IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Data input simulasi. Shear friction factor 0.2. Coeficient Convection Coulomb 0.2

dokumen-dokumen yang mirip
Effect of Cutting Parameter Variation on Drilling of AISI 1045: Experimental and Simulation

Effect of Cutting Parameter Variation on Drilling of AISI 1045: Experimental and Simulation

DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY MACHINING BAJA AISI 1045

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Budi Setiyana 1), Rusnaldy 2), Nuryanto 3)

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang

PENGARUH PEMAKANAN (FEED) TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM PADA HIGH SPEED MACHINING PROCESSES

HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED, FEED RATE, DAN DEPTH OF CUT TERHADAP GAYA POTONG PADA PROSES BUBUT DENGAN SIMULASI METODE ELEMEN HINGGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB. 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dengan pesat. Ditemukannya metode-metode baru untuk mengatasi

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN MATERIAL DAN DESAIN BLOK REM KOMPOSIT

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Lampung, yang meliputi beberapa proses sebagai berikut:

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kekuatan dan Deformasi Piston Mesin Bensin-Bio Etanol dan Gas dengan Injeksi Langsung untuk Kendaraan Nasional dengan Simulasi Numerik

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

ANALISA GAYA, DAN SUHU PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PROSES PEMESINAN TINGGI, KERAS DAN KERING (BAHAN AISI PAHAT CBN) SKRIPSI

KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8)

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Praktikum MODUL C UJI PUNTIR

Pada saat terjadinya deformasi plastis maka melibatkan pergerakan sejumlah besar dislokasi,

Studi Eksperimen Dan Analisa KeausanJournal Bearing Dry ContactPada Rotary Valve Mesin Pembuat Pasta

PENGARUH KECEPATAN POTONG TERHADAP TEMPERATUR PEMOTONGAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

Sifat Sifat Material

BAB I PENDAHULUAN. dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB I PENDAHULUAN. analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur

PENGARUH KECEPATAN PUTAR PAHAT PADA PROSES FRICTION DRILLING TERHADAP MIKROSTRUKTUR TEMBAGA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 1.1. Rear Axle Shaft pada mobil diesel disambung dengan pengelasan. (

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

BAB II LANDASAN TEORI

SIMULASI PROSES PEMESINAN MENGGUNAKAN UDARA-DINGIN DENGAN TABUNG VORTEK

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penyambungan Aluminium 6061 T6 dengan Metode CDFW. Gambar 4.1 Hasil Sambungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41

Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida untuk Membubut Baja Paduan (ASSAB 760) dengan Metoda Variable Speed Machining Test

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April Aplikasi Udara Dingin Vortex Tubepada Pembubutan Baja ST 41 Menggunakan Pahat HSS

MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007

Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional

BAB I PENDAHULUAN. cukup berat. Peningkatan akan kualitas dan kuantitas serta persaingan

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI AERODINAMIS DAN TEGANGAN PROPELER PESAWAT TIPE AIRFOIL NACA M6 MELALUI ANALISA KOMPUTASI DINAMIKA MENGGUNAKAN MATERIAL PADUAN (94% Al-6% Mg)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY

PENGARUH VARIASI CUTTING FLUID DAN VARIASI FEEDING PADA PROSES PEMOTONGAN ORTHOGONAL POROS BAJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN. Febi Rahmadianto 1)

PENGARUH KOEFISIEN GESEKAN PADA PROSES MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN. ( Magnesium ditemukan dalam 60

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PENGARUH CAIRAN PENDINGIN BERTEKANAN TINGGI TERHADAP GAYA POTONG, KEAUSAN TEPI PAHAT, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MATERIAL AISI 4340

MEKANIKA FLUIDA I HMKK 325. Dr. Aqli Mursadin Rachmat Subagyo, MT

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

PROSES PERMESINAN BUBUT PADA KACA

STRESS ANALYSIS PISTON SEPEDA MOTOR MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK INVENTOR 2015

BAB II TEORI KEAUSAN. 2.1 Pengertian keausan.

PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS

ANALISA SAMBUNGAN LAS PADA PENGELASAN TITIK UNTUK MENENTUKAN JARAK OPTIMAL TITIK LAS PADA BAJA KARBON AISI 1045 DENGAN PENDEKATAN ELEMEN HINGGA

MODUL 3 4 DI KLAT PRODUKTI F MULOK I I BAHAN KERJA

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

Transkripsi:

47 IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Tabel 6. Data input simulasi Kecepatan putar Gerak makan 433 rpm 635 rpm 970 rpm 0.10 mm/rev 0.18 mm/rev 0.24 mm/rev Shear friction factor 0.2 Coeficient Convection 0.05 Coulomb 0.2 Jumlah elemen pada pahat Jumlah elemen pada benda kerja 12000 elemen 15000 elemen Berdasarkan data input simulasi penelitian temperatur pada tepi pahat yang dilakukan maka didapatkan hasil temperatur pada ujung pahat yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini.

48 Tabel 7. Data Hasil Simulasi Temperatur Pahat Kecepatan Putaran 443 rpm No. 1. Rotational speed (rpm) Feed Rate (mm/rev) Temperature ( o C) 0.10 157 2. 433 0.18 202 3. 0.24 217 Kecepatan Putaran 635 rpm No. 1. Rotational speed (rpm) Feed Rate (mm/rev) Temperature ( o C) 0.10 164 635 2. 0.18 204 3. 0.24 252 Kecepatan Putaran 970 rpm No. 1. Rotational speed (rpm) Feed Rate (mm/rev) Temperature ( o C) 0.10 204 2. 970 0.18 257 3. 0.24 288 B. Pembahasan Hasil dari simulasi pada gurdi untuk mendapatkan temperatur pada pahat dapat dibahas melalui grafik hasil simulasi, grafik yang dapat dibahas adalah grafik

49 temperatur terhadap kecepatan putar dan grafik temperatur terhadap gerak makan, dimana dua grafik tersebut dapat dilihat pada gambar 25 dan gambar 26. 1. Grafik Temperatur Vs Kecepatan Putar Gambar 25. Grafik temperatur vs kecepatan putar Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kecepatan putar 970 rpm dan gerak makan 0.24 mm/rev mendapatkan temperatur paling tinggi yaitu sebesar 288 C sedangkan pada kecepatan putar 443 rpm dan gerak makan 0.10 mm/rev mendapatkan temperatur paling kecil yaitu sebesar 157 C. Hal ini disebabkan bahwa semakin besar kecepatan putar maka semakin besar pula temperatur yang didapatkan. Pada kecepatan putar 443 rpm dan gerak makan 0.24 mm/rev mendapatkan temperatur yang tinggi sebesar 217 C sedangkan pada gerak makan 0.10 mm/rev mendapatkan temperatur yang kecil sebesar 157 C. Keadaan yang sama juga didapatkan pada kecepatan putar 635 rpm dan 970 rpm, pada gerak makan 0.24 mm/rev mendapatkan temperatur yang tinggi yaitu sebesar 252 C,

50 dan 288 C dan pada gerak makan 0.10 mm/rev mendapatkan hasil temperatur yang kecil yaitu sebesar 150 C, dan 237 C. Hasil ini didapatkan karena kecepatan yang tinggi akan menyebabkan naiknya temperatur pemotongan sehingga menyebabkan sudut geser (shear angle) naik. Gesekan pada pahat gurdi saat berputar menimbulkan temperatur yang semakin meningkat secara kontinu sesuai dengan kedalaman potong yang dilakukan, sehingga dengan bertambahnya kecepatan putar maka gesekan material benda kerja dengan pahat gurdi juga bertambah intensitasnya sampai menghasilkan temperatur pada pahat dan material benda kerja. Jadi dengan kecepatan putar yang sama dan dengan besarnya gerak makan, maka temperatur yang didapatkan juga bertambah. 2. Grafik Temperatur Vs Gerak Makan Gambar 26. Grafik temperatur vs gerak makan

51 Pada grafik diatas dapat kita lihat bahwa gerak makan 0.24 mm/rev mendapatkan temperatur yang paling besar sebesar 288 C, sedangkan pada gerak makan 0.10 mm/rev mendapatkan temperatur yang paling kecil sebesar 157 C. Pada gerak makan tertentu peningkatan kecepatan putar juga mengakibatkan terjadinya kenaikan pada temperatur pahat. Dilihat dari gerak makan 0.10 mm/rev dan kecepatan putar 443 rpm mendapatkan temperatur yang kecil sebesar 157 C, sedangkan pada kecepatan putar 970 rpm mendapatkan temperatur yang besar yaitu 217 C. Pada gerak makan tertentu dimulai dari kecepatan putar yang rendah, temperatur mencapai hasil yang besar, kemudian membesar dan terus membesar seiring dengan naiknya kecepatan putar. Gerak makan 0.24 mm/rev menghasilkan panas paling tinggi, hal ini disebabkan karena daya pemotongan pahat gurdi yang cepat terhadap material menyebabkan gesekan yang besar sehingga temperatur menjadi naik. Dengan naiknya temperatur akan menyebabkan terjadinya pelunakan pada material, sehingga semakin besar gerak makan yang dibuat, daya pemotongan pada material juga akan mempercepat pelunakan pada material.

52 D. Hasil Simulasi Temperatur Pada Pahat Gurdi Hasil simulasi temperatur pada pahat gurdi dapat kita lihat pada gambar 27 di bawah ini. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) Gambar 27. Hasil temperatur pahat pada (a) Vrot = 443 rpm, f = 0.10 mm/rev (b) Vrot = 443 rpm, f = 0.18 mm/rev (c) Vrot = 443 rpm, f = 0.24 mm/rev (d) Vrot = 635 rpm, f = 0.10 mm/rev (e) Vrot = 635 rpm, f = 0.18 mm/rev (f) Vrot = 635 rpm, f = 0.24 mm/rev (g) Vrot = 970 rpm, f = 0.10 mm/rev (h) Vrot = 970 rpm, f = 0.18 mm/rev (i) Vrot = 970 rpm, f = 0.24 mm/rev

53 Dari gambar 27 dapat kita lihat bahwa dari kecepatan 433 rpm, 635 rpm dan 970 rpm memiliki hasil temperatur pahat yang semakin meningkat. Begitu juga dengan gerak makan 0.10 mm/rev, 0.18 mm/rev, dan 0.24 mm/rev memiliki hasil temperatur pahat yang semakin meningkat. Sumber panas terjadi karena timbulnya tegangan (stress) di daerah di sekitar konsentrasi gaya penekanan mata potong pahat. Tegangan pada benda kerja tersebut pada salah satu arah akan terjadi tegangan geser (shearing stress) yang maksimum. Apabila tegangan geser ini melebihi kekuatan logam yang bersangkutan maka akan mengalami deformasi plastis (perubahan bentuk), pahat akan menggeser dan memutuskan benda kerja di ujung pahat pada satu bidang geser (shear plane). Proses deformasi pada bidang geser memerlukan energi mekanik dan setelah proses ini terjadi maka energi mekanik berubah menjadi energi termal. Dari proses itulah panas didapatkan. Selain dari panas yang disebabkan oleh energi mekanik pemotongan, panas pada pahat juga disebabkan karena adanya gesekan pahat dengan material. Panas ini didistribusikan ke geram, benda kerja terpotong, dan pahat. Keadaan bentuk geram yang tidak rata pada saat proses pemotongan akan membuat temperatur pada pahat naik turun. Walaupun temperatur pahat naik turun bila kedalaman potongnya semakin dalam maka temperatur tetap naik. C. Pengaruh Material Benda Kerja Selain kondisi pemotongan (kecepatan putar, kedalaman potong dan gerak makan) temperatur juga dipengaruhi oleh material benda kerja. Secara umum terlihat

54 bahwa semakin tinggi kekerasan benda kerja maka temperatur yang didapatkan juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin keras benda kerja maka energi pemotongan yang terjadi antara pahat gurdi dan benda kerja juga semakin besar sehingga temperatur pemotongan meningkat, akibatnya keausan pahat akan semakin besar. E. Perbandingan Hasil Temperatur Pahat Gurdi Eksperimen Dengan Simulasi Prediksi temperatur pahat yang dilakukan secara simulasi dapat dibandingkan dengan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Inata (2010). Nilai temperatur pahat yang didapat dari pengujian mendekati hasil dari simulasi. Kedua hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 8 dan pada gambar 28 dibawah ini. Tabel 8. Perbandingan Data Hasil Pengujian Penaksiran Temperatur Pahat Secara Eksperimen dan Secara Simulasi V rpm f mm/rev Hasil Eksperimen T C Hasil Simulasi T C Prosentase % 443 635 970 0.1 131 157 19 0.18 155 202 30 0.24 170 217 27 0.1 140 164 17 0.18 172 204 18 0.24 182 252 38 0.1 178 204 14 0.18 195 257 31 0.24 218 288 32

55 Perbandingan Temperatur Pahat Pada Eksperimen dan Simulasi 300 250 200 Gerak makan Temperatur 150 100 50 eksperimen simulasi eksperimen simulasi eksperimen simulasi 0,1 0,18 0,24 0,1 0,18 0 443 rpm 635 rpm 970 rpm 0,24 Kecepatan Putar Gambar 28. Grafik Perbandingan Temperatur Pahat Pada Eksperimen Dan Simulasi Dari grafik 28 antara simulasi dan eksperimental mempunyai hasil temperatur yang tidak jauh berbeda hasilnya, namun mempunyai hasil pada simulasi lebih tinggi daripada hasil pada eksperimental. Pada kecepatan 443 rpm dengan gerak makan 0.10, 0.18, 0.24 mm/rev secara eksperimental mempunyai hasil temperatur yaitu 131, 155, dan 170 C sedangkan secara simulasi mendapatkan hasil temperatur yaitu 157, 202, dan 217 C. begitu juga pada kecepatan 635 dan 970 rpm pada gerak makan 0.10, 0.18, dan 0.24 mm/rev secara eksperimental didapatkan temperatur sebesar 140, 172, 182 C dan 178, 195, dan 218 C, sedangkan secara simulasi didapatkan hasil 164, 204, 252 C dan 204, 257, serta 288 C. Berdasarkan Prosentase perbedaan hasil perbandingan yang dilakukan secara eksperimental dan simulasi dapat dilihat pada gambar 28 yang memperlihatkan

56 bahwa prosentase semakin meningkat seiring dengan bertambahnya gerak makan yang digunakan. pada kecepatan 635 rpm dan gerak makan 0.10 mm/rev didapatkan perbedaan hasil sebesar 17 %, sedangkan pada gerak makan 0.24 mm/rev sebesar 38 %. Secara keseluruhan prosentase yang paling rendah adalah 14 % yang didapatkan pada kecepatan 970 rpm dan gerak makan 0.10 mm/rev, sedangkan prosentase yang paling besar adalah 38 % yang didapatkan pada kecepatan 635 rpm dan gerak makan 0.24. Dari hasil dapat dilihat perbedaan yang dihasilkan secara simulasi dan eksperimental, Hal ini disebabkan karena ukuran elemen yang relatif besar pada benda kerja di ujung mata pahat dibandingkan ujung pahat pemotongan, sehingga kesalahan perhitungan suhu yang dihasilkan dengan besar ujung pemotongan secara signifikan diperbesar oleh remeshing terus menerus. Ada sejumlah alasan umum untuk solusi yang tidak konvergen. 1. Material yang memiliki gerak permukaan yang besar. Sebagian besar permukaan berdeformasi memiliki tingkat regangan sangat rendah atau kaku. 2. Material bukan laju regangan sensitif. 3. Material elasto-plastik mengalami deformasi besar atau memiliki awal yang tidak sesuai. Ekstrapolasi kesalahan data aliran tegangan material pada tingkat regangan dan suhu yang tinggi dan penggunaan model gesekan yang disederhanakan untuk permukaan geram juga mempengaruhi perbedaan hasil temperatur pada ujung pahat. Pernyataan diatas diperkuat oleh Özel yang menyatakan keterbatasan dalam model material pada tingkat regangan yang sangat besar.

57 Secara keseluruhan hasil yang didapatkan baik secara eksperimental maupun simulasi mempunyai hasil temperatur yang sejalan secara linier seperti dapat dilihat pada gambar 28.