BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

THOMAS KUHN. Ajat Sudrajat FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAKWA, MANDIRI, CENDEKIA.

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

BAB 3 REPROBLEMATISASI KONDISI SAINS SOSIAL

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

MAKNA PENELITIAN BAGI PENGAJARAN DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

PAR. Dr. Tantan Hermansah

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

METODE PENELITIAN DALAM AKUNTANSI: PENGANTAR KULIAH

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berbasis Proyek (project-based learning) dan Zain (2006:83) metode proyek adalah cara penyajian pelajaran yang

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

Metodologi Penelitian Pertemuan 1 Disampaikan oleh: Budi Setiawan

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsisbilities atau CSR)

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal. Banyak orang yang sulit

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan

Oleh: Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si KONSEP, MATERI DAN PEMBELAJARAN SOSIOLOGI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 11 No. 1 Agustus 2011

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL TEORI : TINJAUAN UMUM. DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

$ [8] [176] Lusiana Darmawan Suryamita Harindrari

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LRC. Oleh : Harun Azwari (Peneliti LRC) Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hasil belajar peserta didik berdasarkan dimensi pembelajaran IPS terdiri

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

BAB III Metodologi Penelitian. waktu, merupakan suatu upaya untuk menemukan

SUKARNO DAN PANCASILA (KAJIAN ATAS RITUAL SIPIL SEBAGAI PRAKONDISI PANCASILA 1 JUNI 1945)

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB III METODE PENELITIAN. menerangkan metode-metode atau cara-cara. Sedangkan penelitian

Keterampilan proses sains menurut Rustaman (2003, hlm. 94), terdiri dari : melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi),

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. uraian yang sudah dibahas secara keseluruhan. Penulis akan menyimpulkan bab

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif atas dasar

Ringkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian, hal ini disebabkan karena berhasil tidaknya suatu penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

PARADIGMA PEMIKIRAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun

BAB 3 SISTEMATIKA DAN TEKNIK PENULISAN SKRIPSI

Penutup BAB Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

HUBUNGAN DIALOG KREATIF DENGAN PENGALAMAN HISTORIS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SEJARAH

BAB III METODE PENELITIAN. George Ritzer mendefinisikan paradigma sebagai subject matter (substansi)

Sociological Paradigms and Organizational Analysis

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat sebuah strategi. Dengan berkembangnya teknologi, game juga mulai

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2.2 Aktivitas Belajar dengan Menggunakan Media Gambar. Aktivitas belajar menggunakan media gambar merupakan kegiatan, kesibukan,

Pengembangan Model Pembelajaran Temtik Berorientsi Life Skills untuk Kelas Permulaan Sekolah Dasar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui pembelajaran mengabstraksi teks negosiasi pada siswa kelas

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

Standar Menilai Teori dalam Metode Ilmiah pada Kajian Filsafat Ilmu

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman.

Pendekatan penelitian disebut juga dengan desain penelitian yakni rancangan, pedoman ataupun acuan penelitian yang akan dilaksanakan (Soemartono,

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III. Metode Penelitian. Universitas Frankfurt Jerman yang digawangi oleh kalangan neo-marxis Jerman.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas

Penelitian di Bidang Manajemen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

Konsep Pengembangan Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, profesi auditor mengalami perkembangan yang

Outline 0 PENDAHULUAN 0 TAHAPAN PENGEMBANGAN MODEL 0 SISTEM ASUMSI 0 PENDEKATAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai tema. Kata tema berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua

PROGRAM STUDI D3 MEKANISASI PERTANIAN SIKAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah nature atau alam itu sendiri, dan tidak mengaitkannya dengan hal-hal yang bersifat supranatural. Pencarian penjelasan mengenai fenomena-fenomena alam tersebut selalu dilakukan atau selalu berada dalam koridor pengalaman empiris. Oleh sebab itulah sains juga dikatakan bersifat empiristis. Mengenai sains ini merupakan objek refleksi kritis dari filsafat sains. Salah satu dari refleksi kritis tersebut adalah refleksi kritis terhadap penggunaan pengalaman empiris dalam sains. Refleksi ini mencakup berbagai pertanyaan, mulai dari pertanyaan mengenai apa problem epistemologisnya, apa dampak dari problem epistemologis tersebut, bagaimana kedudukan pengalaman empiris dalam sains, apa perannya dalam sains, seberapa besar ia berperan dalam kerja sains, di mana tempatnya dalam proses kerja saintifik, bagaimana hubungannya dengan perkembangan sains, dan lain sebagainya. Bagaimana kondisi sains itu dapat dilihat dengan alat bantu pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam kaca mata umum, kondisi sains yang mudah terlihat adalah perkembangannya. Bagaimana sains berkembang? Sepanjang sejarah, sains mengalami pencapaian-pencapaian. Apa yang dapat dikatakan mengenai pencapaian-pencapaian tersebut dalam kaitannya dengan wacana perkembangan sains? Suatu pandangan yang lazim beredar mengenai perkembangan sains terkait dengan pencapaian-pencapaian tersebut ialah bahwa pencapaian-pencapaian tersebut menunjukkan perkembangan sains yang berjalan secara kumulatif di mana pembuktian benar-salah melalui pengalaman empiris dari satu penjelasan sains merupakan aktivitas saintifik yang penting bagi teraihnya pencapaian-pencapaian tersebut, dan dengan demikian bagi perkembangan sains yang bersifat kumulatif itu. 1

2 Apa maksud dari perkembangan sains secara kumulatif? Dalam perkembangan yang kumulatif, pencapaian-pencapaian sains merupakan pertambahan informasi yang berkontribusi secara konstruktif terhadap informasi-informasi yang sebelumnya sudah didapat mengenai alam. Hal ini berarti bahwa pencapaian-pencapaian baru dalam sains yang berkembang secara kumulatif semakin memperjelas gambaran mengenai alam yang sudah disusun oleh pencapaian-pencapaian lain yang mendahuluinya, layaknya sebuah permainan puzzle. Jenis perkembangan sains semacam ini memang terjadi pada sains, namun demikian apakah setiap pencapaian sains selalu merupakan sumbangsih bagi perkembangan sains secara kumulatif? Sebuah paparan mengenai proses perkembangan lain dari sains datang dari seorang filsuf bernama Thomas Samuel Kuhn. Bahwa menurutnya perkembangan sains bukan hanya terdiri dari satu jenis, berkembang secara kumulatif saja. Adanya fenomena anomali dalam sains tidak selalu berakhir dengan penyelesaian yang menjadi satu kepingan baru bagi suatu puzzle alam. Ada kalanya penyelesaian tersebut justru merubah puzzle yang tersedia, menggantikannya dengan yang baru. Satu term khusus yang dipakai oleh Kuhn untuk menjelaskan proses tersebut adalah scientific revolution. Digantikannya puzzle yang lama dengan puzzle yang baru dapat direduksi ke dalam pergantian paradigma sains yang lama dengan paradigma sains yang baru. Paradigma merupakan konsep Kuhn mengenai satu pencapaian dalam sains yang menjadi panduan bagi praktik-praktis sains berikutnya untuk mencapai kepingan-kepingan puzzle yang lain yang koheren dengan paradigma itu sehingga dapat dilihat gambaran yang lebih jelas mengenai alam. Ada banyak hal dari pemikiran Kuhn yang dapat ditinjau seputar paradigma. Dari apa yang disampaikan Kuhn mengenai konsep paradigma yang ia ajukan terlihat bahwa paradigma merupakan satu hal yang penting bagi perkembangan sains. Ketika sains masuk ke dalam masa krisis karena paradigma yang dipakai terus menerus gagal dalam mengatasi fenomena anomali yang ada, maka tuntutan pergantian paradigma semakin mendesak. Kompetisi yang terjadi dan bagaimana penentuan pemenang kompetisi

3 tersebut merupakan hal-hal yang juga Kuhn urai dalam The Structure of Scientific Revolutions. Pada intinya, dari kompetisi tersebut akan muncul satu paradigma baru, sebuah kepingan puzzle baru dari puzzle yang baru yang mengganti yang lama; kepingan bagi pencarian kepingan-kepingan puzzle lain oleh praktik-praktik sains berikutnya guna mendapat gambaran yang utuh dari puzzle tersebut. Penjelasan Kuhn mengenai kondisi sains dalam kaitannya dengan keberadaan paradigma dalam sains ternyata memberi inspirasi bagi upaya pemahaman mengenai bagaimana kondisi sains sosial sesungguhnya. Satu tokoh dari disiplin sosiologi yang terinspirasi oleh pemikiran Kuhn mengenai paradigma tersebut adalah George Ritzer. Ritzer juga menggunakan term paradigma untuk menjelaskan kondisi dari sains sosial. Namun demikian, Ritzer memakai term tersebut dengan pengertian yang berbeda dari pengertian Kuhn mengenai paradigma. Melalui pengertian paradigma yang dirumuskannya sendiri, Ritzer menyimpulkan bahwa sosiologi adalah multiple paradigm science. Dalam bukunya yang berjudul Sociology: A Multiple Paradigm Science, Ritzer memaparkan adanya tiga paradigma dalam sosiologi yang berkompetisi dalam sains. Terhadap kondisi tersebut Ritzer menyatakan bahwa tiga paradigma tersebut harus berdamai satu sama lain. Dalam buku Metatheorizing in Sociology, Ritzer mengatakan, Each of paradigms, standing alone is inadequate. Each needs insights from the other paradigms in order to fully explain any social phenomena. Therefore, we need less competition and more effort at paradigmatic integration (Ritzer, 1991: 132) Jadi, menurut Ritzer, ketiganya harus dipakai secara bersama untuk dapat menerangkan realitas sosial secara menyeluruh. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah proposal perdamaian tersebut memang mungkin dilakukan. Apakah tiap paradigma dapat menerima keberadaan paradigma lain? Jika tidak, maka bagaimana nasib dari kompetisi tersebut? Apakah kompetisi tersebut akan menghasilkan pemenang ataukah tidak? Apa yang

4 dibutuhkan oleh satu paradigma untuk memenangkan kompetisi tersebut, dan apakah syarat untuk memenangkan kompetisi itu merupakan syarat yang diizinkan berlaku dalam sains sosial yang objek kajiannya adalah realitas sosial? Pada akhirnya apakah aplikasi paradigma dalam sains sosial merupakan satu hal yang valid? Satu aspek realitas sosial yang sudah sejak lama menjadi kajian filsafat adalah manusia. Bagaimana manusia itu? Jawaban terhadap pertanyaan mengenai bagaimana manusia itu memiliki peran penting bagi upaya untuk mendapat pemahaman mengenai fenomena-fenomena sosial yang ada di dalam realitas sosial. Bagaimana manusia itu berhubungan erat dengan bagaimana manusia berperilaku, dan bagaimana perilaku manusia jelas penting untuk diketahui oleh sains sosial karena realitas sosial melibatkan perilaku manusia dan inter-relasinya. Eksplisit ataupun implisit, gagasan mengenai manusia terlibat dalam sains sosial. Apakah satu gagasan mengenai manusia bersifat metafisis atau tidak jelas merupakan satu hal lain yang perlu diperhatikan sebab gagasan tersebut dalam konteks ini menjadi bagian dari wilayah saintifik di mana uji pengalaman empiris merupakan identitasnya. Satu disiplin yang mencoba mengungkap manusia adalah neurobiologi. Dua aspek tubuh manusia yang menjadi fokus penyelidikan neurobiologi adalah gen dan otak. Melalui berbagai observasi dan eksperimentasi terungkap bahwa gen dan otak manusia berperan dalam produksi perilakunya. Seberapa besar peranan gen dan otak dalam perilaku manusia memang masih menjadi perdebatan, khususnya dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap tindakan-tindakan yang diambil manusia, misalnya lingkungan. Manusia merupakan satu penyusun realitas sosial. Dalam realitas sosial, terdapat manusia-manusia dengan sejarahnya masing-masing. Apa dampak dari hal ini bagi pertanyaan yang sebelumnya diajukan, yakni mengenai paradigma dalam sains sosial? Keberadaan paradigma dalam sains sosial merupakan satu hal yang perlu diuji. Upaya mempekerjakan paradigma dalam sains sosial tanpa memperhatikan terbuka atau tidaknya ruang bagi aplikasinya dalam sains sosial merupakan satu masalah yang layak dikaji lebih lanjut. Selain itu, apa

5 dampak dari praktis dari bahasan tersebut juga merupakan hal yang patut untuk dibahas. 1.2 Rumusan Masalah Berbagai upaya teoritis yang dilakukan dalam membahas keberadaan paradigma dalam sains sosial ini merupakan manifestasi dari upaya untuk menyelesaikan satu masalah utama, yakni Validkah aplikasi paradigma dalam sains sosial? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut dapat memiliki konsekuensi-konsekuensi yang melalui refleksi terhadapnya dapat timbul permasalahan-permasalahan lain, misalnya mengenai antisipasi terhadap hal tersebut, mengenai dapat atau tidaknya prediksi dilakukan, sampai mengenai dampaknya pada perkembangan sains sosial itu sendiri. Mengenai hal-hal tersebut diperlukan pembahasan-pembahasan lain yang dilakukan secara mendalam di mana dibutuhkan kesempatankesempatan lain untuk menyentuhnya. Bahasan pada kesempatan kali ini hanya terbatas pada permasalahan valid atau tidaknya aplikasi paradigma dalam sains sosial ditambah dengan evaluasi kritis yang singkat mengenai dampak praktis dari apa yang dibahas mengenai aplikasi paradigma dalam sains sosial. 1.3 Thesis Statement Realitas sosial sebagai objek sains sosial adalah hal yang indeterminate yang tidak memungkinkan adanya validitas universal dalam sains sosial sehingga menyebabkan invaliditas aplikasi paradigma dalam sains sosial. Inilah tesis yang diajukan dalam bahasan mengenai keberadaan paradigma dalam sains sosial. Apa yang menyebabkan indeterminateness dari realitas sosial dan mengapa hal tersebut menyebabkan invaliditas aplikasi aplikasi paradigma dalam sains sosial adalah hal yang dijelaskan dalam pembahasan ini untuk mendukung tesis tersebut, selain disertakan pula bahasan mengenai dampak praktis dari bahasan-bahasan dalam membuktikan tesis tersebut.

6 1.4 Metode Penelitian Dalam membahas persoalan valid atau tidaknya aplikasi paradigma dalam sains sosial, ada beberapa metode yang dipakai. Metode yang pertama adalah interpretasi. Interpretasi dilakukan terhadap teks-teks yang dipakai sebagai referensi dalam pembahasan mengenai keberadaan paradigma dalam sains sosial ini, seperti The Structure of Scientific Revolutions karya Kuhn, Sociology: A Multiple Paradigm Science karya Ritzer, buku-buku mengenai neurobiologi, dan lain sebagainya. Terhadap pemikiran Ritzer dilakukan pula analisis, khususnya pada tesisnya yang menyatakan sosiologi sebagai multiple paradigm science. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan kesalahan berpikir Ritzer dalam upayanya menyelesaikan konflik antar paradigma dalam sosiologi. Hal ini sekaligus menampilkan apa konsep tersembunyi atau mungkin hanya sekedar tidak disadari oleh Ritzer dari konsep paradigma yang diajukan sendiri oleh Ritzer, yaitu syarat berlakunya satu paradigma, yang juga merupakan tantangan bagi paradigma-paradigma dalam sosiologi agar dapat menjadi paradigma pemenang. Hal ini kemudian menuju pertanyaan mengenai dapat atau tidaknya paradigma diaplikasikan dalam sains sosial. Metode lain yang digunakan dalam upaya menjawab pertanyaan mengenai keberadaan paradigma dalam sosial adalah metode refleksi. Objek dari refleksi ini adalah hasil-hasil kerja saintifik dari neurobiologi mengenai gen dan otak manusia dalam kaitannya dengan perilaku manusia. Refleksi terhadap hasil-hasil kerja saintifik dari neurobiologi tersebut diarahkan pada permasalahan limitasi dari validitas teori-teori sains sosial mengenai realitas sosial. Hasil dari refleksi tersebutlah yang menjadi bahan pemikiran selanjutnya dalam pembahasan megenai paradigma dalam sains sosial. Pada akhirnya dilakukan sintesis terhadap hal-hal yang sudah didapat sebelumnya melalui metode-metode yang telah dipakai. Hasil dari sintesis ini yang merupakan kesimpulan dari pembahasan-pembahasan sebelumnya, yang juga merupakan jawaban utama dari pertanyaan utama dari pembahasan ini, yakni valid atau tidakkah aplikasi paradigma dalam sains.

7 Metode refleksi dan analisis juga dipergunakan dalam membahas implikasi praktis dari bahasan mengenai aplikasi paradigma dalam sains sosial. Refleksi terhadap penemuan neurobiologi yang menjadi dasar ditariknya kesimpulan mengenai aplikasi paradigma dalam sains sosial menghantar bahasan mengenai implikasi praktis tersebut pada dua konsep dari Popper, yakni piece meal engineering dan utopian engineering. Terhadap dua konsep inilah, khususnya utopian engineering, dilakukan analisis dalam ranah etika yang darinya didapat satu posisi etik mengenai implikasi praktis dari bahasan aplikasi paradigma dalam sains sosial, yang pada akhirnya adalah mengenai faith dan force sebagaimana yang dibahas oleh Ayn Rand. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari pembahasan tentang keberadaan paradigma dalam sains sosial ini adalah menunjukkan invaliditas aplikasi paradigma dalam sains sosial. Dalam proses menunjukkan hal tersebut terdapat hal lain yang ditunjukkan, yang juga merupakan tujuan dari pembahasan ini, yaitu bahwa keberadaan manusia sebagai bagian dari realitas sosial memiliki peran yang unik dalam pergerakan realitas sosial tersebut, yakni menjadikan realitas sosial sebagai satu hal yang indeterminate; dan hal itulah yang menjadi penyebab invaliditas aplikasi paradigma dalam sains sosial. Kedua tujuan tersebut sekaligus menyatakan tujuan lain dalam wilayah filsafat sains, yakni bahwa teori-teori mengenai realitas sosial tidak dapat valid secara universal. Mengenai implikasi praktis dari bahasan tersebut, satu tujuan etis yang ingin disampaikan adalah ditunjukkannya imoralitas dan bahaya dari utopian engineering yang secara inheren mengusung faith dan force agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perbaikan realitas sosial. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan dari pembahasan mengenai keberadaan paradigma dalam sains sosial ini terdiri dari lima bagian. Bagian yang pertama adalah bagian pendahuluan yang di dalamnya dipaparkan latar belakang, rumusan masalah,

8 tesis, metode, tujuan dan sistematika dari pembahasan tersebut. Pada bagian selanjutnya dijelaskan pemikiran Kuhn yang membawa konsep paradigma untuk menunjukkan jenis lain dari perkembangan sains. Dalam bagian ini dilakukan pembahasan mengenai pemikiran Kuhn mengenai paradigma beserta interpretasi-interpretasi yang sering mengikutinya. Setelah bagian tersebut adalah bagian mengenai penggunaan konsep paradigma oleh Ritzer dalam menjelaskan kondisi sosiologi. Dalam bagian ini terdapat kritik terhadap pemikiran Ritzer mengenai relasi antar paradigma dalam sosiologi yang ia kemukakan. Kritik tersebut mengarah kepada pertanyaan mengenai kemungkinan tidak adanya paradigma yang dapat menang dalam kompetisi antar paradigma. Identifikasi terhadap syarat yang harus dipenuhi untuk memenangkan kompetisi tersebut juga dilakukan dalam bagian ini. Bagian berikutnya adalah pembicaraan mengenai manusia sebagai bagian penting dari sains sosial, terutama mengenai hubungannya dengan perilaku manusia. Dalam bagian ini dipaparkan hasil-hasil yang didapat oleh neurobiologi mengenai peran gen dan otak manusia dalam produksi perilakunya. Apa yang didapat dari neurobiologi tersebut diterangkan sebagai kontribusi berharga bagi wacana mengenai manusia, yang tentunya berdampak pada permasalahan utama yang dibahas. Gagasan tentang manusia yang baru itu, yang melibatkan perspektif neurobiologi di dalamnya, direfleksikan dalam hubungannya dengan limit validitas dari teori-teori sains sosial mengenai realitas sosial. Pada bagian terakhir, bahasan mengenai limit dari validitas tersebut diramu dengan hal-hal lain yang sudah dibahas pada bagian-bagian sebelumnya sehingga didapat kesimpulan mengenai atau jawaban atas pertanyaan valid atau tidaknya aplikasi paradigma dalam sains sosial. Selain itu terdapat satu bagian tambahan yang membahas sebuah tema yang berbeda dengan tema utama yang dibahas. Dalam bagian terakhir ini dibahas permasalahan signifikansi praktis dari bahasan mengenai aplikasi paradigma dalam sains sosial, di mana bahasan ini mengambil tema etis mengenai utopian engineering dalam hubungannya dengan faith dan force.