BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan pembedahan, karena dalam waktu tertentu harus dapat dipastikan hewan tidak dapat merasakan nyeri sehingga tidak menimbulkan penderitaan bagi hewan (Sardjana dan Kusumawati, 2004; Hall et al, 2001). Berbagai prosedur diagnostik dan operasi (operasi mayor dan minor) didunia kedokteran hewan harus dibawah pengaruh anestesi. Operasi mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk memperbaiki cacat perolehan, membantu dalam proses kelahiran, membantu dan menentukan diagnosa penyakit, untuk mengembalikan fungsi organ serta dapat digunakan untuk memperindah penampilan. Operasi dapat dilakukan saat hewan dalam keadaan sehat yaitu operasi yang tidak emergencyatau bersifat elective, misalnya untuk memperindah penampilan. Operasi yang dilakukan dalam keadaan emergency, misalnya karena kecelakaan harus segera dioperasi dan dianestesi terlebih dahulu untuk menyelamatkan jiwa pasien. Anestesi sebelum operasi sangat penting dilakukan pada hewan untuk menghilangkan rasa sakit dan mempermudah pekerjaan dalam operasi. Tujuan hewan dianestesi sebelum dioperasi untuk memastikan hewan tidak dapat merasakan nyeri maupun sakit sehingga dapat menggurangi penderita bagi hewan, salah satu cara yang diambil adalah dengan penggunaan anestesi 1
2 umum. Anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Pemilihan obat anestesi umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jenis operasi, lamanya operasi, temperatur hewan, fisiologi hewan, dan spesies hewan (Hall et al, 2001; William, 2007). Anestesi umum dibagi menjadi 3 golongan menurut bentuk fisiknya yaitu anestesi gas, anestesi cair yang mudah menguap dan anestesi yang diberikan secara parenteral (intravena, intramuskular) (Handoko, 1995; Hall et al, 2001; William, 2007). Tanda-tanda telah tercapainya anestesi umum adalah ditandai dengan timbul pernafasan diluar kesadaran, bola mata bergerak tidak sesuai kehendak, reflek pedal kuat dan cepat. Anestesi umum secara klasik digambarkan dengan empat sifat: hipnosis (umumnya berarti tidur atau hilangnya kesadaran), amnesia, analgesia, dan relaksasi otot (Goodman and Gilman, 2001). Dokter Hewan praktek menggunakan anestesi secara injeksi. Anestesi secara injeksi baik yang diberikan secara intramuskular atau intravena pada umumnya digunakan untuk operasi yang memerlukan waktu pendek, karena beberapa alasan tertentu, diantaranya penggunaan yang praktis, relatif tidak mahal, dan obat yang digunakan relatif mudah didapat. Anestesi secara injeksi mempunyai kekurangan dalam mengontrol kedalaman dan recorvery pasien harus menunggu proses metabolisme agen anestetika tersebut (Pawsonand and Forsyth, 2008; Handoko 1995). Anestesi secara injeksi juga dapat menimbulkan stress akibat restrain dan rasa sakit ditempat menyuntikan, serta jika sudah diinjeksikan tidak dapat ditarik kembali, berbeda dengan anestesi secara inhalasi penggunaannya memerlukan seseorang yang dapat menggunakan mesin anestesi,
3 sehingga kurang praktis, anestetika yang digunakan relatif sulit didapat sehingga mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh klien, serta dapat menghasilkan tekanan intracranial pada pasien (Pinnoch et al. 1999). Sebagian besar dari pengetahuan dasar biokimia, fisiologi, endokrinologi dan farmakologi pada manusia berdasarkan studi dari hewan model. Hewan model merupakan setiap hewan yang dipergunakan pada sebuah penelitian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut (Ridwan, 2013). Definisi yang lebih jelas disebutkan oleh Hall et al, (2001) yaitu organisme hidup yang secara biologi dan perilakunya dapat dipelajari atau menyelidiki proses patologi yang disebabkan karena induksi ataupun secara langsung dari satu atau beberapa fenomena yang berhubungan antara manusia dan hewan. Respon hewan terhadap obat-obatan anestesi bervariasi. Pada umumnya variasi tersebut dihubungkan dengan perbedaan kecepatan metabolisme, distribusi dan eliminasi obat. Selain itu juga tergantung pada kea daan biologis hewan tersebut seperti : umur, jenis kelamin, spesies, fungsi respirasi dan fungsi kardiovaskuler merupakan hal penting untuk diperhatikan. Hewan dianestesi hendaknya diperhartikan kondisi fisiologis tubuhnya mulai dari volume darah, tekanan darah dan keseimbangan elektrolit (Hall et al, 2001; William, 2007). Beberapa obat yang sering digunakan untuk pembiusan secara injeksi diantaranya thiopental, alphaxalone, propofol, ketamin, tiletamin, pentobarbital dan lain-lain. Pada beberapa agen (ketamin dan tiletamin) biasanya penggunaanya harus dikombinasikan dengan CNS deprresants seperti α2-agonis (xylasin,
4 medetomidin) atau benzodiazepines (diazepam, zolazepam, midazolam) untuk menghasilkan keadaan anestesi yang lebih optimal (Pawson and Forsyth, 2008). Ketamin bila diberikan secara tunggal memiliki beberapa efek samping antara lain meningkatnya tekanan darah arteri terutama bila diberikan secara intravena, hipersalivasi, halusinasi, dan tidak ada refleks otot (Erwin, 2009). Penggunaan ketamin sebagai agen anestesi memliki beberapa keuntungan diantaranya adalah mudah pengaplikasikannya, induksi cepatdan tenang dan dapat dikombinasikan dengan agen preanestesi lainnya (Slatter, 2003). Xylasin merupakan obat golongan hipnotik yang menimbulkan efek relaksasi muskulus sentralis, selain itu juga mempunyai efek analgesi, kondisi ingin tidur ringan sampai narkosis yang dalam dapat tercapai, tergantung pada dosis untuk masing-masing spesies hewan (Lumb and Jones, 2007). Propofol adalah salah satu dari grup alkylphenol yang dapat menimbulkan hypnosis pada hewan. Alkylphenols berbentuk minyak pada suhu kamar, tidak larut dalam air tetapi kelarutannya tinggi dalam lemak. Propofol dimetabolisme secara cepat di hati dengan cara konjugasi menjadi glukoronide dan sulfat untuk membentuk senyawa yang larut dalam air yang diekskresi ginjal. Kurang dari 1% propofol tidak berubah saat dieksresi melalui urine, dan 2% diekskresi melalui feses. Karena kliren propofol melebihi aliran darah hepar, diperkirakan terjadi eliminasi ekstrahapatal atau ekstrarenal (Pawson and Forsyth, 2008). Pelaksanaan pembiusan umum pada babimemiliki beberapa tantangan sepertihipersalivasi, terbatasnya pembuluh darah perifer, bentuk anatotomi laring yang menjadi penyulit dalam intubasi trachea, serta cenderung terjadinya
5 laringospasmus (Geovanini et al, 2008). Babi juga sulit untuk dikekang sehingga penyuntikan intramuskular sulit untuk dilakukan. Dengan kesulitan-kesulitan diatas, metode pembiusan intramuskular yang cepat dan tepat merupakan salah satu solusi pembiusan. Senyawa anestesi intramuskular yang digunakan harus memiliki onset cepat dan volume pemberian yang sedikit agae pemberian obat bius dapat dengan cepat dilakukan. Karakter mula kerja obat (onset) yang cepat juga harus memiliki batas keamanan yang luas, langsung memberikan efek hipnosis, serta analgesia (Geovanini et al, 2008). Hewan babi banyak digunakan sebagai hewan model baik untuk penelitian maupun pelatihan para dokter hewan, dokter manusia dan dokter gigi. Babi termasuk hewan dan dalam amanat undang-undang juga harus diperhatikan kesejahteraannya untuk kepentingan apapun juga, termasuk untuk pelatihan dokter bedah. Untuk memenuhi kesejahteraannya, setiap penggunaan hewan harus lulus animal clearence/animal etic. Salah satu persyaratan tentang animal clearace adalah jenis anestesi yang diberikan pada waktu hewan coba digunakan untuk penelitian dan pelatihan. Pada saat ini masih banyak yang menggunakan agen anestesi disosiatif seperti ketamin yang dicampur dengan xylasin sebagai muskulorelaxan untuk menghilangkan efek meningkatnya tonus karena ketamin. Anestesi disosiatif ini mulai ada yang tidak memperbolehkan karena pada kenyataannya hewan masih merasa sakit akan tetapi hanya tidak mampu mengepresikan dalam bentuk tanda klinis karena tidak mampu, sehingga dikategorikan hewan masih tidak sejahtera. Pilihan yang tepat saat ini adalah menggunakan agen anestetika yang mempunyai efek bius total yang mendepres
6 syaraf pusat sehingga efek narkosenya betul-betul mematikan syaraf untuk sementara waktu. Jenis anestetika tersebut dapat berupa gas anestesi, volatile gas anestesi atau anestesi parenteral dengan kelompok barbiturate atau penthobarbiturat. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana anestesi umum ketamin dicampur propofol aplikasi bolus intra vena dan ketamin dicampur dengan xylasin aplikasi bolus intra vena dapat menghasilkan narkosa lebih panjang, aman dan efesien bagi pasien dengan pengamatan onset dan durasi anestesi. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang onset dan durasi anestesi campuran ketamin dengan xylasin dan anestesi campuran ketamin dengan propofol, sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk anestesi.