II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara untuk memproduksi daging, susu, wol, kulit dan hasil limbah yang dapat digunakan sebagai pupuk (Gatenby,1991). Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak (Kammlade, 1955). Klasifikasi Domba menurut ITIS (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : Kingdom Subkingdom : Animalia : Bilateria Infrakingdom : Deuterostomia Phylum Subphylum Infraphylum Superclass Class Subclass Infraclass Order Family Subfamily : Chordata : Vertebrata : Gnathostomata : Tetrapoda : Mamalia : Theria : Eutheria : Artiodactyla : Bovidae : Caprinae
7 Genus Species Subspecies : Ovis : Ovis aries : Ovis aries aries Ovis aries arkal Ovis aries cycloceros Ovis aries isphahanica Ovis aries laristanica Ovis aries musimon Ovis aries ophion Ovis aries orientalis Ovis aries vignei Ada empat jenis spesies domba liar yaitu : domba Mouffon (O.musimon) terdapat di Eropa dan Asia Barat, domba Urial (O. orientalis, O. Vignei) terdapat di Asia tengah, dan Domba Bighorn (O. Canadensis) terdapat di Asia Utara dan Amerika Utara. Tiga jenis yang pertama diatas merupakan domba yang membentuk genetik dari domba-domba modern sekarang (Williamson and Payne, 1993). Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang berpenampang segitiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada jantan. Bobot badan jantan lebih tinggi dibandingkan betina. Domba yang telah didomestikasi secara umum tidak mempunyai pertahanan terhadap dirinya dan tingkat kepintaran yang rendah dibandingkan semua hewan berkaki empat lain. Semua sifat-sifat tersebut merupakan hasil dari seleksi dan berhubungan dengan pemeliharaan dalam skala besar. Sifat liar yang tidak menguntungkan dieliminasi sebagai hasil seleksi.
8 2.2 Domba Lokal Domba lokal merupakan domba khas Indonesia. Domba lokal memiliki nama yang sesuai dengan nama daerah tempat berkembang seperti domba Garut, domba Kisar, domba Rote dan domba Wonosobo. Domba lokal berpotensi untuk dijadikan sebagai domba pedaging karena memiliki potensi genetik yang tinggi untuk dijadikan domba pedaging (Nurfaridah dkk, 2013). Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan dapat beranak sepanjang tahun. Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, berbulu kasar, tidak seragam dan hasil daging relatif sedikit (Murtidjo, 1993), dengan rataan bobot potong 20 kg (Edey, 1983). Pendapat lain menyatakan bahwa bobot dewasa mencapai 30-40 kg pada domba jantan dan betina 20-25 kg dengan persentase karkas 44-49% (Tiesnamurti, 1992). Ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina adalah tinggi pundak 57 cm, bobot badan 25-35 kg, sedangkan pada jantan tinggi pundak mencapai 60 cm dan bobot badan 40-60 kg (Devendra dan McLeroy, 1992). Sifat lain dari domba lokal tampak dari warna bulu umumnya putih dengan bercak hitam sekitar mata, hidung dan bagian lainnya (Edey, 1983; Mulyaningsih, 2006). Selain memiliki bentuk tubuh yang ramping, pola warna bulu sangat beragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam (Tiesnamurti, 1992). Kualitas wol sangat rendah dan termasuk wol kasar (Mason,1980). Biasanya wol pada domba lokal ini dibuang atau tidak dimanfaatkan (Devendra dan McLeroy, 1992).
9 Jenis domba lokal yang ada di Indonesia terdapat tiga jenis, yaitu Jawa ekor tipis, Jawa ekor gemuk dan Sumatra ekor tipis (Iniguez etal., 1991). Terdapat dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia, yaitu domba ekor tipis (DET) dan domba ekor gemuk (DEG) dengan perbedaan galur dari masing-masing tipe (Diwyanto, 1982). 2.3 Pertumbuhan pada Ternak Domba Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ. Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan. Pola pertumbuhan tubuh secara normal merupakan gabungan dari pola pertumbuhan semua komponen penyusunnya. Pertumbuhan merupakan proses terjadinya perubahan ukuran tubuh dalam suatu organisme sebelum mencapai dewasa. Perubahan ukuran meliputi perubahan bobot hidup dan komposisi tubuh termasuk pola perubahan pada komponen-komponen tubuh (Edey, 1983; Seoparno, 1994). Pertumbuhan pada semua jenis hewan umumnya sama yaitu pada awalnya berlangsung lambat kemudian semakin lama semakin cepat, akan tetapi pertumbuhan tersebut kembali lambat pada saat ternak itu mendekati kemasakan tubuh (Hardjosubroto, 1994). Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan
10 protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetik atau faktor keturunan dan faktor lingkungan seperti iklim dan manajemen pelaksanaan. Faktor keturunan lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dapat dipakai. Sedangkan faktor lingkungan yaitu seperti pemberian pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tatalaksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam mencapai kedewasaan. Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain total protein yang diperoleh setiap hari, jenis ternak, umur, keadaan genetis, kondisi lingkungan, kondisi setiap individu dan manajemen tatalaksana. Domba mengalami proses pertumbuhan yang pada awalnya berlangsung cepat kemudian semakin lama semakin meningkat lebih cepat sampai domba berumur 3-4 bulan, namun pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lambat pada saat domba mendekati kedewasaan tubuh. Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Pertumbuhan domba tidak sekedar meningkatnya berat badan domba, tetapi juga menyebabkan perbedaan tingkat pertumbuhan komponen tubuh, yaitu urat daging dari karkas atau daging yang akan dikonsumsi manusia (Parakkasi, 1999). Pertumbuhan ternak terdiri atas tahap cepat yang terjadi mulai awal sampai pubertas dan tahap lambat yang terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah dircapai (Tillman et al., 1987). Domba mengalami pertumbuhan secara cepat dimulai dari lahir sampai dewasa kelamin dan tumbuh secara lambat sampai dewasa tubuh (Johnston,1983).Ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu dibandingkan
11 jantan karena betina menyiapkan pertumbuhan pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati masa pubertas (Ensminger, 1977). 2.4 Konformasi dan Ukuran Tubuh Ternak Domba Ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan- perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi (Mulliadi, 1996). Penggunaan ukuran tubuh selain untuk menaksir bobot badan dan karkas, digunakan pula dalam memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas bangsa ternak tertentu (Diwyanto, 1982). Pengaruh genetik maupun lingkungan menyebabkan keragaman pada pengamatan dalam berbagai sifat kuantitatif. Keragaman merupakan suatu sifat populasi yang sangat penting dalam pemuliaan, terutama dalam seleksi. Seleksi akan efektif bila terdapat tingkat keragaman yang tinggi (Martojo, 1990). Ukuran permukaan tubuh pada domba lokal dewasa untuk betina adalah tinggi pundak 57 cm, bobot badan 25-35 kg, sedangkan pada jantan tinggi pundak mencapai 60 cm dan bobot badan 40-60 kg dengan rata-rata bobot potong 19 kg (Devendra dan McLeroy, 1982). Pengetahuan mengenai ukuranukuran tubuh perlu dipelajari untuk menentukan bentuk fisik seekor ternak. Ukuran tubuh yang dimaksud adalah panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggang, lingkar dada, dalam dada, panjang pinggang, lebar pinggul dan lebar dada. Ukuran tubuh memiliki korelasi yang erat dengan bobot badan. Korelasi yang erat
12 antara bobot badan dan setiap ukuran tubuh merupakan perwujudan dari adanya proses pertumbuhan yang terjadi pada hewan tersebut, karena untuk menjaga keseimbangan biologis maka setiap pertumbuhan komponen-komponen tubuh akan diikuti dengan meningkatnya ukuran-ukuran tubuh (Doho, 1994). Bobot badan umumnya mempunyai hubungan positif dengan semua ukuran linier tubuh (Darmayanti, 2003). Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh pada domba semakin meningkat dengan bertambahnya umur (Zulkarnaen,1992). Panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada adalah ukuran tubuh yang paling erat korelasinya dengan bobot badan ternak. Hal tersebut berarti ternak yang mempunyai tubuh besar akan mempunyai tinggi pundak, panjang badan, dan lingkar dada yang lebih besar, sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran-ukuran tubuh dan berat badan merupakan ukuran penting dalam menilai sifat kuantitatif ternak yang akan digunakan untuk program seleksi. Panjang badan diukur secara horizontal dari tepi depan sendi bahu (benjolan tulang scapula) sampai ke tepi belakang bungkul tulang duduk dengan menggunakan tongkat ukur (cm) (Ashari dkk, 2015). Panjang badan menunjukan kapasitas badan yang besar sehingga mempengaruhi kualitas karkas. Panjang badan terdiri dari bagian depan yaitu dari pundak sampai belakang sendi scapula, bagian tengah terdiri dari bagian dada dan tulang iga, bagian belakang terdiri dari pinggang sampai bagian paha (Nurfaridah, 2013). Lingkar dada merupakan variabel ukuran linear permukaan tubuh yang ditemukan paling tinggi pada domba (Mulliadi, 1996). Lebar Dada diukur pada jarak antara penjolan sendi bahu (tuberculum humeri) kiri dan kanan (Komala,2011). Lebar dada menunjukan kapasitas otot yang ada pada sekitar dada. Lebar dada memberi gambaran bahwa
13 organ-organ respirasi dan jantung tumbuh dengan baik yang akan menunjang pembentukan energi anaerob berjalan baik (Nurfaridah, 2013). 2.5 Indeks Kumulatif Salako Indeks Kumulatif Salako merupakan indeks ukuran tubuh pada sapi dan domba untuk menilai jenis dan fungsi keturunan ternak. Indeks Kumulatif Salako digunakan sebagai alternatif dalam penilaian ternak sebagai indikator tipe dan fungsi ternak. Indeks ini mencakup konformasi tubuh ternak dan keseimbangan tubuh ternak. Pada penelitian indeks kumulatif salako dengan menggunakan sampel domba Yankansa dan domba WAD (West African Dwarf ), domba Yankansa memiliki nilai bobot hidup dan ukuran tubuh lebih tinggi dibandingkan domba WAD. Adanya perbedaan bobot hidup kedua bangsa tersebut yaitu sebesar 25,03 ± 5,21 cm pada domba WAD dan 41,60 ± 6,47 cm pada domba Yankansa. Nilai indeks kumulatif salako berturut-turut sebesar 1,18 dan 2,80 (Salako, 2006). Pada penelitian dengan menggunakan sampel domba komposit pada umur 1 tahun, 2 tahun dan 3 tahun nilai rata-rata length index tertinggi ada pada domba yang berumur 2 tahun, yakni 1,07, sedangkan untuk domba berumur 1 tahun dan 3 tahun yaitu 0,97 dan 1,01. Untuk hasil perhitungan balance domba komposit didapatkan hasil yang berumur 1 tahun yaitu 0,67, 2 tahun yaitu 0,65 dan 3 tahun yaitu 0,77. Nilai rata-rata Indeks Kumulatif Salako domba komposit yang berumur 1 tahun yaitu 2,63, dan yang berumur 2 tahun yaitu 2,72, sedangkan yang berumur 3 tahunyaitu 2,78. Adapun nilai Indeks Kumulatif Salako tertinggi ada pada domba berumur 1 tahun dengan nilai 3,19 (Nurfaridah, 2013).