BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif meliputi pengumpulan

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Hewan Uji 3.4 Pemeriksaan Kandungan Kimia Ekstrak Bawang Putih dan Kunyit Pemeriksaan Alkaloid

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

ABSTRAK. Kata kunci : Flavonoid, fase n-butanol, Averrhoa bilimbi Linn, oxalidaceae, penapisan fitokimia, spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Hewan Uji 3.4 Pengumpulan Bahan Uji

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi,

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

Transkripsi:

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. 4.2. Determinasi Bahan Determinasi dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. 4.3. Pemeriksaan Makroskopik Pengamatan dilakukan terhadap Stenochlaena palustris segar meliputi karakteristik fisik yakni ukuran dan bentuk fisik bahan, hasil pengamatan kemudian dibandingkan dengan pustaka (WHO, 2011: 11-12). 4.4. Pemeriksaan Mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dan daun segar Stenochlaena palustris menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Daun segar diamati dengan membuat penampang melintang untuk melihat struktur daun dan penampang permukaan untuk melihat tipe stomata. Disiapkan dan dibersihkan kaca objek, kemudian ditetesi 1-2 tetes dengan reagen kloral hidrat 10% dan akuades pada permukaan kaca objek. Pada pengamatan mikroskopik daun steril Stenochlaena palustris, sayatan melintang dan sayatan permukaan daun yang diperoleh 22

23 diletakkan di kaca objek yang telah ditetesi reagen, kemudian ditutup dengan kaca penutup secara hati-hati untuk menghindari udara yang terperangkap. Pengamatan mikroskopik serbuk simplisia daun steril Stenochlaena palustris dilakukan seperti pada tumbuhan segar dan diamati fragmen-fragmen yang terdapat dalam serbuk simplisia daun steril Stenochlaena palustris. Hasil pengamatan dibandingkan dengan pustaka (WHO, 2011: 11-12). 4.5. Penetapan Parameter Standard Simplisia dan Ekstrak Penetapan parameter standard terdiri dari dua macam yaitu parameter spesifik dan parameter nonspesifik. 4.5.1. Parameter spesifik a. Pengamatan Organoleptik Pengamatan organoleptik dilakukan dengan menggunakan panca indera lima orang responden, untuk mendeskripsikan warna, bau dan rasa dari tumbuhan segar dan simplisia (Depkes, 2000: 31). b. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air Sejumlah 5,0 gram ekstrak atau serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform dibiarkan hingga 18 jam, disaring, 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditara, residu dipanaskan pada suhu 105 o C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung dengan rumus (WHO, 2011: 31). Kadar Sari Larut Air (g/g) = x x 100 %

24 c. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol Sejumlah 5,0 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%) menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok pada 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol (95%), kemudian 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, residu dipanaskan pada suhu 105 o C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen senyawa terlarut dalam etanol (95%) dihitung terhadap ekstrak awal dengan rumus IV.6. (WHO, 2011: 31). Kadar Sari Etanol (g/g) = x x 100 % 4.5.2 Parameter Nonspesifik a. Penetapan Kadar Susut Pengeringan Ekstrak ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan ke dalam cawan penguap 105 o C selama 30 menit. Sebelum setiap pengeringan, cawan dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Dihitung berat kadar susut pengeringan dalam g per g terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara menggunakan rumus berikut (WHO, 2011: 35): susut pengeringan (g/g) = x 100 % b. Penetapan Bobot jenis Digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikaliberasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air. Ekstrak cair dimasukkan ke dalam piknometer. Dikurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang

diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25 o C (Depkes, 2000: 14). Bobot jenis ekstrak didapat dari perhitungan menggunakan rumus: Bobot jenis = Keterangan : W1 = berat piknometer kosong W2 = berat piknometer berisi air W3 = berat piknometer berisi ekstrak c. Penetapan Kadar abu 1) Penetapan Kadar Abu Total Lebih kurang 2 gram simplisia daun steril Stenochlaena palustris ditimbang seksama kemudian dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara. Krus silikat dipijarkan perlahan-perlahan pada suhu 500-600 o C hingga simplisia berubah menjadi abu yang berwarna putih, kemudian krus silikat didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu total dihitung dalam g per g terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 2011: 29). 2) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, ditambahkan HCl 10% hingga 25 ml, ditutup dan didihkan selama 5 menit. Tutup krus dibilas dengan 5 ml air panas dan air bilasan ditambahkan ke dalam krus silikat. Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam menggunakan kertas saring bebas abu dan dibilas menggunakan air panas. Kertas saring yang mengandung bahan tidak larut asam dipindahkan ke dalam krus silikat, kemudian krus dimasukkan ke dalam tanur hingga bobot tetap. 25

Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung dalam g per g terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara dengan rumus (WHO, 2011: 29): 26 Kadar Abu Tidak Larut Asam (g/g) = x 100 % d. Penetapan Kadar air Penetapan kadar air dilakukan menggunakan metode destilasi azeotrof. Toluen dijenuhkan dengan air dengan cara menyiapkan 200 ml toluen dan 2 ml air kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah, pengocokan dilakukan selama 5 menit hingga toluen jenuh oleh air, kemudian dipisahkan antara toluen dan air. Sejumlah serbuk simplisia dan beberapa potong batu didih dimasukkan ke dalam labu destilasi. Labu dipanaskan secara perlahan selama 15 menit. Setelah toluen mendidih proses penyulingan dilakukan dengan kecepatan kurang lebih 2 tetes per detik, hingga sebagian air tersuling. Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes per detik. Setelah tetesan air turun dan toluen terpisah sempurna volume air dibaca pada skala yang tertera pada alat destilasi. Tabung penerima didinginkan pada suhu kamar dan diusahakan tidak ada air yang melekat pada tabung penerima. Setelah air dan toluen memisah dengan sempurna, kemudian dibaca volume air. Kadar air dihitung dengan rumus: Kadar air = x 100 %

27 4.6 Penapisan fitokimia 4.6.1. Alkaloid Sebanyak 2 gram serbuk simplisia dan ekstrak masing-masing ditambahkan dengan ammonia 25% kemudian digerus dalam mortar, ditambah 20 ml kloroform dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan filtrat digunakan untuk percobaan (Larutan A). Larutan A diteteskan pada kertas saring dan diberi pereaksi Dragendorff. Warna jingga yang timbul pada kertas saring menunjukkan alkaloid positif. Sisa larutan A diekstraksi dua kali dengan HCl 10% lalu lapisan air atau fraksi asamnya dipisahkan (Larutan B). Masing-masing 5 ml larutan B dalam tabung reaksi diuji dengan pereaksi Mayer, hasil positif bila endapan putih yang terbentuk bertahan selama 15 menit dan hasil positif pada uji dengan pereaksi Dragendorff bila terbentuk endapan merah bata yang bertahan selama 15 menit (Depkes, 2000: 130). 4.6.2. Flavonoid Satu gram simplisia ditempatkan dalam gelas kimia dan ditambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 10 menit di atas hotplate. Campuran disaring dan filtrat ditampung sebagai larutan C. Lima ml larutan C di masukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat (blanko). Selanjutnya ditambahkan amilalkohol, dikocok dengan kuat, dan dibiarkan hingga terjadi pemisahan. Terbentuknya warna merah dalam lapisan amilalkohol menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid dan dibandingkan dengan blanko (Lenny, 2006: 4-5).

28 4.6.3. Kuinon Lima ml larutan C di masukkan ke dalam tabung reaksi, tiga tetes larutan NaOH 1 N di tambahkan kedalamnya. Terbentuk warna kuning hinggga merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon (Farnsworth, 1966 : 265). 4.6.4. Saponin Lima ml larutan C di masukkan ke dalam tabung reaksi, dikocok secara vertical selama satu menit, terbentuknya busa 1 cm yang stabil selama 5 menit di dalam tabung reaksi menandakan adanya saponin dan busa tersebut tidak hilang setelah ditambahkan 2 tetes asam klorida (Lenny, 2006: 4-5). 4.6.5. Tanin Lima ml larutan C di tambahkan dengan gelatin 1% terbentuk endapan maka tanin positif (Farnsworth, 1966:264). 4.6.6. Terpenoid, steroid, fenolik Empat gram simplisia dirajang halus dan didihkan dengan 25 ml etanol selama lebih kurang 25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian pelarut diuapkan sampai kering. Ekstrak dikocok dengan kloroform lalu ditambahkan akuades, dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan. Satu ml lapisan air dikocok selama satu menit, Beberapa tetes lapisan air ditempatkan dalam tabung reaksi ditambahkan besi (III) klorida, timbul warna hijau sampai ungu menandakan positif fenolik. Lapisan kloroform diteteskan pada plat tetes dan dibiarkan kering, ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman Burchard). Terbentuknya warna merah atau merah muda menandakan

29 positif untuk senyawa terpenoid dan terbentuknya warna biru atau hijau positif untuk steroid (Lenny, 2006: 4-5). 4.6.7. Monoterpen dan Seskuiterpen Simplisia digerus menggunakan mortar. Simplisia yang telah digerus atau ekstrak dilarutkan dengan eter lalu disaring, filtrat (blanko) ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering. Larutan vanillin 10% dalam HCl pekat ditambahkan. Kemudian dibandingkan dengan blanko. Terbentuk warna-warna menandakan positif adanya senyawa monoterpen dan seskuiterpen (Farnsworth, 1966: 266). Simplisia daun steril Stenochlaena palustris Ektraksi dengan n-heksan Ampas Ekstrak n-heksan Ektraksi dengan etil asetat Ampas Ekstrak etil asetat Ektraksi dengan metanol Ampas Ekstrak metanol Gambar IV.1 Diagram Alir Ekstraksi Bertingkat 4.7. Ekstraksi Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Serbuk simplisia Stenochlaena palustris ditempatkan dalam wadah pengekstraksi (maserator) yang sebelumya telah dibersihkan dengan etanol. Tahap pertama diletakkan simplisia Stenochlaena

30 palustris sebanyak 1200 gram ke dalam maserator dan ditambahkan pelarut n- heksan dengan perbandingan 3:1 (pelarut simplisia). Dimaserasi selama 3 x 24 jam sambil sesekali diaduk dan dilakukan penggaantian pelarut setiap 1 x 24 jam. Hasil filtrat ditampung pada wadah penampung (A). Ampas kemudian ditambahkan dengan pelarut etil asetat dengan perbandingan 3:1 (pelarut simplisia), dilakukan prosedur maserasi seperti pada ekstraksi dengan n-heksan. Hasil filtrat ditampung pada wadah penampung (B). Ampas ekstraksi dengan etil asetat di maserasi dengan metanol dan filtrat ditampung pada wadah penampung (C). Diagram alir ekstraksi dapat dilihat pada Gambar IV.1. 4.8. Pemekatan Ekstrak Ketiga ekstrak (ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol) yang telah ditampung, dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 70 o C (Depkes, 2000:10). Rendemen dihitung menggunakan rumus: Rendemen ekstrak (g/g) = x 100 % 4.9. Kromatografi Lapis Tipis Analitik Pemantauan keberadaan senyawa flavonoid pada ekstrak dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)-analitik. Proses identifikasi pola KLT-analitik dengan penampak bercak uap NH 3. Disiapkan plat silika gel GF 254 dan chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak. Ekstrak ditotolkan menggunakan mikrokapiler tepat pada garis 1 cm dari bawah ujung lempeng, kemudian dimasukkan ke dalam chamber dengan fase gerak kloroform etil asetat 7:3. Plat didiamkan dalam chamber selama beberapa waktu hingga fase gerak

31 menghantarkan ekstrak hingga batas plat. Plat kemudian dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan, kemudian dideteksi menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 365nm dan penampak bercak uap NH 3. Dihitung harga Rf dengan membandingkan jarak bercak terhadap garis pelarut. Hasil evaluasi didokumentasikan melalui foto hasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan penampak bercak yang sesuai (Depkes, 2000: 30). Dari hasil evaluasi dipilih ekstrak yang memiliki pola kromatogram yang mengindikasikan flavonoid. 4.10. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Disiapkan plat silika ukuran 20 cm x 20 cm, fase diam silika GF 254 dan fase gerak kloroform etil asetat perbandingan 7:3. Ekstrak ditotolkan membentuk pita bergaris tepat 1 cm dari ujung bawah plat. Kertas saring dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi eluen hingga kertas saring terbasahi sempurna. Plat KLT yang berisi totolan dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh. Plat didiamkan hingga diperoleh bercak yang telah memisah sempurna, kemudian dikeringkan. Penampak bercak uap NH 3, dipaparkan di bagian pinggir plat. Bercak dipantau menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 365 nm. Bercak pita yang dianggap senyawa target dikerok dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Serbuk ditambahkan metanol untuk memisahkan senyawa target dari fase diam. Larutan disaring dan diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV-VIS. 4.11. Spektrofotometer UV-VIS Dilakukan identifikasi flavonoid yang terkandung dalam Stenochlaena palustris menggunakan instrumen spektrofotometer UV-VIS. Hasil identifikasi

dibandingkan dengan pustaka. Disiapkan kuvet bersih dan metanol pro analisis sebagai pelarut. Diukur serapan blanko. Hasil pemisahan yang telah ditambahkan 32 metanol dimasukkan ke dalam kuvet, diukur serapannya dan diamati spektrum yang memiliki pola spektrum flavonoid. 4.12. Kromatografi Lapis Tipis Satu Dimensi Disiapkan tiga plat silika gel GF 254 berukuran 10x1 cm dan chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak yang berbeda kepolarannya. Ekstrak ditotolkan menggunakan mikrokapiler tepat pada garis 1 cm dari bawah ujung lempeng. Kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing chamber yang berisi fase gerak kloroform, etil asetat dan campuran kloroform metanol perbandingan 9:1. Plat didiamkan dalam chamber selama beberapa waktu hingga fase gerak menghantarkan ekstrak hingga batas plat. Plat kemudian dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan, kemudian dideteksi menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 365 nm dan penampak bercak uap NH 3. Dihitung harga Rf dengan membandingkan jarak bercak terhadap garis pelarut. Hasil evaluasi didokumentasikan melalui foto hasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan penampak bercak yang sesuai (Depkes, 2000: 30).