BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anggaran merupakan suatu rencana jangka pendek yang disusun berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. aspek transparasi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket. undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17

BAB - III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, kontribusi penelitian, dan jadwal penelitian. pembangunan nasional dan daerah. Keberhasilan atau kegagalan program

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bergesernya paradigma manajemen pemerintahan dalam dua dekade terakhir yaitu dari

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah menjelaskan tentang tanggug jawab politik dan administrative pemerintah pusat, propinsi, dan daerah dan undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan dasar hukum tentang desentralisasi fisksal, menjelaskan pembagian baru mengenai sumber pemasukan dan transfer antar pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan otonomi tersebut tidak dapat dipungkiri dalam menjalankan otonomi sepenuhnya didalam implementasinya diperlukan dana yang memadai. Sumber pendapatan dana tersebut dapat diperoleh dari sektor barang dan jasa berupa pajak,retribusi dan lain sebagainyasebagai daerah otonom, daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan lain-lain pendapatan

daerah yang sah yang menjadi sumber APBD melalui Dinas-dinas terkait yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan juga Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang pada intinya menitikberatkan pada upaya untuk menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam proses assessment kebutuhan dan perumusan rencana dasar pembangunan di mana hasilnya kemudian menjadi skala prioritas dalam penyusunan rancangan anggaran kas serta selanjutnya dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan pembangunan serta pengawasannya. Dalam proses penyusunan anggaran kas sesuai dengan berlakunya otonomi daerah, maka masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-SKPD) dan selanjutnya menyusun rancangan DPA-SKPD yang disusun dengan menggunakan pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), dimana anggaran dapat dilihat berdasarkan dari prestasi kerja yang akan dicapai oleh pemerintah daerah (output). Anggaran berbasis kinerja harus betul-betul memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta hubungan antara besarnya anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Untuk menunjang hal tersebut dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah sangat memerlukan perencanaan jangka panjang hingga jangka pendek yang substansinya saling berkaitan terutama dalam hal penyerapan anggaran. Dalam perjalanan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang merupakan suatu strategi yang memiliki tujuan untuk merespons tuntutan masyarakat terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, distribution of income dan kemandirian sistem manajemen di daerah, banyak ditemui berbagai hambatan, permasalahan dan kendala yang mengharuskan adanya suatu penyempurnaan dalam pengaturan otonomi daerah tersebut. Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan serangkaian reformasi di sektor publik, salah satunya adalah reformasi manajemen publik (public management reform) yang berorientasi pada kinerja. Lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sejalan dengan reformasi manajemen publik yang menimbulkan beberapa konsekuensi diantaranya adalah perubahan pendekatan dalam penganggaran dari penganggarantradisional (traditional budget) menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance budget). Pergeseran komposisi belanja dan penyerapan anggaran tersebut merupakan perimbangan dan penyesuaian upaya secara logis yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kesejahteraan publik. Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal. Semakin tinggi tingkat income diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada

gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan APBD (Mardiasmo, 2002). Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja langsung dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja langsung ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif (Saragih,2003). Permasalahan penyerapan anggaran tidak sesuai target tersebut terjadi di Pemerintah Kota Bandung, khususnya dibeberapa SKPD yang ada di Pemerintah Kota Bandung. Mencermati tentang penyerapan anggaran, paling tidak ada dua macam sudut pandang. Sudut pandang yang pertama yaitu membandingkan anggaran dengan realisasi. Sudut pandang yang kedua yaitu proposionalitas persentase penyerapan anggaran. Dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran bukan target alokasi anggaran. Performance Based Budget lebih menitikberatkan pada kinerja ketimbang penyerapan anggaran. Untuk mengukur kinerja suatu kegiatan yang dilihat output dan outcome, variabel dominan pendorong utama laju pertumbuhan ekonomi. Semakin awal pelaksananaan kegiatan maka manfaat serta stimulusnya juga semakin besar. Kegagalan pencapaian penyerapan anggaran memang berakibat hilangnya manfaat belanja, karena dana yang dialokasikan tidak dimanfaatkan, yang artinya terjadi iddle money apabila pengalokasian anggaran efisien, maka keterbatasan

sumber dana yang dimiliki pemerintah dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan strategis. Ketika penyerapan anggaran gagal memenuhi target berarti tidak inefisiensi dan inefektifitas pengalokasian anggaran. Jika ingin proposional dalam menilai penyerapan anggaran yang telah disusun di awal, apakah telah sesuai dengan target atau tidak. Dan perlu diperhatikan juga ukuran kinerja dan capaian output serta outcome. Rendahnya penyerapan anggaran di sebagian SKPD/Unit Kerja di Pemerintah Kota Bandung dapat dijadikan salah satu tolak ukur dalam menilai kinerja suatu SKPD/Unit Kerja. Penyerapan anggaran yang rendah menunjukkan adanya permasalahan yang serius di kalangan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, yang selalu terulang setiap tahun. Ada hal yang menarik untuk dikritisi pada persoalan kesulitan penyerapan anggaran yang belum memiliki solusi yang tepat untuk mengatasinya. Ada beberapa penyebab mendasar rendahnya penyerapan anggaran diantaranya : proses persiapan pelaksanaan anggaran yang tidak matang, penyusunan rencana penyerapan anggaran yang kurang akurat, dan proses lelang yang terlambat. Aneh persoalan itu selalu teulang sepertinya tidak ada upaya untuk mengatasinya sebagai faktor penghambat tersebut. Penyebab rendahnya serapan anggaran pada Pemerintah Kota Bandung menurut hasil evaluasi Sub Bagian Administrasi Pengendalian Program Bagian Pembangunan dan SDA dapat terjadi pada saat tidak tepat waktu penetapan APBD, terjadinya pergeseran anggaran, belum adanya Petunjuk Operasional Kegiatan (POK), belum adanya SOP penyusunan rencana penyerapan

anggaran, pemblokiran username password, proses pencairan dana, maupun pada saat pelaksanaan kegiatan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang kemudian hasilnya akan dituangkan dalam bentuk laporan tugas akhir yang berjudul : PENGARUH PENYERAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TERHADAP KINERJA PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, maka identifikasi masalahnya adalah : Bagaimanakah Pengaruh Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap Kinerja Pembangunan Kota Bandung selama lima tahun terakhir (2009 2013 ) berdasarkan indikator analisis rasio kemandirian, efektifitas dan efisiensi, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Mengumpulkan data dan informasi, serta mengetahui dan menganalisis bagaimana perkembangan penyerapan anggaran pendapatan dan belanja daerah memberikan

kontribusi terhadap kinerja pembangunan Kota Bandung lima tahun terakhir (2009 2013 ) berdasarkan indikator rasio keuangan pada APBD. 1.3.2 Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui Pengaruh Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap Kinerja Pembangunan Kota Bandung selama lima tahun terakhir (2009 2013 ) berdasarkan indikator rasio keuangan pada APBD. 1.4 Kegunaan penelitian Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi penulis Sebagai pembelajaran awal dalam melakukan suatu penelitian juga menambah pengetahuan tentang adanya pengaruh pendapatan asli daerah terhadap penyelenggaraan pembangunan daerah di Kota Bandung b. Bagi pemerintah 1. Sebagai bahan masukan dan gambaran bagi pemerintah daerah di dalam membuat kebijakan serta menentukan arah dan strategi didalam perbaikan Laporan Realisasi Anggaran pemerintahan daerah dimasa yang akan datang.

2. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal pengembangan atas peningkatan dalam hal membangun daerahnya dari hasil kekayaan pendanaan dari hasil kekayaan daerah kota bandung itu sendiri. Sehingga hal itu dapat meningkatkan rencana-rencana dalam kinerja pembangunan daerah di Kota Bandung. 1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.5.1 Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode penelitian deskriftif analisis. Pengertian metode deskriptif menurut (Nazir : 2011) adalah sebagai berikut : Metode deskriptif adalah suatu metode dalam menelitistatus kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa di masa sekarang. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan dengan fenomena yang tengah diselidiki. 1.5.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas : 1. Penelitian Lapangan (Field Researh)

Yaitu pengumpulan secara langsung dengan mengadakan penelitian terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data primer, dengan melakukan : a. Observasi, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati langsung keadaan perusahaan yang menjadi objek penelitian. b. Wawancara, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara kemungkinan langsung dengan pihak-pihk yang berhubungan objek penelitian dengan mengajuan pertanyaa-pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu mengenai masalah-masalah yang akan diteliti. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh landasan teori guna mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian, data ini diperoleh dari buku-buku serta referensi lainnya. 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Bagian Pembangunan & Sumber Daya Manusia jalan Wastukencana No 2. Adapun waktu penelitian dimulai Bulan November 2014.