BAB II TINAJUAN PUSTAKA. kali digunakan untuk prosedur pembedahan pada abad ke Blok sentral. penggunaan obat anestesi lokal yang lebih aman.

dokumen-dokumen yang mirip
FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sudah Siap Untuk Belajar?

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid.

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

ANESTESI REGIONAL. Department of Anesthesiology Faculty Of Medicine Padjadjaran University

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

Pengantar Farmakologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

ANESTESI REGIONAL. Intan Arvianty Maretta Prihardini H. Preceptor:Riri Risanti, dr. Sp.An.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seventh Report of Joint National Commite on Prevention, Detection, Evaluation,

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut :

PRESENTASI KASUS ANESTESI SPINAL. Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Stase Anestesi di RSUD Tidar Magelang

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

Kesetimbangan asam basa tubuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi lebih luas daripada anestesi spinal. Blok epidural dapat dilakukan pada

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

BAB I PENDAHULUAN. keadaan cukup istirahat maupun dalam keadaan tenang. 2

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengantar Farmakologi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan nyeri pascaoperasi dengan nilai VAS 7-8 sehingga manajemen

Pengantar Farmakologi Keperawatan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1. ANESTESI SPINAL 2.1.1. Sejarah Anestesi Spinal Anestesi spinal termasuk ke dalam teknik neuroaksial blok, yang terdiri dari blokade spinal, kaudal, dan epidural. Blokade spinal, kaudal, dan epidural pertama kali digunakan untuk prosedur pembedahan pada abad ke 20. 2 Blok sentral tersebut secara luas digunakan sebelum tahun 1940 sampai meningkatnya laporan tentang terjadinya gangguan neurologis permanen. Akan tetapi, suatu penelitian epidemiologis yang besar tahun 1950 menunjukkan bahwa sesungguhnya komplikasi jarang terjadi bila blok dilakukan dengan teknik yang benar dan penggunaan obat anestesi lokal yang lebih aman. 2 Anestesi atau analgesi spinal pertama diberikan pada tahun 1885 oleh James Leonard Corning (1855-1923), yang merupakan seorang ahli saraf di New York. Ia bereksperimen dengan kokain pada saraf tulang belakang anjing, tetapi ketika itu dia secara tidak sengaja menembus duramater. Anestesi spinal pertama direncanakan untuk operasi pada manusia dilakukan oleh Agustus Bier (1861-1949) tanggal 16 Agustus 1898, di Kiel, ketika ia menyuntikkan 3 ml larutan kokain 0,5% pada pasien 34 tahun. 3,13,14 Setelah menggunakannya pada 6 pasien, dia dan asistennya masing-masing menyuntikkan kokain ke dalam tulang belakang pasien yang lain. Karena efektifivitasnya (anestesi spinal), maka mereka 9

merekomendasikan anestesi spinal untuk operasi kaki, tetapi mereka akhirnya tidak menggunakan lagi anestesi spinal karena toksisitas kokain. Sampai saat ini Agustus Bier dikenal sebagai Bapak anestesi spinal. 3,13,14 2.1.2. Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Spinal Anestesi spinal umumnya digunakan untuk prosedur bedah melibatkan daerah abdomen bagian bawah, perineum, dan ekstremitas bawah. 2,3,15-17 Meskipun teknik ini juga bisa digunakan untuk operasi abdomen bagian atas, sebagian menganggap lebih baik untuk menggunakan anestesi umum untuk memastikan kenyamanan pasien. 17 Selain itu, blok ekstensif diperlukan untuk operasi abdomen bagian atas dan cara ini mungkin memiliki dampak negatif pada ventilasi dan oksigenasi. 17 Bila dipertimbangkan untuk melakukan neuroaksial anestesi, resiko dan keuntungan harus didiskusikan dengan pasien, dan informed consent harus dilakukan. Mempersiapkan mental pasien adalah hal yang penting karena pilihan teknik anestesi bergantung pada tipe pembedahan. Pasien harus mengerti bahwa mereka akan merasa lumpuh sampai efek blokade hilang. 2 Ada kontraindikasi absolut dan relatif terhadap anestesi spinal. Satusatunya kontraindikasi absolut adalah penolakan pasien, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis tertentu, koagulopati darah, dan peningkatan tekanan intrakranial. 2,3,14,15-18 Kontraindikasi relatif meliputi sepsis yang berbeda dari tempat tusukan (misalnya, korioamnionitis atau infeksi ekstremitas bawah) dan lama operasi yang waktunya belum bisa diperkirakan. 10

Dari kasus yang pertama, jika pasien diobati dengan antibiotik dan tanda-tanda vital stabil, anestesi spinal dapat dipertimbangkan. 2,3,18 Sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus memeriksa kembali pasien untuk mencari tanda-tanda infeksi kulit di tempat suntikan karena dapat beresiko menyebabkan infeksi SSP akibat tindakan anestesi spinal. 2,3,16 Ketidakstabilan hemodinamik pra-operasi atau hipovolemia meningkatkan resiko hipotensi setelah tindakan anestesi spinal. 3 Tekanan intrakranial yang tinggi meningkatkan resiko herniasi unkal ketika CSF (Cerebro Spinal Fluid) hilang melalui jarum spinal. 3 Kelainan koagulasi meningkatkan resiko pembentukan hematoma. 2,3,14-18 Hal ini juga penting untuk berkomunikasi dengan ahli bedah dalam menentukan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan operasi, sebelum dilakukan tindakan anestesi spinal. Anestesi spinal yang diberikan tidak dapat berlangsung lama sehingga jika durasi operasi tidak bisa diperkirakan lamanya maka anestesi spinal tidak dapat dipergunakan pada operasi tersebut. Mengetahui durasi operasi membantu ahli anestesi menentukan anestesi lokal yang akan digunakan, penambahan seperti epinefrin, dan apakah kateter spinal diperlukan atau tidak. 3 Melakukan anestesi spinal pada pasien dengan penyakit-penyakit neurologi, seperti multiple sclerosis, adalah kontroversial. 3,16,18 Dalam percobaan in vitro yang menunjukkan bahwa saraf demyelinated lebih rentan terhadap toksisitas anestesi lokal. 3,18 Namun, tidak ada studi klinis yang meyakinkan dan menunjukkan bahwa anestesi spinal dapat memperburuk penyakit neurologis yang 11

sudah ada. 3,18 Memang nyeri perioperatif, stres, demam, dan kelelahan dapat memperburuk penyakit, sehingga blok neuraksial bebas stress mungkin lebih disukai untuk pembedahan. 3,18 Sakit punggung kronis tidak mewakili kontraindikasi teknik anestesi spinal, meskipun para klinisi mungkin menghindari teknik ini karena tindakan anestesi spinal dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri paska operasi meskipun belum ada bukti yang saling menguatkan antara nyeri eksaserbasi paska operasi yang diakibatkan oleh anestesi spinal. 16 Pasien dengan stenosis mitral, hipertrofi idiopatik stenosis subaorta, dan stenosis aorta, tidak toleran terhadap penurunan akut dari resistensi vaskuler sistemik. 16 Dengan demikian, meskipun tidak kontraindikasi, blok neuraksial harus digunakan hati-hati dalamkasus tersebut. 16 Penyakit jantung secara signifikan dapat menimbulkan kontraindikasi relatif untuk anestesia ketika tingkat sensorik mencapai lebih darit6. 3,18 Cacat parah dari kolum tulang belakang dapat meningkatkan kesulitan dalam memasukkan obat anestesi spinal. Artritis, kifoskoliosis, dan operasi fusi lumbalsebelumnya bukan kontraindikasi untuk anestesi spinal. 3,18 Hal ini penting untuk memeriksa kembali pasien dalam menentukan kelainan anatomi sebelum melakukan anestesi spinal. 3,18 2.1.3. Farmakologi Anestesi Lokal Kebanyakan anestesi lokal mengikat pada saluran natrium secara reversibel, menghambat influks natrium pada keadaan inaktif, mencegah aktivasi saluran dan influks sementara dari natrium dalam jumlah besar akibat dari depolarisasi 12

membran. 2,20 Hal ini tidak mengganggu potensial membran saat istirahat atau ambang rangsang, tetapi akan memperlambat tingkat depolarisasi jika konsentrasi anestesi lokal makin ditingkatkan. 2,20,21 Aksi potensial dan hantaran saraf tidak dimulai karena ambang rangsang tidak pernah terlewati. Anestesi lokal memiliki afinitas yang besar terhadap saluran natrium yang aktif daripada yang tidak aktif dalam keadaan istirahat. 2,20,21 Pilihan obat anestesi lokal didasarkan pada potensi obat, onset (mula kerja) dan durasi kerja anestesi, serta efek samping obat. Gambar 1. Struktur ester dan amida. Dua kelompok yang berbeda dari anestesi lokal yang digunakan dalam anestesi spinal yaitu ester dan amida (Gambar 1), ditandai dengan ikatan yang menghubungkan bagian aromatik dan rantai menengah. Ester berisi link ester antara bagian aromatik dan rantai menengah, contoh termasuk procaine, kloroprocaine, dan tetracaine. 2,3,16,17,20 Amida berisi link amida antara bagian aromatik dan rantai menengah, contohnya bupivacaine, levobupivacaine, ropivacaine, etidocaine, lidocaine, mepivacaine, dan prilocaine. Meskipun metabolisme penting untuk menentukan 13

aktivitas anestesi lokal, kelarutan lemak, protein yang mengikat, dan pka juga mempengaruhi aktivitas. 2,3,16,22 Kelarutan lemak berkaitan dengan potensi anestesi lokal. Kelarutan lemak yang rendah menunjukkan bahwa konsentrasi yang lebih tinggi dari anestesi lokal harus diberikan untuk mendapatkan blokade saraf. 2,3,16,17,20 Sebaliknya, kelarutan lemak yang tinggi menghasilkan anestesi pada konsentrasi rendah. 3 Ikatan terhadap protein plasma mempengaruhi durasi kerja anestesi lokal. Ikatan obat anestesi lokal yang tinggi terhadap protein plasma menyebabkan obat tersebut memiliki durasi kerja yang lama juga. 3 Mula kerja berkaitan dengan jumlah anestesi lokal yang tersedia dalam bentuk basa. pka anestesi lokal adalah ph dimana bentuk-bentuk terionisasi dan tidak terionisasi yang tersedia sama di dalam larutan, yang penting karena bentuk terionisasi memungkinkan anestesi lokal untuk menyebar di seluruh selubung saraf lipofilik dan mencapai saluran natrium dalam membran saraf. 2,3 pka berarti ph pada saat 50% molekul basa bebas dan 50% molekul dengan muatan ion positif. 25 Bila ditambahkan bikarbonat, ph akan meningkat sebanding dengan molekul basa bebas, molekul akan bebas melintasi membran akson dengan mudah dan secara farmakologis bekerja lebih cepat. 25 Sebaliknya pada ph rendah atau asam akan lebih sedikit molekul basa bebas melintasi membran akson dengan aksi farmakologis lebih lambat. Kebanyakan anestesi lokal mengikuti aturan bahwa semakin rendah pka, semakin cepat terjadinya aksi dan sebaliknya. 2,3 14

Farmakokinetik anestesi lokal termasuk penyerapan dan eliminasi obat. Empat faktor yang berperan dalam penyerapan anestesi lokal di ruang subarachnoid ke dalam jaringan saraf, (1) konsentrasi anestesi lokal di CSF, (2) luas permukaan jaringan saraf terkena CSF, (3) kadar lemak jaringan saraf, dan (4) aliran darah ke saraf. 2,3,20 Penyerapan anestesi lokal paling besar adalah di tempat suntikan, konsentrasi obat tertinggi di CSF dan menurun di atas dan di bawah tempat tersebut. Penyerapan dan penyebaran anestesi lokal setelah injeksi spinal ditentukan oleh beberapa faktor termasuk dosis, volume, barisitas anestesi lokal, posisi pasien serta ada tidaknya penambahan vasokonstriktor pada anestesi lokal. 2,3,20 Setelah injeksi ke daerah serabut saraf yang akan diblok, anestesi lokal diserap ke dalam darah. Anestesi lokal golongan ester dengan cepat dihidrolisis oleh butyrylcholinesterase dalam darah. 2,3,20 Anestesi lokal golongan amida dapat secara luas didistribusikan melalui sirkulasi. Anestesi lokal golongan amida dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati. Dengan demikian, waktu paruh obat ini secara signifikan lebih lama dan toksisitas lebih mungkin untuk terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati. 2,3,20 Kedua akar saraf dan sumsum tulang belakang mengambil anestesi lokal setelah diinjeksikan ke dalam ruang subarachnoid. 3 Makin luas permukaan saraf yang terkena anestesi lokal maka makin besar penyerapan anestesi lokal tersebut. 3 Sumsum tulang belakang memiliki dua mekanisme untuk penyerapan anestesi lokal. Mekanisme pertama adalah dengan difusi dari CSF ke piamater dan ke 15

sumsum tulang belakang, yang merupakan proses yang lambat. 2,3 Metode kedua adalah serapan anestesi lokal dengan cara ekstensi ke dalam ruang dari Virchow- Robin, yang merupakan daerah dari piamater yang dikelilingi oleh pembuluh darah yang menembus sistem saraf pusat. 3 Ruang-ruang Virchow-Robin terhubung dengan celah perineuronal yang mengelilingi badan sel saraf di sumsum tulang belakang dan menembus ke daerah yang lebih dalam dari sumsum tulang belakang. 3 Kadar lemak menentukan penyerapan anestesi lokal. Jaringan saraf yang bermielin dalam ruang subarachnoid mengandung konsentrasi tinggi anestesi lokal setelah injeksi. 3 Semakin tinggi derajat mielinisasi, semakin tinggi konsentrasi anestesi lokal, karena ada kandungan lemak yang tinggi dalam myelin. Jika daerah akar saraf tidak mengandung mielin, peningkatan resiko kerusakan saraf dapat terjadi pada area tersebut. 3 Aliran darah menentukan tingkat eliminasi anestesi lokal dari jaringan saraf tulang belakang. Semakin cepat aliran darah di sumsum tulang belakang, semakin cepat pula anestesi yang tereliminasi. 3 Hal ini sebagian dapat menjelaskan mengapa konsentrasi anestesi lokal lebih besar di posterior sumsum tulang belakang daripada anterior, meskipun anterior lebih mudah diakses oleh ruang Virchow-Robin. 3 Setelah anestesi spinal diberikan, aliran darah dapat ditingkatkan atau diturunkan ke sumsum tulang belakang, tergantung pada anestesi lokal tertentu yang diberikan, misalnya tetracaine yang dapat 16

meningkatkan aliran darah tetapi lidocaine dan bupivacaine menguranginya, serta mempengaruhi eliminasi anestesi lokal. 3 Eliminasi anestesi lokal dari ruang subarachnoid adalah dengan penyerapan vaskular dalam ruang epidural dan ruang subarachnoid. 3 Anestesi lokal berjalan melintasi dura di kedua arah. Dalam ruang epidural, penyerapan pembuluh darah dapat terjadi, seperti dalam ruang subarachnoid. Pasokan pembuluh darah banyak terdapat di sumsum tulang belakang dan piamater. 3 Karena perfusi pembuluh darah ke sumsum tulang belakang bervariasi, laju eliminasi anestesi lokal juga bervariasi. 2,3 Secara umum anestesi lokal memiliki beberapa karakteristik berdasarkan farmakodinamik obat: 2,3,16,20 1. Anestesi lokal khususnya memblokir serabut saraf kecil. Hal ini karena jarak pasif propagasi impuls dalam saraf kecil yang lebih pendek. Secara umum, saraf C yang tidak bermielin (sinyal rasa sakit) dan saraf Aδ mielin (nyeri dan suhu) yang diblokir sebelum serabut saraf besar yang bermilein Aγ, Aβ dan Aα serat yang lebih besar (postural, sentuhan, tekanan, dan sinyal motorik). Gambar 2. Jenis serabut saraf dan sensitivitas blokade 17

Saraf dengan frekuensi yang lebih tinggi dan lebih positif maka potensial membran akan lebih sensitif terhadap blok anestesi lokal. Hal ini dikarenakan muatan anestesi lokal lebih mudah berikatan dengan saluran natrium yang terbuka dari pada saluran natrium yang tidak aktif. Hal ini karena molekul anestesi lokal lebih mungkin untuk mengakses ke tempat pengikat di saluran natrium, dan cenderung kurang untuk memisahkan dari tempat pengikat di saluran terbuka natrium atau tidak aktif dibandingkan pada saat saluran natrium istirahat. Serabut sensorik, terutama nyeri, memiliki tingkat rangsangan yang tinggi dan memiliki durasi kerja potensial yang lebih lama dari serabut motorik, dengan demikian lebih sensitif terhadap konsentrasi yang lebih rendah dari anestesi lokal. 2. Pada serabut saraf, serat yang terletak circumferentially pertama dipengaruhi oleh anestesi lokal. Dalam batang saraf besar, saraf motorik biasanya terletak circumferentially dan teraktivasi sebelum serabut saraf sensorik. Pada ekstremitas, saraf sensorik proksimal terletak lebih circumferentially dari saraf sensorik distal. Dengan demikian, hilangnya rasa bagian dari anggota tubuh mungkin menyebar dari proksimal ke distal. 3. Efektivitas anestesi lokal dipengaruhi oleh ph obat. Seperti disebutkan di atas, bentuk tidak bermuatan anestesi lokal lebih mungkin untuk menembus membran namun bentuk yang bermuatan akan lebih aktif dalam memblokir saluran natrium. Pada ph tinggi, sebagian besar anestesi lokal bermuatan, tetapi juga memiliki afinitas yang lebih rendah untuk saluran natrium. Pada ph 18

sangat rendah, ada persentase yang lebih tinggi dari molekul bermuatan yang mengurangi efek obat karena mereka cenderung untuk memasuki sel. 2.1.4. Penyebaran Anestesi Lokal di Spinal CSF dari saluran vertebralis menempati (2-3 mm) dalam ruang yang mengelilingi sumsum tulang belakang dan kauda equina, dan tertutup oleh arachnoid. Ketika anestesi lokal disemprotkan ke dalam CSF maka penyebaranya tergantung aliran dan arus yang dibuat oleh CSF. 2,3,19 Bagian berikutnya adalah penyebaran akibat interaksi CSF dan gravitasi. 2,3,19 Gravitasi akan 'diterapkan' melalui posisi pasien (tidur, duduk, dll), dalam posisi horizontal, oleh pengaruh kurva dari saluran vertebralis. Banyak faktor yang dikatakan mempengaruhi mekanisme ini. 2,3,19 Faktor utama dalam penyebaran anaestesi lokal adalah karakteristik fisik CSF dan cairan anestesi lokal yang disuntikkan, teknik yang digunakan serta gambaran umum pasien. Ini saling berkaitan dalam cara yang kompleks. 2,3,19 Faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran anestesi lokal pada anestesi spinal adalah (1) karakteristik anestesi lokal yang disuntikkan: barisitas, volum/dosis/konsentrasi, suhu, viskositas, penamabahan obat lain, (2) Teknik yang digunakan meliputi: posisi pasien, tempat suntikan, tipe jarum, dan yang terakhir kateter intratekal (3) karakteristik pasien: umur, jenis kelamin, tinggi badan, hamil, volum CSF, berat badan, dan anatomi tulang belakang. 2,3,19 Ada beberapa definisi yang sering disalah artikan. Densitas adalah rasio massa zat untuk volume. Ini bervariasi dengan suhu, yang harus ditentukan. 19

Specific Gravity adalah rasio kepadatan suatu zat dengan standar. Hal ini biasanya berhubungan dengan larutan anestesi lokal di 20 0 C air pada suhu 4 0 C. Sedangkan barisitas adalah analog dengan gravitasi, tetapi dinyatakan sebagai rasio kepadatan anestesi lokal dan CSF pada suhu 37 0 C. Pada suhu 37 0 C kepadatan rata-rata CSF adalah 1,0003, dengan kisaran 1,0000-1,0006 (±2 SD) g/liter. Anestesi lokal disebut hipobarik atau hiperbarik jika barisitas dibawah 0.9990 atau di atas 1.0010. 19 Semua cairan anestesi lokal yang digunakan bebas dari cairan glukosa memiliki barisitas yang hipobarik. Plain bupivacaine memiliki barisitas dari 0.9990, yang berarti bahwa hampir sama dengan hipobarik. 2,3,16,19 Sementara berbagai teknik telah digunakan untuk mengubah barisitas anestesi lokal, penambahan glukosa adalah satu-satunya cara yang digunakan secara rutin. Pilihan yang biasa bagi dokter adalah antara hiperbarik atau sama dengan atau dibawah sedikit dari CSF. 2,3 Cairan hiperbarik lebih dapat diprediksi, dengan penyebaran yang lebih besar dalam arah gravitasi dan variabilitas kurang. 19 Sebaliknya, larutan yang hipobarik menunjukkan variabilitas yang lebih besar dalam segi efek klinis dan kurang dapat diprediksi, sehingga blok dapat terlalu rendah dan tidak memadai untuk operasi atau terlalu tinggi yang menyebabkan efek samping. 2,3,19 Penyebaran dari cairan hiperbarik dapat dikaitkan dengan peningkatan insiden efek samping kardiorespirasi, meskipun hal ini tidak selalu terjadi, dan mungkin tergantung pada konsentrasi glukosa. 19 Larutan tersedia secara komersial 20

mengandung glukosa hingga 8%, tetapi sebagian besar bukti menunjukkan bahwa konsentrasi setiap lebih dari 0,8%, akan menghasilkan cairan seperti cairan hiperbarik, tetapi dengan sedikit penyebaran jika konsentrasi glukosa adalah di bawah dari kisaran. Larutan hiperbarik dapat dibuat dengan menambahkan 5% dextrose ke larutan hipobarik. 2,19 Volume obat suntikan juga berperan besar. Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk menunjukkan efek volume berakibat gagal dalam mengubah konsentrasi anestesi lokal, yang berakibat peningkatan dalam pemberian dosis yang diberikan. Ketika efek volume (hingga 14 ml) diisolasi dari faktor-faktor lain, kebanyakan studi menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan pada penyebaran rata-rata meskipun suntikan volume yang sangat rendah (1,5-2 ml) dapat mengurangi penyebaran. Keperihatinan dasar yang sama berlaku untuk studi tentang efek dari dosis yang berbeda, perubahan dalam dosis akan disertai dengan perubahan volume atau konsentrasi. Beberapa studi yang dirancang untuk mengendalikan perubahan dalam faktor-faktor lain, yang menunjukkan bahwa peningkatan dosis dikaitkan dengan peningkatan penyebaran. Yang perlu diperhatikan adalah efeknya. Jika tidak ada obat yang disuntikkan tidak akan ada efek, dan kelebihan dosis yang besar (misalnya injeksi intratekal) disengaja selama blok epidural akan menghasilkan spinal total, tapi tidak ada hubungan garis lurus diantara keduanya. Dalam rentang dosis yang biasanya digunakan, atau peningkatan dosis sampai 50 21

persen, dosis yang disuntikkan akan mengakibatkan peningkatan rata-rata penyebaran blok pada dermatom. CSF dan anestesi lokal menunjukkan penurunan densitas dengan meningkatnya suhu. CSF memiliki suhu tubuh inti sedangkan cairan anestesi lokal yang diberikan berada pada suhu kamar. Konsekuensi dari efek suhu yang paling nyata dengan cairan terlihat pada bupivacaine 0,5%. Bupivacaine akan menjadi sedikit hiperbarik pada 24 C (densitas 1,0032 kg.m -3 ), tapi sedikit hipobarik pada 37 C (densitas 0,9984 kg.m -3 ). 19 Bahkan perbedaan kecil seperti pada barisitas dapat menyebabkan pola distribusi yang berlawanan, dan juga dapat menjelaskan variabilitas yang besar dalam penyebaran bupivacaine ketika disuntikkan di 'ruang' (yang mungkin bervariasi) terhadap suhu. Glukosa menjadi larutan yang mempengaruhi viskositas serta densitas. Cairan lebih kental menghasilkan penyebaran rata-rata secara signifikan lebih besar dari yang lain. Cairan plain yang jauh lebih encer daripada yang mengandung glukosa, mungkin kurang larut dengan CSF. 19 Luasnya penyebaran intratekal tidak diubah oleh anestesi lokal yang digunakan, asalkan faktor-faktor lain dikendalikan. Cairan yang mengandung vasokonstriktor menyebar dengan cara yang hampir sama seperti dengan yang tidak ditambahkan dengan vasokontriktor, meskipun durasi kerja blok dapat diperpanjang. 19 Penambahan obat lain, seperti opioid atau clonidine, memiliki efek ganda. Anestesi lokal yang dicampurkan dengan obat lain sebenarnya dapat berubah menjadi larutan yang hipobarik tetapi efek ini kecil pengaruhnya. 19 22

Penambahan anestesi lokal dengan opioid dapat meningkatkan waktu penyebaran serta memperpanjang efek kerja dari anestesi lokal. 2,3,16,19 Penyebaran anestesi lokal juga tidak terlepas dari teknik yang digunakan. Perbedaan densitas antara CSF dan anestesi lokal yang disuntikkan adalah faktor utama penyebaran obat di ruang tulang belakang. Hal ini terbentuk akibat dari aktivitas gravitasi, cairan hiperbarik (tenggelam) dan hipobarik (melayang), jadi penyebaran obat di CSF tergantung dari interaksi antara densitas obat dan posisi pasien. 2,3,16,19 Misalnya ketika menginginkan obat anestesi hiperbarik menyebar lebih cephalad maka pasien akan dibiarkan dalam posisi head down. Jika menginginkan penyebaran anestesi lokal hiporbarik kearah caudal maka posisi pasien harus dalam keadaan head up. Tempat penyuntikan yang lebih tinggi juga meningkatkan kemungkinan penyebaran obat kearah cephalad dibandingkan pada tingkat yang lebih rendah. 2,3,19 Jenis jarum yang digunakan, sudut dan arah jarum spinal awalnya dinilai mempengaruhi tingkat penyebaran, tetapi efek ini dinilai tidak bermakna dan dinilai tidak ada pengaruhnya. 19 Sebelumnya banyak yang menganggap bahwa barbotage dianggap dapat meningkatkan penyebaran anestesi lokal pada anestesi spinal, tetapi ternyata hal ini tidak terbukti. 19 Penyuntikan yang cepat dapat meningkatkan penyebaran, tetapi efek ini lebih besar pada anestesi lokal yang hipobarik. 19 Bagaimana dengan karakteristik pasien, apakah mempengaruhi penyebaran obat. Pada usia yang lebih tua penyebaran dinilai lebih cepat, hal ini 23

dimungkinkan karena pada pasien tua mungkin telah terjadi perubahan anatomi, neurofisiologi, serta kardiovaskular. 2,19 Belum ada penelitian yang membuktikan hubungan tinggi badan dengan penyebaran obat anestesi lokal. 19 Berat badan awalnya dinilai memiliki hubungan dengan penyebaran obat, hal ini secara teoritis akibat adanya penumpukan lemak di epidural sehingga menekan serta mengurangi produksi CSF, tetapi hasil penelitian terhadap masalah ini masih kontroversial. 19 Jenis kelamin mempengaruhi dalam densitas CSF. Pada pria densitas CSF akan mengurangi barisitas dari anestesi lokal. 19 Kehamilan dan pasien yang memiliki tekanan intraabdominal yang tinggi juga berpengaruh terhadap penyebaran obat. Pasien yang memiliki tekanan intraabdomen yang tinggi akan mengurangi volume CSF dan menyebabkan anestesi lokal lebih cenderung mudah menyebar ke cephalad. 2,3,19 Pada pasien hamil sensitivitas saraf meningkat oleh karena progesteron juga dibantu oleh lordosis lumbal serta perubahan pada volume dan densitas CSF. 19 Hal yang sangat penting mempengaruhi penyebaran obat adalah anatomi dari tulang belakang. Kelainan anatomi ini bahkan dapat membuat blok menjadi gagal. Misalnya skoliosis, susah untuk penyebaran blok yang merata bahkan dengan berbaring (lateral). 19 Kifosis berat atau kifoskoliosis dihubungkan dengan penurunan volume CSF dan sering mengakibatkan level anestesi yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan, terutama dengan teknik hipobarik dan penyuntikan yang cepat. 2,19 24

2.1.5. Bupivacaine Kokain adalah obat anestesi spinal pertama yang digunakan, kemudian diikuti oleh procaine dan tetracaine. Anestesi spinal dengan lidocaine, bupivacaine, tetracaine, mepivacaine, dan ropivacaine telah banyak digunakan dan dikenal dalam dekade terakhir ini. 2,3,16 Lidocaine sangat popular untuk operasi-operasi singkat serta populer untuk ambulatory anesthesia. Semenjak dikenalnya lidocaine tahun 1945, lidocaine menjadi popular, tetapi popularitas lidocaine menjadi berkurang akibat adanya laporan kejadian Transient Neurological Symptom (TNS). 2,3 Kejadian TNS ini didapati sekitar 20% pada pasien dengan ambulatory anesthesia. 23 Keperihatinan atas kejadian TNS ini mendorong para klinisi untuk mencari obat alternatif pada anestesi spinal. Pengganti yang ideal untuk lidocaine harus memiliki karakteristik klinis yang lebih baik, dengan mula kerja yang cepat dan pemulihan yang cepat, serta resiko lebih kecil untuk kejadian TNS. 2,3,16,23 Bupivacaine adalah derivat mevicaine yang tiga kali lebih kuat dari asalnya. Nama kimia obat ini 1-butyl-N-[2,6-dimethylphenyl] piperidine-2- carboxamide. Bupivacaine memiliki mula kerja yang cepat (5-10 menit) dengan durasi kerja analgesia (90-150 menit). 2,3,16,17 Untuk mula kerja bupivacaine isobarik dan hiperbarik sebagian penelitian ada yang menyebutkan bupivacaine hiperbarik memiliki mula kerja yang cepat serta durasi kerja yang lama dibandingkan dengan isobarik dan begitu juga sebaliknya, sebagaian penelitian yang lain mengatakan bahwa bupivacaine isobarik memiliki mula kerja yang cepat 25

serta durasi kerja yang lama. 24 Dalam hal ini mula kerja dan durasi obat bekerja tentu dipengaruhi banyak faktor yaitu: umur, tinggi badan, CSF, barisitas, teknik penyuntikan, dan sebagainya. Karena banyak faktor yang berpengaruh, sehingga mengenai mula kerja dan durasi kerja perlu penelitian lebih lanjut. Obat ini disintesis oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama sekali tahun 1963. 24 Obat ini tersedia di dalam sediaan 5 mg/ml, dengan konsentrasi 0,75% dengan 8,25 % dekstrose ataupun tanpa dekstrose serta konsentrasi 0,5% dengan atau tanpa dekstrose. 2,3,16 Pada tahun-tahun terakhir ini bupivacaine menjadi sering dipakai untuk operasi-operasi abdomen bagian bawah, baik yang isobarik ataupun yang hiperbarik. Kualitas blok motorik yang ditimbulkannya tidak terlalu baik tetapi kualitas sensorik bloknya jauh lebih baik sehingga obat ini sangat ideal sebagai analgesi paska operasi. 16 Prinsip kerja bupivacaine dengan cara sama dengan mekanisme yang telah diuraikan sebelumnya yaitu menghambat permeabilitas membran sel terhadap natrium sehingga mencegah terjadinya hantaran saraf disepanjang serabut saraf. Eliminasi bupivacaine terjadi melalui hati dan paru-paru. 24 Bupivacaine memiliki daya ikat yang tinggi terhadap protein plasma (95,6%), dan memiliki nilai pka yang tinggi pula. 24 Telah dilaporkan terjadinya henti jantung pada penggunaan bupivacaine. Kejadian ini terjadi jika bupivacaine dalam dosis besar masuk secara tidak sengaja ke dalam pembuluh darah sehingga obat ini sebenarnya kurang direkomendasikan pada pasien yang akan dilakukan anestesi epidural. 16 Obat ini dikenal bekerja cepat, tetapi lambat untuk tereliminasi. Obat ini dapat menyebabkan henti jantung dikarenakan dapat 26

berikatan dengan saluran natrium di otot jantung. Mekanisme lain yang dapat dipercaya menyebabkan henti jantung adalah kemampuan obat ini mengganggu konduksi antara atrium-ventrikel, depresi kontraktilitas otot jantung, dan efek yang tidak langsung terhadap susunan saraf pusat. 16 Sehingga efek depresi otot jantung menyebabkan para klinis mencari obat alternatif yang kerjanya hampir sama atau lebih baik dari bupivacaine. 2.1.6. Levobupivacaine Levobupivacaine adalah obat anestesi lokal yang termasuk golongan amida (CONH-) yang memiliki atom karbon asimetrik dan isomer Levo (-). 25 Levobupivacaine merupakan alternatif menarik selain bupivacaine untuk anestesi spinal oleh karena obat ini menghasilkan subarachnoid blok dengan karakteristik sensorik dan motorik yang lebih lama serta recovery seperti bupivacaine. 28 Levobupivacaine memiliki pka 8,1. Ikatan dengan protein lebih dari 97% terutama pada asam α1 glikoprotein dibandingkan pada albumin, sedangkan ikatan protein dengan bupivacaine 95%. Hal ini berarti kurang dari 3% obat berada bebas dalam plasma. 25,26 Fraksi konsentrasi yang kecil ini dapat berefek pada jaringan lain yang menyebabkan efek samping dan manifestasi toksik. Pada pasien hipoproteinemia, sindrom nefrotik, kurang kalori protein, bayi baru lahir dengan sedikit kadar protein, menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma tinggi sehingga efek toksik terlihat pada dosis rendah. 25 27

Dalam sediaan komersil levobupivacaine tersedia dalam konsentrasi 0,5% 5 mg/ml, untuk levobupivacaine 0,5% plain memiliki mula kerja yang cepat yaitu 4-8 menit dengan durasi kerja anestesi 135-170 menit. 3 Mekanisme aksi sama dengan bupivacaine atau obat anestesi lokal lain. Apabila MLAC (Minimum Local Analgesic Concentration) tercapai, obat akan melingkupi membran akson sehingga memblok saluran natrium dan akan menghentikan transmisi impuls saraf. 2,3 Metabolisme obat terjadi di hepar oleh enzim sitokrom P450 terutama CYPIA2 dan CYP3A4 isoforms. 25,26 Cara pemberian melalui spinal, epidural, blok saraf perifer, dan infiltrasi. Penggunaan intravena sangat terbatas karena beresiko toksik. 25,26 Bersihan obat dalam plasma akan menurun bila terjadi gangguan fungsi hepar. Konsentrasi untuk menimbulkan efek toksik pada jantung dan saraf lebih kecil pada levobupivacaine daripada bupivacaine. Batas keamanan 1,3 berarti efek toksik tidak akan terlihat sampai konsentrasi 30%. 25,26 Levobupivacaine menimbulkan depresi jantung lebih sedikit dibandingkan bupivacaine dan ropivacaine. 25,26 Gejala toksisitas sistem saraf pusat pada bupivacaine lebih tinggi rata-rata 56,1 mg dibandingkan levobupivacaine 47,1 mg. 25,26 Levobupivacaine dapat digunakan untuk subarachnoid, epidural, blok pleksus brakialis, blok supra dan infra klavikuler, blok interkostal dan interskalen, blok saraf perifer, blok peribulber dan retrobulber, infiltrasi lokal, analgesi obstetri, pengelolaan nyeri setelah operasi, pengelolaan nyeri akut dan kronis. 25,26 Dosis tunggal maksimum yang digunakan 2 mg/kgbb dan 5,7 mg/kgbb (400mg) dalam 24 jam. 25,26 Sama dengan efek samping obat anestesi lainnya, 28

diantaranya hipotensi, bradikardi, mual, muntah, gatal, nyeri kepala, pusing, telinga berdenging, gangguan buang air besar, dan kejang. 25,26 2.1.7. Penambahan Opioid Penambahan opioid intratekal pada anestesi lokal dianggap meningkatkan kualitas anestesia dan analgesia. 2,3 Opioid intratekal secara selektif menurunkan input afferen nosiseptif dari serabut αδ dan serat C (C fiber) sehingga sinyal nyeri tidak terjadi. 3 Penggunaan opioid lipofilik seperti fentanyl dan sufentanyl mempercepat mula kerja serta durasi kerja anestesi. 23 Mekanisme ini dipercaya didasarkan atas adanya reseptor opioid di medula spinalis dan mekanisme ini disebut sebagai supraspinal analgesia. Fentanyl adalah opioid dengan sedikit larut lemak yang sering ditambahkan ke anestesi lokal. 23 Fentanyl menimbulkan analgesia setelah disuntikan intratekal hanya dengan dosis 10 µg. 23 Depresi pernapasan akan muncul lebih besar dari dosis 25 µg. Penambahan fentanyl pada anestesi lokal untuk anestesi spinal memunculkan efek sinergis antara anestesi lokal dan fentanyl dengan dampak analgesia viseral dan somatik tanpa meningkatkan blokade simpatik. 23 Sebagai tambahan, penambahan fentanyl menurunkan barisitas dan mungkin akan mempengaruhi distribusi di CSF. Jadi dosis efektif fentanyl yang dapat ditambahkan ke obat anestesi lokal yaitu 10-25 µg. 23 Efek samping yang sering muncul menurut beberapa penelitian adalah pruritus sekitar 60%, serta efek samping lain yang sebenarnya dinilai tidak bermakna yaitu depresi pernapasan serta retensi urin. 23 Berikut tabel tentang 29

penambahan opioid intratekal yang dapat dijadikan acuan untuk spinal anestesi (Tabel 2.1). 29 Tabel 2.1. Penambahan Opiod Intratekal Opioid IV/IT Rasio Dose range Onset Duration Continuous (min) (hrs) Infusion Morphine 2-300:1 0,1-0,5 mg 30 18-24? Fentanyl 10-20:1 5-25 µg 5 1-4 5-20 µg/hr Sufentanyl 10-20:1 2-10 µg 5 2-6 1-5 µg/hr 30