KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLlK INDONESIA

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI NOMOR: 01/KB/I-VIII.

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN. : 42/KPK-BPKP/IV/2007 : Kep-501/K/D6/2007

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. 01/KB/I-XIII.

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEPALA KEPOLISIAN DAERAH BALI DENGAN KEPALA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPK. Gratifikasi. Pelaporan. Penetapan. Pedoman. Perubahan.

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepoti

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

KEPUTUSAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR:KEP.07/ IKPK/02/ 2005

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5698); 2. Undang-Undang N

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG WAJIB LAPOR HARTA KEKAYAAN

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERATURAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NESARA REPUBLIK IN D O N E S IA DAN JAKSA ASUNb REPUBLIK IN D O N E S IA NO. POL.

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 462/KMK.09/2004 TENTANG

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

TENTANG KERJASAMA DALAM PENANGANAN HASIL PEMERIKSAAN KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA YA.NG DITEMUKAN PETUNJUK ADANYA TINDAK PIDANA KORUPSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

2017, No tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Audit Penyadapan Informasi yang Sah (Lawful Interception) pada Komisi Pemberantasan Ko

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi.

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

2012, No.74 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP KEPOLI

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. 06/KPPU/NK/Xy2015 TENTANG

2016, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Kementerian Dalam Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pen

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

8. Peraturan.../2 ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/APRIL

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 60 TAHUN 2015 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BANTEN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PELAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Transkripsi:

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI No. Pol.:Kep/ 16 /VII/2005 Nomor : 07 / POLRI - KPK/VII/2005 TENTANG KERJASAMA ANTARA POLRI DAN KPK DALAM RANGKA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Menimbang: a. bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat, dan menegakkan hukum termasuk berwenang antara lain melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan; b. bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan koordinasi, supervisi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, maupun monitor terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah; c bahwa untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dilakukan kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c, maka dibuat kesepakatan bersama yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Bersama antara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepala Kepolisian Negara Rl tentang Kerjasama antara KPK dan POLRI dalam rangka Pembangunan dan Penguatan Kelembagaan dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2 Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995); 8. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tanggal 9 Desember 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi;

3 MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TENTANG KERJASAMA ANTARA POLRI DAN KPK DALAM RANGKA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan : 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut POLRI adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 2. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut KPK adalah Lembaga Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 3. Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana yang dimsiksud dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 4. Kerjasama adalah kegiatan saling membantu untuk memberantas tindak pidana korupsi secara optimal. 5. Penyelidik / penyidik adalah Penyelidik / penyidik sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maupun yang dimaksud dalam Undangundang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 6. Supervisi adalah kegiatan pengawasan, penelitian atau penelaahan dan pengambilalihan penyidikan tindak pidana korupsi.

4 7. Koordinasi adalah kegiatan mengkoordinasikan mengenai penyelidikan, penyidikan penetapan sistem laporan dan permintaan informasi melalui dengar pendapat/pertemuan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. 8. Kajian sistem adalah suatu kegiatan kajian terhadap sistem pelayanan Publik. BAB II TUJUAN, SIFAT DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Tujuan keputusan bersama ini adalah untuk saling membantu dalam pemberantasan tindak pidana korupsi secara optimal dengan meningkatkan kinerja dan kemampuan KPK dan POLRI. Pasal 3 Kerjasama ini bersifat fungsional dengan tidak mengurangi kewenangan masing-masing pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 Kerjasama yang diatur dalam kesepakatan ini, meliputi: (1) Penguatan kelembagaan : 1. Bantuan personel; 2. Bantuan fasilitas. (2) Kerjasama operasional: 1. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN); 2. Gratifikasi; 3. Perlindungan saksi dan/atau pelapor sebagaimana diatur dalam pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 4. Pertukaran informasi; 5. Supervisi; 6. Koordinasi; dan 7. Kajian sistem pelayanan publik di lingkungan POLRI.

5 BAB III PENGUATAN KELEMBAGAAN Pasal 5 Bantuan Personel: a. Dalam rangka peningkatan kemampuan personel, KPK dapat meminta bantuan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dengan memanfaatkan lembaga pendidikan POLRI. Hal-hal yang berkaitan dengan kerjasama pendidikan dan pelatihan berupa kurikulum, bahan pengajaran dan pelatihan, tenaga pengajar dan biaya operasional pendidikan diatur lebih lanjut oleh POLRI dan KPK ; b. Dalam hal KPK memerlukan bantuan personel dari POLRI meliputi penyelidik, penyidik, tenaga pengamanan, atau tenaga lainnya, maka Pimpinan KPK atau pejabat yang ditunjuk mengirim surat kepada KAPOLRI atau pejabat yang ditunjuk, untuk meminta bantuan personel dengan menjelaskan jumlah personel, jangka waktu serta keperluan lainnya; c. Dalam hal POLRI memerlukan bantuan personel dari KPK meliputi penyelidik, penyidik, ahli keuangan, ahli komputer atau tenaga lainnya, maka KAPOLRI atau pejabat yang ditunjuk mengirim surat kepada Pimpinan KPK atau pejabat yang ditunjuk, untuk meminta bantuan personel dengan menjelaskan jumlah personel, jangka waktu serta keperluannya; dan d. Bantuan personel sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c, diberikan setelah ada permintaan tertulis kecuali jika dalam keadaan mendesak permintaan dimaksud dapat disampaikan secara lisan dan selanjutnya disusul dengan permintaan secara tertulis. Pasal 6 Bantuan fasilitas : a. Dalam hal KPK memerlukan bantuan fasilitas dari POLRI meliputi peralatan penyadapan & perekaman, laboratorium forensik, identifikasi, peralatan pengamanan, fasilitas pendidikan dan pelatihan maupun fasilitas sejenis lainnya maka Pimpinan KPK atau pejabat yang ditunjuk mengirim surat kepada Kapolri atau pejabat yang ditunjuk untuk meminta bantuan fasilitas dimaksud dengan menjelaskan tujuan penggunaan fasilitas tersebut.

6 b. Dalam hal POLRI memerlukan bantuan fasilitas dari KPK meliputi peralatan penyadapan & perekaman atau fasilitas sejenis lainnya maka KAPOLRI atau pejabat yang ditunjuk mengirim surat kepada KPK atau pejabat yang ditunjuk untuk meminta bantuan fasilitas dimaksud dengan menjelaskan tujuan penggunaan fasilitas tersebut; dan c. Bantuan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b diberikan setelah ada permintaan tertulis, kecuali jika dalam keadaan mendesak permintaan dimaksud dapat disampaikan secara lisan dan selanjutnya disusul permintaan secara tertulis. BAB IV KERJASAMA OPERASIONAL Pasal 7 Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN): a. Untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang prosesnya ditangani oleh POLRI, maka POLRI dapat meminta kepada KPK berkas/dokumen LHKPN yang berindikasi tindak pidana korupsi tersebut, permintaan dilakukan dengan mencantumkan nama penyidik, nama Penyelenggara Negara yang dimaksud dan tujuan dari permintaan tersebut; b. KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus penyelenggara negara yang tidak menyampaikan LHKPN dan tidak bersedia diperiksa harta kekayaannya; c. KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus penyelenggara negara yang menyampaikan LHKPN dengan keterangan tidak benar; d. KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk mendistribusikan formulir LHKPN di lingkungan POLRI; e. KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk pemutakhiran data bagi yang berkewajiban membuat LHKPN di lingkungan Polri; f. Permintaan sesuai huruf a, b, c, d dan e dilakukan secara tertulis.

7 Pasal 8 Gratifikasi: a. KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk mendistribusikan formulir gratifikasi di lingkungan Polri; b. KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk melakukan penyelidikan terhadap gratifikasi yang tidak dilaporkan kepada KPK ; c. KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk melakukan penyelidikan gratifikasi yang dilaporkan ke KPK yang memuat keterangan tidak benar; d. Permintaan bantuan sebagaimana dimaksud huruf a, b dan c dilakukan secara tertulis. Pasal 9 Perlindungan Saksi dan/atau Pelapor: a. POLRI membantu KPK dalam rangka perlindungan saksi dan/atau pelapor terhadap adanya dugaan tindak korupsi atas permintaan KPK secara tertulis; b. Perlindungan saksi dan/atau pelapor meliputi jaminan keamanan dan jaminan tidak disidik terhadap saksi dan/atau pelapor yang sedang dilindungi sebelum kasus utamanya memiliki keputusan kekuatan hukum yang tetap; c. Perlindungan saksi dan/atau pelapor yang terkait dengan jaminan keamanan dilakukan paling lama setelah adanya keputusan Hakim pada peradilan tingkat pertama; d. Perlindungan saksi dan/atau pelapor sebagaimana dimaksud pada hurtif d tidak diberikan apabila saksi dan/atau pelapor teysebut terlibat dalam perkara tindak pidana lain; e. Peddrrian pelaksanaan dan satuan tugas perlindungan saksi/pelapor yang dimaksud pada huruf a, b, c dan d akan diatur lebih lanjut oleh POLRI dan KPK.

Pasal 10 8 Pertukaran informasi: a. KPK dan POLRI melakukan pertukaran informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya masing-masing; b. Tata cara pertukaran informasi dilakukan dengan permintaan atau pemberian informasi secara tertulis dan ditandatangani oleh Kapolri atau Pimpinan atau Pejabat yang ditunjuk oleh instansi masingmasing; c. KPK dapat memberikan informasi kepada POLRI mengenai: 1. Laporan dan/atau pengaduan masyarakat kepada KPK yang berindikasi tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya; 2. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang berindikasi adanya tindak pidana; 3. Informasi lain yang diperlukan POLRI dalam rangka melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; d. Polri dapat memberikan informasi kepada KPK mengenai; 1. Laporan perkembangan penyelidikan dan/atau penyidikan atas kasus permintaan KPK atau berdasarkan kasus yang diserahkan oleh KPK 2. Data pendukung LHKPN berupa informasi harta kekayaan bergerak maupun tidak bergerak; 3. Informasi lain yang diperlukan KPK dalam rangka melakukan penyelidikan, penyidikan dan supervisi serta kajian sistem terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. e. Informasi yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d bersifat rahasia. f. Pihak penerima informasi bertanggung jawab atas kerahasiaan, penggunaan, dan keamanan informasi. SUPERVISI DAN KOORDINASI Pasal 11 Supervisi a. KPK dapat meminta Laporan Kemajuan penanganan perkara dan/atau menyelenggarakan gelar perkara atas tindak pidana korupsi yang sedang ditangani atau telah dihentikan penyidikannya atau perkara lain yang diserahkan oleh KPK untuk dilakukan penyelidikan /penyidikan;

9 b. Dalam hal gelar perkara tindak pidana korupsi yang diminta oleh KPK yang diselenggarakan di kesatuan kewilayan / Polda, KPK dapat juga meminta keikutsertaan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri atau unsur Polri lainnya untuk hadir dalam gelar perkara itu; c. KPK dapat mengambil alih penyidikan perkara sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b setelah dilakukan gelar perkara bersama; d. Pengambilalihan penyidikan yang sedang ditangani oleh satuan kewilayahan/polda, dilaksanakan melalui Mabes Polri/Bareskrim dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan Pasal 12 Koordinasi: a. Untuk memperlancar pelaksanaan kerjasama perlu diadakan rapat koordinasi antara Pimpinan KPK dan Kapolri maupun dengan Kapolda yang berkepentingan sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan sekali dan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali untuk pelaksana; b. Penyelenggaraan rapat koordinasi sebagaimana pada huruf a dilakukan sesuai kesepakatan; c. KPK dapat melimpahkan proses/hasil penyelidikan tindak pidana korupsi kepada Polri; d. Pelimpahan sebagaimana dimaksud huruf c dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan; e. Dalam menghadapi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi agar penyelidik KPK dan penyelidik Polri dapat melakukan penyelidikan secara bersama-sama dipimpin oleh Penyelidik KPK.

10 Pasal 13 Pengkajian sistem : Dalam hal dilakukan pengkajian terhadap sistem pelayanan Publik di lingkungan Polri, KPK dapat melakukannya bersama POLRI. BAB V PEJABAT PENGHUBUNG Pasal 14 (1) KPK dan Polri menunjuk sekurang-kurangnya 2 (dua) orang pejabat penghubung di instansi masing-masing; (2) Penunjukan pejabat penghubung ditetapkan dengan surat keputusan Pimpinan instansi masing-masing; (3) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada instansi masing-masing. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 15 (1) Pembiayaan dalam mendukung keputusan bersama ini meliputi pembiayaan untuk bantuan personel, fasilitas, biaya operasional dan biaya lainnya; (2) Pelaksanaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dibahas lebih lanjut oleh POLRI dan KPK. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 (1) Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan Bersama ini akan diputuskan bersama oleh Pimpinan KPK dan Kapolri.

11 (2) Jika dalam Keputusan Bersama ini terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka hal tersebut akan merujuk kepada undang-undang yang berlaku. (3) Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal penandatanganan sampai dengan 2 (dua) tahun lamanya dan akan ditinjau kembali. KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Ditetapkan di Pada tanggal KEPALA KE REPU Jakarta 7 JULI 2005 ISIAN NEGARA NDONESIA Drs. TAUFIEQURACHMAN RUKI, SH Drs. DA'I BACHTIAR. SH JENDERAL POLISI