BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. yang bukan merupakan negara kapitalis maupun sosialis, melainkan negara

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PADA ERA OTONOMI DAERAH (PERIODE ) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah menandakan perubahan yang mendasar dalam sistem pemerintahan yang kemudian dilakukan penyesuaianpenyesuaian dengan tujuan otonomi daerah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah itu sendiri telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Tujuan utama dari adanya undang-undang ini adalah untuk memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk membangun daerahnya sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut dengan memperhatikan tujuan pembangunan nasional. Adanya otonomi daerah di Indonesia membuat sistem hubungan antara pusat dengan daerah dirangkum dalam 3 konsep utama. Ketiga konsep tersebut adalah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah 1

otonom berdasarkan asas otonomi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi. Bagi pemerintah daerah, pemberlakuan undang-undang ini berarti harus mengizinkan beberapa perubahan mendasar untuk muncul dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah, termasuk pelaksanaan manajemen keuangan daerah. Salah satu tujuan dari bernegara adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik yang baik. Pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan publik tersebut tentu saja akan membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Untuk saat ini, sumber-sumber keuangan bagi pemerintah daerah dalam mendanai pengeluarannya untuk pelayanan publik tersebut berasal dari pendapatan asli daerah, dana transfer, dan pinjaman dari pihak lain. Berdasarkan tujuan dari otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, maka pemerintah daerah diharapkan mampu mengelola pendapatan asli daerahnya untuk memenuhi sumber-sumber keuangannya sebagai bukti kemandirian dan kesiapannya dalam melaksanakan otonomi daerah. Pada kenyataannya, hal ini belum sepenuhnya dapat diwujudkan dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah di Indonesia. Dari ketiga sumber 2

keuangan tersebut, ternyata dominasi dana transfer masih sangat besar untuk pendanaan bagi pemerintah daerah. Prinsipnya, dana perimbangan atau dana transfer yang diberikan pemerintah pusat pada pemerintah daerah merupakan salah satu solusi untuk meminimalkan permasalahan fiskal di berbagai daerah agar semua daerah tidak mengalami kesenjangan fiskal, sehingga antara daerah yang satu dengan daerah yang lain tidak ada ketertinggalan dalam pembangunan daerahnya. Hal ini juga mencerminkan bahwa masih ada hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, karena pemerintah pusat mempunyai kewajiban untuk selalu memberikan dana kepada pemerintah daerah sebagai lingkup negara kesatuan. Selain hal tersebut, otonomi daerah juga mempengaruhi desentralisasi di bagian keuangan, pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam pengelolaan keuangannya seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Hal ini akan terkait dengan manajemen keuangannya, yaitu bagaimana pemerintah daerah mencari sumber- sumber dana untuk membiayai bebannya dalam pelaksanaan pelayanan kepada publik serta bagaimana pemerintah daerah mengalokasikan dana tersebut sesuai dengan keinginan publik sehingga dapat dipertanggungjawabkan (Halim, 2014: 5). Dengan demikian, daerah diharapkan secara berkala untuk menjadi lebih mandiri dan mampu melepaskan diri dari ketergantungan pada pemerintah pusat. Aceh terletak di ujung utara Pulau Sumatera dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Ibu kotanya adalah Banda Aceh dan dengan populasi penduduk mencapai 4, 732 juta jiwa per 2014. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh yang terdiri 3

dari 23 kabupaten dan kota, jika diamati masih sangat tergantung pada pada alokasi dana transfer oleh pemerintah pusat, termasuk dana otonomi khusus. Namun demikian, hal ini juga dialami hampir seluruh pemerintah daerah di Indonesia tetapi dengan tingkat ketergantungan yang berbeda-beda. Dana otonomi khusus adalah salah satu sumber pendapatan Aceh dan kabupaten/kota sebagaimana disebutkan dalam pasal 179 ayat (2c) Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Meskipun disebutkan sebagai sumber pendapatan daerah kabupaten/kota, namun dana otonomi khusus tidak langsung ditransfer pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota, melainkan ditransfer menjadi penerimaan Pemerintah Aceh. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 183 ayat (1) UUPA, yaitu dana otonomi khusus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh dari alokasi dana otonomi khusus ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama lima tahun terakhir. Perkembangan peningkatan dana otonomi khusus untuk Pemerintah Provinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Alokasi Dana Otonomi Khusus Pemerintah Provinsi Aceh, 2010 2014 (dalam Jutaan Rupiah) Dana 2010 2011 2012 2013 2014 Otonomi Khusus 3.849.806 4.540.356 5.476.288 6.222.785 6.824.386 Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan RI (data diolah) Untuk perkembangan total dana transfer dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Provinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.2. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat disimpulkan bahwa jumlah dana transfer dari pemerintah pusat kepada 4

Pemerintah Daerah Provinsi Aceh dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Dana Transfer Tabel 1.2 Perkembangan Alokasi Dana Transfer Pemerintah Provinsi Aceh, 2010 2014 (dalam Jutaan Rupiah) Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan RI (data diolah) Jika dibandingkan dengan penerimaan yang berasal dari pendapatan asli daerah Pemerintah Provinsi Aceh, dapat melihat perbedaan yang besar secara umum. Pendapatan asli daerah Pemerintah Provinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.3. 2010 2011 2012 2013 2014 13.798.317 16.823.934 20.384.923 23.431.036 25.644.239 PAD Tabel 1.3 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Provinsi Aceh, 2010 2014 (dalam Jutaan Rupiah) 2010 2011 2012 2013 2014 1.310.522 1.451.362 1.499.004 1.926.583 2.576.266 Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan RI (data diolah) Tabel 1.3 menjelaskan secara umum bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun ke tahun yang diperoleh Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memang mengalami peningkatan setiap tahunnya tetapi tidak begitu tinggi. Peningkatan PAD pada tahun 2014 yang mencapai 2,5 triliun, hampir dua kali lipat dari PAD tahun 2010. Namun, nominalnya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan pendapatan dari dana transfer. Hal ini mengindikasikan bahwa secara keseluruhan PAD bagi Pemerintah Daerah Provinsi Aceh belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Perkembangan antara alokasi dana transfer, khususnya dana otonomi khusus dan dana penyesuaian dengan PAD Pemerintah Daerah Provinsi Aceh tersebut menunjukkan sisi lain bahwa PAD dibandingkan dengan alokasi dana transfer, khususnya dana otonomi khusus dan dana penyesuaian secara keseluruhan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Pemerintah Daerah Provinsi Aceh 5

masih begitu rendah. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber-sumber PAD masih rendah. Angka ketergantungan terhadap dana transfer dari pusat dapat menunjukkan betapa kuatnya peran pemerintah pusat dalam alokasi anggaran dibandingkan pemerintah daerah. Seharusnya, pemerintah daerah harus mampu menggali potensi sumbersumber penerimaan daerahnya agar dapat meningkatkan penerimaan dan mampu mewujudkan kemandirian keuangan tanpa harus sangat tergantung pada pemerintah pusat. Kemampuan keuangan suatu daerah bisa dilihat dari tinggi rendahnya PAD yang diperoleh suatu daerah yang terkait. Kontribusi PAD sangat berpengaruh pada konsisi keuangan pemerintah daerah secara keseluruhan. Pada dasarnya, semakin tinggi kontribusi PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) suatu daerah, menunjukkan semakin rendahnya tingkat ketergantungan suatu daerah pada pemerintah pusat (Fattah dan Irman, 2012). Kenyataannya, permasalahan tingkat ketergantungan pemerintah daerah atas pemerintah pusat terkait dana transfer serta rendahnya kontribusi PAD yang dikelola oleh pemerintah daerah masih menjadi sebuah masalah dalam otonomi daerah sampai saat ini. Disebabkan hampir semua pemerintah daerah yang ada di Indonesia mengalami tingkat ketergantungan terhadap dana perimbangan dari pusat dan belum sepenuhnya tergantung pada pendapatan asli daerah. Jika ini dibiarkan terus, peningkatan ketergantungan yang terus menerus akan menjadi suatu masalah besar bagi keuangan negara. 6

1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana perimbangan sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti yang lain. Fattah dan Irman (2012), melakukan penelitian di Provinsi Sulawesi Selatan tentang tingkat ketergantungan pemerintah daerah di masa otonomi daerah dan hasilnya adalah tingkat ketergantungan fiskal pemerintah daerah di Sulawesi Selatan terhadap pemerintah pusat pada era otonomi daerah masih tinggi adalah berkisar antara 85,27 persen sampai 93,22 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah masih menunggu peran pemerintah pusat untuk membangun daerah itu sendiri. Ladjin (2008), melakukan penelitian tingkat kemandirian fiskal di masa otonomi pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di masa otonomi daerah masih rendah, atau dapat dinyatakan bahwa tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat masih cukup tinggi. Hal ini ditandai dari proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) yang relatif semakin besar. Sebaliknya, kontribusi PAD dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) yang masih sangat rendah. Basri, dkk. (2013), melakukan penelitian di Provinsi Jambi mengenai pemetaan kinerja PAD dan kemampuan keuangan daerah, dengan menggunakan rasio tingkat ketergantungan, Indeks Kemampuan Keuangan (IKK), dan pendekatan kinerja. Setiaji dan Adi (2007), meneliti hal yang sama untuk Pulau Jawa Bali pada masa sesudah otonomi daerah dengan menggunakan metode pendekatan 7

kinerja. Zulkarnain (2014) meneliti tentang keuangan daerah di Kabupaten Kubu Raya dengan menggunakan derajat desentralisasi, rasio efektifitas, dan analisis elastisitas. Hasilnya menunjukkan bahwa PAD Kabupaten Kubu Raya selama empat tahun mengalami penurunan disebabkan oleh beberapa faktor yang memengaruhinya, salah satunya adalah masih banyaknya pajak-pajak yang belum tertagih. Hal ini mendorong Pemerintah Kabupaten Kubu Raya masih tergantung pada dana perimbangan untuk membiayai belanja daerahnya. Rosnia (2015), melakukan penelitian di pemerintah daerah provinsi dan kabupaten dan kota di Pulau Sulawesi, mengenai analisis tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana perimbangan. Penelitian tersebut menggunakan rasio tingkat ketergantungan daerah dan indeks dimensi kemandirian keuangan. Untuk penelitian ini, akan membahas tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, terhadap dana otonomi khusus selama tahun 2010 2014, dan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh. Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi yang relevan bahwa sampai saat ini tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pusat belum bisa dikendalikan dengan baik. Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah jumlah dan variabel yang diteliti, alat analisis, jangka waktu, dan lokasi penelitian. Secara umum, hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi dan waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Daerah Provinsi Aceh dengan periode penelitian tahun 2010 2014. 8

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah masih relatif tingginya tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat terkait aspek keuangan yaitu dana transfer, yang di dalamnya termasuk dana otonomi khusus. Tingkat ketergantungan ini secara langsung akan merefleksikan kondisi keuangan pemerintah daerah secara umum. 1.4 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah, terdapat beberapa pertanyaan yang akan dianalisis sebagai berikut. 1. Seberapa besar tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh terhadap dana transfer khususnya dana otonomi khusus? 2. Seberapa besar kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan permasalahan, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1. Menganalisis tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh terhadap dana transfer khususnya dana otonomi khusus. 2. Menganalisis kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Dapat menambah pemahaman dan pengetahuan bagi yang tertarik membaca penelitian ini. 9

2. Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya apabila mengambil topik yang sama atau yang relevan dengan topik penelitian ini. 3. Memberikan informasi bahwa selama ini pemerintah daerah lebih condong ke dana perimbangan daripada memilih meningkatkan PAD, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam pengambilan kebijakan untuk pemerintah daerah dalam rangka peningkatan PAD agar bisa meminimalkan tingkat ketergantungan. 1.7 Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh tahun 2010 2014 dengan lokasi populasi penelitian adalah seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Aceh. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh sendiri terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota. 1.8 Sistematika Penulisan Sitematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori/Kajian Pustaka berisi teori. Bab III Metode Penelitian, terdiri atas desain penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV Analisis berisi deskripsi data dan analisis dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, dijabarkan menjadi simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran. 10