HASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM MEMPERBAIKI PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum Schum.) BERDASARKAN PERIODE PEMANENAN

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai keunggulan nyata dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik dan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL. E0N1P2: tanpa endofit + kompos + penyiraman dua minggu sekali E0N2P1: tanpa endofit + NPK + penyiraman

LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK PELANGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TERUNG (Solanum Melongena L)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR TABEL. 1. Deskripsi jagung manis Varietas Bonanza... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pegaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Segar)

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap trapping mikoriza. jagung pada tiga media tanam yaitu indigenous tanah Mediteran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

hasil pengamatan terhadap persentase infeksi mikoriza, setelah

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

M 1 P 0.1 M 1 P 2.3 M 0 P 3.2 M 1 P 1.3 M 1 P 3.1

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

BAHAN METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. itu strategi dalam mengatasi hal tersebut perlu diupayakan. Namun demikian,

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan bersifat irreversible (Anderson dan Beardall, 1991). Tanaman semasa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

PENGARUH MACAM PUPUK KANDANG DAN INOKULASI MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine Max L.) VARIETAS DETAM-1 DI TANAH REGOSOL

A. Waktu dan tempat penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Metode Penelitian

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS BIO-URIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT Panicum maximum PADA PEMOTONGAN KE TIGA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak

I. PENDAHULUAN. yang termasuk ke dalam kelompok legum merambat (cover crop). Legum pakan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penduduk yang semakin bertambah menuntut tersedianya bahan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK HAYATI (Bio organic fertilizer) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomea reptans Poir)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

METODE Lokasi dan Waktu Materi Penelitian Alat Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit termasuk tanaman tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian tentang pengaruh penstabil N, pupuk P, dan kapur pada. mineralisasi N dalam budidaya padi (Oryza sativa)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 9 a)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Tinggi Tiap Minggu Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, begitu pula interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan. Data rataan pertambahan tinggi rumput gajah pada tiap minggunya pada periode kedua dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pertambahan Tinggi Rumput Gajah Tiap Minggu pada Periode Kedua Interval Pemanenan (cm) P0 10,35± 0,50 b 8,31± 2,34 c 8,49 ± 1,83 c 9,05± 1,13 B P1 23,48± 3,79 a 9,13± 3,22 b 13,79 ± 2,80 b 15,47± 7,32 A P2 24,35± 3,20 a 9,52± 5,18 b 13,61 ± 3,49 b 15,83± 7,66 A 19,40± 7,84 A 8,99± 0,62 C 11,96 ± 3,01 B Keterangan: Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Superscrip huruf besar yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P 0 (kontrol), P 1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P 2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA). Berdasarkan hasil uji jarak Duncan diketahui bahwa rataan pertambahan tinggi pada perlakuan P 2 H 30 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan P 1 H 30, rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan P 2 H 50 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan P 0 H 30, P 1 H 50, P 1 H 60, dan P 2 H 60. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan FMA sebagai pengganti setengah dosis pupuk berpengaruh terhadap pertambahan tinggi rumput gajah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA, dan aplikasi inokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan dosis pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara. pertambahan tinggi pada P 2 H 30 dan P 1 H 30 nyata (P<0,05) lebih tinggi jika dibandingkan perlakuan P 0 H 30, P 0 H 50, P 1 H 50, P 2 H 50, P 0 H 60, P 1 H 60 dan P 2 H 60. Hal 10

ini karena pada perlakuan P 0 H 50, P 1 H 50, P 2 H 50, P 0 H 60, P 1 H 60, dan P 2 H 60 tanaman rumput gajah telah memasuki masa generatif. Sajimin et al. (1999) menyatakan bahwa, hingga umur 42 hari rumput gajah masih berada pada masa vegetatif sehingga produksi daunnya masih tinggi. Rumput yang telah memasuki masa generatif tidak bertambah produksi daunnya (Sajimin et al., 2005). Pada masa generatif, meristem vegetatif berubah menjadi reproduktif (mulai membentuk bunga) sehingga sebagian berubah menjadi meristem generatif (Salisbury dan Ross, 1995), mengakibatkan pertumbuhan tinggi tanaman terhambat. Sedangkan pada perlakuan P 0 H 30 pertambahan tinggi terhambat dikarenakan kurangnya asupan zat hara oleh tanaman. Produksi Berat Kering Produksi berat kering dianalisis pada tiap periode pemanenan. Produksi berat kering pada periode panen pertama jika dibandingkan dengan periode panen kedua menunjukkan hasil yang lebih baik (Gambar 2). Hal ini dapat disebabkan tanah yang dipakai berulang kali mengakibatkan kandungan haranya banyak terkuras (Djazuli dan Trisilawati, 2004), sehingga mengakibatkan menurunnya produksi BK pada periode selanjutnya. Periode 1 Peiode 2 100.00 80.00 60.00 70.30 59.24 40.00 39.86 33.96 20.00 0.00-20.00 9.03 7.76 P0 P1 P2 Gambar 3. Produksi Berat Kering Rumput Gajah pada Periode Pemanenan Pertama dan Kedua. P 0 (kontrol), P 1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P 2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA) 11

Periode Panen Pertama. Data produksi BK periode panen pertama dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode panen pertama, sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi BK periode panen pertama, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan. Tabel 2. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Pertama Interval Pemanenan (gram/tanaman) P 0 3,23± 1,41 e 8,38± 7,41 e 15,49± 10,51 d 9,03± 6,16 B P 1 23,27± 13,34 c 91,27± 41,93 a 96,38± 48,54 a 70,30± 40,82 A P 2 27,20± 11,77 c 60,22± 33,21 b 90,29± 42,93 a 59,24± 31,56 A 17,90 ± 12,86 B 53,29 ± 41,88 A 6739 ± 45,05 A Keterangan: Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Supersrip huruf besar pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P 0 (kontrol), P 1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P 2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA). Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa meskipun perlakuan P 1 H 50 nyata (P<0,05) lebih baik jika dibandingkan P 2 H 50, produksi BK pada perlakuan P 2 H 60 tidak berbeda nyata jika dibandingkan perlakuan P 1 H 60 dan P 1 H 50. Begitu pula perlakuan P 2 H 30 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan P 1 H 30, dan berbeda nyata (P<0,05) dibanding perlakuan P 0 H 60, P 0 H 50, dan P 0 H 30. Hal ini disebabkan FMA berpengaruh terhadap efektivitas penyerapan unsur hara yang diberikan kepada tanaman. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Karti et al. (2012), inokulasi FMA mampu meningkatkan berat kering tajuk dan akar, protein kasar, dan kecernaan bahan organik pada Stylosanthes seabrana. Selain meningkatkan penyerapan zat hara, FMA memiliki manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, menjaga stabilitas tanah (Rooney et al., 2011), dan mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai faktor stress pada tanaman seperti kekeringan, tanah masam, dan toksisitas logam berat (Finlay, 2004). Periode Panen Kedua. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode panen kedua, sedangkan perlakuan interval pemanenan terhadap produksi BK periode 12

panen kedua berpengaruh nyata (P<0,05). Interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode kedua, sehingga tidak dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan, tetapi hanya dilakukan uji lanjut pada tiap faktor perlakuan, yakni faktor pemupukan dan faktor interval pemanenan. Data produksi BK pada periode panen kedua dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Kedua Interval Pemanenan (gram/tanaman) P 0 3,40 ± 2,14 8,33 ± 3,44 11,56 ± 5,66 7,76 ± 3,77 b P 1 32,44 ± 6,40 34,30 ± 8,91 52,84 ± 15,70 39,86 ± 13,29 a P 2 25,16 ± 4,14 36,73 ± 19,89 40,00 ± 16,65 33,96 ± 13,80 a 20,33 ± 13,68 b 26,46 ± 17,27 ab 34,80 ± 20,84 a Keterangan: Superscrip yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P 0 (kontrol), P 1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P 2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA). Hasil uji jarak Duncan produksi BK periode kedua pada faktor interval pemanenan menunjukkan perlakuan H 60 memiliki nilai rataan terbaik jika dibandingkan dengan perlakuan H 50 dan H 30, meskipun perlakuan H 60 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan H 50 dan berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan H 30. Hal ini menurut Polakitan dan Kairupan (2008), semakin lama interval pemotongan menunjukkan hasil lebih tinggi terhadap tinggi tanaman, produksi daun, produksi batang dan produksi hijauan. Hasil uji jarak Duncan produksi BK periode kedua pada faktor pemupukan menunjukkan perlakuan P 2 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan P 1 dan berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan P 0. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan FMA dengan dosis pupuk 50% efektif dalam meningkatkan penyerapan unsur hara, sehingga dapat meningkatkan produksi BK. Menurut Karti dan Setiadi (2011) pemberian FMA berpengaruh terhadap peningkatan kualitas serapan P dan N total. Pemberian FMA hanya sekali saat penanaman sehingga lebih efektif dan efisien dalam penggunaan pupuk anorganik dalam meningkatan produksi BK secara berkelanjutan pada periode panen berikutnya. 13

pengurangan dosis pupuk sebanyak 50% dengan penambahan FMA mampu bersaing dengan perlakuan dosis pupuk penuh. Pengurangan dosis pupuk sebanyak 50% dan penambahan FMA selain mengurangi biaya pupuk, juga mengurangi tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Karena menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dipertanian, seperti yang mengandung ammonium merupakan sumber kemasaman didalam tanah, karena mudah teroksidasi. Semakin lama interval pemotongan maka akan menunjukkan hasil yang lebih tinggi terhadap produksi hijauan. Sehingga interaksi perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan P 2 H 60. Pengaruh terhadap Persentase Infeksi Akar FMA merupakan fungi yang dapat berfungsi hanya jika telah menginfeksi akar tanaman inangnya, tanaman inang yang terinfeksi oleh FMA akar terlihat adanya struktur hyfa, vesikel, dan arbuskula (Karti dan Setiadi, 2011). Gambar akar yang tidak terinfeksi dan terinfeksi oleh FMA ditunjukkan oleh Gambar 3. Tidak ada infeksi vesikel hifa Arbuskula (a) (b) (c) Sumber: Dokumen Penelitian Gambar 4. Infeksi FMA pada Akar Rumput Gajah. a) Akar yang Tidak Terdapat Infeksi FMA (Perbesaran 10x10), b) Akar yang Terinfeksi FMA (Perbesaran 10x10), c) Bentuk Arbuskula (Perbesaran 40x10) persen infeksi akar dari rumput gajah dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil sidik ragam interaksi antar faktor pemupukan dan faktor interval pemanenan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap infeksi akar, begitu pula pada pengaruh faktor interval pemanenan yang menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap infeksi akar, sedangkan faktor pemupukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap persen infeksi akar pada rumput gajah. 14

Tabel 4. Persentase Infeksi Akar Interval Pemanenan (%) P 0 47,9± 8,5 41,7± 26,1 53,8± 18,5 47,8± 17,3 b P 1 79,6± 12,8 48,3± 35,0 70,8± 18,8 66,2± 25,1 a P 2 64,2± 8,8 82,1± 4,0 82,9± 0,7 76,4± 10,4 a 63,9± 16,3 57,4± 28,9 69,2± 18,3 Keterangan: Superscrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA). Nilai rataan persen infeksi akar tertinggi pada perlakuan P 2 H 60 (82,9%) dan terendah pada perlakuan P 0 H 50 (41,7%). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa rataan persentase infeksi akar perlakuan P 2 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan P 1, tetapi berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan P 0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang tidak di inokulasi FMA juga terdapat infeksi. Hal ini dikarenakan terdapatnya FMA endofit dalam tanah lapang. Menurut Muhammad et al. (2003), dalam kondisi normal biasanya akar tanaman terinfeksi oleh FMA. Infeksi FMA yang diinokulasikan lebih dipengaruhi oleh faktor abiotik termasuk tanah, kondisi lingkungan dan kegiatan pertanian (Muhammad et al., 2003), dan ditambahkan pula oleh Muthukumar dan Udaiyan (2002) yakni faktor iklim dan edafis. 15