KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

dokumen-dokumen yang mirip
KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 15 20

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB III METODE PENELITIAN

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

Inventarisasi Jenis-jenis Amfibi (Ordo Anura) di Areal Lahan Basah Sekitar Danau Sebedang Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas

BAB III METODE PENELITIAN

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (21 30)

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Keywords: Herpetofauna, species diversity, TNBBBR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 30 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT*

Keywords : Diversity in Cikaweni PPKAB Bodogol, Dominance, Inventory, Herpetofauna, VES with Time Search methods

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN HUTAN LARANGAN ADAT KENEGERIAN RUMBIO KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

JENIS-JENIS KATAK (AMPHIBI: ANURA) DI DESA KEPENUHAN HULU KECAMATAN KEPENUHAN HULU KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

III. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna ABSTRAK

DISTRIBUSI VERTIKAL ANURA DI GUNUNG SEBLAT KABUPATEN LEBONG, BENGKULU VERTICAL DISTRIBUTION OF ANURA IN SEBLAT MOUNT LEBONG REGENCY, BENGKULU

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Dinamika Faktor Lingkungan Terhadap Sebaran Horisontal dan Vertikal Katak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

EKOLOGI KUANTITATIF KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA SUAKA MARGASATWA NANTU PROVINSI GORONTALO. Disusun oleh : RIZKI KURNIA TOHIR E

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

IV. METODE PENELITIAN

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: ( Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

I.PENDAHULUAN. Amfibi merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

SPECIES AMPHIBIA PADA ZONA PEMANFAATAN TNKS JORONG PINCURAN TUJUH KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN. Mita Ria Azalia, Jasmi, Meliya Wati.

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. WANA HIJAU PESAGUAN, KALIMANTAN BARAT YUSUF MUHAMMAD

STUDI HABITAT PELANDUK

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. memiliki keanekaragaman spesies tertinggi di dunia, jumlahnya lebih dari

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

JENIS- JENIS AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN KELAPA SAWIT KANAGARIAN KUNANGAN PARIK RANTANG KABUPATEN SIJUNJUNG

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

Keanekaragaman Herpetofauna di Lahan Reklamasi Tambang Batubara PT Singlurus Pratama, Kalimantan Timur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian di Youth Camp terdapat

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

Transkripsi:

KEANEKARAGAMAN JENIS AMPIBI (Ordo Anura) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity of Amphibians Species (Ordo Anura) in Gunung Ambawang Protected Forest Areas Kubu District Kubu Raya Regency Indah Novita Sari, Bachrun Nurdjali dan Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jalan Imam Bonjol Pontianak 78124 e-mail : kde_indah@yahoo.com ABSTRACT The research aimed to know is for determine diversity of amphibians species as data in the amphibians conservation developments in the Gunung Ambawang Protected Forest Areas, Kubu District, Kubu Raya Regency. The method used in this research is a Visual Encounter Survey (VES) or Visual Encounter Survey combined with Transect System. The numbers of species found 11 species from 4 family s, with a total of 77 individuals consisted 3 individuals of Limnonectes malesianus, 4 individuals Rhacophorus pardalis, 18 individuals Limnonectes kuhlii, 4 individuals Hylarana baramica, 25 individuals Ansonia spinulifer, 4 individuals Fejevarya limnocharis, 1 individual Pseudobufo subasper, 6 individuals Hylarana chalconota, 4 individuals Hylarana erythraea, 3 individuals Bufo melanosticus and 5 individuals Hylarana nicobariensis. Highest diversity Index on aquatic habitats with the value = 0,8855, than for the transect level, highest diversity index on transect 1 with the value = 0,8846. Evenness index for each observation transect is not too different, the highest value on transect 4 (e = 0.6875), and the lowest on transect 6 (e = 0.5000). Similarity index between the aquatic habitat and terrestrial habitat by 84,21 % or more of most species are found in both habitats are almost same. Ansonia spinuliferis the greatest chance encounter with the value 0.6204 individuals per hour and the smallest chance encounter is Pseudobufo subasperwith the value 0.0278 individuals per hour with the total of chance encounter 1.9074 individuals per hour. Keywords: Amphibians, Anura, Gunung Ambawang, Diversity PENDAHULUAN Hutan merupakan suatu asosiasi tumbuh-tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon atau vegetasi berkayu lainnya yang menempati suatu areal yang cukup luas sehingga akan membentuk iklim mikro dan kondisi ekologis yang khas, yang berbeda dengan iklim dan kondisi dari arealnya, sedangkan Hutan lindung merupakan kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah tetap dapat berjalan dandapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitar. Hutan bukan hanya dikuasai oleh pohon, tetapi juga tumbuhan kecil seperti lumut, semak belukar, bunga-bunga hutan dan beranekaragam jenis hewan salah satunya adalah amfibi. Amfibi merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang menghuni habitat perairan, daratan hingga arboreal. Dalam ekosistem, amfibi memegang peran penting terhadap rantai 116

makanan, keseimbangan alam, dan beberapa jenis tertentu dapat menjadi bioindikator kerusakan lingkungan. Hutan Lindung Gunung Ambawang termasuk dalam tipe hutan dataran rendah dengan luas wilayah 1.759.99 Ha, yang berbatasan dengan wilayah kerja perusahaan perkebunan. Adanya aktifitas yang ditemukan seperti penambangan tanah merah untuk membangun jalan akses perkebunan dan merubah wilayah tersebut menjadi kebun karet dan kebun sawit, tentu saja berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis amfibi yang terdapat di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis amfibi (Ordo Anura) dalam Kawasan Hutan Lindung Gunung Ambawang Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya. Keanekaragaman jenis amfibi merupakan kekayaan sumberdaya alam yang harus dilestarikan sehingga keseimbangan struktur hutan dapat terjaga dengan baik khususnya dalam Kawasan Hutan Lindung Gunung Ambawang Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Hutan Lindung Gunung Ambawang Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya mulai tanggal 5 April sampai dengan 26 April 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Visual Encounter Survey (VES) (Heyeret al.1994) yang dikombinasikan dengan Sistem Jalur (Transek Sampling). Jumlah jalur yang dibuat sebanyak 6 jalur, yang terdiri dari 3 jalur akuatik (jalur 1, 2, 3) dan 3 jalur terrestrial (jalur 4, 5, 6). Habitat akuatik dibuat jalur dengan panjang 200 meter (m) dengan lebar jalur yang disesuaikan dengan lebar sungai. Peletakan jalur akuatik dibuat dengan menyusuri sungai dari hilir sampai hulu sungai berdasarkan ketinggian tempat (m dpl) yaitu (50-150 m dpl, 151-250 m dpl, dan> 251 m dpl). Sedangkan untuk peletakan jalur habitat terrestrial jalur dibuat sepanjang 600 m (disesuaikan dengan kondisi lapangan) berdasarkan ketinggian tempat (m dpl) yaitu (50-150 m dpl, 151-250 m dpl, dan >251 m dpl) dengan lebar 4 m, mengikuti jalur permanen yang telah ada (jalan setapak). Setiap 20 m pada jalur dilakukan penandaan menggunakan pita warna dan dilakukan penulisan jarak pada pita warna tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penentuan titik tempat ditemukannya amfibi pada jalur pengamatan. Pengambilan data dilakukan malam hari pada pukul 19.00 sampai pukul 04.00 WIB dengan tiga kali pengulangan pada jalur yang sama. Amfibi yang dijumpai, ditangkap untuk diamati morfologinya sebagian ditangkap dan diawetkan untuk kepentingan identifikasi. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang diambil yaitu data satwa amfibi, meliputi jenis, jumlah individu tiap jenis, ukuran Snout Vent Length (SVL) yaitu panjang tubuh dari moncong hingga kloaka tiap jenis, saat 117

ditemukan, perilaku dan posisi satwa di lingkungan habitatnya. Data habitat substrat/lingkungan tempat ditemukan, tipe vegetasi dan ketinggian, posisi vertikal terhadap badan air, posisi horizontal terhadap permukaan tanah, suhu udara, suhu air, kelembaban udara, ph air, dan data fisik lainnya. Keadaan umum lokasi penelitian,dan informasi tentang amfibi yang berupa studi artikel, jurnal dan tentang satwa amfibi pada habitatnya serta data penunjang lainnya. Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah : Analisis Habitat, Deskripsi Jenis Amfibi, Indeks Kelimpahan Relatif, Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kemerataan Jenis, Indeks Kesamaan Jenis, Peluang Perjumpaan. Data habitat dianalisis secara deskriptif didasarkan pada kenyataan yang ada di lapangan meliputi temperature suhu udara, kelembaban udara, suhu air, ph air, dan jenis tanah di lokasi penelitian. Analisis data habitat ini dihubungkan dengan keanekaragaman spesies yang ditemui di lokasi penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Habitat Habitat amfibi dalam kawasan Gunung Ambawang Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya dibagi menjadi dua habitat besar yaitu akuatik dan teresterial. Habitat akuatik berupa aliran sungai yang dimulai dari hilir sungai dengan ketinggian 50 m dpl - >251 m dpl. Pada habitat ini terdapat bendungan yang dialirkan kepemukiman masyarakat. Habitat terestrial meliputi kebun masyarakat, hutan sekunder dan hutan primer yang dimulai dari ketinggian 50 m dpl - >251 m dpl. Vegetasi yang mendominasi antara lain dari famili Euphorbiaceae, Bombaceae, Dipterocarpaceae dengan lantai hutan yang ditutupi oleh serasah. Tabel 1. Keadaan Suhu Udara, Suhu Air, Kelembaban, ph Air dan Cuaca Pada Saat Pengamatan (State Temperature, Water Temperature, Humidity, ph of the Water and the Weather at Time of Observation). Jalur Habitat Suhu Suhu Air Kelembaban ph Cuaca Udara (ºC) (ºC) (%) Air 1 Akuatik 25 28 25 27 68 73 6 Mendung, hujan 2 Akuatik 25 28 25 26 69 75 6 Cerah, Hujan 3 Akuatik 25 28 25 26 69 75 6 Cerah,Mendung, Hujan 4 Terestrial 26 30 73 80 Cerah, Mendung, Hujan 5 Terestrial 26 30 73 80 Cerah, Mendung, Hujan 6 Terestrial 26 31 75 80 Cerah, Hujan Kisaran suhu di setiap lokasi masih tergolong baik bagi pertumbuhan dan perkembangan amfibi, Kanna (2005) mengatakan secara umum, katak dapat hidup di sembarang tempat, baik pantai maupun dataran tinggi, dengan suhu air 118

antara 20ºC - 35ºC. Amfibi memerlukan kelembaban yang cukup untuk melindungi diri dari kekeringan pada kulitnya (Iskandar, 1998). Hasil pengukuram kelembaban udara di lokasi penelitian berkisar antara 68% - 80 %,kelembaban udara disetiap lokasi penelitianmasih mampu mendukung kehidupan amfibi. Kelembaban di hutan relatif lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh adanya penutupan tajuk pohon yang menghalangi sinar matahari dan angin (Inger, 1966). Hasil pengukuran untuk ph air yang dilakukan pada habitat akuatik diperoleh kisaran ph 6 yang menunjukkan bahwa kondisi air yang netral. Menurut Payne (1986) dalam Darmawan, (2008) menyatakan bahwa kisaran ph air yang berada di tropis adalah antara 4,3 sampai 7,5. Dari hasil pengukuran suhu selama di lapangan diperoleh kisaran suhu udara yaitu 25ºC - 28ºC, suhu air 25ºC - 27ºC dengan kelembaban udara 68% 80%. Data ph air di habitat akuatik diperoleh kisaran ph 6 yang menunjukkan bahwa kondisi air netral. Cuaca selama pengamatan cerah walaupun kadangkadang terjadi mendung dan hujan. Kisaran ukuran dan berat tubuh, sebaran ekologis, dan aktivitas amfibi Berdasarkan hasil pengukuran kisaran tubuh masing-masing jenis diperoleh jumlah kisaran ukuran terkecil yaitu Hylarana chalconota dengan kisaran ukuran SVL minimum 20 mm dan maksimum 64 mm. Kisaran ukuran terbesar yaitu Rhacophorus pardalis dengan kisaran ukuran SVL minimum 65 mm dan maksimum 80 mm. Sedangkan kisaran tubuh masingmasing jenis diperoleh jumlah kisaran berat tubuh teringan yaitu Ansonia spinulifer, Hylarana erythraea, Hylarana chalconota, dengan kisaran berat tubuh 0,2 gram, dan kisaran berat tubuh terberat yaitu Pseudobufo subasper dengan kisaran berat tubuh 40 gram. Aktivitas yang sering ditemui saat pengamatan adalah diam. Sebagian besar amfibi mencari makan dengan strategi diam dan menunggu (Duellman & Carpenter, 1998 dalam Himavoka, 2008). Jenis-jenis yang paling sensitif saat ditemukan adalah genus Limnonectes antara lain Limnonectes malesianus, Katak jenis ini akan segera melompat kesekitar atau menyelam kedalam air. Jenis-jenis lain yang juga segera melompat saat ditemukan adalah Fejervarya limnocharis, Hylarana nicobariensis, dan Rhacophorus pardalis sedang beraktivitas kawin (amplexus) saat ditemukan. Indeks Kelimpahan Relatif Hasil perhitungan indeks kelimpahan jenis menunjukkan bahwa Ansonia spinulifer memiliki jumlah indeks kelimpahan relatif paling tinggi yaitu 33 %, Limnonectes kuhlii 23 %, sedangkan jenis paling rendah yaitu 1% jenis untuk Pseudobufo subasper. Hal ini disebabkan karena kondisi lokasi pengamatan yang terjal dan sulit di temukan genangan Air. Presentase kelimpahan relatif tinggi yaitu jalur 1 dengan nilai 31%, jalur 2 119

dengan nilai 22%, jalur 3 dengan nilai 14%, jalur 4 dengan nilai 21%, jalur 5 dengan nilai 7%, dan terendah pada jalur 6 dengan nilai 5%. Menurut Mackinnon (2000) ditempat yang tinggi, sinar matahari lebih sedikit kehilangan energi karena melalui lapisan udara yang lebih tipis. Penyinaran pada permukaan tanah sangat intensif sehingga suhu di dekat tanah jauh lebih tinggi dari pada suhu udara di sekelilingnya. Keadaan ini mengubah penutupan awan, dimana suhu yang tinggi meningkatkan evaporasi dan meningkatkan kapasitas udara menahan air sehingga meningkatkan kandungan uap air Foster (2001) dalam Kusrini (2007). Presentase kelimpahan relatif famili tertinggi yaitu pada famili Bufonidae dengan nilai 38%, kemudian Dicroglossidae dengan nilai 32%, Ranidae dengan nilai 25 % dan nilai terendah pada famili Rhacophoridae dengan nilai 5%. hal ini dikarenakan katak ini memiliki penyebaran yang sangat luas di Indonesia (Iskandar, 1998) dan famili Rhacophoridae dengan kelimpahan relatif terendah, karena jenis katak ini merupakan katak pohon yang hidup pada pepohonan di dalam hutan (Iskandar, 1998). Jenis amfibi yang ditemukan sebanyak 11 jenis amfibi dari 4 famili dengan total 77 individu. Keempat famili tersebut yaitu famili Rhacophoridae (1 jenis dengan 4 individu), famili Bufonidae (3 jenis dengan 29 individu), famili Ranidae (4 jenis dengan 19 individu), famili Dicroglossidae (3 jenis dengan 25 individu) Tabel 2. Daftar Jenis dan Total IndividuAmfibi yang Ditemukan Selama Pengamatan (List of Species and Total Individual Ampihibians that Found in Observation) No Jenis Famili Habitat Jumlah Akuatik Terrestrial 1 Limnonectes kuhlii Dicroglossidae 10 8 18 2 Limnonectes malesianus Dicroglossidae 1 2 3 3 Rhacophorus pardalis Rhacophoridae 4-4 4 Ansonia spinulifer Bufonidae 17 8 25 5 Fejevarya limnocharis Dicroglossidae 2 2 4 6 Pseudobufo subasper Bufonidae 1-1 7 Bufo melonosticus Bufonidae 2 1 3 8 Hylarana baramica Ranidae 3 1 4 9 Hylarana chalconota Ranidae 4 2 6 10 Hylarana erythraea Ranidae 4-4 11 Hylarana nicobariensis Ranidae 4 1 5 Jumlah 52 25 77 120

Amfibi yang ditemukan kebanyakan merupakan penghuni habitat spesialis (penghuni habitat tertentu) yang hanya ditemukan di habitat akuatik saja. Habitat ini memiliki jumlah individu lebih banyak dibandingkan habitat terestrial. Jumlah yang didapatkan sebanyak 52 individu dari 11 jenis karena amfibi sangat tergantung terhadap air, walaupun amfibi dewasa sering terlihat jauh dari air, tapi untuk breeding, menyimpan telur dan berudu, amfibi sangat membutuhkan air (Kusrini, 2007). Komponen utama dari keanekaragaman adalah keragaman dan 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0.8846 0.8124 0.6923 kemerataan dalam pembagian individu yang merata di antara jenis, apabila jenis yang dominan banyak maka nilai keanekaragaman akan rendah (Odum, 1993). Indeks Keanekaragaman Jenis Hasil pengolahan data Indeks keanekaragaman jenis pada tiap jalur pengamatan terlihat berbeda, jalur 1 memiliki indeks keragaman tertinggi (H = 0,8846) sedangkan jalur 6 memiliki indeks keragaman terendah (H = 0,3010). 0.8278 0.4581 0.3010 Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 H' Gambar 1.Grafik Indeks Keanekaragaman Berdasarkan Jalur Pengamatan (Grafic Index of Diversity Based on Transect) Indeks keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada habitat akuatik (H = 0,8855) dan habitat terrestrial terendah (H = 0,7477). 121

0.86 0.84 0.82 0.8 0.78 0.8855 H' 0.76 0.74 Akuatik 0.7477 Terestrial Gambar 2. Grafik Indeks Keanekragaman Berdasarkan Habitat (Grafic Index of Divertivication Based on Observation) menentukan jumlah jenis penghuninya Nilai keanekaragaman jenis amfibi tertinggi terletak pada jalur 1 (H= 0,8846) (Alikodra, 2010). Menurut Jeffries (1997), faktor yang sedangkan yang terendah terletak pada juga mempengaruhi tinggi rendahnya jalur 6 (H= 0,3010) dan berdasarkan keanekaragaman adalah luas areal dan habitat, keanekaragaman jenis amfibi keberagaman habitat. Cox (1976) dalam tertinggi terletak pada habitat akuatik Darmawan (2008) menjelaskan tingginya (H= 0,8855) sedangkan yang terendah keanekaragaman menunjukkan adanya terletak pada habitat terestrial (H= hubungan antar komponen dalam 0,7477). Berdasarkan analisis data, maka komunitas. Van Helvort (1981) nilai keanekaragaman untuk habitat mengatakan bahwa keanekaragaman terestrial (H= 0,7477) dan habitat akuatik (H = 0,8855), keanekaragaman jenis pada satu transek tergolong melimpah dengan tingkat rendah. Semakin tinggi nilai H berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah individu setiap jenis penyusun komunitas. Indeks Kemerataan Jenis mengindikasikan semakin tinggi jumlah Indeks kemerataan jenis untuk spesies dan semakin tinggi kelimpahan relatifnya (Winarni, 2005). Hal ini bisa masing-masing jalur pengamatan tidak terlalu berbeda, nilai tertinggi pada jalur 4 terjadi karena letak geografis antar (e = 0,6875), dan terendah pada jalur 6 (e anggota kelompok yang saling = 0,5000). berdekatan, letak geografis dapat 122

0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0.6409 0.6602 0.6648 0.6875 0.6555 0.5000 Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 e Gambar 3. Indeks Kemerataan Berdasarkan Jalur Pengamatan (Index Equity Base on Observation) Berdasarkan analisis data, jenis amfibi pada jalur 4 tergolong relatif merata atau jumlah individu masing- sama masing jenis hampir relatif sedangkan jalur 6 tergolong rendah yang artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing jenis sangat jauh berbeda. Dari semua jalur pengamatan, jenis yang sering teramati yaitu Ansonia spinulifer sebanyak 25 individu. Kisaran nilai kemerataan jenis antara 0 sampai 1, yang mana nilai 0 berarti kemerataan antara spesies rendah dan nilai 1 berarti kemerataan antara spesies tinggi (Fachrul, 2007). Indeks Kesamaan Jenis Indeks kesamaan jenis antara habitat akuatik dan habitat terestrial sebesar 84,21% atau lebih dari sebagian jenis yang ditemukan pada kedua habitat tersebut adalah hampir sama. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan jumlah jenis yang didapat pada habitat akuatik 11 jenis dan pada habitat terrestrial 8 jenis. Sedangkan jumlah yang terdapat pada kedua habitat yaitu 8 jenis. Peluang Perjumpaan Peluang perjumpaan terbesar Ansonia spinulifer yaitu 0,6204 individu/jam dan peluang perjumpaan terkecil Pseudobufo subasper yaitu 0,0278 individu/jam dengann total peluang perjumpaan sebesar 1,9074 individu/jam. Peluang perjumpaan ini erat kaitannya dengan kelimpahan jenis, dimana jenis yang mempunyai kelimpahan tinggi, mempunyai peluang perjumpaan yang tinggi pula. Setiap jenis memiliki peluang perjumpaan, selain mengetahui kebiasaan hidupnya penting juga memprediksikan jenis yang dijumpai berdasarkan makro habitatnya yaitu akuatik, terestrial, fossorial atau arboreal (Mistar, 2003). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kondisi lingkungan baik suhu udara, suhu air, kelembaban udara, dan 123

ph air di kawasan penelitian sangat mendukung untuk kehidupan dan perkembangbiakkan amfibi. Saran Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan dapat dilakukan pada musim yang berbeda mengingat pengaruh iklim sangat berpengaruh terhadap pola perilaku amfibi. DAFTAR PUSTAKA Alikodra.2010. Pengelolaan Satwa Liar Dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Institut Pertanian Bogor Pres, Bogor. Darmawan B. 2008. Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat; Studi Kasus di Eks-HPH PT. Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi Skripsi. Fakultas Kehutanan, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fachrul M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. BumiAksara. Jakarta. Heyer, W.R., M.A. Donnely, R.W. McDiarmid, L.C. Hayek dan M.S. Foster. 1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Smithsonian Institution Press, Washington. Himakova. 2008. Studi Konservasi Lingkungan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Inger RF. 1966. The Systematics and Zoogeography of The Amphibia of Borneo. Field Museum of Natural History. Chicago, U. S. A. Iskandar, D. T. 1998. Amfibi Jawa dan Bali - Seri Panduan Lapangan. Puslitbang LIPI, Bogor. Kanna I. 2005. Bulfrog Pembenihan dan Pembesaran-Seri Budi Daya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Kusrini MD, Endarwin W, UI-Hasanah A, Yazid M. 2007.Metode Pengamatan Herpetofauna di Taman Nasional Batimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Modul PelatihanTanggal 30 Agustus 2 September 2007. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mackinnon K, Gusti H., Hakimah H., Artur M.. 2000. Ekologi Kalimantan. Buku III. Prenhallindo, Jakarta. Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Lenser. The Gibbon Fodation & PILI-NGO Movement, Bogor. 124

Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Winarni N, L. 2005. Analisa Sederhana Dalam Ekologi Hidupan Liar. Pelatihan Survey Biodiversitas, Way Canguk. 125