BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
MATA KULIAH METODE RUNTUN WAKTU. Oleh : Entit Puspita Nip

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan.

Metode Deret Berkala Box Jenkins

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

Diktat - Time Series Analysis. Siana Halim

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber tetap yang terjadinya berdasarkan indeks waktu t secara

BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi

ESTIMASI MAKSIMUM LIKELIHOOD PADA MODEL ARIMA SKRIPSI IRMA WAHNI SINAGA

PENDUGAAN PARAMETER MODEL AUTOREGRESSIVE PADA DERET WAKTU

PERAMALAN JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA YANG BERKUNJUNG KE BALI MENGGUNAKAN FUNGSI TRANSFER KOMPETENSI STATISTIKA SKRIPSI

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

Time series Linier Models

BAB II LANDASAN TEORI

Model Runtun Waktu Stasioner

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PETUNJUK PRAKTIKUM MATAKULIAH : METODE RUNTUN WAKTU

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS INTERVENSI KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI PADA DATA INFLASI KOTA SEMARANG

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

TEORI DASAR DERET WAKTU M A T O P I K D A L A M S T A T I S T I K A II 22 J A N U A R I 2015 U T R I W E N I M U K H A I Y A R

KAJIAN TEORI. atau yang mewakili suatu himpunan data. Menurut Supranoto (2001:14) Rata rata (μ) dari distribusi probabilitas

ANALISIS INTERVENSI DENGAN FUNGSI STEP DAN APLIKASINYA TERHADAP DATA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) KOTA BANDAR LAMPUNG. (Skripsi) Oleh ANISA RAHMAWATI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Model Time Series Auto Regressive untuk Menentukan Nilai Tukar mata Uang Rupiah terhadap Dollar Amerika

ANALISIS INTERVENSI FUNGSI STEP PADA KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK (TDL) TERHADAP BESARNYA PEMAKAIAN LISTRIK SKRIPSI

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3.9 Fungsi Autokovariansi Proses Linear Stasioner

BAB II LANDASAN TEORI. nonstasioneritas, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation

ANALISIS PERAMALAN PENDAFTARAN SISWA BARU MENGGUNAKAN METODE SEASONAL ARIMA DAN METODE DEKOMPOSISI

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicatat, atau diobservasi sepanjang waktu secara berurutan. Periode waktu dapat

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

Peramalam Jumlah Penumpang Yang Berangkat Melalui Bandar Udara Temindung Samarinda Tahun 2012 Dengan Metode ARIMA BOX-JENKINS

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peramalan Aset dengan Memperhatikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Fungsi Transfer

PENGGUNAAN METODE PERAMALAN KOMBINASI TREND DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA DATA JUMLAH PENUMPANG KERETA API (Studi Kasus : KA Argo Muria)

skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika oleh Evyta Noviandari

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang dapat memberikan jaminan atau kepastian tentang apa

PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL EWMA RESIDUAL (STUDI KASUS: PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK)

PENERAPAN MODEL AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARFIMA) DALAM PERAMALAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)

Peramalan Volume Pemakaian Air di PDAM Kota Surabaya dengan Menggunakan Metode Time Series

BAB 2 LANDASAN TEORI. variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

PERBANDINGAN RAMALAN MODEL TARCH DAN EGARCH PADA NILAI TUKAR KURS EURO TERHADAP RUPIAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan sebuah hasil yang optimal, sementara terdapat selang

PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN METODE KALMAN FILTER (Studi Kasus di Kota Semarang Tahun 2012)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DATA TIME SERIES DALAM MERAMALKAN HARGA SAHAM PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR TBK DENGAN METODE ARIMA MENGGUNAKAN SOFTWARE EVIEWS

Model Hibrida ARIMA dan Fuzzy Time Series Markov Chain

BAB III MARKOV SWITCHING AUTOREGRESSIVE (MSAR)

Penerapan Analisa Time Series Terhadap Nilai Matematika di SMAS Alfa Centauri Bandung.

BAB III METODE PENELITIAN

PEMODELAN VEKTOR AUTOREGRESIF X TERHADAP VARIABEL MAKROEKONOMI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI

Catatan Kuliah AK5161 Matematika Keuangan Aktuaria Insure and Invest! Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

KETERKAITAN ANTARA NILAI RATA-RATA DAN NILAI KONSTAN DALAM PEMODELAN RUNTUN WAKTU BOX-JENKINS

BAB III PEMODELAN DATA IHSG DAN LAJU INFLASI INDONESIA MENGGUNAKAN VECTOR AUTOREGRESSIVE WITH EXOGENOUS VARIABLE (VARX)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

PERAMALAN VOLATILITAS MENGGUNAKAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY IN MEAN (GARCH-M)

Metode Box - Jenkins (ARIMA)

PEMODELAN KURS MATA UANG RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA MENGGUNAKAN METODE GARCH ASIMETRIS

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

PROPOSAL PENELITIAN PEMBAHARUAN MODEL DAN PENENTUAN MODEL TERBAIK UNTUK DATA RUNTUN WAKTU NONMUSIMAN YANG MEMILIKI KECENDERUNGAN POLA MUSIMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

Minggu 4-5 Analisis Model MA, AR, ARMA. Minggu 6-7 Model Diagnostik dan Forecasting. Minggu 8-9 Analisi Model ARI, IMA, ARIMA

PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA

ANALISA BOX JENKINS PADA PEMBENTUKAN MODEL PRODUKSI PREMI ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT

PERAMALAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK DI MEDAN DENGAN METODE ARIMA

INTEGRATED GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (IGARCH) (Studi Kasus pada Return Kurs Rupiah terhadap Dollar Australia)

Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA

PERAMALAN NILAI EKSPOR DI PROPINSI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. mendukung pembahasan bab- bab berikutnya, yaitu matriks, analisis multivariate,

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 4, Nomor 1, Mei 2013 ISSN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III EXTENDED KALMAN FILTER DISKRIT. Extended Kalman Filter adalah perluasan dari Kalman Filter. Extended

PENDEKATAN MODEL TIME SERIES UNTUK PEMODELAN INFLASI BEBERAPA KOTA DI JAWA TENGAH

ESTIMASI INFLASI WILAYAH KERJA KPwBI MALANG MENGGUNAKAN ARIMA-FILTER KALMAN DAN VAR-FILTER KALMAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.. Konsep Dasar Analisis Runtun Waktu Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa definisi yang menyangkut pengertian dan konsep dasar analisis runtun waktu. Definisi Runtun waktu adalah himpunan observasi terurut dalam waktu atau dalam dimensi lain. (Zanzawi S, 987 : 2.2) Dalam pembahasan ini runtun waktu dinotasikan dengan Z t, jika t A dengan A bilangan asli, maka Z t adalah berupa runtun waktu diskrit sedangkan jika t R dengan R bilangan real, maka Z t adalah runtun waktu kontinu. Jika runtun waktu didasarkan terhadap sejarah nilai observasi itu diperoleh, maka runtun waktu dapat dibedakan antara runtun waktu deterministik dan stokastik. Definisi 2 Runtun waktu deterministik adalah runtun waktu dengan nilai observasi yang akan datang dapat diramalkan secara pasti berdasarkan observasi lampau. (Zanzawi S, 987 : 2.2) Definisi 3 Runtun waktu stokastik adalah runtun waktu dengan nilai observasi yang akan datang bersifat probabilistik, berdasarkan observasi yang lampau. (Zanzawi S, 987 : 2.2) 5

2... Stasioner dan Takstasioner Himpunan observasi dari runtun waktu stokastik yang telah didapat tidak akan diperoleh kembali dengan mengadakan proses stokastik yang lain, sebab runtun waktu stokastik merupakan suatu realisa dari suatu proses statistik (stokastik), sehingga untuk sebarang Z t dapat dipandang sebagai suatu realisa dari suatu variabel random Z t yang mempunyai distribusi dengan fungsi densitas probabilitas (fdp) tertentu, sebut p(z t ). Setiap himpunan Z t, misalnya {Z t, Z t,, Z t }mempunyai fungsi densitas probabilitas (fdp) bersama p{z t, Z t,, Z t } sehingga dari uraian diatas dapat diturunkan definisi proses stasioner dan proses tak stasioner. Definisi 4 Jika suatu proses stokastik yang mempunyai fungsi kepadatan peluang (fkp) bersama p Z t+n, Z t+n2, Z t+n3,, Z t+nk yang independen terhadap t, sebarang bilangan bulat k dan sebarang pilihan n, n 2,..., n k dengan sifat bahwa struktur probabilistiknya tidak berubah dengan berubahnya waktu, maka proses seperti ini dinamakan stasioner. Jika tidak demikian dinamakan tidak stasioner.(zanzawi S, 987: 2.4) Jika hal tersebut berlaku tetapi dengan pembatasan m p, dimana p bilangan bulat positip, maka stasioneritas itu kita namakan stasioneritas tingkat p. Selanjutnya jika runtun waktu Z t stasioner, maka nilai tengah (mean), variansi, dan covarian runtun waktu tersebut tidak dipengaruhi oleh berubahnya waktu pengamatan, sehingga: Nilai tengah : μ z = E(Z t ) = E(Z t+n ) Variansi : σ z 2 = E(Z t μ z ) 2 = (Z t+n μ z ) 2 Covarians : γ k = E(Z t μ z )(Z t+k μ z ) = E(Z t+m μ z )(Z t+m+k μ z ) untuk t, m, k sebarang. Dengan kata lain : jika Z t stasioner maka distribusi probabilitas pada sebarang waktu t, t 2,, t m harus memiliki distribusi yang sama pada waktu t +k, t 2+k,, t m+k, 6

dengan k sebarang pergeseran sepanjang sumbu waktu. Untuk m =, maka p(z t ) = p(z t+k ), sehingga distribusi marginal tidak bergantung waktu, yang menyebabkan E(Z t ) = μ dan Var(Z t ) = γ 0. Untuk proses normal (Gaussian) yang didefinisikan dengan sifat bahwa fungsi densitas probabilitas (fdp) yang berkaitan dengan sebarang waktu adalah normal multivariate dimana stasioneritasnya hanya memerlukan stasioner tingkat dua, sehingga biasanya cukup puas dengan stasioner tingkat dua yang disebut dengan stasioner lemah dengan mengharapkan asumsi normal berlaku. Mengingat definisi 4 diatas, maka runtun waktu dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :. Runtun waktu stasioner 2. Runtun waktu tak stasioner. Untuk runtun waktu tak stasioner dibedakan menjadi dua yaitu runtun waktu tak stasioner homogen dan runtun waktu tak stasioner (tak homogen). Berdasarkan uraian ini maka dapat diturunkan definisi di bawah ini. Definisi 5 Runtun waktu tak stasioner yang homogen adalah selisih (perubahan) nilai-nilai yang berurutan stasioner. (Zanzawi S, 987: 4.2) Berdasarkan definisi 5, maka dapat dikatakan bahwa runtun waktu tak stasioner homogen adalah runtun waktu yang mempunyai selisih derajat tertentunya adalah stasioner. Dalam skripsi ini runtun waktu yang homogen yang akan menjadi objek penelitian. 2..2. Fungsi Autokovariansi Telah diperoleh bahwa dalam proses stasioner lemah mean proses itu menyebabkan E[Z t ] = μ, variansi proses itu V(Z t ) = γ 0 cov(z t, Z t+k ) = γ k, dengan μ dan γ k untuk semua k adalah konstan. Dalam hal ini μ adalah mean proses itu dan γ k adalah 7

autokovarian pada lag k. Pada proses stasioner lemah variansinya adalah konstan, yaitu : V(Z t ) = σ 2 z = γ 0 Juga untuk semua bilangan bulat k γ k = γ k, dan juga karena : Cov(Z t, Z t+k ) = cov(z t+k, Z t ) = cov(z t, Z t+k ) = γ k (2.) Sehingga yang perlu ditentukan adalah kγ untuk semua k 0. Definisi 6 Himpunan { γ k S,987:2.5) :k=0,,2,3,...} disebut fungsi autokovariansi. (Zanzawi Definisi 7 Autokorelasi pada lag k ditulis dengan : ρ = Cov(Z t,z t k ) {V(Z t ),V(Z t k )} 2 = γ k (γ 0,γ 0 ) 2 = γ k γ 0 (2.3) (Zanzawi S, 987: 2.5) Definisi 8 (fak). Himpunan {ρ k : k = 0,, 2, } dengan ρ 0 = disebut fungsi autokorelasi 2..3. Autokorelasi Dari suatu runtun waktu yang stasioner Z, Z 2,, Z m mean μ dan fungsi autokovariansi { γ k : k=0,,2,...}dapat diestimasi dengan menggunakan statistik : μ = Z = n n t= Z t γ = C k = n (Z n t= t Z )(Z t k Z ) untuk k = 0,, 2 8

Untuk mendapatkan harga estimasi yang cukup baik biasanya diperlukan n > 50 dan harga C k yang dibutuhkan sekitar k < n/4. Nilai ρ k diestimasi dengan ρ k = r k = C k C 0 (2.2) Untuk proses normal yang stasioner, rumus Bartlett menyatakan bahwa dengan menganggap ρ k = 0 untuk semua k > 0 diperoleh : Cov (r k, r k ) n k i=k+s ρ iρ i s dengan mengambil s = 0, maka untuk k > K V(r k ) k ρ N i= k i 2 (2.3) Untuk N yang sangat besar jika ρ k = 0 maka r k mendekati distribusi normal. Dalam prakteknya ρ i dapat diganti dengan r i sehingga menjadi: V(r k ) k ρ N i= k i 2 = (r N k 2 2 2 + r k+ + + r k+k=0 + r 2 + r 2 2 + + r 2 k ) dengan ρ 0 = r 0 = γ 0 γ 0 =, maka diperoleh = + 2 k r N i= i 2 Jadi V(r k ) + 2 k r N i= i 2 (2.4) Sedangkan akar positif adalah sesuatu standar r k untuk lag besar, sehingga SE(r k ) V(r k ) 2..4. Autokorelasi Parsial Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) dinotasikan dengan {φ kk : k =, 2,, }, yakni himpunan autokorelasi parsial untuk lag k didefenisikan sebagai berikut : φ kk = ρ k (2.5) ρ k dengan ρ k : matriks autokorelasi k x k dan ρ k : matriks autokorelasi dengan kolom ρ ρ 2. terakhir diganti dengan.. ρ 3 9

nilai estimasi φ kk diperoleh dengan mengganti ρ i dengan r i. Untuk lag yang cukup besar dimana fungsi autokorelasi parsial (fakp) menjadi sangat kecil nilainya hingga mendekati nol (r i = 0) dari persamaan (2.3) maka diperoleh persamaan: Var φ kk N Untuk N besar φ kk dianggap mendekati distribusi normal. 2..5. Metode Box Jenkins Analisis runtun waktu Z t yang dikembangkan menurut metode Box Jenkins menggunakan dua operator, yaitu operator backshift B dan operator differensi. Operator backshift B didefenisikan sebagai: BZ t = Z t Sedangkan operator differensi didefenisikan sebagai: Z t = Z t Z t Sehingga kedua operator mempunyai hubungan: Z t = Z t Z t = Z t BZ t = ( B)Z t, jadi = ( B) Adapun model proses stokastik yang sering digunakan adalah bentuk: φ(b)z t = θ(b)a t (2.6) Dengan φ(b) dan θ(b) adalah polinomial dan {a t : t =, 2, 3, } adalah barisan variabel random independen dan distribusi normal dan dengan E[a t ] = 0, var [a t ] = E, [a t 2 ] = σ 2 serta Cov (a t, a t k ) = 0; {a t : t =, 2, 3, } merupakan suatu runtun getaran yang dibangkitkan oleh proses white noise (gerakan random). Persamaan (2.6) dapat ditulis dengan bentuk: Z t = θ(b) φ(b) a t, atau Z t = Ψ(B)a t Dengan Ψ(B)a t = θ(b) φ(b) a t, dengan demikian Z t dapat dipandang sebagai runtun yang dihasilkan dengan melewatkan proses white noise (gerakan random) {a t } melalui 20

kombinasi linier (filter linier) dengan fungsi transfer Ψ(B). Kondisi ini menunjukkan operasi linier filter yang mempresentasikan runtun waktu sebagai hasil dari linier filter jumlah tertimbang dari observasi sebelumnya, yakni: Z t = μ + a t + Ψ a t + Ψ 2 a t 2 + Ψ 3 a 3 + Z t = μ + Ψ(B)a t (2.7) Dengan Ψ(B) = + Z t = Ψ (B) + Ψ 2 (B) + Ψ 3 (B) + adalah operator linier yang mentransformasikan a t ke Z t merupakan fungsi transfer atau filter. Atau dapat ditulis dalam bentuk: Z t μ = a t + Ψ a t + Ψ 2 a t 2 + Ψ 3 a t 3 + Z t = a t + j= Ψ j a t j (2.8) dengan Z t = Z t μ. Bentuk ini merupakan devisa proses itu dari titik referensi, atau meannya jika proses itu stasioner. Barisan itu biasanya disebut proses white noise atau random shocks. Selanjutnya dari persamaan tersebut diperoleh: E(Z t ) = μ γ 0 = V(Z t ) = E(Z t μ) 2 = σ 2 j=0 Ψ 2 j (2.9) dengan menggunakan nilai E a t i, a t j γ k = (Z t μ)(z t k ) (2.0) = E(a t + Ψ a t + Ψ 2 a t 2 + + Ψ k a t k + Ψ k a t k )(a t k + Ψ a t k +... ) = σ 2 (. Ψ k + Ψ Ψ k+2 + ) = σ 2 j=0 Ψ j Ψ j+k Sehingga persamaan autokorelasi pada lag k dapat ditulis dalam bentuk: j=0 Ψ j Ψ j+k ρ k 2 j=0 Ψ j = γ k γ 0 (2.) Jika jumlah bobot Ψ j tak hingga, maka diasumsikan bahwa bobot itu konvergen secara absolute atau Ψ j <, sebagai contoh jika Ψ = φ dan Ψ j = 0 untuk j >. Maka proses white noise dapat ditulis menjadi: Z t μ = a t φa t (2.2) Secara umum untuk Ψ j = φ j maka persamaan white-noise menjadi: 2

Z t μ = a t + φa t + φ 2 a t 2 + = a t + φ(a t + φa t 2 + φ 2 a t 2 + ) = φ(z t μ) + a t Model ini dalam runtun waktu dikenal dengan model autoregresif tingkat (orde) satu, selanjutnya untuk memenuhi keadaan stasioner maka φ <. 2.2. Model Runtun Waktu Model Runtun waktu dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:. Kelompk runtun waktu stasioner, 2. Kelompok runtun waktu tak stasioner (nonstasioner). Kelompok runtun waktu pertama meliputi proses autoregresif, untuk orde p ditulis AR (p), moving average untuk orde q ditulis MA (q), dan model campuran autoregresifmoving average, jika masing-masing berorde p dan q maka model ini ditulis ARMA (p, q). Sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok runtun waktu yang banyak dijumpai dalam praktek, dalam hal ini runtun waktu nonstasioner yang mempunyai selisih (derajat tertentu) nilai-nilai yang berurutan dari runtun aslinya Z t yaitu Z t Z t = W t adalah stasioner. Dalam proses ini Z t dipandang sebagai integrasi runtun W t, yang dikenal dengan autoregresive integrated moving average proses (ARIMA), sehingga ketentuan yang berlaku pada model ARMA berlaku pula pada model ARIMA. Suatu runtun waktu nonstasioner setelah diambil selisih ke-d menjadi stasioner yang mempunyai model AR (p) dan model MA (q) ditulis dengan ARIMA (p, d, q). Kedua kelompok model runtun waktu tersebut, dapat dipandang sebagai model ARIMA, dengan melihat nilai p, q dan tingkat selisih d (nilai untuk d model stasioner adalah 0). Sehingga untuk model stasioner AR (p) dapat ditulis ARIMA (p, 0, 0), model stasioner MA (q) dapat ditulis ARIMA (0, 0, q) dan model stasioner ARMA (p, q) dapat ditulis ARIMA(p, 0, q) uraian untuk masing-masing kelompok model runtun waktu dibahas pada bagian berikut ini. 2.2.. Model Runtun Waktu Stasioner 22

2.2.. Proses-proses Autoregresif 2.2... Proses auotoregresif Orde [AR()] Model AR() telah dikemukakan pada bagian (2.7), oleh karena itu pembahasan pada bagian ini mengacu model (2.2) yang dapat ditulis dalam bentuk Z t Z t = a t dengan Z t = Z t μ (2.3) Jika operator Backshift B diterapkan pada model (2.3) maka dapat ditulis menjadi: Z t = Z t + a t (2.4) = Z t 2 + a t + a t = 2 Z t 2 + aa t + a t = 2 Z t 3 + a t 2 + a t + a t = 3 Z t 3 + 2 a t 2 + t + a t Sehingga diperoleh bentuk Z t = a t + a t + 2 a t 2 + 3 a t 3 + 4 a t 4 + (2.5) Jika operator B diterapkan pada persamaan (2.5) maka diperoleh bentuk Z t = ( + Ba t + 2 B 2 a t 2 + 3 B 3 a t 3 + 4 B 4 a t 4 + )a t = ( B) a t dengan ( B) = ( + B + 2 B 2 + 3 B 3 + ) dalam pernyataan ini harus dicatat bahwa < yang merupakan syarat stasioner. Selanjutnya untuk memudahkan penulis diambil μ = 0 sehingga Z t = Z t dan Z t = Z t, dengan demikian persamaan (2.4) dapat ditulis menjadi Z t = Z t + a t (2.6) 2.2...2 Proses Autoregresif Order 2[AR (2)] Model AR(2) dapat diperoleh dengan cara yang sama dengan model AR() dari persamaan (2.9), sehingga diperoleh: Z = a t + 2 a t 2 + a t (2.7) dengan menggunakan operator backshift B. Bentuk persamaan (2.7) dapat ditulis dalam bentuk: ( t B 2 B 2 )Z t = a t (2.8) 23

2.2...3 Proses Autoregresif Order p[ar (p)] Bentuk AR(p) diperoleh cara yang sama pada AR() dan AR(2), sehingga model autoregresif tingkat p adalah: Z t = Z t + 2 Z t 2 + + p a t p + a t Terlihat bahwa model AR(p) dapat dipandang sebagai data Z t yang diregresikan pada p nilai Z t yang lalu, dalam hal ini pengamatan yang lalu yaitu Z, Z 2,, Z t p. Jika operator backshift B diterapkan pada proses ini maka model (2.8) dapat ditulis dalam bentuk: B 2 B 2 p B p Z t = a t atau (B)Z t = a t dengan (B) = 2 B 2 p B p 2.2..2 Autokorelasi Proses-proses Autoregresif 2.2..2. Autokorelasi Proses-proses AR() Dalam penelitian ini akan dibahas dua cara untuk mencari autokorelasi dengan menggunakan pendekatan yang berbeda. Cara pertama adalah cara penggunaan langsung (2.9) dan (2.0) dengan Ψ i = φ j sehingga diperoleh γ 0 = σ 2 2 i=0 Ψ j = σ 2 j=0 φ 2j = σ 2 ( + σ 2 + φ 4 + ) = σ 2 φ 2 = σ2 φ 2 Dengan φ < γ k = σ 2 2 i=0 Ψ j Ψ j+k = σ 2 j=0 φ j φ j+k ; k = 0,, 2,... 24

= σ 2 ( + φ 2 + φ 4 + )φ k = σ2 φ k φ 2 dengan φ < Sehingga fungsi autokorelasinya adalah: ρ k = γ k = σ2 φ k. φ2 γ 0 φ 2 σ 2 = φ k dengan k = 0,, 2,... Cara kedua merupakan cara dengan pendekatan yang dapat digunakan secara umum untuk proses yang lain. Cara ini diperoleh dari persamaan (2.6) Z t = φz t + a t yaitu dengan mengganti Z t k pada persamaan (2.6) kemudian mengambil harga harapannya (Box-Jenkins : 976), maka diperoleh: E(Z t, Z t k ) = φe(z t, Z t k ) + E(a t Z t k ) γ k = φγ k + E(a t Z t k ) dengan E(a t Z t k ) = E{a t (a t + φa t + φ 2 a t 2 + )} karena untuk nilai k = 0 E(a t Z t k ) = E{a t (a t + φa t + φ 2 a t 2 + )} = σ 2 dan k > 0E(a t Z t k ) = E{a t (a t + φa t + φ 2 a t 2 + )} = 0 Maka diperoleh γ 0 = φγ k + ς 2 = φγ + σ 2 γ k = φγ k dengan k =, 2, 3,... 2.2..2.2 Autokorelasi Proses AR(2) Autokorelasi pada proses AR(2) diperoleh dengan menggunakan pendekatan cara kedua pada AR(), yaitu: Persamaan pada (2.7) dikalikan dengan Z t k kemudian diambil harga harapannya, sehingga diperoleh: E(a t Z t k ) = φ E(Z i Z t k ) + φ 2 E(Z t 2 Z t k ) + E(a t Z t k ) Atau γ k = φ γ k + φ 2 γ k 2 + E(a t Z t k ) dengan Z t k bergantung terhadap a t k, a t k, sehingga diperoleh: 25

E(a t Z t k ) = σ2, untuk k = 0 0, untuk k =, 2 γ 0 = φ γ k + φ 2 γ k 2 + σ 2 = φ γ + φ 2 γ 2 + σ 2 untuk k = 0 γ k = φ γ k + φ 2 γ k 2 untuk k > 0 (2.20) dan autokorelasinya adalah: ρ k = γ k = φ γ k +φ 2 γ k 2 γ = φ k γ γ 0 γ + φ k 2 0 γ 2 0 γ 0 = φ ρ k + φ 2 ρ k 2 (2.2) Bentuk persamaan diferensinya dari persamaan (2.2) adalah: ( φ B φ 2 B 2 )ρ k = 0 Untuk k =, bentuk (2.2) menjadi: ρ = φ ρ 0 + φ 2 ρ = φ + φ 2 ρ sehingga ρ φ 2 ρ = φ ρ ( φ 2 ) = φ maka ρ = φ φ 2 untuk k = 2, persamaan (2.2) menjadi: ρ 2 = φ ρ 0 + φ 2 ρ 0 = φ ρ + φ 2 = φ φ φ 2 + φ 2 = φ 2 φ 2 + φ 2 Untuk lag k yang lain, digunakan persamaan (2.20) dalam menghitung ρ k secara rekursif (berulang), dengan langkah sebagai berikut: γ 0 = φ γ 0 γ γ 0 + φ 2 γ 0 γ 2 γ 0 + σ 2 γ 0 ( φ ρ φ 2 γ 2 ) = σ 2 (2.22) dengan subsitusi ρ dan ρ 2 pada persamaan (2.22), maka diperoleh variansi untuk Z t sebagai berikut: φ γ 0 φ φ φ 2 φ 2 + φ φ 2 = σ 2 2 γ 0 φ 2 φ 2 2φ φ φ 2 + φ 2 2 = σ 2 γ 0 φ 2 φ 2 φ2 φ 2 φ2 2 ( φ 2 ) φ 2 = σ 2 σ z 2 = γ 0 = φ 2 σ 2 (+φ )( φ 2 ) 2 φ 2 supaya setiap faktor dalam penyebut positif haruslah: < φ 2 ; φ + φ 2 < ; φ + φ 2 < 26

yang memberikan daerah stasioner, ini berarti φ 2 < 2.2.2.3 Autokorelasi Proses AR(p) Autokorelasi untuk AR(p) sejalan dengan proses AR sederhana dengan cara kedua, yaitu dengan mengalikan persamaan (2.8) dengan Z t k dan selanjutnya harapannya, maka diperoleh: E(Z t Z t k ) = φ E(Z t Z t k ) + φ 2 E(Z t 2 Z t k ) + + φ p E Z t p Z t k + E(a t Z t k ) γ k = φ γ k + φ 2 γ k 2 + + φ p γ k p + E(a t Z t k ) karena untuk k = 0 nilai E(a t Z t k ) = σ 2, k > 0 nilai E(a t Z t k ) = 0, maka diperoleh γ 0 = φ γ + φ 2 γ 2 + + φ p γ p + σ 2 γ k = φ γ + φ 2 γ k 2 + + φ p γ k p (2.23) dari persamaan pertama (2.23) dengan cara yang sama pada proses autoregresif tingkat dua, maka diperoleh: γ 0 = σ 2 φ ρ φ 2 ρ 2 φ p ρ p Autokerelasi diperoleh dari kedua persamaan (2.23) yaitu: γ k = ρ γ k = φ ρ k + φ 2 ρ k 2 + + φ p ρ k p untuk k > 0 (2.24) 0 Dengan p persamaan pertama dari persamaan (2.24) dikenal sebagai persamaan Yule Walker yaitu: k = : ρ = φ + ρ 2 φ 2 + + ρ p φ p k = 2: ρ 2 = ρ φ + φ 2 + + ρ p 2 φ p (2.25) k = p: ρ p = ρ p φ + ρ k 2 φ 2 + + φ p Bentuk matriks dari persamaan (2.25) adalah : ρ = Pφ dengan ρ = ρ, ρ 2,, ρ p φ = φ, φ 2,, φ p ρ P = ρ p 2 ρ ρ p 2 ρ 2 Λ ρ ρ p 3 ρ p ρ p 2 27

Parameter autoregresif φ dapat dinyatakan sebagai fungsi p autokorelasi dengan menyelesaikan sistem persamaan (2.25) yaitu: φ = P ρ Untuk model AR() persamaan Yule Walker diberikan dengan ρ = φ sedangkan untuk model AR(2) persamaan Yule Walker diberikan dengan: ρ = φ + ρ φ 2 ρ 2 = ρ φ + φ 2 yang dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut: ρ ρ 2 = ρ ρ φ φ 2 dari bentuk matriks ini diperoleh: φ = ρ ( ρ 2 ) dan φ ρ 2 = ρ 2 2 ρ ρ 2 dengan ρ = r dan ρ 2 = r 2 diperoleh harga estimasi awal untuk φ dan φ 2, sedangkan untuk menentukan jenis model diantara model yang berbeda, diperlukan pembahasan tentang fungsi autokorelasi parsial. 2.2..3 Autokorelasi Parsial Proses Autoregresif Autokorelasi parsial pada lag k dapat dipandang sebagai koefisien regresi φ kk dalam bentuk Z k = φ k Z t + φ k2 Z t 2 + + φ kk Z t k + a k. Bentuk ini mengukur korelasi antara Z k dan Z t k sesudah penyesuaian dibuat untuk variabel tengah Z t, Z t 2,, Z t k+. Autokorelasi parsial pada lag diberikan oleh koefisien regresi parsial dalam bentuk: Z t = φ Z t + a t Persamaan Yule Walker untuk model AR(), memberikan φ = ρ, hal ini karena tidak variabel tengah antara Z t dan Z t. Autokorelasi parsial pada lag 2 diberikan oleh koefisien regresi parsial φ 22 dalam bentuk: Z t = φ Z t + φ 22 Z t 2 + a t Dari persamaan Tule Walker untuk model AR(2) diperoleh: 28

ρ = φ + ρ φ 22 ρ 2 = ρ φ + φ 22 Koefisien φ 22 dapat dinyatakan sebagai: φ 22 = ρ 2 ρ 2 ρ 2 Secara umum, autokorelasi parsial lag k (φ kk ) diperoleh dari persamaan Yule Walker, yang dalam notasi matriks adalah sebagai berikut: ρ ρ 2 = ρ k ρ ρ p ρ ρ p 2 ρ 2 Λ ρ p 3 ρ p ρ p 2 φ φ 2 φ k Autokorelasi parsial φ kk sebagai fungsi autokorelasi parsial. Untuk mendapatkan φ kk, maka: φ kk = ρ ρ k ρ ρ k ρ ρ k 2 ρ ρ k 3 ρ 2 ρ k 2 ρ ρ k ρ ρ k 2 ρ k ρ k 2 ρ k 3 ρ ρ k 2 Beberapa bentuk fungsi autokorelasi parsial proses autoregresif adalah sebagai berikut: AR(): φ = ρ ; φ kk = 0, untuk k > AR(2): φ = ρ ; φ 22 = ρ 2 ρ 2 ρ 2 ; φ kk = 0, untuk k > p Sifat-sifat fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial dapat digunakan untuk menentukan jenis proses autoregresif. 2.2..4 Proses Moving Average Order q[ma(q)] Proses moving average tingkat q dikontruksikan dari model (2.9) dengan Ψ j = θ j dan Ψ j = 0 untuk j > q, sehinggga model MA(q) adalah: Z t = μ + θ a t + θ 2 a t 2 + + θ q a t q + a t (2.26) dengan a t ~N(0, σ 2 2 ) apabila operator Backshift diterapkan pada persamaan (2.26), maka diperoleh: Z t = μ + θ a t + θ 2 a t 2 + + θ q a t q + a t 29

Z t = μ + θa (B)a t dengan θ(b) = + θ B + θ 2 B 2 + + θ q B q Fungsi autokorelasi MA(q) diperoleh dengan menggunakan cara kedua seperti pada proses autoregresif order p, yaitu dengan mengalikan kedua sisi persamaan (2.26) dengan Z t k, kemudian mengambil nilai harapannya. Sehingga diperoleh fungsi autokovariansinya sebagai berikut: γ k = θ k + θ θ k+ + θ 2 θ k+2 + + θ q k θ q σ 2 (2.27) Untuk k = 0, maka γ 0 = + θ 2 + θ 2 2 + + θ 2 q σ 2 ρ k = γ k = θ k+θ θ k+ +θ 2 θ k+2 + +θ q k θ q γ 0 +θ 2 +θ 2 2 + +θ2 ; k q (2.28) q 0;k>q Estimasi awal dari parameter-parameter diperoleh dengan mensubsitusikan nilai autokorelasi empirik r k untuk ρ k pada persamaan (2.28) dan menyelesaikannya. Fungsi autokorelasi untuk model MA() diperoleh dari persamaan (2.28), dengan q =, sehingga diperoleh: ρ = θ +θ 2 0;k 2 ; k = (2.29) Estimasi awal dari θ diperoleh dengan cara mengganti ρ dan r pada persamaan (2.29) dan menyelesaikannya, dengan syarat θ <. Fungsi autokorelasi untuk model MA(2) diperoleh dari persamaan (2.28), dengan q = 2 sehingga diperoleh ρ = θ ( θ 2 ) +θ 2 +θ 2 2 (2.30) ρ 2 = θ 2 +θ 2 +θ 2 2 ρ k = 0; k 3 Estimasi awal dari θ dan θ 2 diperoleh dengan cara mengganti ρ dan ρ 2 berturutturut dengan r dan r 2 pada persamaan (2.30). 30

2.3. Model Runtun Waktu Nonstasioner Pembentukan model yang tepat dalam runtun waktu, pada umumnya menggunakan asumsi kestasioneran, sehingga jika terdapat kasus ketidakstasioneran, maka data tersebut harus distasionerkan terlebih dahulu sebelum melangkah lebih lanjut pada pembentukan model runtun waktu. Bentuk visual dari plot runtun waktu seringkali cukup meyakinkan bahwa suatu runtun waktu stasioner atau tidak stasioner, akan tetapi lebih meyakinkan lagi dengan membuat plot nilai-nilai autokorelasi tersebut turun sampai nol dengan cepat, sesudah lag kedua atau ketiga, maka data tersebut dapat dikatakan stasioner. Sedangkan jika nilai-nilai autokorelasinya turun sampai nol dengan lambat atau berbeda secara signifikan dari nol, maka data tersebut tidak stasioner. Menurut Box-Jenkins (976), bahwa runtun waktu yang tidak stasioner dapat diubah menjadi runtun waktu yang stasioner dengan melakukan deferensi berturutturut, yaitu dengan melihat barisan Z t, Z t,... dengan adalah operator diferensi, yang mempunyai nilai ( B) atau ( = B). 2.3.. Proses Autoregressive Inteagrated Moving Average (model ARIMA) Berdasarkan uraian didepan telah dikemukakan bahwa runtun waktu Z t yang takstasioner, dapat diubah manjadi stasioner dengan melakukan diferensi W t = Z t = ( B)Z t. Karena W t merupakan runtun yang stasioner, maka dapat menggunakan model ARMA untuk menggambarkan W t. Selanjutnya jika didefinisikan : W = Z Z t t t - Maka proses umum model ARMA (p,q) dapat ditulis dalam bentuk: W t = W t + 2 W t 2 + + p W t p + θ a t + + θ p a t p + a t Dengan substitusi dua persamaan tersebut, setelah dijabarkan akhirnya diperoleh: Z t = W t + W t + W t 2 + 3

Ini berarti bahwa Z dapat dipandang sebagai integrasi runtun waktu W, t t sehingga proses ARMA (p, q) dipandang sebagai integrated autoregressive-moving average proses disingkat ARIMA. Dengan demikian proses ARIMA (p, d, q) untuk {Z} merupakan proses ARIMA (p, q) untuk {W }, maka teori runtun waktu stasioner t berlaku pula untuk W. t Selanjutnya proses ARIMA yang tidak mempunyai bagian autoregresif (AR) ditulis sebagai integrated moving average ditulis sebagai ARIMA (0, d, q). Sedangkan proses ARIMA yang tidak mempunyai bagian moving average ditulis ARIMA (p, d, 0) atau autoregresif integrated [ARI(p, d, 0)]. 2.3.2. Proses ARIMA (p, d, 0) Bentuk umum proses ARIMA (p, d, 0) adalah : Ф(B){( B) d Z t μ} = a t dengan d 0 dengan a (t =..., -, 0,, 2...) variabel random independen terhadap N (0, σ 2 ), B t a menyatakan operator Backshift sehingga (B) = B 2 B 2 p B p Pada model ARIMA (p, d, 0) diatas apabila d = 0 maka akan diperoleh suatu runtun waktu yang stasioner, akan tetapi jika d > 0 maka akan diperoleh suatu runtun waktu yang tak stasioner (nonstasioner). Kedua bentuk ini akan dibahas secara detail pada bagian berikut ini. 2.3.2.. Model ARIMA (p, d, 0) jika d = 0 Model ARIMA (p, d, 0) untuk d = 0 sebagai berikut: (B){Z t μ} = a t atau (B)Z t = a t dengan Z t = Z t μ 32

Seperti pada proses AR () pada pembahasan sebelumnya, untuk memudahkan penulisan diambil μ = 0 sehingga diperoleh bentuk : (B)Z t = a t atau Z Z t 2 Z t 2 p Z t p = a t Z t = Z t + 2 Z t 2 + + p Z t p = a t Terlihat bahwa bentuk tersebut merupakan proses autogresif order p [AR (p)]. 2.3.2.2. Model ARIMA (p, d, 0) jika d > 0 Bentuk ARIMA (p, d, 0) untuk d > 0 merupakan proses nonstasioner, menurut uraian di depan telah dikemukakan bahwa runtun waktu Z yang nonstasioner dapat dibuat t menjadi runtun waktu yang stasioner dengan jalan melakukan differensi W = Δ d Z t t = ( - B) d Z t dan substitusi W pada model ARIMA (p, d, 0), maka diperoleh bentuk: t (B){W t μ} = a t Menurut Box-Jenkins (976), untuk d > 0 akan cocok jika diambil μ = 0, sehingga diperoleh bentuk: (B)W t = a t atau W t t W t 2 W t 2 p W t p = a t Terlihat bahwa W merupakan runtun yang stasioner dan merupakan proses autogresif t order p [AR (p)], dengan demikian maka dapat menggunakan model ARMA untuk menggambarkan W. Selanjutnya jika didefinisikan : t W = Z Z t t t- Maka proses umum model ARMA (p, q) dapat ditulis sebagai: W t = W t + 2 W t 2 + + p W t p + θ a t + θ 2 a t 2 + + θ q a t q + a t Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: Z t = W t + W t + W t 2 + W t 3 + (2. 40) 33

Bentuk ini menunjukan bahwa Z dapat dipandang sebagai integrasi runtun waktu W, t t sehingga proses ARMA (p, q) dipandang sebagai integrated autoregressive-moving average process disingkat ARIMA. Dengan demikian proses ARIMA (p, d, q) untuk {Z } merupakan proses ARMA (p, q) untuk {W }, ini berarti teori runtun waktu t t stasioner berlaku pula untuk W t. 2.4. Tinjauan Distribusi Normal Multivariate 2.4.. Fungsi Densitas Normal Multivariate Bersama, distribusi Marginal dan Distribusi Bersyarat Misalkan X varibel random berdistribusi normal (univariate) dengan mean μ dan variansi σ 2 biasanya dinyatakan dengan X~(μ, σ 2 ). Fungsi densitas dari X adalah : f(x) = σ 2π exp 2 x μ σ 2, < x <, < μ < dan σ > 0 (2.4) jika X,X 2,...,X p adalah variabel random berdistribusi independent N(μ, σ 2 ), maka vektor random X = X, X 2,, X p mempunyai fungsi densitas bersama: f x = f(x )f(x 2 ) f x p p = (2π) p exp (x i μ i )2 2σ σ 2 σ 2 i=, < x σ i <, < μ i < i p dan σ i > 0; i=,2,3,... (2.42) 2.4.2. Fungsi Likelihood dan Estimasi Maksimum Likelihood Setelah satu atau beberapa model sementara untuk suatu model sementara suatu runtun waktu kita identifikasikan, langkah selanjutnya adalah mencari estimasi terbaik atau paling efisien untuk parameter-parameter dalam model tersebut. 34

Contoh : Dipunyai data runtun waktu sebagai berikut 5,5 5,7 5,6 6,7 8,0 7,4 7,9 8,8 7,6 7,0 6, 5,7 5,9 7,9 20,3 20,4 20,2 20,5 0,9 20,9 2, 2,4 8,2 20, 2,4 2,3 2,9 2,3 20,4 20,4 20,7 20,7 20,9 23,0 24,9 26,5 25,6 26, 27,0 27,2 28, 28,0 29, 28,3 25,7 24,5 24,4 25,5 27,0 28,7 29, 29,0 29,6 3,2 30,6 29,8 27,6 27,7 29,0 30,3 3,0 32, 33,5 33,2 33,2 33,8 35,5 36,6 36,9 39,0 4,0 4,6 43,7 44,4 46,6 48,3 50,2 52, 54,0 56,0 Dari data asli setelah dilakukan perhitungan komputer diperoleh fak dan fakp sebagai berikut: k 2 3 4 5 6 7 8 9 r k 0,93 0,86 0,79 0,73 0,67 0,62 0,58 0,53 0,49 kk 0,93-0,03-0,02-0,0 0,02-0,0 0,02-0,02 0,0 k 0 2 3 4 5 6 7 8 r k 0,45 0,4 0,38 0,43 0,3 0,29 0,26 0,24 0,22 kk -0,03-0,0 0,02 Telah dihitung W = 0,5 S = 27,45 S 2 z = 94,23 S 2 w =,25 35

Dari fak dan fakp ditentukan model AR() : (W t W ) = (W t W ) + a t dengan W t = Z t Z t. Diperoleh estimasi parameter adalah = r = 0,36 dan σ 2 a = S 2 w ( 2 ) =,25( 0,36 2 ) =,09 maka model runtun waktu tersebut adalah:(w t 0,5) = 0,36(W t 0,5) + a t dimana nilai a t ~N(0, σ 2 a ). Metode untuk mengestimasikan harga parameter dari model suatu runtun waktu dengan menggunakan metode maksimum likelihood. Menurut Bain dan Engelhardt (992), metode maksimum likelihood menggunakan nilai dalam ruang parameter Ω yang bersesuai dengan harga kemungkinan maksimum dari data observasi sebagai estimasi dari parameter yang tidak diketahui. Dalam aplikasi L(θ) menunjukan fungsi densitas probabilitas bersama dari sample random. Jika Ω ruang parameter yang merupakan interval terbuka dan L(θ) merupakan fungsi yang dapat diturunkan serta diasumsikan maksimum pada Ω maka persamaan maksimum likelihoodnya adalah: (θ) L(θ) = 0 Jika penyelesaian dari persamaan tersebut ada, maka maksimum dari L(θ) dapat terpenuhi. Apabila tak terpenuhi maka fungsi L(θ) dapat dibuat logaritma naturnya, dengan ketentuan jika ln L(θ) maksimum maka L(θ) juga maksimum, sehingga persamaan logaritma natural likelihoodnya adalah: θ ln L(θ) = 0 Definisi 9 Fungsi densitas probabilitas bersama dari n variable random X, X 2,, X n yang observasi pada x, x 2,, x n di notasikan dengan f(x, x 2,, x n, θ). Untuk menentukan fungsi likelihood dari x, x 2,, x n yang merupakan θ dan dinotasikan dengan L(θ), dengan X, X 2,, X n adalah sampel random dari fungsi densitasprobabilitas f(x; θ) yang fungsi likelihoodnya adalah: L(θ) = f(x ; θ)f(x 2 ; θ) f(x n ; θ) = n j= f x j ; θ (Bain dan Engelhardt, 992 : 290) 36

Defenisi 0 n Misalkan L(θ) = f(x ; θ)f(x 2 ; θ) f(x n ; θ) = j= f x j ; θ, θε Ω yang merupakan fungsi densitas probabilitas bersama X, X 2,, X n. Bila diberikan himpunan dari observasi autoregresif, serta estimasi maksimum likelihood pada autoregresif (ARI) dan estimasi likelihood pada model ARIMA (,, 0) Box-Jenkins yang homogen. 37