BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

Perencanaan Bandar Udara

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

PENGARUH BEBAN PESAWAT BOEING B ER TERHADAP TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku atau rigid pavement adalah jenis perkerasan yang

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bandar Udara

Physical Characteristics of Aerodromes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

PERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU. B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tingkat pelayanan (level of service) terminal dan apron Bandara. Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :

4.1 Landasan pacu (runway)

LAMPIRAN A PENGGUNAAN PROGRAM. Program FAARFIELD V1.305 ini dapat di download dari internet, kemudian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

BAB I PENDAHULUAN. Bandara Internasional Minangkabau yang terletak 23 km dari pusat Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization):

BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT

PA U PESAW PESA AT A T TER

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nusantara II Tanjung Morawa, terletak di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

Selain digunakan untuk operasional penerbangan

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan

BAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

BAB III METODOLOGI. Dalam diagram alir, proses perencanaan geometrik akan dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Disurvei 3 m Disurvei Elevasi/altituda/ketinggian (Elevation/altitude/height)

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA DI KABUPATEN NABIRE

Variabel-variabel Pesawat

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III NIM NIM

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Menurut Annex 14 edisi ke enam dari ICAO (International Civil Aviation Organization), bandar udara adalah suatu area di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi, dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan maupun sebagian untuk kedatangan, keberangkatan, dan pergerakan pesawat. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2009 Bab I Pasal 1 Ayat 33 menyatakan bahwa bandar udara adalah kawasan yang berada di daratan maupun perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. 2.1.1 Fungsi Bandar Udara Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, fungsi dari bandar udara adalah untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, kargo, keselamatan penerbangan, tempat perpindahan intra dan moda serta mendorong perekonomian baik daerah maupun secara nasional. II-1

Bandar udara berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Bandar udara yang merupakan simpul dalam pusat jaringan transportasi udara sesuai dengan hirarki fungsinya yaitu bandar udara pusat penyebaran dan bukan pusat penyebaran. 2. Bandar udara sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian Nasional dan Internasional. 3. Bandar udara sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi. 2.1.2 Klasifikasi Bandar Udara Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 39 Tahun 2015 tentang Standar Teknis dan Operasi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 Volume I Bandar Udara, klasifikasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara yang ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional bandar udara. Kapasitas pelayanan merupakan kemampuan bandar udara untuk melayani jenis pesawat udara terbesar dan jumlah penumpang/barang yang meliputi : 1. Kode angka (code number) yaitu perhitungan panjang landas pacu berdasarkan referensi pesawat Aeroplane Reference Field Length (ARFL). 2. Kode huruf (code letter) yaitu perhitungan sesuai lebar sayap dan lebar/jarak roda terluar pesawat. II-2

Tabel 2.1 : Kode Referensi Aerodrome Bab II Tinjauan Pustaka Kode Nomer Kode Referensi Aerodrome Kode Elemen 1 Kode Elemen 2 Referensi Panjang Landasan Pacu untuk digunakan Pesawat Udara Kode Huruf 1 Kurang dari 800 m A 2 3 800 m dan kurang dari 1200 m 1200 m dan kurang dari 1800 m 4 1800 m dan lebih (Sumber : KP 39 Tahun 2015) B C D E F Lebar Sayap Sampai dan kurang dari 15 m Sampai 15 m dan kurang dari 24 m 24 m dan kurang dari 36 m 36 m dan kurang dari 52 m 52 m dan kurang dari 65 m 65 m dan kurang dari 80 m Lebar Jarak Antara Roda-roda Utama Terluar Sampai dan kurang dari 4.5 m Sampai 4.5 m dan kurang dari 6 m 6 m dan kurang dari 9 m 9 m dan kurang dari 14 m 10 m dan kurang dari 14 m 14 m dan kurang dari 16 m 2.2 Konfigurasi Landasan Pacu 2.2.1 Runway Runway adalah suatu daerah persegi empat yang ditetapkan pada bandar udara yang dipersiapkan untuk kegiatan pendaratan (landing) dan lepas landas (take-off) pesawat udara. Menurut Horonjeff (1994) sistem runway suatu bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantalan hembusan (blast pad) dan daerah aman landasan pacu (runway end safety area). Untuk membuat sebuah runway pada bandar udara yang harus diperhatikan adalah panjang, jumlah, lebar, jarak terhadap taxiway dan II-3

orientasi angin. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik landasan pacu adalah sebagai berikut : a. Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan di bandar udara. b. Kondisi meteorologi (rata-rata temperatur udara maksimum dan rata-rata kecepatan angin). c. Elevasi permukaan bandar udara. d. Kondisi lingkungan setempat, misalnya ketinggian gedung-gedung eksisting yang ada disekitar bandar udara. Penjelasan mengenai sistem runway adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 : Sistem Runway Gambar 2.2 : Detail Pada Sistem Runway 1. Pavement Berfungsi untuk mendukung beban yang bekerja pada landasan pacu yaitu kendali, stabilitas, dan kriteria dimensi operasi lainnya sehingga mampu melayani lalu lintas pesawat. II-4

2. Shoulder Letaknya berdekatan dengan tepi perkerasan yang memiliki fungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan saat kondisi darurat 3. Blastpad Merupakan suatu area yang dirancang khusus untuk mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat hembuahan mesin jet yang terus-menerus atau berulang-ulang. Biasanya area ini ditanami rumput. 4. Runway Safety Area Daerah yang bersih tanpa benda-benda yang menggangu, dimana terdapat saluran drainase, memiliki permukaan yang rata, dan mencangkup bagian dari perkerasaan, bahu landasan, bantalan hembusan, dan daerah perhentian. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan saat keadaan darurat juga harus mampu tempat aman bagi pesawat seandainya pesawat keluar dari jalur landasan pacu. 5. Runway Object Free Area Pavement Perluasan area aman dibuat apabila dianggap perlu, yang bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan. Panjang area ini nominalnya adalah 800 kaki, tetapi itu bukan suatu ukuran baku karena tergantung pada kebutuhan lokal dan luas area yang tersedia. Bandara yang melayani penerbangan umum lebih besar dan tipe pesawat komuter biasanya Bandara Referensi Kode B-II atau B-III. II-5

Bandara kecil hingga menengah yang melayani maskapai penerbangan biasanya Bandara Referensi Kode C-III, sementara bandara-bandara udara yang lebih besar biasanya Bandara Referensi Kode D-VI atau D-V. Menurut sistem pengoprasiannya, secara umum runway dapat dibagi menjadi dua jenis : a) Non Instrument Runway Operasi runway ini dimaksudkan untuk pesawat yang menggunakan prosedur pendaratan secara visual (pilot memperhitungkan pendaratan berdasarkan penglihatannya). b) Instrument Runway Operasi runway ini dimaksudkan untuk pesawat yang menggunakan prosedur pendaratan secara instrument (pilot memperhitungkan pedaratan menggunakan alat bantu, tidak berdasarkan penglihatan). 2.2.2 Lebar Landasan Lebar perkerasan struktural landasan tidak boleh kurang dari yang tercantum pada tabel berikut ini : Tabel 2.2 : Lebar Minimum Runway (Sumber : KP 39 Tahun 2015) II-6

2.2.3 Jenis Perkerasan Adapun jenis perkerasan yang digunakan pada landasan pacu antara lain sebagai berikut : a. Perkerasan Lentur Perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan atas serta bahan berbutir sebagai lapisan bawahnya. Sehingga lapisan tersebut mempunyai fleksibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan kenyamanan kendaraan dalam melintas diatasnya. b. Perkerasan Kaku Suatu susunan kontruksi perkerasaan dimana sebagai lapisan atas digunakan pelat beton yang terletak diatas pondasi atau diatas tanah dasar pondasi atau langsung diatas tanah dasar (subgrade). II-7

Tabel 2.3 : Perbedaan Perkerasaan Kaku dan Lentur Bab II Tinjauan Pustaka No Perbedaan Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur 1 Bahan pengikat Semen Aspal 2 Biaya pembuatan awal Relatif mahal Relatif murah 3 Biaya perawatan Relatif murah Relatif mahal 4 Akibat beban yang berlebih 5 6 Penurunan akibat tanah dasar Akibat perubahan temperatur 7 Ketahanan terhadap minyak Timbul retak-retak pada permukaan Bersifat sebagai balok diatas perletakan Modulus kekakuan tidak berubah. Timbul tegangan dalam yang besar Tidak rusak bila terkena tumpahan minyak Timbul lendutan pada jalur roda Jalan bergelombang mengikuti tanah dasar Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil Perkerasan akan rusak bila terkena tumpahan minyak (Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan) Pada perkerasan kaku terbagi menjadi 3 laisan yaitu subgrade, subbase, dan slab beton. 1. Tanah dasar (Subgrade) Subgrade atau lapisan tanah dasar adalah lapisan yang berfungsi sebagai tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung kontruksi perkerasan jalan diatasnya. Subgrade juga merupakan pondasi yang menopang beban perkerasan yang melewati perkerasan tersebut. Oleh karena itu perencanaan suatu perkerasan sangat ditentukan oleh tanah dasarnya II-8

sendiri. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli maupun tanah urugan yang didatangkan dari tempa lain. Kekuatan dan keawetan kontruksi perkerasan sangat tergantung dari sifatsifat daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban diatasnya serta sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air. 2. Subbase Subbase adalah lapisan perkerasan yang terletak diatas lapisan tanah dasar dan dibawah lapis plat beton. Lapisan subbase dapat berupa material kerikil (granular), batu pecah dengan gradasi baik, kerikil campur tanah, bahan kerikil yang diperbaiki dengan semen atau campuran kerikil aspal. 3. Base Course Base Course adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah. Bahan-bahan untuk lapisan ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda dapat berupa batu pecah dan kerikil pecah. 4. Stabilized Stabilized adalah bagian yang terletak antara lapis base course dengan lapis permukaan. Menurut FAA AC 150-5320-6F stabilized digunakan untuk perkerasan lentur apabila MTOW pesawat terbesar 100.000lbs. 5. Surface Surface adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi dari Surface antara lain : II-9

a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda. b. Sebagai lapisan rapat airuntuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca. c. Sebagai lapisan aus. Penggunaan aspal pada perkerasan lentur diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan. 2.3 ACN dan PCN 2.3.1 Aircraft Clasification Number (ACN) Sistem ACN-PCN merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk mengontrol beban pesawat yang beroperasi pada konstruksi perkerasan prasarana sisi udara suatu bandar udara. Metode ini, hanya digunakan untuk menentukan daya dukung perkerasan untuk pesawat operasi dengan berat minimal 5.700 kg (12.500 Lbs). Penjelasan detail mengenai sistem ACN- PCN terdapat dalam Aerodrome Desain Manual Part 3 edisi 1983 yang diterbitkan oleh ICAO. ACN merupakan suatu nilai yang menunjukkan efek relatif sebuah pesawat udara di atas pavement untuk kategori subgrade standar yang ditentukan. ACN dapat dihitung melalui pemodelan matematika baik untuk perkerasan kaku (rigid pavement) maupun pekerasan lentur (flexible pavement). Nilai ACN dipublikasikan dalam 2 (dua) kategori perkerasan yaitu lentur dan kaku pada kategori daya dukung lapisan subgrade tertentu, serta kondisi beban maksimum dan beban minimum pesawat. Pada II-10

umumnya, nilai ACN untuk semua jenis pesawat (pesawat sipil) diterbitkan oleh pabrik pembuat pesawat. 2.3.2 Pavement Classification Number (PCN) PCN merupakan suatu angka yang menjelaskan daya dukung perkerasan untuk operasi tak terbatas pesawat udara dengan nilai ACN kurang dari atau sama dengan PCN. Jika nilai ACN dan tekanan roda pesawat lebih besar dari nilai PCN pada kategori subgrade tertentu yang dipublikasikan, maka operasi pesawat udara tidak dapat diberikan ijin beroperasi kecuali dengan mengurangi beban operasi. Pada keadaan tertentu, pengoperasian kondisi overload dapat diberikan. Komponen PCN terdiri dari lima unsur yaitu nilai numerik kekuatan perkerasan, jenis perkerasan, kategori kekuatan subgrade, kategoritekanan roda dan metode pelaksanaan evaluasi. Adapun ketentuan penulisan nilai PCN adalah sebagai berikut : a) Tipe Perkerasan Tabel 2.4 : Jenis Perkerasan Tipe Perkerasan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Perkerasan Lentur (Flexsible Pavement) Kode R F (Sumber : KP 93, Tahun 2015) b) Kategori Daya Dukung Subgrade Kontruksi Perkerasan Lentur Tabel 2.5 : Nilai CBR Kategori Subgrade Nilai K Subgrade Pci (MN/m³) Kode Hight CBR 13 A Medium 8 < CBR 13 B Low 4 < CBR 8 C Ultra Low CBR 4 D (Sumber : KP 93, Tahun 2015) II-11

c) Tekanan Ban Tabel 2.6 : Tekanan Ban Kategori Tekanan Ijin (Mpa/Psi) Kode High Tidak Terbatas W Medium 1,5/218 X Low 1,0/145 Y Ultra Low 0,5/73 Z (Sumber : KP 93, Tahun 2015) d) Metode Evaluasi Tabel 2.7 : Metode Evaluasi Metode Evaluasi Evaluasi Teknis, penelitian khusus karakteristik perkerasan dengan menggunakan teknologi tinggi Menggunakan pengalam pesawat dalam penerbangan-penerbangan reguler Kode T U (Sumber : KP 93, Tahun 2015) 2.3.3 Pengoprasian Kondisi Overload Overloads adalah suatu kondisi dimana ACN pesawat yang beroperasi lebih besar dari nilai PCN perkerasan. Pengelola bandar udara dapat memberikan ijin operasional pesawat dengan kondisi overloads dengan mengacu ICAO Annex 14 Klausul 19.1 Overload Operations. Adapun ketentuan dalam pengoperasian pesawat pada kondisi overloads adalah sebagai berikut: a. Overloads diberikan dengan ketentuan : i. PCN < ACN < 1,1 PCN, untuk perkerasan lentur (flekxibel pavement); ii. PCN < ACN < 1.05 PCN, untuk perkerasan kaku (rigid pavement). II-12

Jumlah pergerakan per tahun pesawat yang beroperasi dalam kondisi overloads tidak boleh lebih besar dari 5% pergerakan total pesawat. b. Untuk nilai PCN yang ditentukan dengan pengujian menggunakan analog pesawat atau dengan kode U, ijin operasi pesawat dalam kondisi overloads tidak diperkenankan kecuali bagi pendaratan darurat. c. Untuk nilai PCN yang ditentukan berdasarkan perhitungan analitis atau dengan kode T, maka ijin operasi pesawat pada kondisi overloads diberikan dengan meninjau beban ijin (Po) pesawat dan dibandingkan dengan beban aktual (P). Jumlah pergerakan pesawat pada kondisi operasi overloads ditampilkan dalam Tabel 2.9. Tabel 2.8 : Jumlah Operasional Pesawat Pada Kondisi Overloads (Sumber : KP 93, Tahun 2015) 2.4 Karakteristik Pesawat Untuk membuat perencanaan sebuah landasan pacu, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui karakteristik dari pesawat yang akan menggunakan fasilitas tersebut. Secara umum karakteristik sebuah pesawat yang terdiri dari komponen yang terdapat dalam pesawat. Komponen pesawat terdiri dari badan, flap, sayap (wing), leading edge, mesin, vertical fin, propeller, pengendali gerak dan roda. Sedangkan kondisi fisik pesawat terdiri dari lebar sayap (wingspan), panjang badan pesawat (length), jarak roda (wheel base), jarak antar roda pendaratan (wheel tread), dan tinggi pesawat (height). II-13

Setiap jenis pesawat memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga dalam perencanaan landasan lapangan terbang perlu ditentukan jenis pesawat yang sering menggunakan fasilitas landasan. Selain itu, perlu diketahui pula Annual Flight dari pesawat yang menggunakan fasilitas lapangan terbang. Dari tipe pesawat kita dapatkan dan data tanah dapat dilakukan perencanaan geometri dan tebal perencanaan runway dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada di standar internasional penerbangan. 2.4.1 Kondisi Fisik Pesawat 1. Wingspan Wingspan adalah panjangnya bentang sayap utama pesawat dari ujung paling kanan ke ujung paling kiri. Setiap pesawat memiliki panjang Wingspan yang berbeda-beda, tergantung karakteristik pesawat tersebut. Wingspan berguna untuk menentukan daerah bebas kanan dan kiri lintasan. 2. Outer Main Gea Wheel Span (OMGWS) OMGWS adalah jarak antara roda utama bagian kanan dan kiri pesawat. Besarnya OMGWS dalam perencanaan bandar udara ini dipakai untuk menghitung lebar lintasan. 3. Fuselage Length Fuselage Length adalah panjang pesawat dari ujung depan pesawat hingga ujung ekor pesawat. Dalam perencanaan berguna untuk menentukan belokan. II-14

4. Wheel Base Wheel Base adalah jarak antara roda depan dengan roda belakang pesawat yang mempengaruhi tekanan pada struktur perkerasan landasan pacu. 5. Konfigurasi Roda Pendaratan Konfigurasi roda pendaratan menunjukan jumlah roda pesawat yang dimiliki oleh pesawat serta letaknya yang pengaruhnya nanti adalah distribusi beban ke landasan pacu. Adapun macam-macam konfigurasi roda pendaratan dapat dilihat dibawah ini : (Sumber : Basuki, 1985) Gambar 2.3 : Konfigurasi Sumbu Roda Pesawat II-15

2.4.2 Berat Pesawat 1. Operating Weight Empty (OWE) Operating Weight Empty (OWE) adalah beban utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat tetapi tidak termasuk muatan dan bahan bakar. 2. Payload Payload adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut oleh pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat. Secara teoritis beban maksimum ini merupakan perbedaan antar berat bahan bakar kosong dan berat operasi kosong. 3. Zero Fuel Weight Zero fuel weight adalah batas berat, spesifikasi pada setiap jenis pesawat, diatas batas berat itu ditambahkan berat bahan bakar, sehingga ketika pesawat sedang terbang, tidak terjadi momen lentur yang berlebihan pada sambungan, beban maksimum yang terdiri dari berat operasi kosong, beban penumpang dan barang. 4. Maximum Structural Take-off Weight (MTOW) MTOW adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat operasi kosong, bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar yang digunakan untuk melakukan gerakan awal) dan muatan (payload). II-16

5. Maximum Structural Landing Weight Maximum structural landing weight adalah beban maksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis perkerasan (mendarat) sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. 6. Maximum Ramp Weight Maximum ramp weight adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat ke pangkal landasan pacu. 7. Main Gear dan Nose Gear Pembagian beban statistik antar roda pendaratan utama (main gear) dan nose gear, tergantung pada jenis pesawat dan tempat pusat gravitasi pesawat. Batas-batas dan pembagian beban disebut dalam buku petunjuk tiap-tiap jenis pesawat yang mempunyai perhitungan lain dan ditentukan oleh pabrik. 2.5 FAARFIELD FAARFIELD (Federal Aviation Administration Rigid and Flexible Iterative Elastic Layered Design) adalah program komputer yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan pada runway baik perkerasan kaku maupun perkerasan lentur. FAA mengeluarkan mengeluarkan peraturan untuk mendesain landasan pacu yaitu AC 150/5320-6D yang diperuntukan untuk mendesain secara manual dan AC 150/5320-6F yang diperuntukan untuk mendesain dengan menggunakan software FAARFIELD. Perbedaan yang mendasar dari dua peraturan tersebut adalah AC 150/5320-6D penentuan tebal perkerasan mengacu pada karakteristik pesawat rencana dengan menggunakan grafik tabel II-17

perkerasan landasan pacu. Sedangkan AC 150/5320-6F dapat menentukan tebal perkerasan pada semua jenis pesawat dengan menggunakan software FAARFIELD, selain itu pada program ini diperhitungkan juga CDF (Cumulatif damage faktor) dimana merupakan suatu konsep yang didasarkan dari prinsip miners dimana kerusakan dalam struktur perkerasan sebanding dengan jumlah aplikasi beban yang bekerja pada perkerasan tersebut dibagi dengan jumlah beban yang bekerja pada perkerasan yang menyebabkan kegagalan dari perkerasan tersebut. Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan yaitu gross takeoff weight, konfigurasi roda pendaratan, volume lalu lintas, CBR tanah dasar,. Adapun langkah-langkah untuk mengoprasikan program FAARFIELD antara lain : 1) Klik New Job. 2) Masukkan judul dalam Tugas Akhir ini saya menamainnya TugasAkhir1, setelah itu klik Ok. 3) Klik samples. 4) Dibagian kanan tertera jenis perkerasan yang ingin digunakan dalam Tugas Akhir ini saya menggunakan perkerasan kaku maka klik NewFlexibel kemudian klik Copy Section. 5) Klik pada kotak bagian perkerasan yang telah diinginkan, kemudian klik pada bagian kiri yang merupakan proyek yang akan dikerjakan pada Tugas Akhir ini yaitu klik TugasAkhir1, kemudian klik End Copy. II-18

6) Setelah langkah tersebut klik TugasAkhir1 kemudian klik perkerasannya yaitu NewFlexibel, setelah itu klik Structure untuk melihat model perkerasannya. 7) Setelah muncul model perkerasannya klik Modify Structure untuk merubah data tanah yang telah didapat, pada Tugas Akhir ini CBR yang didapat setelah dilakukan perbaikan sebesar 6dan masukan pada kolom yang kemudian muncul setelah itu klik Oke. 8) Klik Add/Delete Layer klik pada lapisan yang akan ditambahkan kemudian klik lagi lapisan yang ditambahkan dan diubah menjadi yang inginkan, setelah itu klik Oke. 9) Setelah nilai-nilai dan lapisan telah diperbaharui klik End Modify. 10) Setelah langkah pembaharuan perkerasan telah selesai klik Aircraft untuk memasukkan pesawat yang akan dilayani pada perkerasan tersebut. 11) Setelah di klik maka akan muncul pesawat contoh dari program FAARFIELD apabila tidak ada yang dipakai atau ingin memulainya dari awal klik Clear List. 12) Pilih pesawat apa saja yang akan digunakan setelah itu klik Add, kemudian klik kolom Annual Departures pada program ini batas pergerakan pesawatnya 0-100.000 pergerakan pertahun. 13) Apabila jenis pesawat yang akan di masukan tidak ada dalam program maka dilihat dulu jenis rodanya serta masukan MTOWnya setelah itu masukkan pergerakan pesawatnya. 14) Setelah selesai masukkan pertumbuhan pergerakan dari pesawatnya dengan klik pada kolom Annual Growth pada program ini pertumbuhan II-19

pergerakan yang diijinkan berkisar ±10%. Dalam Tugas Akhir ini dimasukan petumbuhannya sebesar 4% setelah itu klik Oke. 15) Setelah semua pesawat selesai dimasukkan klik Save List agar data tidak hilang kemudian klik Back. 16) Setelah itu klik pada kotak Des. Life untuk menentukan tahun periode desain pada program ini periode desain berkisar 1-50 tahun, pada Tugas Akhir ini periode desain perkerasan saya 20 tahun setelah itu klik Oke. 17) Setelah periode desain telah dimasukan klik Design Structure setelah program ini akan merunning sampai CDF menjadi 1. 18) Setelah desain selesai klik Back dan pilih Yes untuk menyimpan data. 19) Untuk melihat ringkasan desan klik Notes. 20) Untuk melihat data ringkasan desain perkerasannya klik Copy lalu paste pada laporan Tugas Akhir ini. 2.6 Program COMFAA 3.0 Program COMFAA 3.0 adalah program komputer yang digunakan untuk menghitung ACN (Aircraft Classification Number) dan evaluasi perkerasan. Program ini adalah hasil penyempurnaan dari program ACNComp FAA versi tahun 1997 dengan Penambahan beberapa tipe pesawat baru. Program COMFAA 3.0 adalah program yang dapat melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Menghitung ACN untuk pesawat pada perkerasan lentur. 2. Menghitung ACN untuk pesawat perkerasan kaku. II-20

3. Mengevaluasi ketebalan perkerasan lentur didasarkan pada metode California Bearing Ratio (CBR) sesuai dengan Advisoty Circular (AC) 150/5320-6D untuk nilai CBR 15, 10, 6, dan 3. 4. Mengevaluasi ketebalan perkerasan lentur berdasarka metode CBR sesuai dengan AC 150/5320-6D untuk nilai CBR ditentuan oleh pengguna. 5. Mengevaluasi tebal pelat perkerasan kaku berdasarkan metode Portland Cement Association (PCA). Dalam Tugas Akhir yang saya buat menggunakan perkerasan kaku dengan berbagai kelebihan yang telah disampaikan pada : Tabel 2.4 Perbedaan Perkerasaan Kaku dan Lentur. Program COMFAA 3.0 menghitung perkerasan kaku berdasarkan metode Portland Cement Association (PCA). Metode PCA memiliki beberapa kelebihan yang antara lain adalah tidak memerlukan Assessment yang berkaitan dengan iklim seperti kondisi beku yang tidak ditemui di Indonesia, serta tidak memerlukan parameter serviceability sehingga relatif lebih mudah. Namun dengan banyaknya faktor yang tidak ditinjau pada metode ini membuat hasil dari perhitungan menjurus kepada terjadinya pemborosan material, hal ini terlihat dari ketebalan yang diperoleh dengan metode ini umunya adalah yang terbesar dibandingkan dengan metoda lain. Ada dua metode perencanaan yang dibuat oleh PCA untuk merencanakan perkerasan kaku. Metode pertama didasarkan kepada faktor keamanan dan metode kedua didasarkan kepada konsep kelelahan. Kedua metode ini digunakan untuk evaluasi kapasitas struktural ketebalan perkerasan kaku yang ditentukan. Flekxural Stress yang digunakan dalam prosedur perencanaan PCA adalah II-21

tekana yang terjadi di dalam slab beton, dengan menganggap bahwa beban pesawat terjadi pada suatu jarak dari tepi slab beton. Parameter yang dibutuhkan metode PCA adalah working stress, weight on main landing gear (digunakan pada pesawat Boeing) atau weight on one main landing gear (digunakan pada pesawat Airbus), dan nilai k subbase. Adapun langkah-langkah untuk mencari nilai PCN dengan COMFAA antara lain : 1. Masukkan semua pesawat terbang yang beroperasi maupun yang direncanakan akan beroperasi pada software COMFAA; 2. Konfirmasi karakteristik pesawat yang beroperasi seperti beban, annual departures, tyre pressure dan Iain-lain; 3. Masukkan nilai kekuatan subgrade, CBR untuk perkerasan lentur dan K untuk perkerasan kaku; 4. Klik PCN Batch,kemudian klik PCN batch flexibel untuk evaluasi perkerasan lentur dan PCN batch rigid untuk perkerasan kaku; 5. Setelah program running, hasil perhitungan PCN dapat dilihat dengan mengklik Detail pada menu Miscellaneus Function. 2.7 Lokasi Tinjauan Bandara Internasional Soekarno-Hatta merupakan bandara yang terletak di Kota Tangerang, 20km sebelah barat dari DKI Jakarta dengan koordinat 6º7 25 Lintang Selatan dan 106º39 40 Bujur Timur. Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta memiliki kode IATA: CGK dan ICAO:WIII dikelola oleh PT. Angkasa Pura II yang beroprasi 24 jam. Secara umum spesifikasi dapat dilihat pada tabel 2.11 berikut : II-22

Tabel 2.9 : Spesifikasi Bandara Klasifikasi Bandara Luas Bandara Elevasi Kode ICAO/IATA Dimensi Runway (Timur/Barat) 4F 1740 Ha 34feet WIII/CGK (3.660x60)m² / (3.600x60)m² Dimensi Taxiway (N1,N2,N3) N1 = Paralel (3.897x23)m² dan (1.999x23)m² N2 = Paralel (3.757x23)m² dan (3.211x23)m² N3 = Cross (Sejajar Barat) (2.008x23)m² dan (2.008x23)m² (Sumber : http://soekarnohatta-airport.co.id/) Pada Tugas Akhir ini perencanan runway 3 Bandara Internasional Soekarno- Hatta pada kondisi eksisting letak dan luas tanah yang dibutuhkan adalah: a) Letak Tanah Letak tanah untuk rencana Pembangunan Runway 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta berada pada wilayah administrasi : Desa Rawa Burung dan Desa Rawa Rengas Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang. Desa Bojong Renged Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang. Kelurahan Benda Kecamatan Benda Kota Tangerang. II-23

Kelurahan Salapajang Jaya Kecamatan Neglasari Kota Tangerang. b) Luas Tanah yang Dibutuhkan Pengadaan tanah untuk Pembangunan Runway 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta membutuhkan tanah seluas ±173,19 Ha. Berikut layout eksisting untuk pembangunan runway 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta. (Sumber : Angkasa Pura II) Gambar 2.4 : Layout Bandara Internasional Soekarno-Hatta II-24