BAB II LANDASAN TEORI 2.. Konsep Dasar Analisis Runtun Waktu Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa definisi yang menyangkut pengertian dan konsep dasar analisis runtun waktu. Definisi Runtun waktu adalah himpunan observasi terurut dalam waktu atau dalam dimensi lain. (Zanzawi S, 987 : 2.2) Dalam pembahasan ini runtun waktu dinotasikan dengan Z t, jika t A dengan A bilangan asli, maka Z t adalah berupa runtun waktu diskrit sedangkan jika t R dengan R bilangan real, maka Z t adalah runtun waktu kontinu. Jika runtun waktu didasarkan terhadap sejarah nilai observasi itu diperoleh, maka runtun waktu dapat dibedakan antara runtun waktu deterministik dan stokastik. Definisi 2 Runtun waktu deterministik adalah runtun waktu dengan nilai observasi yang akan datang dapat diramalkan secara pasti berdasarkan observasi lampau. (Zanzawi S, 987 : 2.2) Definisi 3 Runtun waktu stokastik adalah runtun waktu dengan nilai observasi yang akan datang bersifat probabilistik, berdasarkan observasi yang lampau. (Zanzawi S, 987 : 2.2) 5
2... Stasioner dan Takstasioner Himpunan observasi dari runtun waktu stokastik yang telah didapat tidak akan diperoleh kembali dengan mengadakan proses stokastik yang lain, sebab runtun waktu stokastik merupakan suatu realisa dari suatu proses statistik (stokastik), sehingga untuk sebarang Z t dapat dipandang sebagai suatu realisa dari suatu variabel random Z t yang mempunyai distribusi dengan fungsi densitas probabilitas (fdp) tertentu, sebut p(z t ). Setiap himpunan Z t, misalnya {Z t, Z t,, Z t }mempunyai fungsi densitas probabilitas (fdp) bersama p{z t, Z t,, Z t } sehingga dari uraian diatas dapat diturunkan definisi proses stasioner dan proses tak stasioner. Definisi 4 Jika suatu proses stokastik yang mempunyai fungsi kepadatan peluang (fkp) bersama p Z t+n, Z t+n2, Z t+n3,, Z t+nk yang independen terhadap t, sebarang bilangan bulat k dan sebarang pilihan n, n 2,..., n k dengan sifat bahwa struktur probabilistiknya tidak berubah dengan berubahnya waktu, maka proses seperti ini dinamakan stasioner. Jika tidak demikian dinamakan tidak stasioner.(zanzawi S, 987: 2.4) Jika hal tersebut berlaku tetapi dengan pembatasan m p, dimana p bilangan bulat positip, maka stasioneritas itu kita namakan stasioneritas tingkat p. Selanjutnya jika runtun waktu Z t stasioner, maka nilai tengah (mean), variansi, dan covarian runtun waktu tersebut tidak dipengaruhi oleh berubahnya waktu pengamatan, sehingga: Nilai tengah : μ z = E(Z t ) = E(Z t+n ) Variansi : σ z 2 = E(Z t μ z ) 2 = (Z t+n μ z ) 2 Covarians : γ k = E(Z t μ z )(Z t+k μ z ) = E(Z t+m μ z )(Z t+m+k μ z ) untuk t, m, k sebarang. Dengan kata lain : jika Z t stasioner maka distribusi probabilitas pada sebarang waktu t, t 2,, t m harus memiliki distribusi yang sama pada waktu t +k, t 2+k,, t m+k, 6
dengan k sebarang pergeseran sepanjang sumbu waktu. Untuk m =, maka p(z t ) = p(z t+k ), sehingga distribusi marginal tidak bergantung waktu, yang menyebabkan E(Z t ) = μ dan Var(Z t ) = γ 0. Untuk proses normal (Gaussian) yang didefinisikan dengan sifat bahwa fungsi densitas probabilitas (fdp) yang berkaitan dengan sebarang waktu adalah normal multivariate dimana stasioneritasnya hanya memerlukan stasioner tingkat dua, sehingga biasanya cukup puas dengan stasioner tingkat dua yang disebut dengan stasioner lemah dengan mengharapkan asumsi normal berlaku. Mengingat definisi 4 diatas, maka runtun waktu dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :. Runtun waktu stasioner 2. Runtun waktu tak stasioner. Untuk runtun waktu tak stasioner dibedakan menjadi dua yaitu runtun waktu tak stasioner homogen dan runtun waktu tak stasioner (tak homogen). Berdasarkan uraian ini maka dapat diturunkan definisi di bawah ini. Definisi 5 Runtun waktu tak stasioner yang homogen adalah selisih (perubahan) nilai-nilai yang berurutan stasioner. (Zanzawi S, 987: 4.2) Berdasarkan definisi 5, maka dapat dikatakan bahwa runtun waktu tak stasioner homogen adalah runtun waktu yang mempunyai selisih derajat tertentunya adalah stasioner. Dalam skripsi ini runtun waktu yang homogen yang akan menjadi objek penelitian. 2..2. Fungsi Autokovariansi Telah diperoleh bahwa dalam proses stasioner lemah mean proses itu menyebabkan E[Z t ] = μ, variansi proses itu V(Z t ) = γ 0 cov(z t, Z t+k ) = γ k, dengan μ dan γ k untuk semua k adalah konstan. Dalam hal ini μ adalah mean proses itu dan γ k adalah 7
autokovarian pada lag k. Pada proses stasioner lemah variansinya adalah konstan, yaitu : V(Z t ) = σ 2 z = γ 0 Juga untuk semua bilangan bulat k γ k = γ k, dan juga karena : Cov(Z t, Z t+k ) = cov(z t+k, Z t ) = cov(z t, Z t+k ) = γ k (2.) Sehingga yang perlu ditentukan adalah kγ untuk semua k 0. Definisi 6 Himpunan { γ k S,987:2.5) :k=0,,2,3,...} disebut fungsi autokovariansi. (Zanzawi Definisi 7 Autokorelasi pada lag k ditulis dengan : ρ = Cov(Z t,z t k ) {V(Z t ),V(Z t k )} 2 = γ k (γ 0,γ 0 ) 2 = γ k γ 0 (2.3) (Zanzawi S, 987: 2.5) Definisi 8 (fak). Himpunan {ρ k : k = 0,, 2, } dengan ρ 0 = disebut fungsi autokorelasi 2..3. Autokorelasi Dari suatu runtun waktu yang stasioner Z, Z 2,, Z m mean μ dan fungsi autokovariansi { γ k : k=0,,2,...}dapat diestimasi dengan menggunakan statistik : μ = Z = n n t= Z t γ = C k = n (Z n t= t Z )(Z t k Z ) untuk k = 0,, 2 8
Untuk mendapatkan harga estimasi yang cukup baik biasanya diperlukan n > 50 dan harga C k yang dibutuhkan sekitar k < n/4. Nilai ρ k diestimasi dengan ρ k = r k = C k C 0 (2.2) Untuk proses normal yang stasioner, rumus Bartlett menyatakan bahwa dengan menganggap ρ k = 0 untuk semua k > 0 diperoleh : Cov (r k, r k ) n k i=k+s ρ iρ i s dengan mengambil s = 0, maka untuk k > K V(r k ) k ρ N i= k i 2 (2.3) Untuk N yang sangat besar jika ρ k = 0 maka r k mendekati distribusi normal. Dalam prakteknya ρ i dapat diganti dengan r i sehingga menjadi: V(r k ) k ρ N i= k i 2 = (r N k 2 2 2 + r k+ + + r k+k=0 + r 2 + r 2 2 + + r 2 k ) dengan ρ 0 = r 0 = γ 0 γ 0 =, maka diperoleh = + 2 k r N i= i 2 Jadi V(r k ) + 2 k r N i= i 2 (2.4) Sedangkan akar positif adalah sesuatu standar r k untuk lag besar, sehingga SE(r k ) V(r k ) 2..4. Autokorelasi Parsial Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) dinotasikan dengan {φ kk : k =, 2,, }, yakni himpunan autokorelasi parsial untuk lag k didefenisikan sebagai berikut : φ kk = ρ k (2.5) ρ k dengan ρ k : matriks autokorelasi k x k dan ρ k : matriks autokorelasi dengan kolom ρ ρ 2. terakhir diganti dengan.. ρ 3 9
nilai estimasi φ kk diperoleh dengan mengganti ρ i dengan r i. Untuk lag yang cukup besar dimana fungsi autokorelasi parsial (fakp) menjadi sangat kecil nilainya hingga mendekati nol (r i = 0) dari persamaan (2.3) maka diperoleh persamaan: Var φ kk N Untuk N besar φ kk dianggap mendekati distribusi normal. 2..5. Metode Box Jenkins Analisis runtun waktu Z t yang dikembangkan menurut metode Box Jenkins menggunakan dua operator, yaitu operator backshift B dan operator differensi. Operator backshift B didefenisikan sebagai: BZ t = Z t Sedangkan operator differensi didefenisikan sebagai: Z t = Z t Z t Sehingga kedua operator mempunyai hubungan: Z t = Z t Z t = Z t BZ t = ( B)Z t, jadi = ( B) Adapun model proses stokastik yang sering digunakan adalah bentuk: φ(b)z t = θ(b)a t (2.6) Dengan φ(b) dan θ(b) adalah polinomial dan {a t : t =, 2, 3, } adalah barisan variabel random independen dan distribusi normal dan dengan E[a t ] = 0, var [a t ] = E, [a t 2 ] = σ 2 serta Cov (a t, a t k ) = 0; {a t : t =, 2, 3, } merupakan suatu runtun getaran yang dibangkitkan oleh proses white noise (gerakan random). Persamaan (2.6) dapat ditulis dengan bentuk: Z t = θ(b) φ(b) a t, atau Z t = Ψ(B)a t Dengan Ψ(B)a t = θ(b) φ(b) a t, dengan demikian Z t dapat dipandang sebagai runtun yang dihasilkan dengan melewatkan proses white noise (gerakan random) {a t } melalui 20
kombinasi linier (filter linier) dengan fungsi transfer Ψ(B). Kondisi ini menunjukkan operasi linier filter yang mempresentasikan runtun waktu sebagai hasil dari linier filter jumlah tertimbang dari observasi sebelumnya, yakni: Z t = μ + a t + Ψ a t + Ψ 2 a t 2 + Ψ 3 a 3 + Z t = μ + Ψ(B)a t (2.7) Dengan Ψ(B) = + Z t = Ψ (B) + Ψ 2 (B) + Ψ 3 (B) + adalah operator linier yang mentransformasikan a t ke Z t merupakan fungsi transfer atau filter. Atau dapat ditulis dalam bentuk: Z t μ = a t + Ψ a t + Ψ 2 a t 2 + Ψ 3 a t 3 + Z t = a t + j= Ψ j a t j (2.8) dengan Z t = Z t μ. Bentuk ini merupakan devisa proses itu dari titik referensi, atau meannya jika proses itu stasioner. Barisan itu biasanya disebut proses white noise atau random shocks. Selanjutnya dari persamaan tersebut diperoleh: E(Z t ) = μ γ 0 = V(Z t ) = E(Z t μ) 2 = σ 2 j=0 Ψ 2 j (2.9) dengan menggunakan nilai E a t i, a t j γ k = (Z t μ)(z t k ) (2.0) = E(a t + Ψ a t + Ψ 2 a t 2 + + Ψ k a t k + Ψ k a t k )(a t k + Ψ a t k +... ) = σ 2 (. Ψ k + Ψ Ψ k+2 + ) = σ 2 j=0 Ψ j Ψ j+k Sehingga persamaan autokorelasi pada lag k dapat ditulis dalam bentuk: j=0 Ψ j Ψ j+k ρ k 2 j=0 Ψ j = γ k γ 0 (2.) Jika jumlah bobot Ψ j tak hingga, maka diasumsikan bahwa bobot itu konvergen secara absolute atau Ψ j <, sebagai contoh jika Ψ = φ dan Ψ j = 0 untuk j >. Maka proses white noise dapat ditulis menjadi: Z t μ = a t φa t (2.2) Secara umum untuk Ψ j = φ j maka persamaan white-noise menjadi: 2
Z t μ = a t + φa t + φ 2 a t 2 + = a t + φ(a t + φa t 2 + φ 2 a t 2 + ) = φ(z t μ) + a t Model ini dalam runtun waktu dikenal dengan model autoregresif tingkat (orde) satu, selanjutnya untuk memenuhi keadaan stasioner maka φ <. 2.2. Model Runtun Waktu Model Runtun waktu dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:. Kelompk runtun waktu stasioner, 2. Kelompok runtun waktu tak stasioner (nonstasioner). Kelompok runtun waktu pertama meliputi proses autoregresif, untuk orde p ditulis AR (p), moving average untuk orde q ditulis MA (q), dan model campuran autoregresifmoving average, jika masing-masing berorde p dan q maka model ini ditulis ARMA (p, q). Sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok runtun waktu yang banyak dijumpai dalam praktek, dalam hal ini runtun waktu nonstasioner yang mempunyai selisih (derajat tertentu) nilai-nilai yang berurutan dari runtun aslinya Z t yaitu Z t Z t = W t adalah stasioner. Dalam proses ini Z t dipandang sebagai integrasi runtun W t, yang dikenal dengan autoregresive integrated moving average proses (ARIMA), sehingga ketentuan yang berlaku pada model ARMA berlaku pula pada model ARIMA. Suatu runtun waktu nonstasioner setelah diambil selisih ke-d menjadi stasioner yang mempunyai model AR (p) dan model MA (q) ditulis dengan ARIMA (p, d, q). Kedua kelompok model runtun waktu tersebut, dapat dipandang sebagai model ARIMA, dengan melihat nilai p, q dan tingkat selisih d (nilai untuk d model stasioner adalah 0). Sehingga untuk model stasioner AR (p) dapat ditulis ARIMA (p, 0, 0), model stasioner MA (q) dapat ditulis ARIMA (0, 0, q) dan model stasioner ARMA (p, q) dapat ditulis ARIMA(p, 0, q) uraian untuk masing-masing kelompok model runtun waktu dibahas pada bagian berikut ini. 2.2.. Model Runtun Waktu Stasioner 22
2.2.. Proses-proses Autoregresif 2.2... Proses auotoregresif Orde [AR()] Model AR() telah dikemukakan pada bagian (2.7), oleh karena itu pembahasan pada bagian ini mengacu model (2.2) yang dapat ditulis dalam bentuk Z t Z t = a t dengan Z t = Z t μ (2.3) Jika operator Backshift B diterapkan pada model (2.3) maka dapat ditulis menjadi: Z t = Z t + a t (2.4) = Z t 2 + a t + a t = 2 Z t 2 + aa t + a t = 2 Z t 3 + a t 2 + a t + a t = 3 Z t 3 + 2 a t 2 + t + a t Sehingga diperoleh bentuk Z t = a t + a t + 2 a t 2 + 3 a t 3 + 4 a t 4 + (2.5) Jika operator B diterapkan pada persamaan (2.5) maka diperoleh bentuk Z t = ( + Ba t + 2 B 2 a t 2 + 3 B 3 a t 3 + 4 B 4 a t 4 + )a t = ( B) a t dengan ( B) = ( + B + 2 B 2 + 3 B 3 + ) dalam pernyataan ini harus dicatat bahwa < yang merupakan syarat stasioner. Selanjutnya untuk memudahkan penulis diambil μ = 0 sehingga Z t = Z t dan Z t = Z t, dengan demikian persamaan (2.4) dapat ditulis menjadi Z t = Z t + a t (2.6) 2.2...2 Proses Autoregresif Order 2[AR (2)] Model AR(2) dapat diperoleh dengan cara yang sama dengan model AR() dari persamaan (2.9), sehingga diperoleh: Z = a t + 2 a t 2 + a t (2.7) dengan menggunakan operator backshift B. Bentuk persamaan (2.7) dapat ditulis dalam bentuk: ( t B 2 B 2 )Z t = a t (2.8) 23
2.2...3 Proses Autoregresif Order p[ar (p)] Bentuk AR(p) diperoleh cara yang sama pada AR() dan AR(2), sehingga model autoregresif tingkat p adalah: Z t = Z t + 2 Z t 2 + + p a t p + a t Terlihat bahwa model AR(p) dapat dipandang sebagai data Z t yang diregresikan pada p nilai Z t yang lalu, dalam hal ini pengamatan yang lalu yaitu Z, Z 2,, Z t p. Jika operator backshift B diterapkan pada proses ini maka model (2.8) dapat ditulis dalam bentuk: B 2 B 2 p B p Z t = a t atau (B)Z t = a t dengan (B) = 2 B 2 p B p 2.2..2 Autokorelasi Proses-proses Autoregresif 2.2..2. Autokorelasi Proses-proses AR() Dalam penelitian ini akan dibahas dua cara untuk mencari autokorelasi dengan menggunakan pendekatan yang berbeda. Cara pertama adalah cara penggunaan langsung (2.9) dan (2.0) dengan Ψ i = φ j sehingga diperoleh γ 0 = σ 2 2 i=0 Ψ j = σ 2 j=0 φ 2j = σ 2 ( + σ 2 + φ 4 + ) = σ 2 φ 2 = σ2 φ 2 Dengan φ < γ k = σ 2 2 i=0 Ψ j Ψ j+k = σ 2 j=0 φ j φ j+k ; k = 0,, 2,... 24
= σ 2 ( + φ 2 + φ 4 + )φ k = σ2 φ k φ 2 dengan φ < Sehingga fungsi autokorelasinya adalah: ρ k = γ k = σ2 φ k. φ2 γ 0 φ 2 σ 2 = φ k dengan k = 0,, 2,... Cara kedua merupakan cara dengan pendekatan yang dapat digunakan secara umum untuk proses yang lain. Cara ini diperoleh dari persamaan (2.6) Z t = φz t + a t yaitu dengan mengganti Z t k pada persamaan (2.6) kemudian mengambil harga harapannya (Box-Jenkins : 976), maka diperoleh: E(Z t, Z t k ) = φe(z t, Z t k ) + E(a t Z t k ) γ k = φγ k + E(a t Z t k ) dengan E(a t Z t k ) = E{a t (a t + φa t + φ 2 a t 2 + )} karena untuk nilai k = 0 E(a t Z t k ) = E{a t (a t + φa t + φ 2 a t 2 + )} = σ 2 dan k > 0E(a t Z t k ) = E{a t (a t + φa t + φ 2 a t 2 + )} = 0 Maka diperoleh γ 0 = φγ k + ς 2 = φγ + σ 2 γ k = φγ k dengan k =, 2, 3,... 2.2..2.2 Autokorelasi Proses AR(2) Autokorelasi pada proses AR(2) diperoleh dengan menggunakan pendekatan cara kedua pada AR(), yaitu: Persamaan pada (2.7) dikalikan dengan Z t k kemudian diambil harga harapannya, sehingga diperoleh: E(a t Z t k ) = φ E(Z i Z t k ) + φ 2 E(Z t 2 Z t k ) + E(a t Z t k ) Atau γ k = φ γ k + φ 2 γ k 2 + E(a t Z t k ) dengan Z t k bergantung terhadap a t k, a t k, sehingga diperoleh: 25
E(a t Z t k ) = σ2, untuk k = 0 0, untuk k =, 2 γ 0 = φ γ k + φ 2 γ k 2 + σ 2 = φ γ + φ 2 γ 2 + σ 2 untuk k = 0 γ k = φ γ k + φ 2 γ k 2 untuk k > 0 (2.20) dan autokorelasinya adalah: ρ k = γ k = φ γ k +φ 2 γ k 2 γ = φ k γ γ 0 γ + φ k 2 0 γ 2 0 γ 0 = φ ρ k + φ 2 ρ k 2 (2.2) Bentuk persamaan diferensinya dari persamaan (2.2) adalah: ( φ B φ 2 B 2 )ρ k = 0 Untuk k =, bentuk (2.2) menjadi: ρ = φ ρ 0 + φ 2 ρ = φ + φ 2 ρ sehingga ρ φ 2 ρ = φ ρ ( φ 2 ) = φ maka ρ = φ φ 2 untuk k = 2, persamaan (2.2) menjadi: ρ 2 = φ ρ 0 + φ 2 ρ 0 = φ ρ + φ 2 = φ φ φ 2 + φ 2 = φ 2 φ 2 + φ 2 Untuk lag k yang lain, digunakan persamaan (2.20) dalam menghitung ρ k secara rekursif (berulang), dengan langkah sebagai berikut: γ 0 = φ γ 0 γ γ 0 + φ 2 γ 0 γ 2 γ 0 + σ 2 γ 0 ( φ ρ φ 2 γ 2 ) = σ 2 (2.22) dengan subsitusi ρ dan ρ 2 pada persamaan (2.22), maka diperoleh variansi untuk Z t sebagai berikut: φ γ 0 φ φ φ 2 φ 2 + φ φ 2 = σ 2 2 γ 0 φ 2 φ 2 2φ φ φ 2 + φ 2 2 = σ 2 γ 0 φ 2 φ 2 φ2 φ 2 φ2 2 ( φ 2 ) φ 2 = σ 2 σ z 2 = γ 0 = φ 2 σ 2 (+φ )( φ 2 ) 2 φ 2 supaya setiap faktor dalam penyebut positif haruslah: < φ 2 ; φ + φ 2 < ; φ + φ 2 < 26
yang memberikan daerah stasioner, ini berarti φ 2 < 2.2.2.3 Autokorelasi Proses AR(p) Autokorelasi untuk AR(p) sejalan dengan proses AR sederhana dengan cara kedua, yaitu dengan mengalikan persamaan (2.8) dengan Z t k dan selanjutnya harapannya, maka diperoleh: E(Z t Z t k ) = φ E(Z t Z t k ) + φ 2 E(Z t 2 Z t k ) + + φ p E Z t p Z t k + E(a t Z t k ) γ k = φ γ k + φ 2 γ k 2 + + φ p γ k p + E(a t Z t k ) karena untuk k = 0 nilai E(a t Z t k ) = σ 2, k > 0 nilai E(a t Z t k ) = 0, maka diperoleh γ 0 = φ γ + φ 2 γ 2 + + φ p γ p + σ 2 γ k = φ γ + φ 2 γ k 2 + + φ p γ k p (2.23) dari persamaan pertama (2.23) dengan cara yang sama pada proses autoregresif tingkat dua, maka diperoleh: γ 0 = σ 2 φ ρ φ 2 ρ 2 φ p ρ p Autokerelasi diperoleh dari kedua persamaan (2.23) yaitu: γ k = ρ γ k = φ ρ k + φ 2 ρ k 2 + + φ p ρ k p untuk k > 0 (2.24) 0 Dengan p persamaan pertama dari persamaan (2.24) dikenal sebagai persamaan Yule Walker yaitu: k = : ρ = φ + ρ 2 φ 2 + + ρ p φ p k = 2: ρ 2 = ρ φ + φ 2 + + ρ p 2 φ p (2.25) k = p: ρ p = ρ p φ + ρ k 2 φ 2 + + φ p Bentuk matriks dari persamaan (2.25) adalah : ρ = Pφ dengan ρ = ρ, ρ 2,, ρ p φ = φ, φ 2,, φ p ρ P = ρ p 2 ρ ρ p 2 ρ 2 Λ ρ ρ p 3 ρ p ρ p 2 27
Parameter autoregresif φ dapat dinyatakan sebagai fungsi p autokorelasi dengan menyelesaikan sistem persamaan (2.25) yaitu: φ = P ρ Untuk model AR() persamaan Yule Walker diberikan dengan ρ = φ sedangkan untuk model AR(2) persamaan Yule Walker diberikan dengan: ρ = φ + ρ φ 2 ρ 2 = ρ φ + φ 2 yang dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut: ρ ρ 2 = ρ ρ φ φ 2 dari bentuk matriks ini diperoleh: φ = ρ ( ρ 2 ) dan φ ρ 2 = ρ 2 2 ρ ρ 2 dengan ρ = r dan ρ 2 = r 2 diperoleh harga estimasi awal untuk φ dan φ 2, sedangkan untuk menentukan jenis model diantara model yang berbeda, diperlukan pembahasan tentang fungsi autokorelasi parsial. 2.2..3 Autokorelasi Parsial Proses Autoregresif Autokorelasi parsial pada lag k dapat dipandang sebagai koefisien regresi φ kk dalam bentuk Z k = φ k Z t + φ k2 Z t 2 + + φ kk Z t k + a k. Bentuk ini mengukur korelasi antara Z k dan Z t k sesudah penyesuaian dibuat untuk variabel tengah Z t, Z t 2,, Z t k+. Autokorelasi parsial pada lag diberikan oleh koefisien regresi parsial dalam bentuk: Z t = φ Z t + a t Persamaan Yule Walker untuk model AR(), memberikan φ = ρ, hal ini karena tidak variabel tengah antara Z t dan Z t. Autokorelasi parsial pada lag 2 diberikan oleh koefisien regresi parsial φ 22 dalam bentuk: Z t = φ Z t + φ 22 Z t 2 + a t Dari persamaan Tule Walker untuk model AR(2) diperoleh: 28
ρ = φ + ρ φ 22 ρ 2 = ρ φ + φ 22 Koefisien φ 22 dapat dinyatakan sebagai: φ 22 = ρ 2 ρ 2 ρ 2 Secara umum, autokorelasi parsial lag k (φ kk ) diperoleh dari persamaan Yule Walker, yang dalam notasi matriks adalah sebagai berikut: ρ ρ 2 = ρ k ρ ρ p ρ ρ p 2 ρ 2 Λ ρ p 3 ρ p ρ p 2 φ φ 2 φ k Autokorelasi parsial φ kk sebagai fungsi autokorelasi parsial. Untuk mendapatkan φ kk, maka: φ kk = ρ ρ k ρ ρ k ρ ρ k 2 ρ ρ k 3 ρ 2 ρ k 2 ρ ρ k ρ ρ k 2 ρ k ρ k 2 ρ k 3 ρ ρ k 2 Beberapa bentuk fungsi autokorelasi parsial proses autoregresif adalah sebagai berikut: AR(): φ = ρ ; φ kk = 0, untuk k > AR(2): φ = ρ ; φ 22 = ρ 2 ρ 2 ρ 2 ; φ kk = 0, untuk k > p Sifat-sifat fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial dapat digunakan untuk menentukan jenis proses autoregresif. 2.2..4 Proses Moving Average Order q[ma(q)] Proses moving average tingkat q dikontruksikan dari model (2.9) dengan Ψ j = θ j dan Ψ j = 0 untuk j > q, sehinggga model MA(q) adalah: Z t = μ + θ a t + θ 2 a t 2 + + θ q a t q + a t (2.26) dengan a t ~N(0, σ 2 2 ) apabila operator Backshift diterapkan pada persamaan (2.26), maka diperoleh: Z t = μ + θ a t + θ 2 a t 2 + + θ q a t q + a t 29
Z t = μ + θa (B)a t dengan θ(b) = + θ B + θ 2 B 2 + + θ q B q Fungsi autokorelasi MA(q) diperoleh dengan menggunakan cara kedua seperti pada proses autoregresif order p, yaitu dengan mengalikan kedua sisi persamaan (2.26) dengan Z t k, kemudian mengambil nilai harapannya. Sehingga diperoleh fungsi autokovariansinya sebagai berikut: γ k = θ k + θ θ k+ + θ 2 θ k+2 + + θ q k θ q σ 2 (2.27) Untuk k = 0, maka γ 0 = + θ 2 + θ 2 2 + + θ 2 q σ 2 ρ k = γ k = θ k+θ θ k+ +θ 2 θ k+2 + +θ q k θ q γ 0 +θ 2 +θ 2 2 + +θ2 ; k q (2.28) q 0;k>q Estimasi awal dari parameter-parameter diperoleh dengan mensubsitusikan nilai autokorelasi empirik r k untuk ρ k pada persamaan (2.28) dan menyelesaikannya. Fungsi autokorelasi untuk model MA() diperoleh dari persamaan (2.28), dengan q =, sehingga diperoleh: ρ = θ +θ 2 0;k 2 ; k = (2.29) Estimasi awal dari θ diperoleh dengan cara mengganti ρ dan r pada persamaan (2.29) dan menyelesaikannya, dengan syarat θ <. Fungsi autokorelasi untuk model MA(2) diperoleh dari persamaan (2.28), dengan q = 2 sehingga diperoleh ρ = θ ( θ 2 ) +θ 2 +θ 2 2 (2.30) ρ 2 = θ 2 +θ 2 +θ 2 2 ρ k = 0; k 3 Estimasi awal dari θ dan θ 2 diperoleh dengan cara mengganti ρ dan ρ 2 berturutturut dengan r dan r 2 pada persamaan (2.30). 30
2.3. Model Runtun Waktu Nonstasioner Pembentukan model yang tepat dalam runtun waktu, pada umumnya menggunakan asumsi kestasioneran, sehingga jika terdapat kasus ketidakstasioneran, maka data tersebut harus distasionerkan terlebih dahulu sebelum melangkah lebih lanjut pada pembentukan model runtun waktu. Bentuk visual dari plot runtun waktu seringkali cukup meyakinkan bahwa suatu runtun waktu stasioner atau tidak stasioner, akan tetapi lebih meyakinkan lagi dengan membuat plot nilai-nilai autokorelasi tersebut turun sampai nol dengan cepat, sesudah lag kedua atau ketiga, maka data tersebut dapat dikatakan stasioner. Sedangkan jika nilai-nilai autokorelasinya turun sampai nol dengan lambat atau berbeda secara signifikan dari nol, maka data tersebut tidak stasioner. Menurut Box-Jenkins (976), bahwa runtun waktu yang tidak stasioner dapat diubah menjadi runtun waktu yang stasioner dengan melakukan deferensi berturutturut, yaitu dengan melihat barisan Z t, Z t,... dengan adalah operator diferensi, yang mempunyai nilai ( B) atau ( = B). 2.3.. Proses Autoregressive Inteagrated Moving Average (model ARIMA) Berdasarkan uraian didepan telah dikemukakan bahwa runtun waktu Z t yang takstasioner, dapat diubah manjadi stasioner dengan melakukan diferensi W t = Z t = ( B)Z t. Karena W t merupakan runtun yang stasioner, maka dapat menggunakan model ARMA untuk menggambarkan W t. Selanjutnya jika didefinisikan : W = Z Z t t t - Maka proses umum model ARMA (p,q) dapat ditulis dalam bentuk: W t = W t + 2 W t 2 + + p W t p + θ a t + + θ p a t p + a t Dengan substitusi dua persamaan tersebut, setelah dijabarkan akhirnya diperoleh: Z t = W t + W t + W t 2 + 3
Ini berarti bahwa Z dapat dipandang sebagai integrasi runtun waktu W, t t sehingga proses ARMA (p, q) dipandang sebagai integrated autoregressive-moving average proses disingkat ARIMA. Dengan demikian proses ARIMA (p, d, q) untuk {Z} merupakan proses ARIMA (p, q) untuk {W }, maka teori runtun waktu stasioner t berlaku pula untuk W. t Selanjutnya proses ARIMA yang tidak mempunyai bagian autoregresif (AR) ditulis sebagai integrated moving average ditulis sebagai ARIMA (0, d, q). Sedangkan proses ARIMA yang tidak mempunyai bagian moving average ditulis ARIMA (p, d, 0) atau autoregresif integrated [ARI(p, d, 0)]. 2.3.2. Proses ARIMA (p, d, 0) Bentuk umum proses ARIMA (p, d, 0) adalah : Ф(B){( B) d Z t μ} = a t dengan d 0 dengan a (t =..., -, 0,, 2...) variabel random independen terhadap N (0, σ 2 ), B t a menyatakan operator Backshift sehingga (B) = B 2 B 2 p B p Pada model ARIMA (p, d, 0) diatas apabila d = 0 maka akan diperoleh suatu runtun waktu yang stasioner, akan tetapi jika d > 0 maka akan diperoleh suatu runtun waktu yang tak stasioner (nonstasioner). Kedua bentuk ini akan dibahas secara detail pada bagian berikut ini. 2.3.2.. Model ARIMA (p, d, 0) jika d = 0 Model ARIMA (p, d, 0) untuk d = 0 sebagai berikut: (B){Z t μ} = a t atau (B)Z t = a t dengan Z t = Z t μ 32
Seperti pada proses AR () pada pembahasan sebelumnya, untuk memudahkan penulisan diambil μ = 0 sehingga diperoleh bentuk : (B)Z t = a t atau Z Z t 2 Z t 2 p Z t p = a t Z t = Z t + 2 Z t 2 + + p Z t p = a t Terlihat bahwa bentuk tersebut merupakan proses autogresif order p [AR (p)]. 2.3.2.2. Model ARIMA (p, d, 0) jika d > 0 Bentuk ARIMA (p, d, 0) untuk d > 0 merupakan proses nonstasioner, menurut uraian di depan telah dikemukakan bahwa runtun waktu Z yang nonstasioner dapat dibuat t menjadi runtun waktu yang stasioner dengan jalan melakukan differensi W = Δ d Z t t = ( - B) d Z t dan substitusi W pada model ARIMA (p, d, 0), maka diperoleh bentuk: t (B){W t μ} = a t Menurut Box-Jenkins (976), untuk d > 0 akan cocok jika diambil μ = 0, sehingga diperoleh bentuk: (B)W t = a t atau W t t W t 2 W t 2 p W t p = a t Terlihat bahwa W merupakan runtun yang stasioner dan merupakan proses autogresif t order p [AR (p)], dengan demikian maka dapat menggunakan model ARMA untuk menggambarkan W. Selanjutnya jika didefinisikan : t W = Z Z t t t- Maka proses umum model ARMA (p, q) dapat ditulis sebagai: W t = W t + 2 W t 2 + + p W t p + θ a t + θ 2 a t 2 + + θ q a t q + a t Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: Z t = W t + W t + W t 2 + W t 3 + (2. 40) 33
Bentuk ini menunjukan bahwa Z dapat dipandang sebagai integrasi runtun waktu W, t t sehingga proses ARMA (p, q) dipandang sebagai integrated autoregressive-moving average process disingkat ARIMA. Dengan demikian proses ARIMA (p, d, q) untuk {Z } merupakan proses ARMA (p, q) untuk {W }, ini berarti teori runtun waktu t t stasioner berlaku pula untuk W t. 2.4. Tinjauan Distribusi Normal Multivariate 2.4.. Fungsi Densitas Normal Multivariate Bersama, distribusi Marginal dan Distribusi Bersyarat Misalkan X varibel random berdistribusi normal (univariate) dengan mean μ dan variansi σ 2 biasanya dinyatakan dengan X~(μ, σ 2 ). Fungsi densitas dari X adalah : f(x) = σ 2π exp 2 x μ σ 2, < x <, < μ < dan σ > 0 (2.4) jika X,X 2,...,X p adalah variabel random berdistribusi independent N(μ, σ 2 ), maka vektor random X = X, X 2,, X p mempunyai fungsi densitas bersama: f x = f(x )f(x 2 ) f x p p = (2π) p exp (x i μ i )2 2σ σ 2 σ 2 i=, < x σ i <, < μ i < i p dan σ i > 0; i=,2,3,... (2.42) 2.4.2. Fungsi Likelihood dan Estimasi Maksimum Likelihood Setelah satu atau beberapa model sementara untuk suatu model sementara suatu runtun waktu kita identifikasikan, langkah selanjutnya adalah mencari estimasi terbaik atau paling efisien untuk parameter-parameter dalam model tersebut. 34
Contoh : Dipunyai data runtun waktu sebagai berikut 5,5 5,7 5,6 6,7 8,0 7,4 7,9 8,8 7,6 7,0 6, 5,7 5,9 7,9 20,3 20,4 20,2 20,5 0,9 20,9 2, 2,4 8,2 20, 2,4 2,3 2,9 2,3 20,4 20,4 20,7 20,7 20,9 23,0 24,9 26,5 25,6 26, 27,0 27,2 28, 28,0 29, 28,3 25,7 24,5 24,4 25,5 27,0 28,7 29, 29,0 29,6 3,2 30,6 29,8 27,6 27,7 29,0 30,3 3,0 32, 33,5 33,2 33,2 33,8 35,5 36,6 36,9 39,0 4,0 4,6 43,7 44,4 46,6 48,3 50,2 52, 54,0 56,0 Dari data asli setelah dilakukan perhitungan komputer diperoleh fak dan fakp sebagai berikut: k 2 3 4 5 6 7 8 9 r k 0,93 0,86 0,79 0,73 0,67 0,62 0,58 0,53 0,49 kk 0,93-0,03-0,02-0,0 0,02-0,0 0,02-0,02 0,0 k 0 2 3 4 5 6 7 8 r k 0,45 0,4 0,38 0,43 0,3 0,29 0,26 0,24 0,22 kk -0,03-0,0 0,02 Telah dihitung W = 0,5 S = 27,45 S 2 z = 94,23 S 2 w =,25 35
Dari fak dan fakp ditentukan model AR() : (W t W ) = (W t W ) + a t dengan W t = Z t Z t. Diperoleh estimasi parameter adalah = r = 0,36 dan σ 2 a = S 2 w ( 2 ) =,25( 0,36 2 ) =,09 maka model runtun waktu tersebut adalah:(w t 0,5) = 0,36(W t 0,5) + a t dimana nilai a t ~N(0, σ 2 a ). Metode untuk mengestimasikan harga parameter dari model suatu runtun waktu dengan menggunakan metode maksimum likelihood. Menurut Bain dan Engelhardt (992), metode maksimum likelihood menggunakan nilai dalam ruang parameter Ω yang bersesuai dengan harga kemungkinan maksimum dari data observasi sebagai estimasi dari parameter yang tidak diketahui. Dalam aplikasi L(θ) menunjukan fungsi densitas probabilitas bersama dari sample random. Jika Ω ruang parameter yang merupakan interval terbuka dan L(θ) merupakan fungsi yang dapat diturunkan serta diasumsikan maksimum pada Ω maka persamaan maksimum likelihoodnya adalah: (θ) L(θ) = 0 Jika penyelesaian dari persamaan tersebut ada, maka maksimum dari L(θ) dapat terpenuhi. Apabila tak terpenuhi maka fungsi L(θ) dapat dibuat logaritma naturnya, dengan ketentuan jika ln L(θ) maksimum maka L(θ) juga maksimum, sehingga persamaan logaritma natural likelihoodnya adalah: θ ln L(θ) = 0 Definisi 9 Fungsi densitas probabilitas bersama dari n variable random X, X 2,, X n yang observasi pada x, x 2,, x n di notasikan dengan f(x, x 2,, x n, θ). Untuk menentukan fungsi likelihood dari x, x 2,, x n yang merupakan θ dan dinotasikan dengan L(θ), dengan X, X 2,, X n adalah sampel random dari fungsi densitasprobabilitas f(x; θ) yang fungsi likelihoodnya adalah: L(θ) = f(x ; θ)f(x 2 ; θ) f(x n ; θ) = n j= f x j ; θ (Bain dan Engelhardt, 992 : 290) 36
Defenisi 0 n Misalkan L(θ) = f(x ; θ)f(x 2 ; θ) f(x n ; θ) = j= f x j ; θ, θε Ω yang merupakan fungsi densitas probabilitas bersama X, X 2,, X n. Bila diberikan himpunan dari observasi autoregresif, serta estimasi maksimum likelihood pada autoregresif (ARI) dan estimasi likelihood pada model ARIMA (,, 0) Box-Jenkins yang homogen. 37