BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan serta dididik sampai menjadi dewasa. Kewajiban suami selain menafkahi ekonomi keluarga, juga diharapkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB II LANDASAN TEORI

Kata Kunci: Perempuan pengrajin batik, gender, sosial ekonomi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang kaya dengan Sumber Daya Alam dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KERANGKA TEORITIK

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa antara lain ditentukan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

P E N D A H U L U A N

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pergeseran distribusi usia seringkali

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

BAB V PENUTUP. revolusi 1952 dalam novel al-lish-shu wal-kila b karya Najib Machfuzh, maka

KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak serta kewajibannya (Abdulsyani, 2007:92) lain, hal ini sangat mempengaruhi peranannya dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PERTUMBUHAN PENDUDUK, PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

BAB I PENDAHULUAN. terhadap barang dan jasa, kesehatan, geografis, gender, dan kondisi lingkungan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang disebabkan oleh beberapa faktor ketidak beruntungan yaitu, fisik yang lemah, kerentanan, keterisolasian, dan ketidak berdayaan (dalam Soetrisno 1997:18). Suwartiningsih (2009: 6) mengatakan, kaum miskin adalah orang yang tidak mempunyai tanah, petani gurem, orang yang tingkat kesehatannya rendah, kurang modal, kurang informasi, rendah tingkat pendidikannya, dan pada umumnya mereka tinggal di daerah miskin yang mempunyai ciri kurang infrastruktur, terisolasi atau tidak terjangkau dan kurang sumber daya alam. Kondisi di atas merefleksikan sebuah kondisi lapisan sosial tertentu dengan ciri-ciri: tidak punya aset finansial, pendapatan rendah, kurang mengenyam pendidikan formal, kurang diperhitungkan kontribusinya, direndahkan, dan rentan terhadap proses pemerasan, kekerasan serta penindasan. Ciri-ciri ini ternyata termaktub dalam definisi kemiskinan menurut persepsi orang miskin sendiri sebagaimana yang dirangkum dalam Declaration on Poverty. Kemiskinan mempunyai dimensi ekonomi, sosial, dan politik, dan perwujudannya bertingkat-tingkat (Mangunwijaya: 1993). Dalam perkembangannya terdapat dua jenis konsep kemiskinan yang sering digunakan untuk mendekati perosalan kemiskinan yang ada saat ini, yaitu jenis kemiskinan absolut dan juga kemiskinan subjektif. Kemiskinan absolut berarti mereka yang benar-benar miskin dan hidup di bawah garis kemiskinan berdasarkan penghitungan besarnya pendapatan per kapita (Sumodiningrat 2005: 79-80). Sedangkan kemiskinan subjektif di rumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri (Sunyoto 2010: 125-127). Walaupun angka kemiskinan di Kota Salatiga terus mengalami penurunan hingga mencapai 7,75% pada tahun 2011 (tabel 1.2), namun penyebarannya hanya 1

pada kelurahan tertentu. Hal ini ditunjukkan masih ada 7 (tujuh) yang masih dikategorikan sebagai Kelurahan sangat miskin (gambar 1.1) Tabel 1.1 Perkembangan Prosentase Rumah Tangga Miskin (RTM) Kota Salatiga Tahun 2003-2011 Sumber : Bappeda Kota Salatiga, 2013 2

Gambar 1.1. Prioritas Kelurahan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Kota Salatiga Tahun 2013 PRIORITAS 1 2 3 Sumber : Bappeda Kota Salatiga, 2013 Hasil evaluasi TKPKD Kota Salatiga Tahun 2013 di 7 (tujuh) Kelurahan yang dikategorikan sangat miskin sulit di atasi karena 2 (dua) hal; bersifat cross cutting issue serta absolut dan relatif. Misalnya orang miskin kurang mendapat 3

makanan bergizi (kurang gizi), hidup dalam rumah yang buruk dengan kondisi kebersihan dan sanitasi yang buruk. Kondisi ini membuat mereka rawan penyakit sehingga kurang produktif dan hanya mendapatkan upah yang rendah atau dibawah garis batas kemiskinan. Rendahnya produktivitas juga mengakibatkan ketidakmampuannya untuk membuka lapangan kerja sendiri sehingga mengakibatkan munculnya pengangguran. Kondisi kemiskinan juga menjadi penyebab rendahnya keikutsertaan dalam organisasi dan pasif dalam politik, disamping negara sendiri tidak memasukkan mereka dalam pembuatan keputusan untuk memenuhi kebutuhan sehingga menjadi ancaman bagi para elit dan penguasa. Perempuan merupakan kaum yang oleh Tuhan dikehendaki sebagai rahim setiap dan semua manusia yang lahir di dunia ini. Pada hakikatnya tubuh perempuan pun dibanding dengan kaum lelaki, jauh lebih kaya. Maka dari segala sudut pandang kaum perempuan, tidak selayaknya adalah manusia miskin. Tetapi dalam banyak kebudayaan, juga di Indonesia, perempuan justru adalah kaum yang bekerja keras, bahkan sering berfungsi tidak lebih daripada budak. Penempatannya dalam tata kehidupan masyarakat hanya sebagai orang dapursumur-kasur membuatnya miskin, khususnya miskin cakrawala dalam ruangwaktu maupun mental, walaupun mungkin ia dilimpahi kekayaan duniawi yang berlebihan (Mangunwijaya 1993: 148). Dampaknya yang mendasar selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan. Sejalan dengan itu, Bourgeois (dalam Suwartiningsih 2009:6) juga menyatakan bahwa, mayoritas kaum miskin di dunia didominasi oleh kaum perempuan. Padahal perempuan merupakan separuh dari penduduk dunia menyumbangkan duapertiga dari seluruh jumlah jam kerjanya untuk mengurus hampir keseluruhan anak di dunia. Namun kesempatan pendidikan bagi mereka lebih buruk dari laki-laki. Pada umumnya kaum perempuan diposisikan sebagai pekerja utama sektor domestik yang tidak dibayar, dan laki-laki di sektor publik. Meski dalam kenyataan mayoritas perempuan yang berasal dari rumah tangga miskin adalah pencari nafkah utama baik bersama-sama dengan suaminya maupun sendiri 4

sebagai kepala rumah tangga peran dan kontribusi mereka tidak mendapatkan penghargaan yang proporsional (Mangunwijaya: 1993). Selain melakukan pekerjaan domestik juga melakukan pekerjaan mencari nafkah. Beban ganda bukanlah satu-satunya penyebab para perempuan terisolir dari proses pembangunan, kebijakan pembangunan itu sendiri memang tidak diperuntukkan bagi para perempuan. Laki-lakilah yang dianggap sebagai kepala rumah tangga dan berhak untuk menjadi wakil dalam komunitas yang lebih luas. Program-program pembangunan untuk perempuan sarat dengan bias ideologi gender, seperti program kesehatan untuk balita, keterampilan menjahit, dan lainlain yang termasuk dalam 10 program PKK (Mangunwijaya 1993: 161). Maka dari itu dalam penelitian ini akan membahas mengenai seperti apa kinerja yang dilakukan perempuan dalam menopang keberlanjutan hidup rumah tangganya. 1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana peran perempuan pada RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam menopang kehidupan ekonomi rumah tangga? b. Seperti apa strategi yang dilakukan perempuan pada RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam menopang kehidupan ekonomi rumah tangga? 1.3 Tujuan Penelitian a. Mendeskripsikan peran perempuan pada RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam menopang kehidupan ekonomi rumah tangga. b. Menganalisis strategi yang dilakukan perempuan pada RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam menopang kehidupan ekonomi rumah tangga. 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat praksis yang diharapkan dari penelitian ini semoga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai strategi yang dilakukan perempuan dalam menopang keberlanjutan rumah tangganya. 5

b. Manfaat ilmiah yang diharapkan dari penelitian ini semoga dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian yang berikutnya. 1.5 Konsep-konsep yang Digunakan a. Konsep Peran Peran atau role adalah perilaku yang sesuai dengan status seseorang. Peran merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu posisi atau kedudukan tertentu dalam masyarakat (Abdullah: 2006). Peran perempuan dalam keluarga ialah memelihara rumah tangganya,membahagiakan suaminya dan membentuk keluarga bahagia yang tentram, damai, penuh cinta dan kasih sayang (Aminah: 2010). Sedangkan Efendi (2009: 184) mengatakan bahwa perempuan sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya berperan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan salah satu anggota kelompok sosial, serta sebagai anggota masyarakat dan lingkungan di samping berperan pula sebagai pencari nafkah tambahan keluarga. b. Konsep Kemiskinan Konsep kemiskinan yang dianggap sesuai dengan kondisi kemiskinan di Kelurahan Kumpulrejo adalah konsep kemiskinan relatif dan subjektif. Konsep kemiskinan relatif diukur berdasarkan pertimbangan anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Dengan demikian, konsep kemiskinan relatif dianggap sesuai karena adanya indikator kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2014, dimana dalam penentuan rumah tangga miskin yang mejadi sasaran, didasarkan pada pertimbangan dari anggota masyarakat di wilayah tersebut. 6

Konsep kemiskinan subjektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Sehingga konsep kemiskinan subjektif dianggap sesuai karena dalam penelitian ini juga menjabarkan mengenai konsep kemiskinan dan juga indikator kemiskinan yang keluar dari masyarakat miskin itu sendiri. Sedangkan perspektif kemiskinan yang dapat digunakan dalam mendekati persoalan kemiskinan yang ada di Kelurahan Kumpulrejo adalah dengan menggunakan perspektif kultural. Dengan menggunakan perspektif kultural, masalah kemiskinan didekati pada tiga tingkat analisis, yaitu individual, keluarga, dan masyarakat. c. Konsep Gender Konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dan bukan sebagai akibat langsung dari jenis kelamin biologis. Maskulinitas dan femininitas di bentuk bukan secara biologis, namun secara sosial, kultural, dan psikologis, yakni atribut yang didapat melalui proses menjadi laki-laki atau perempuan dalam sebuah masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu. (Fakih, 2012: 8, Jackson dan Jones, 2009: 228). 7