengan stabilitas dimensi yang tinggi. Hubungan antara nilai-nilai MOR dan MOE papan dengan ukuran partikel disajikan pada Gambar 34 dan 35. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap nilai MOR papan partikel. Berdasarkan data pada Gambar 34, diketahui bahwa papan partikel bambu yang dibuat dari partikel lolos 2 (paling halus) memiliki nilai MOR paling tinggi. Meskipun, berdasarkan hasil perbandingan berganda Duncan, diketahui bahwa nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan papan dari partikel lolos 1 dan 5. Nilainya hanya berbeda dengan papan dari partikel yang lolos 2,5 dan 1,5. Hal serupa juga ditemukan pada papan partikel dari kayu sengon, di mana nilai MOR tertinggi dimiliki oleh papan yang dibuat dari partikel paling halus (lolos 2 ) dan berdasarkan hasil analisis perbandingan berganda Duncan, nilainya berbeda nyata dengan keempat jenis papan lainnya. Adapun keempat jenis papan lainnya yang dibuat dari partikel yang lebih kasar memiliki nilai MOR yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Apabila dibandingkan dengan, maka tampak bahwa papan partikel dari bambu dan sengon memenuhi standar untuk ukuran partikel lolos 5 atau lebih halus. Meskipun demikian, data pada Gambar 34 tersebut juga menunjukkan bahwa penurunan nilai MOR seiring peningkatan ukuran partikel 76

tidak berlangsung secara signifikan pada papan partikel dari kayu sengon, akan tetapi sangat signifikan pada papan partikel dari bambu. MOR (kgf cm -2 ) 14 12 1 8 6 4 2 b b Lolos 2 Lolos 1 b a b a a a a a Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 Ukuran partikel Gambar 34 MOR papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Hasil analisis ragam pengaruh ukuran partikel terhadap MOE papan sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap nilai MOE papan partikel bambu, tetapi tidak berpengaruh nyata pada papan partikel dari kayu sengon. Berdasarkan hasil analisis perbandingan berganda Duncan, diketahui bahwa papan partikel bambu yang dibuat dari partikel yang lolos 2, 1, maupun 5 tidak berbeda nyata satu sama lain, meskipun ketiganya berbeda nyata dengan dua jenis papan lainnya yang dibuat dari partikel yang lebih kasar. Dibandingkan dengan 23, papan partikel dari kayu sengon memiliki nilai MOE yang jauh di atas standar yang ditetapkan. Sementara pada papan partikel dari bambu, papan yang dibuat dengan menggunakan partikel lolos 2,5 atau 1,5 sudah tidak memenuhi standar. Hal ini menunjukkan bahwa proses oksidasi bambu cenderung lebih sensitif terhadap ukuran partikel dibandingan dengan kayu sengon. Dengan demikian ketika assesibilitas komponen kimia partikel menurun, sudah tidak mampu membentuk ikatan untuk menghasilkan papan partikel dengan nilai-nilai MOE yang tinggi. 77

MOE (x 1 kgf cm -2 ) 45 4 35 3 25 2 15 1 5 b tn Lolos 2 Lolos 1 Lolos 5 Lolos 2,5 b tn b tn a tn a tn Lolos 1,5 Ukuran partikel Gambar 35 Modulus elastisitas papan partikel dengan berbagai ukuran partikel Nilai-nilai MOR dan MOE papan partikel memiliki kecenderungan menurun seiring dengan semakin meningkatnya ukuran partikel. Fenomena ini berbeda dengan yang biasa ditemukan pada papan partikel yang menggunakan perekat. Maloney (1993), menyatakan bahwa flake dengan dimensi yang lebih panjang memiliki MOR, MOE, dan keteguhan rekat yang lebih tinggi dibandingkan partikel yang lebih kecil, seperti shaving dan serbuk gergaji. Demikian pula shaving yang berdimensi lebih panjang memiliki sifat kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan serbuk gergaji. Penurunan nilai-nilai MOR dan MOE mengindikasikan bahwa peningkatan ukuran partikel menyebabkan penurunan kekuatan ikatan antar partikel. Dari Gambar 34 dan 35 tersebut tampak bahwa pada papan partikel bambu, penurunan yang drastis terjadi dari ukuran lolos 5 ke ukuran partikel yang lebih kasar. Hal ini merupakan indikasi bahwa berdasarkan parameter MOR dan MOE, ukuran partikel yang layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel tanpa perekat adalah partikel yang lolos 5 atau lebih halus. Fenomena ini menunjukkan bahwa proses oksidasi hanya dapat berlangsung efektif apabila ukuran partikel tidak lebih kasar dari ukuran yang lolos saringan 5. Dengan kata lain assesibiltas oksidator terhadap komponen kimia partikel hanya efektif sampai pada ukuran tersebut. Ukuran partikel yang lebih kasar akan menyulitkan assesibilitas komponen kimia partikel sehingga menyebabkan penurunan kekuatan secara signifikan. 78

Keteguhan rekat (kgf cm -2 ) 8 7 6 5 4 3 2 1 b tn b tn b tn a tn a tn Lolos 2 Lolos 1 Lolos 5 Lolos 2,5 Lolos 1,5 tn tn tn tn tn Ukuran partikel Gambar 36 Keteguhan rekat papan partikel Berbeda dengan nilai MOR dan MOE, nilai keteguhan rekat papan memiliki pola yang berbeda antara papan dari bambu dengan papan dari kayu sengon. Hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat papan partikel dari bambu tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap papan partikel dari kayu sengon. Hasil analisis perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa papan partikel bambu yang terbuat dari partikel yang lolos 2, 1, maupun 5 memiliki keteguhan rekat yang tidak berbeda nyata satu sama lain, akan tetapi ketiganya berbeda dengan dua jenis papan lainnya yang dibuat dari partikel dengan ukuran yang lebih kasar (lolos 2,5 dan 1,5 ). Sebagaimana disajikan pada Gambar 36, pola penurunan keteguhan rekat pada papan partikel bambu juga menunjukkan penurunan yang drastis dari ukuran partikel lolos 5 ke ukuran partikel yang lebih kasar. Fakta ini semakin menegaskan bahwa ukuran partikel memang sangat menentukan assesibilitas komponen kimia partikel bambu yang lebih lanjut menentukan kekuatan ikatan yang terbentuk antar partikel. Dari data yang tersaji, tampak bahwa pada rentang ukuran partikel lolos 1 sampai pada ukuran yang paling kasar yang berbentuk slivers dengan dimensi rata-rata 1,14 mm x 2,59 mm x 11,72 mm, keteguhan rekat papan partikel bambu cenderung menurun seiring dengan peningkatan ukuran partikel. Tampaknya, penggunaan hidrogen peroksida sebesar 2% berdasarkan berat kering partikel dan 5% fero sulfat cukup memadai dalam mengoksidasi komponen 79

kimia partikel. Dengan demikian pada saat luas permukaan partikel meningkat akibat semakin kecilnya ukuran partikel, proses oksidasi tetap berlangsung, bahkan lebih efektif, akibat semakin tingginya assesibilitas komponen kimia partikel. Hal ini bertolak belakang dengan yang umum terjadi pada papan partikel yang menggunakan perekat, di mana bertambahnya luas permukaan menyebabkan penurunan jumlah perekat per satuan luas permukaan sehingga dapat menurunkan kekuatan ikatannya (Maloney 1993). Fenomena yang berbeda tampak pada papan partikel dari kayu sengon, di mana ukuran partikel ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat. Hal ini mengindikasikan bahwa pada rentang ukuran tersebut, proses oksidasi masih berlangsung secara efektif. Hal ini merupakan petunjuk bahwa kayu sengon cenderung lebih reaktif dibandingkan dengan bambu. Dengan demikian kayu terrsebut lebih mudah dioksidasi sehingga meskipun ukuran partikelnya relatif besar, akan tetapi proses oksidasi tetap berlangsung efektif. Berdasarkan parameter pengembangan tebal, MOR, MOE, serta keteguhan rekat, tampak bahwa secara umum ukuran partikel yang layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel tanpa perekat dengan perlakuan oksidasi adalah partikel yang lolos 5, lolos 1, ataupun lolos 2. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan visual selama pelaksanaan penelitian, reaksi eksotermik yang terjadi selama proses oksidasi membuat suhu partikel meningkat tajam (>1 o C), dan dalam beberapa kasus menyebabkan terbakarnya partikel. Dalam kasus ini, partikel yang seringkali terbakar adalah kelompok partikel yang lolos saringan 2. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka ukuran partikel yang paling layak digunakan dalam pembuatan papan partikel tanpa perekat adalah partikel yang lolos saringan 5 atau 1. Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan, maka tampak bahwa papan partikel yang dibuat dengan menggunakan partikel yang lolos 1 memenuhi semua parameter yang diuji dalam penelitian dan ditetapkan dalam untuk papan partikel tipe 8, sementara untuk papan yang dibuat dari partikel yang lolos 5 tidak memenuhi parameter pengembangan tebal pada papan partikel bambu. 8

Perubahan Karakteristik Papan Partikel akibat Penghilangan Partikel Halus Sebagaimana data yang disajikan pada Tabel 4, partikel yang lolos pada ukuran saringan tertentu memiliki partikel yang terdistribusi ke kelompok ukuran yang lebih halus. Selanjutnya, untuk melihat pengaruh keberadaan komponen partikel halus, maka dalam penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap partikel yang memiliki ukuran lebih seragam melalui penyaringan dua kali. Hasil-hasil penelitian tersebut disajikan pada Gambar 37-4. Pengembangan Tebal (%) 18 16 14 12 1 8 6 4 2 1 Tahap 2 Tahap tn tn tn tn a b a b tn tn tn tn 2 1 5 2 1 5 Gambar 37 Perbandingan pengembangan tebal dari partikel yang disaring dengan 2 saringan dan 1 saringan Data pada gambar tersebut menunjukkan bahwa perbedaan jenis bahan baku menghasilkan respon yang berbeda dalam hal karaktersitik papan yang dihasilkannya. Pada papan partikel dari bambu, secara umum terlihat bahwa penghilangan partikel halus menyebabkan penurunan karakteristik papan partikel yang ditandai dengan meningkatnya nilai pengembangan tebal dan menurunnya sifat-sifat mekanis. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan partikel yang lebih halus dalam pembuatan papan partikel berkontribusi positif terhadap karakteristik papan partikel yang dihasilkannya. Oleh karena itu dugaan awal bahwa assesibilitas komponen kimia kayu selama proses oksidasi berperan penting dalam menentukan kualitas akhir produk yang dihasilkannya terkonfirmasi dalam studi ini. Dalam konteks tersebut, semakin halus ukuran partikel, maka semakin tinggi assesibilitasnya. Namun demikian, fenomena yang berbeda ditunjukkan oleh papan partikel dari kayu sengon. Pada papan ini, terdapat kecenderungan bahwa papan yang 81

dibuat dari partikel yang disaring dua kali ternyata memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan papan yang dibuat dari partikel yang disaring satu kali. Hal ini berarti keberadaan partikel halus tidak berkontribusi positif terhadap stabilitas dimensi, MOR, maupun MOE papan partikel. Sebagaimana telah diulas sebelumnya, bahwa pada papan partikel yang menggunakan perekat, peningkatan luas area overlay partikel cenderung meningkatkan sifat mekanis papan partikel. Tampaknya justifikasi ini berlaku pula pada papan partikel tanpa perekat dari kayu sengon. MOR (Kgf cm -2 ) 14 12 1 8 6 4 2 1 Tahap 2 Tahap tn tn a b tn tn tn tn a b tn tn 2 1 5 2 1 5 Gambar 38 Perbandingan MOR dari partikel yang disaring dengan 2 saringan dan 1 saringan Meskipun cenderung menghasilkan papan partikel dengan stabilitas dimensi, MOR, dan MOE yang lebih rendah pada papan partikel yang mengandung partikel halus, namun, khusus untuk parameter keteguhan rekat, tampak jelas bahwa keteguhan rekat papan meningkat dengan keberadaan partikel halus, baik pada papan partikel dari bambu, maupun papan partikel dari kayu sengon. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan partikel halus sebenarnya tetap berperan dalam pembentukan ikatan, meskipun pengaruhnya pada parameter lain berbeda antara papan partikel bambu dan sengon. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan partikel halus lebih berperan penting pada papan partikel dari bambu dibandingkan dengan papan partikel sengon. Dengan kata lain, sesungguhnya reaktivitas partikel bambu cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sengon, dan tampaknya hal ini 82

dipengaruhi oleh perbedaan struktur kimia bambu dan sengon. Pada kayu sengon yang merupakan kelompok kayu daun lebar, struktur ligninnya terutama tersusun oleh lignin siringil-guaiasil sementara pada bambu yang merupakan kelompok rerumputan, struktur ligninnya terususun oleh campuran lignin siringil-guaiasil-phidroksifenil propana (Pettersesn 1984, Fengel & Wegener 1995). Oleh karena menurut Widsten (22), salah satu kemungkinan hasil dari reaksi antara hidroksil radikal yang dihasilkan dari proses oksidasi dengan lignin adalah demetoksilasi, maka kemungkinan karena jumlah gugus metoksil yang lebih banyak pada kayu sengon membuatnya cenderung lebih reaktif dibandingkan dengan bambu. Di samping itu, secara fisik, kerapatan bambu yang dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan sengon membuat rasio kempanya lebih rendah sehingga secara umum kontak antar partikel pada kayu sengon dapat diasumsikan dua kali lebih intensif dibandingkan dengan bambu. MOE (x 1 kgf cm -2 ) 5 4 3 2 1 1 Tahap 2 Tahap a b a b tn tn tn tn a b tn tn 2 1 5 2 1 5 Gambar 39 Perbandingan MOE dari partikel yang disaring dengan 2 saringan dan 1 saringan Penurunan sifat mekanis papan partikel bambu akibat penghilangan partikel halus serupa dengan yang ditemukan oleh Karlsson & Westermark (22). Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa penghilangan partikel halus (<,25 mm) sebanyak 24% dari total berat partikel akan menurunkan keteguhan rekat papan partikel sebesar 1/3 dibandingkan dengan keteguhan rekat papan partikel yang mengandung partikel halus. Dalam pembuatan papan partikel tanpa perekat dengan metode kempa panas maupun injeksi uap, kecenderungan yang 83

sama juga terjadi. Keteguhan rekat papan partikel tanpa perekat yang dibuat dari partikel halus lebih tinggi dibandingkan dengan partikel yang lebih kasar (Widyorini et al. 29). Keteguhan Rekat (Kgf cm -2 ) 8 7 6 5 4 3 2 1 1 Tahap 2 Tahap tn tn tn tn tn tn a b tn tn a b 2 1 5 2 1 5 Gambar 4 Perbandingan keteguhan rekat dari partikel yang disaring dengan 2 saringan dan 1 saringan Siginifikansi perbedaan karakteristik papan partikel untuk masing-masing parameter dapat dilihat dari hasil uji t untuk masing-masing parameter pada setiap jenis dan kelompok ukuran partikel sebagaimana disajikan pada Lampiran 16. Pada parameter pengembangan tebal, tampak bahwa pada papan partikel bambu, kelompok ukuran 2 dan 1 memiliki perbedaan pengembangan tebal yang tidak nyata, namun pada kelompok ukuran 5 berbeda nyata. Akan tetapi, pada papan partikel kayu sengon, kelompok ukuran 2 memiliki pengembangan tebal yang berbeda nyata, sementara pada dua kelompok ukuran partikel lainnya tidak berbeda nyata. Untuk parameter MOR, papan partikel bambu dan sengon memiliki pola yang sama yaitu hanya berbeda nyata pada kelompok ukuran 1. Meskipun demikian, apabila dilihat dari nilai tengah masing-masing, maka tampak jelas perbedaan polanya, karena pada papan partikel bambu, papan yang dibuat dari partikel yang disaring satu kali memiliki nilai MOR yang lebih tinggi, sementara pada papan sengon sebaliknya. Untuk parameter MOE, terdapat sedikit perbedaan pola dengan MOR yaitu untuk kelompok ukuran partikel 2, di mana pada bambu berbeda nyata secara statistik. Untuk parameter keteguhan rekat, papan partikel bambu tidak memiliki perbedaan yang nyata pada ketiga kelompok ukuran, sementara pada papan 84

partikel sengon, hanya kelompok ukuran 1 yang tidak berbeda nyata. Dengan hasil analisis seperti ini maka dapat dilihat bahwa meskipun secara visual ada kecenderungan bahwa papan partikel bambu yang dibuat dari partikel yang disaring satu kali cendrung lebih baik, sementara papan partikel sengon cenderung sama atau bahkan lebih baik pada papan yang dibuat dari partikel yang disaring dua kali, namun secara satistik tidak terdapat pola perbedaan tertentu. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penggunaan partikel yang disaring satu kali terdapat kecenderungan penurunan stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis papan partikel seiring dengan peningkatan ukuran partikel yang digunakan. Hal ini terutama tampak jelas pada papan partikel dari bambu. Kisaran ukuran partikel yang sesuai digunakan sebagai bahan baku papan partikel tanpa perekat dengan menggunakan bambu sebagai bahan baku adalah lolos 1, atau lolos 2, sementara pada papan sengon, ukuran partikel lolos 1 atau lebih kasar layak digunakan. Penghilangan partikel halus melalui penyaringan 2 tahap menurunkan sifat fisik dan mekanis papan partikel bambu secara keseluruhan, akan tetapi pada papan partikel sengon cenderung tidak berpengaruh. Apabila dibandingkan dengan 23, maka papan partikel dari kayu sengon yang dibuat dengan ukuran partikel lolos 5 atau lebih halus baik yang disaring sekali maupun dua kali memenuhi seluruh parameter yang ditetapkan dalam standar, sementara pada bambu, penghilangan partikel halus menyebabkan stabilitas dimensi dan sifat mekanisnya sebagian tidak memenuhi standar. 85