BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam memberikan kontribusi ke arah pencapaian tujuan perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( )

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Hoyt (2005:P6) Kepemimpinan adalah kegiatan atau seni

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. motif perilaku seseorang (Gibson et al., 1994). Teori atribusi mengacu pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. mengoreksi apakah sebelumnya ada peneliti yang pernah menulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) bisa didefinisikan yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Harman et al. (2009) mengemukakan teori tradisional turnover ini menunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan merupakan makhluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Salah satu teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah traditional

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterlambatan karyawan memiliki implikasi terhadap organisasi dari segi

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kondisi ekonomi yang tidak stabil dan semakin maraknya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal, hingga kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan rasa aman,

BAB 2 LANDASAN TEORI

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB II LANDASAN TEORI. sumber daya manusia dan sumber daya yang lainnya secara efektif dan efisien. untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang dikehendaki, serta mempertahankan guru yang berkualitas.

BAB II URAIAN TEORITIS. Rosita Dewi (2008) jurnal dengan judul PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA AKUNTAN PUBLIK

1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya perkembangan dunia usaha yang selaras dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Tidak dapat

BAB 2. Kajian Teori, Kerangka Pemikiran, Dan Rancangan Hipotesis

Intoduction: Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai upaya untuk mengidentifikasi sebab-sebab pengunduran diri karyawan.

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena yang sering terjadi di perusahaan, baik secara langsung maupun

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi yang penuh persaingan. Ritel adalah salah satu cara pemasaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH NILAI, SIKAP DAN KEPUASAN KERJA

Pengantar Manajemen Sumber Daya Manusia

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA. Oleh: Reza Rizky Aditya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan judul Pengaruh Kepuasan Kerja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. kehidupan manusia, tidak terkecuali sektor ekonomi. Semakin tinggi ilmu. dihadapi setiap perusahaan. Hal ini memaksa setiap perusahaan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia maenurut Sofyandi (2008:6) didefinisikan sebagai suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planing, organizing, leading & controlling dalam setiap aktifitas/fungsi operasional SDM, mulai dari proses penarikan,seleksi,pelatihan dan pengembangan,penempatan yang meliputi promosi, demosi dan transfer, penilaian kerja, pemberian kompensasi, hubungan industrial, hingga pemutusan hubungan kerja yang ditujukan bagi peningkatan kontribusi produktif dari SDM organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien. Menurut (Drs.Malayu S.P.Hasibuan, 2007) MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan,dan masyarakat. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Marwansyah (2010:3), manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Mathis dan Jackson (2008:3) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi. Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah memperbaiki tingkat produktivitas, memperbaiki kualitas kehidupan kerja, meyakinkan organisai telah memenuhi aspek-aspek legal (Schuler dalam Edy Sutrisno, 2010:8). Tujuan umum manajemen sumber daya manusia adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Sistem ini dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar dan menggunakan kesempatan untuk peluang baru. 7

8 Tujuan khusus manajemen sumber daya manusia adalah: 1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan karyawan cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi. 2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia kontribusi, kemampua dan kecakapan mereka. 3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti, sistem kompensasi dan insentif yang tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait kebutuhan bisnis. 2.2. Model Karasek s Job Demand Control Menurut Karasek dalam Sulsky (2001) menjelaskan model Karasek s Job Demand Control Model sebagai berikut: Tabel 2.1. Gambar Karasek s Job Demand Control Model Sumber: Karasek dalam Hussain (2011) Menurut Karasek (1979) dalam job demands-job control model, akibat dari stres seperti masalah pada kesehatan mental dan fisik, terjadi ketika dalam pekerjaan secara bersamaan terdapat tuntutan pekerjaan yang sangat tinggi namun kendali terhadap pekerjaan sangat rendah.

9 Di dalam model ini tuntutan pekerjaan didefinisikan sebagai psychological stresor, seperti kebutuhan untuk bekerja dengan keras dan cepat, jumlah pekerjaan yang banyak dan waktu yang terbatas. Tuntutan pekerjaan dalam hal ini dapat disamakan dengan beban kerja. Namun, yang perlu ditekankan adalah, tuntutan pekerjaan di sini merupakan tuntutan secara psikologis bukan tuntutan secara fisik, meskipun kebutuhan akan kecepatan dan kerumitan dalam bekerja membutuhkan kemampuan fisik yang dapat berdampak pada keletihan, namun stres outcome yang diprediksikan oleh model ini berkaitan dengan dampak psikologis atas beban kerja- diasosiasikan dengan kebutuhan untuk mengatur kecepatan dalam bekerja dan konsekuensi kegagalan untuk menyelesaikan pekerjaan. Kendali terhadap pekerjaan memiliki dua komponen utama yaitu: kekuasaan / kewenangan dari pekerja untuk membuat keputusan di dalam pekerjaannya dan keleluasaan bagi pekerja untuk menggunakan keahliannya dalam bekerja, dengan kata lain kendali terhadap pekerjaan berhubungan dengan kendali administrative, kendali terhadap hasil kerja, kebijaksanaan dalam penggunaan keahlian, supervisi, wewenang pengambilan keputusan, dan kompleksitas pekerjaan (Karasek, 1979). Berdasarkan teori ini, NIOSH Job Stres Model kemudian mengategorikan kendali terhadap pekerjaan kedalam 4 macam kendali yaitu kendali terhadap tugas, kendali terhadap keputusan, kendali terhadap lingkungan fisik pekerjaan dan kendali terhadap sumber daya. Memberikan kendali dalam tugas sama dengan memberikan kebebasan bagi pegawai dalam melaksanakan proses pekerjaannya, sepanjang target (output dan outcome) pekerjaannya tercapai. Sedangkan memberikan kendali terhadap keputusan yaitu dengan mendelegasikan wewenang/otoritas kepada pegawai sehingga dapat memudahkan pegawai dalam mencapai target pekerjaannya (output dan outcome). Memberikan kendali terhadap lingkungan fisik berarti memberikan kebebasan kepada pegawai untuk mengatur sendiri keadaan fisik lingkungan pekerjaannya seperti mengatur dekorasi ruang kerja, mengatur tata letak peralatan/perlengkapan kerja, bahkan hingga membebaskan pegawai untuk bekerja di manapun dia suka sepanjang target kerjanya tercapai. Dan yang terakhir adalah memberikan kendali terhadap sumber daya, yang berarti memberikan kebebasan kepada pegawai dalam hal ketersediaan peralatan,

10 perlengkapan ataupun material yang dibutuhkan dalam bekerja sehingga target pekerjaannya tercapai. 2.2.1. Job Demand Kristensen, Bjorner, Christensen, dan Borg (2004) menyimpulkan bahwa tuntutan pekerjaan (job demands) menjadi konstruk paling penting dalam model DCM (Karasek, 1979) maupun JDR (Bakker, Demerouti, de Boer, & Schaufeli, 2003) ataupun model lain dalam menjelaskan stres pada pekerjaan. Akan tetapi, para peneliti di bidang stres pekerjaan baru sedikit saja yang memerhatikan masalah teoritis ataupun metodologis tentang konstruk job demands (tuntutan pekerjaan). Kartono (1994:146) mengungkapkan bahwa kerja itu merupakan aktivitas dasar, dan dijadikan bagian esensial dari kehidupan manusia. Seperti bermain bagi kanak-kanak, maka kerja selaku aktivitas sosial bisa memberikan kesenangan dan arti tersendiri bagi kehidupan orang dewasa. Dalam pekerjaan tersebut individu dihadapkan pada berbagai tuntutan tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan atau sering disebut sebagai job demand. Job demand didefinisikan sebagai tuntutan pekerjaan yang menjadi pemicu terjadinya kelelahan secara psikologis (psychological stressor ), misalnya seperti: bekerja secara non stop dalam jam kerja yang lama, beban pekerjaan yang terlalu banyak dan terbatasnya waktu yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan adanya konflik pada tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan ( Love, Irani, Standing; 2007 ). Penelitian sebelumnya oleh Gana, Lourel, Abdellaui, dan Chevaleyre (2008) mengungkapkan bahwa job demand adalah elemen elemen fisikal, sosial, dan organisasional dalam aktivitas pekerjaan yang mempengaruhi kesehatan psikologis dari karyawan. Fox dalam Love et al (2007) mengatakan bahwa tuntutan tugas dan lingkungan kerja selain dapat menyebabkan kelelahan secara fisik bagi karyawan, hal tersebut juga akan memicu timbulnya kelelahan secara psikologis dari karyawan atau disebut sebagai psychological stressor, disamping itu timbulnya konflik personal yang berkaitan dengan tuntutan pekerjaan juga dianggap sebagai variabel dari job demand. Sementara Robbins (2006:798) mengungkapkan bahwa tuntutan tugas (job demand) merupakan

11 faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang dan dapat memberi tekanan pada orang jika tuntutan tugas kecepatannya dirasakan berlebihan dan dapat meningkatkan kecemasan dan stress. Pada dasarnya seseorang akan merasa tidak terbeban dengan tugasnya apabila memperoleh kenyamanan dan dapat bersinergi dengan lingkungannya. Tuntutan tugas akan dibentuk oleh karakter tugas yang bersangkutan misalnya: tingkat kesulitan, kondisi kerja, persyaratan kerja, tingkat ketrampilan. 2.2.1.1. Dimensi Job Demand Menurut Karasek dalam Hussain (2011), terdapat 4 dimensi yang menjadi penentu kuat lemahnya tuntutan dalam pekerjaan meliputi: 1. Qualitative Demands adalah sebuah tuntutan dari perusahaan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan oleh pegawai. 2. Employee Demands adalah tuntutan dari perusahaan terhadap kinerja pegawai dalam suatu perusahaan. 3. Workload demands adalah tuntutan dari perusahaan terhadap beban kerja pegawai yang ditingkatkan sehingga akan membutuhkan kemampuan atau skill yang cukup baik agar dapat menyelesaikan tuntutan tersebut. 4. Conflict Demands tuntutan dari perusahaan terhadap pegawai terutama mengenai permasalahan internal yang dihadapi pegawai terhadap perusahaan. Dalam hal ini, pegawai dituntut untuk tidak membawa atau mencampur permasalahan pribadi ke dalam perusahaan. 2.2.2. Job Control Job control adalah otoritas yang dimiliki oleh karyawan untuk mengendalikan dan melakukan pengambilan keputusan dalam pekerjaannya dengan menggunakan skill yang dimiliki, Love et al (2007). Fox et al (1993) menyatakan bahwa job control bagi karyawan dapat meliputi: kebebasan untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan job description, menentukan waktu istirahat, melakukan pengambilan keputusan. Lebih lanjut Fox et al (1993) mengungkapkan bahwa job control memiliki pengaruh terhadap kesehatan psikologis karyawan, karena karyawan yang memiliki job control yang tinggi dapat menurunkan tingkat tekanan pekerjaan yang tinggi, sementara karyawan

12 yang memiliki job control yang rendah cenderung tidak memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat memicu timbulnya stress. Pada dasarnya, kontrol pekerjaan mengacu pada sejauh mana seorang individu memiliki kemampuan untuk menjalankan kekuasaan atas salah satu atau semua tekanan dan bagaimana individu atau kelompok pekerja sedang menyelesaikan faktor-faktor lain yang terkait erat dengan perkembangan stres yang terjadi (Kompier & Levi, 1993 dalam husain, nehal 2011). Kontrol pekerjaan meliputi kemampuan pekerja dan keterampilan untuk mengatasi tuntutan dan memutuskan bagaimana tugas tertentu yang harus dicapai. 2.2.2.1. Dimensi Job Control Menurut Karasek dalam Hussain (2011), terdapat 4 dimensi yang menjadi penentu kuat lemahnya wewenang atas pekerjaan meliputi: 1. Qualitative control adalah wewenang pegawai dalam mencapai kualitas kerja yang menjadi fokus utama perusahaan. 2. Employee control adalah wewenang pegawai dalam menetapkan keinginan mereka untuk mengatur kuantitas waktu dalam bekerja. 3. Workload control adalah wewenang pegawai untuk mengatur beban kerja yang diberikan oleh perusahaan. 4. Conflict control adalah wewenang pegawai untuk dapat mengatur bagaimana mereka menjaga permasalahan internal mereka yang harus dihadapi baik di dalam maupun di luar perusahaan. 2.2.3. In Social Support Social support didefinisikan bervariasi, dari frekuensi kontak interpersonel dan besarnya keluarga untuk menata kehidupan (Strain & Payne, dalam Orsega- Smith, 2007).Wils & Fegan (dalam Sarafino, 2006) mengatakan bahwa social support adalah perasaan nyaman,diperhatikan,dihargai,atau menerima pertolongan dari orang atau kelompok lain. Seseorang akan menerima social support tergantung pada jumlah, komposisi, kedekatan dan frekuensi dari kontak seseorang dengan jaringan sosialnya (Wills & Fegan, dalam Sarafino 2006). Dukungan ini bisa berasal dari

13 sumber-sumber yang berbeda, orang-orang yang dicintai, keluarga, teman, rekan sekerja, tenaga medis, atau komunitas organisasi. Orang dengan social support mempercayai bahwa mereka dicintai,dihargai,dan merupakan bagian dari jaringan sosial (Sarafino, 2006). Keterikatan secara sosial dan hubungan dengan orang lain yang berlangsung lama diterima sebagai aspek kepuasan secara emosional dalam kehidupan. Maka dari bahasan diatas maka, in social support adalah kebalikan dari social support yang artinya tidak adanya rasa dicintai, dihargai oleh orang lain. Hal ini dapat mengakibatkan efek dari stress, menolong seseorang menghadapi peristiwa yang membuat stress dan kemungkinan mengurangi stress. 2.2.3.1. Dimensi In Social Support Menurut Karasek dalam Hussain (2011), terdapat 2 dimensi yang menjadi penentu kuat lemahnya dukungan dalam pekerjaan meliputi: 1. Supervisor adalah dukungan yang diterima oleh pegawai dari atasan mereka 2. Work colleagues adalah dukungan yang diterima oleh pegawai dari rekan kerja mereka 2.3. Job Dissatisfaction Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik perusahaan atau organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya). Herzberg dalam Sigit (2003) menyatakan karyawan memiliki rasa kepuasan kerja dan rasa ketidakpuasan kerja dalam pekerjaannya, tetapi faktorfaktor yang menyebabkan kepuasan kerja berbeda jika dibandingkan dengan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Selanjutnya Herzberg

14 menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya faktor-faktor yang membuat ketidakpuasan kerja adalah gaji, kedudukan, kondisi tempat kerja, keselamatan kerja, serta kebijakan dan administrasi perusahaan, dan faktor-faktor ini disebut faktor ekstrinsik. 2.3.1. Respon terhadap Job Dissatisfaction Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat ditunjukkan melalui berbagai cara, Robins and Judge (2009) menerangkan ada 4 respon yang berbeda satu sama lain dalam 2 dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut (6) : 1. Exit. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. 2. Voice. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. 3. Loyalty. Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar. 4. Neglect. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan kerja adalah sikap emosional dimana pegawai menunjukkan sikap tidak menyenangkan atau tidak puas terhadap pekerjaan dan situasi perusahaan yang terjadi. 2.4. Turnover Intention Turnover Intention dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode

15 tertentu, sedangkan keinginan karyawan untuk berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi. Dalam penelitian ini Turnover Intention diartikan sebagai keinginan atau kecenderungan individu untuk meninggalkan pekerjaan untuk mencari pekerjaan di organisasi lain (Mobley,1977; Abelson, 1987; Yuyetta, 2002). Turnover Intention merupakan hasil (outcome) yang ditunjukkan oleh individu dalam perusahaan berupa perilaku sebagai akibat dari adanya ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan atas pekerjaan yang mereka lakukan. Hughes et.al. mengungkapkan ada tiga faktor seorang karyawan memiliki keinginan untuk keluar dari sebuah perusahaan. Pertama, adanya anggapan dari individu-individu yang telah berada pada posisi terbaik bahwa mereka tidak akan lama lagi berada pada posisi tersebut, kedua, menurunnya kapabilitas dan tingkat kesuksesan karyawan karena penambahan beban kerja yang diberikan sebagai akibat dari pelaksanaan downsizing, serta ketiga, bagi organisasi yang melaksanakan perampingan struktur organisasi sangat sulit dari segi waktu atau tertundanya proses perekrutan karyawan baru yang dibutuhkan untuk memperbaiki eksistensi keberlangsungan hidup perusahaan. 2.4.2. Indikasi Terjadinya Turnover Intention Menurut Harnoto (2002:2): Turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intention karyawan dalam sebuah perusahaan. 1. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung

16 jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang memiliki karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. 2.4.4. Dimensi Turnover Intention Ada 2 (dua) macam model penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal) yang mencerminkan rencana individu untuk meninggalkan organisasi baik secara temporer maupun permanen, yaitu: (Mueller, 2003) 1. Penarikan diri dari pekerjaan (work withdrawl), biasa disebut mengurangi jangka waktu dalam bekerja atau melakukan penarikan diri secara sementara. Hanisch dan Hulin, 1985 (dalam Mueller, 2003) menyebutkan bahwa karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaan akan melakukan beberapa kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri

17 rapat, tidak masuk kerja, menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara psikologis dari pekerjaan yang dihadapi. 2. Alternatif mencari pekerjaan baru (search for alternatives), biasanya karyawan benar-benar ingin meninggalkan pekerjaannya secara permanen. Dapat dilakukan dengan proses pencarian kerja baru, sebagai variabel antara pemikiran untuk berhenti bekerja atau keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan (Hom &Griffeth, dalam Mueller, 2003). 2.5. Kerangka Pemikiran Job Demand (X1) -Qualitative Demand -Employee Demand -Workload Demand -Conflict Demand Job Control (X2) -Qualitative Control -Employee Control -Workload Control -Conflict Control Job Dissatisfaction (Y) - Exit - Voice - Loyalty -Neglect Turnover Intention (Z) - Work withdrawl - Search for alternatives Unsocial Support (X3) - Supervisor Support - Colleagues Support

18 2.6. Rancangan Uji Hipotesis Untuk Tujuan 1 Ho: Diduga job demand tidak berkontribusi secara signifikan dalah merubah job disssatisfaction pada CV. Yose Putra. Ha: Diduga job demand berkontribusi secara signifikan dalah merubah job disssatisfaction pada CV. Yose Putra. Untuk Tujuan 2 Ho: Diduga job control tidak berkontribusi secara signifikan dalah merubah job disssatisfaction pada CV. Yose Putra. Ha: Diduga job control berkontribusi secara signifikan dalah merubah job disssatisfaction pada CV. Yose Putra. Untuk Tujuan 3 Ho: Diduga unsocial support tidak berkontribusi secara signifikan dalah merubah job disssatisfaction pada CV. Yose Putra. Ha: Diduga unsocial support berkontribusi secara signifikan dalah merubah job disssatisfaction pada CV. Yose Putra. Untuk Tujuan 4 Ho: Diduga job demand, job control, unsocial support tidak berkontribusi secara signifikan dalam merubah job dissatisfaction pada CV Yose Putra. Ha: Diduga job demand, job control, unsocial support berkontribusi secara signifikan dalam merubah job dissatisfaction pada CV Yose Putra. Untuk Tujuan 5 Ho: Diduga job demand secara langsung tidak berkontribusi secara signifikan dalam merubah turnover intention secara langsung pada CV Yose Putra. Ha: Diduga job demand secara langsung berkontribusi secara signifikan dalam merubah turnover intention secara langsung pada CV Yose Putra. Untuk Tujuan 6 Ho: Diduga job control tidak berkontribusi secara signifikan dalah merubah Turnover Intention pada CV. Yose Putra.

19 Ha: Diduga job control berkontribusi secara signifikan dalah merubah Turnover Intention pada CV. Yose Putra. Untuk Tujuan 7 Ho: Diduga unsocial support tidak berkontribusi secara signifikan dalah merubah Turnover Intention pada CV. Yose Putra. Ha: Diduga unsocial support berkontribusi secara signifikan dalah merubah Turnover Intention pada CV. Yose Putra. Untuk Tujuan 8 Ho: Diduga job dissatisfaction tidak berkontribusi secara signifikan dalah merubah Turnover Intention pada CV. Yose Putra. Ha: Diduga job dissatisfaction berkontribusi secara signifikan dalah merubah Turnover Intention pada CV. Yose Putra. Untuk Tujuan 9 Ho: Diduga job demand, job control, unsocial support tidak berkontribusi secara signifikan dalah merubah job dissatisfaction dan dampaknya terhadap turnover intention pada CV. Yose Putra. Ha: Diduga job demand, job control, unsocial support berkontribusi secara signifikan dalah merubah job dissatisfaction dan dampaknya terhadap turnover intention pada CV. Yose Putra.