1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) IIS ROSTINI

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

Karakteristik mutu daging

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

PENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

I. PENDAHULUAN. mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman adalah salah satu industri yang. agar produk akhir yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

Pengawetan pangan dengan pengeringan

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

PRODUK OLAHAN PANGAN TURUNANNYA DALAM RANGKA PENGUATAN KETAHANAN PANGAN

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UMUR SIMPAN. 31 October

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

Transkripsi:

1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein udang vannamei (Litopenaeus vannamei) yang dimasak melalui proses perebusan adalah 23,25%. Udang telah diolah dalam berbagai variasi, diantaranya adalah dikeringkan, dibekukan dalam bentuk whole fresh (utuh), head-off tail on (tanpa kepala tetapi terdapat ekor), peeled (udang kupas) dan udang rebus. Udang rebus menjadi produk yang mempunyai nilai tambah karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu warna yang menarik, citarasa yang khas, serta praktis untuk disajikan. Citarasa udang rebus yang khas menyebabkan permintaan terhadap udang rebus menjadi tinggi. Udang rebus merupakan seafood yang digemari oleh masyarakat Amerika, karena dapat disajikan secara cepat (Siamcanadian 2004) dan sangat disukai di negara-negara maju lainnya khususnya Eropa dan Jepang (Globefish 2005). Warna udang rebus merupakan karakteristik utama yang menarik minat konsumen. Warna daging udang akan mengalami perubahan selama proses pemasakan, daging menjadi berwarna merah atau orange, warna tersebut timbul akibat terjadinya perubahan pigmen karotenoid astaxanthin. Protein terdenaturasi dan mengakibatkan astaxanthin merah dilepaskan selama proses pemasakan udang, sehingga warna udang menjadi merah (Alvarez et al. 2009). Udang rebus pada umumnya dijual di supermarket dengan dikemas dan disajikan pada display makanan berpendingin yang dilengkapi dengan lampu. Kondisi tersebut menyebabkan suhu ruang display menjadi naik sebesar 10 o C dari suhu awal ruang display (-1,6) o C, dengan demikian produk yang disajikan mengalami kemunduran mutu (Promolux Lighting International 2000). Hal yang menjadi permasalahan pada udang rebus juga adalah terjadinya perubahan warna, denaturasi protein, peningkatan volatile base nitrogen, perubahan tekstur, penurunan daya ikat air, dan keluarnya cairan yang mengandung padatan daging udang yang dikenal dengan istilah drip (Erdogdu et al. 2004). Mikroorganisme

2 akan mengubah struktur protein daging selama penyimpanan dan akan menghasilkan bau yang tidak menyenangkan (Serdaroglu dan Felekoglu 2001). Upaya yang dilakukan untuk melindungi udang dari kerusakan selama penyimpanan, pada umumnya dilakukan glazing atau pemberian lapisan tipis air (Bottino et al. 1979). Glazing ini dapat menyebabkan terjadinya kristalisasi air yang terdapat pada produk saat penyimpanan, kemudian beberapa komponen termasuk warna akan larut ketika dilakukan thawing. Menurut Kilincceker et al. (2009), untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas produk dapat digunakan edible coating. Edible coating ini penting untuk produk makanan yang mudah mengalami kerusakan contohnya seafood. Edible coating juga dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada permukaan produk olahan segar (Cagri et al. 2004). Edible coating dapat berbasis hidrokoloid (protein, polisakarida), lipid (asam lemak, acil gliserol, wax atau lilin) dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid) (Donhowe dan Fennema 1994). Surimi dalam industri pangan dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat kemasan edible atau lebih dikenal dalam bentuk edible film dan edible coating berbasis protein (Shiku et al. 2004). Edible film dan coating potensial digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat mempengaruhi kualitas makanan, keamanan pangan, dan masa simpan produk. Edible film dan coating selain berperan sebagai penghambat difusi massa (kelembaban, gas, volatile), juga berperan sebagai carrier bahan makanan dan aditif termasuk flavor, antioksidan, vitamin dan pewarna (Cagri et al. 2004), serta untuk meningkatkan penanganan pangan (Krochta dan Johnston 1997). Edible film dan coating yang berbahan dasar protein (protein-based film and coating) memiliki daya hambat dan mekanis lebih unggul dibandingkan dengan yang berbahan dasar polisakarida. Keunggulan ini disebabkan protein mengandung 20 jenis asam amino yang berbeda dan mempunyai ciri-ciri khusus sehingga menghasilkan karakteristik fungsional lebih bervariasi jika dibandingkan dengan polisakarida yang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan edible film dan coating yang kebanyakan homopolimer (Iwata et al. 2003). Warna udang rebus merupakan salah satu atribut sensori utama yang mempengaruhi kualitas dan penerimaan produk. Kemampuan edible coating

3 dalam mempertahankan warna udang rebus dapat diaplikasikan dengan bahan pewarna alami secang (Caesalpinia sappan L) yang bersifat antioksidan dan antimikroba, sehingga dapat menghasilkan produk dengan warna dan kualitas yang lebih baik. Edible coating dan zat antimikroba dapat digabungkan selama proses pembuatan film untuk meningkatkan keamanan dan masa simpan makanan ready-to-eat (Cagri et al. 2004). Daging ikan yang tersisa di tulang dari limbah filet selama ini kurang termanfaatkan, biasanya dikumpulkan dan dijual ke pasar tradisional untuk dikonsumsi atau digiling menjadi tepung ikan. Peningkatan nilai tambah dapat dilakukan terhadap daging sisa filet ikan yaitu sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi. Upaya untuk memproduksi surimi dengan kualitas yang baik telah dilakukan melalui berbagai penelitian, namun penelitian mengenai edible film atau edible coating yang berbahan dasar surimi dan aplikasinya di bidang industri perikanan baru sedikit dilakukan. Penelitian tersebut diantaranya adalah edible coating dari surimi ikan alaska pollack (Shiku et al. 2004), edible film berbahan dasar surimi ikan rucah (Neviana 2007), dan edible film dari surimi ikan tuna (Chinabhark et al. 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka studi tentang metode pembuatan larutan surimi yang dapat digunakan sebagai edible coating, karakterisasi, dan aplikasinya untuk melindungi udang rebus selama penyimpanan menjadi penting untuk dilakukan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mempelajari karakteristik fisik dan kimia edible coating berbahan dasar surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah. 2. Menguji efektivitas perlindungan surimi sebagai edible coating terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis. 3. Mempelajari aplikasi surimi dari limbah filet ikan kakap merah sebagai edible coating untuk menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu rendah.

4 1.3 Kerangka Pemikiran Industri filet ikan kakap merah memiliki prospek yang cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan permintaan pasar lokal maupun ekspor terhadap produk filet ikan kakap merah filet beku maupun filet segar. Adanya permintaan filet yang cukup banyak tersebut akan dihasilkan limbah yang cukup tinggi. Salah satu limbah dari industri filet yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambahnya adalah daging yang masih menempel pada tulang dari limbah filet. Daging ikan kakap merah yang diperoleh dari limbah industri filet memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi yang selanjutnya digunakan untuk bahan edible coating. Hampir semua sektor industri makanan dapat menggunakan formulasi edible coating pada produknya. Penggunaan edible coating tersebut memiliki banyak manfaat. Menurut Gennadios et al. (1997), manfaat yang potensial dari penggunaan edible coating adalah : 1. mengurangi masalah kehilangan kadar air selama penyimpanan 2. mencegah terjadinya dripping (keluarnya cairan dari produk) 3. mengurangi oksidasi lipid dan oksidasi mioglobin 4. mengurangi jumlah kerusakan dan mikroorganisme patogenik dan sebagian besar dapat menghentikan aktivitas enzim proteolitik pada permukaan produk yang dilapisi 5. melindungi permukaan produk sehingga dapat memperbaiki nilai nutrisi produk. Protein surimi ikan kakap merah dapat dimanfaatkan sebagai pelapis edible, dalam peranannya tersebut protein surimi ikan kakap harus memiliki kemampuan membentuk gel yang baik dan memiliki warna yang cerah, hal tersebut merupakan kriteria dasar dari suatu pelapis. Tingkat keyakinan yang dapat digunakan adalah dengan mengamati produk yang dilapisi edible coating. Hal ini berhubungan dengan tertutupnya produk secara keseluruhan dan ketebalan lapisan yang menutupi produk tersebut. Ketebalan lapisan dipengaruhi oleh teknik pelapisan dan tingkat kekentalan larutan yang digunakan, sehingga analisis terhadap karakteristik protein surimi sangat penting untuk diketahui.

5 Efektivitas aplikasi edible coating dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan dalam memenuhi fungsinya sebagai artificial barrier untuk menciptakan kondisi dalam memperlambat perubahan mutu produk. Pengukuran efektivitas edible coating dapat dilihat dari berbagai perubahan pada berbagai parameter mutu produk. Perubahan mutu udang rebus dapat ditentukan dengan mengamati perubahan kimia, mikrobiologi, dan sifat fisik. Indikator mutu produk merupakan petunjuk yang sangat penting dalam menilai tingkat keberhasilan penelitian yang dilakukan. Indikator tersebut dapat berupa penilaian organoleptik terhadap kenampakan, warna, bau, dan rasa. Indikator-indikator yang lebih penting lagi adalah perubahan kimia, mikrobiologi dan fisik yang menunjukkan suatu tingkat kecepatan terjadinya perubahan mutu. Indikator perubahan kimia hasil perikanan segar, termasuk udang segar umumnya dapat berupa perubahan kandungan protein, lemak dan air. Indikator perubahan komposisi protein dapat dilihat dari semakin tingginya nilai Total Volatile Base (TVB) dan ph, yang menunjukkan telah terjadinya perubahan pada protein menjadi komponen-komponen penyusun dan produk lanjutan. Indikator perubahan kimia lainnya adalah semakin menurunnya kadar air dan nilai a w produk. Indikator mikrobiologis dapat diketahui dengan semakin meningkatnya nilai total koloni bakteri yang diuji dengan metode total plate count (TPC) pada produk. Perubahan fisik dapat ditunjukkan dengan hilangnya kekerasan dari produk atau terjadinya drip (keluarnya cairan dari produk dan biasanya disertai dengan kandungan komponen lainnya). Hal ini dapat diukur dengan melihat kecenderungan penurunan daya ikat air atau water holding capacity (WHC) serta terjadinya perubahan warna, yang diukur secara objektif dengan sistem notasi Hunter (L*a*b*). Mikroorganisme mengubah struktur protein daging selama proses penyimpanan atau tahap pengolahan, yang dapat menghasilkan bau yang tidak diharapkan. Hal tersebut akan mempengaruhi terhadap persepsi dan kepuasan konsumen (Serdaroglu dan Felekoglu 2001). Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah ruang penyimpanan produk. Indikasi yang digunakan yaitu suhu dan kelembaban (Relative Humidity). Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi produk adalah kemasan yang

6 digunakan. Kemasan ini dapat berupa bahan kemasan beserta karakteristik dan ketebalannya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa edible coating yang dibuat dari bahan dasar protein dapat menolong untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas dari edible coating sangat penting untuk makanan yang mudah mengalami kerusakan (Osman et al. 2009). Tingkat kemampuan edible coating sebagai artificial barrier untuk menciptakan kondisi dalam memperlambat perubahan mutu produk dapat dikombinasikan dengan bahan antibakteri dan antioksidan. Bahan edible yang dicampurkan dengan zat antibakteri dapat meningkatkan keamanan pangan dan masa simpan produk makanan (Cagri et al. 2004). Zat antioksidan juga penting pada udang rebus untuk mencegah terjadinya oksidasi sehingga dapat mempertahankan warnanya. Warna merah pada udang rebus merupakan atribut sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan. Dengan demikian untuk meningkatkan fungsi edible coating pada udang rebus dikombinasikan dengan pewarna alami yang memiliki sifat antibakteri dan antioksidan. Pewarna alami selain berfungsi untuk mewarnai produk juga memiliki fungsi sebagai flavor, antioksidan, antimikroba dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno 2008). Sumber pewarna merah alami diantaranya dapat diperoleh dari tanaman yaitu kayu secang (Caesalpinia sappan L). Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung pigmen brazilin yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Ekstrak secang selain memiliki pigmen merah, telah terbukti memiliki efek fungsional sebagai antimikroba. Secang juga memiliki aktivitas antioksidan, menurut Yingming et al. (2004), minuman berbasis secang yang mengandung brazilin memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Aplikasi edible coating dan secang pada udang rebus diharapkan dapat melindungi produk dari perubahan mutu dan mampu memperpanjang masa simpan. Edible coating yang dibuat dari surimi limbah filet ikan kakap merah dalam penelitian ini, diharapkan dapat melindungi udang rebus dari perubahan mutu sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 1.

7 Surimi dari limbah filet ikan kakap merah untuk meningkatkan nilai tambah produk Edible coating surimi ikan kakap merah Konsentrasi surimi dalam edible coating Viskositas edible coating surimi Teknik pelapisan (pencelupan) Komposisi kimia surimi ikan kakap merah Kombinasi edible coating surimi dengan pewarna alami Aplikasi edible coating terhadap udang rebus Tingkat efektivitas edible coating surimi dalam melindungi udang rebus dari berbagai perubahan mutu selama penyimpanan pada suhu rendah Fungsi edible coating surimi terhadap udang rebus (indikator fisik, kimia, dan mikrobiologi) Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. 1.4 Hipotesis 1. Surimi pada konsentrasi yang tepat dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating dengan karakteristik dan mutu yang baik. 2. Aplikasi surimi sebagai edible coating dapat menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu rendah. 3. Kombinasi surimi sebagai edible coating dengan secang dapat meningkatkan fungsi perlindungan terhadap udang rebus dari perubahan warna dan mutu selama penyimpanan.