BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

Pemutusan Hubungan Kerja

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

STANDARISASI PEMUTUSAN

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :...

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

BAB III TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN. dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa ketenagakerjaan adalah segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor

Hukum Ketenagakerjaan

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN

SURAT PERJANJIAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

PEMBAYARAN UPAH PASAL 88 UUK : BAHWA TIAP PEKERJA/BURUH BERHAK MEMPEROLEH PENGHASILAN YANG MEMENUHI PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan Undang-

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

Tata Tertib setiap pekerja ISH yang berada di layanan mengacu kepada Standard Operationg Procedure (SOP) yang dibuat oleh Div. Operation & ER ISH.

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

BAB III TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN. Pemutusan Hubungan Kerja

(KepMen ini pada 25 Maret 2003 telah dinyatakan tidak berlaku per UU No. 13/2003. Pencantumn dalam pustronik ini untuk maksud studi)

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008

DAFTAR ISI ii. KATA PENGANTAR.i

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA,

KATA PENGANTAR. Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Dr.Gatot Hari Priowirjanto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK

NIKODEMUS MARINGAN / D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENSION & EXIT SYSTEM. Prodi Administrasi Bisnis

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan produk barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, dan masyarakat umum. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang berumur 15 tahun ke atas yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut A. Hamzah, tenaga kerja meliputi tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi tenaga kerja itu sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran.

10 Menurut Payaman tenaga kerja adalah produk yang sudah atau sedang bekerja. Atau sedang mencari pekerjaan, serta yang sedang melaksanakan pekerjaan lain. Seperti bersekolah, ibu rumah tangga. Secara praktis, tenaga kerja terdiri atas dua hal, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja: a) angkatan kerja terditi atas golongan yang bekerja dan golongan penganggur atau sedang mencari kerja; b) kelompok yang bukan angkatan kerja terdiri atas golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golonganlain lain atau menerima penghasilan dari pihak lain, seperti pensiunan dll. Menurut Suparmoko dan Icuk Ranggabawono tenaga kerja adalah penduduk yang telah memasuki usia kerja dan memiliki pekerjaan, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah, kuliah dan mengurus rumah tangga. Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja merupakan bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan atau jasa. Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dan atau melakukan pekerjaan, baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

11 2.1.2. Hukum Ketenagakerjaan Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah perburuhan. Setelah kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketentuan Tenaga Kerja. Pada tahun 1997 undang-undang ini diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Keberadaan UU No.25 Tahun 1997 ternyata menimbulkan banyak protes dari masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan masalah menara jamsostek yang dibangun berdasarkan dugaan kolusi penyimpangan dana jamsostek. Keberadaan UU No. 25 Tahun 1997 mengalami panangguhan dan yang terakhir diganti oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apabila ditelaah dari pengertian istilah, hukum ketenagakerjaan terdiri atas dua kata, yaitu hukum dam ketenagakerjaan. Hukum dan ketenagakerjaan merupakan dua konsep hukum. Konsep hukum sangat dibutuhkan apabila kita mempelajari hukum. Konsep hukum pada dasarnya adalah batasan tentang suatu istilah tertentu. Tiap istilah ditetapkan arti dan batasan maknanya setajam dan sejelas mungkin yang dirumuskan dalam suatu definisi. Pengertian hukum ketenagakerjaan yang dahulu disebut hukum perburuhan atau dalam bahasa Belanda disebut Arbeidrecht masih beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahli hukum. Sebagai perbandingan ada beberapa pendapat beberapa ahli hukum mengenai pengertian hukum ketenagakerjaan. Pengertian hukum perburuhan mengandung tiga unsur yaitu :

12 a. Adanya peraturan b. Bekerja pada orang lain, dan c. Upah Menurut Molenaar menyebutkan bahwa hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja serta antara tenaga kerja dan pengusaha. 1 Menurut Soepomo menyatakan hukum perburuhan adalah himpunan peraturanperaturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. 2 Halim menyatakan hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pegawai maupun pihak majikan. 3 Sedangkan menurut Daliyo Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan. Buruh bekerja pada dan dibawah majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasanya. 4 Berdasarkan definisi hukum perburuhan tersebut, dapat dicermati bahwa hukum ketenagakerjaan memiliki unsur-unsur : 1 Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 4 2 Ibid.,hlm. 5 3 Ibid. 4 Ibid.

13 1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis maupun tidak tertulis; 2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/majikan; 3. Adanya orang bekerja pada dan dibawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa;dan 4. Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh, dan sebagainya. Hukum yang tertulis meliputi seluruh peraturan perundang-undangan berdasarkan jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan yaitu : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Hukum yang tidak tertulis misalnya hukum kebiasaan. Bekerja pada orang lain dapat diartikan orang tersebut bekerja diluar hubungan kerja dan mereka yang bekerja pada orang lain. Bekerja pada orang lain didalam hubungan kerja meliputi mereka yang bekerja kepada Negara dan mereka yang bekerja pada orang lain. Bekerja kepada Negara atau pegawai pemerintahan. Mereka menjalankan tugas

14 Negara berdasarkan surat keputusan pengangkatan pegawai negeri, baik sipil maupun ABRI/TNI. Adapun mereka yang bekerja kepada orang lain adalah mereka yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja atau perjanjian pemborongan. 2.2. Tinjauan Umum Tentang Pengupahan Pada dasarnya pengertian upah menganut pada apa yang termuat dalam konvensi ILO mengenai Perlindungan Upah atau Protection of wage. Indonesia juga mengikuti acuan tersebut dengan sedikit penyesuaian. Pengertian upah yang di anut oleh Negara Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 08 tahun 1981 mengenai Perlindungan Upah adalah Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan-perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya. 5 Dengan pengertian upah tersebut, maka upah di satu sisi adalah merupakan hak pekerja/buruh dan kewajiban pengusaha, di sisi lain pekerja/buruh berkewajiban memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk bekerja atau memberikan jasa. Di samping itu negara kita juga menganut bahwa upah juga memiliki sifat sosial, di mana besarnya upah dan tunjangan harus dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengatur dengan tegas dan jelas mengenai pengupahan yang diatur pada Bagian Kedua Pengupahan tepatnya dimulai dari Pasal 88 sampai dengan Pasal 98. 5 Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek, (Jakarta: Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia, 2003), hlm. 188

15 Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan ciri khas dari suatu hubungan kerja bahkan dikatakan upah merupakan tujuan utama dari seseorang pekerja yang melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain. Karena itulah pemerintah turut serta dalam menangani masalah pengupahan ini melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dari semua permasalahan yang terdapat dalam ketenagakerjaan yang paling dominan dan subtansi adalah upah, upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Setiap tahunnya Pemerintah Daerah menentapkan Upah Minimum untuk Kabupaten/Kota dan setiap tahun pula buruh-buruh berdemo dan mengadakan aksi protes terhadap penetapan pemerintah atas Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Upah minimum yang berdampak luas dan berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan buruh mendapat perhatian besar dari buruh dan penetapan upah minimum amat bergantung terhadap pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan dianggap gagal sehingga protes dan aksi unjuk rasa buruh selalu mewarnai pengambilan kebijakan mengenai upah minimum. Peraturan mengenai pengupahan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada Bab 10 tentang Pengupahan. Menurut pasal 88 ayat 1 Undang-undang Ketenagakerjaan, setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

16 kemanusiaan. Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi: 1. Upah minimum; 2. Upah kerja lembur; 3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; 4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya; 5. Upah karena menjalankan waktu istirahat kerjanya; 6. Bentuk dan cara pembayaran upah; 7. Denda dan potongan upah; 8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; 9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional; 10. Upah untuk pembayaran pesangon; dan 11. Upah untuk penghitungan pajak penghasilan. Pasal 89 Undang-undang ketenagakerjaan mengatur bahwa upah minimum ditetapkan pemerintah berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum dapat terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Pada prinsipnya upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan (Pasal 93 ayat 1), kecuali ditentukan dalam ayat (2) apabila : 1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; 2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya;

17 3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; 4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; 5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankanibadah yang diperintahkan agamanya; 6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; 7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; 8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atau persetujuan pengusaha; 9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. 2.3. Tinjauan Umum Tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) A. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kehendak Perusahaan/Majikan. Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pekerja melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Akan tetapi sebelum melakukan PHK, perusahaan wajib memberikan surat peringatan sebanyak 3 kali berturut-turut. Perusahaan juga dapat menentukan sangsi yang layak tergantung jenis pelanggaran. Untuk pelanggaran tertentu, perusahaan bias mengeluarkan SP 3 secara langsung atau langsung memecat pekerja yang bersangkutan. Bagi pekerja yang di PHK, alasan

18 PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut berhak atau tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak. Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan/majikan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atas dasar sebagai berikut : 1. Pengunduran Diri Secara Baik-Baik Atas Kemauan Pekerja Sendiri Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat uang pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 2. Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 3 tetapi berhak mendapatkan uang penggantian 1 kali ketentuan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 4. 2. Pengunduran Diri Secara Tertulis Atas Kemauan Sendiri Karena Berakhirnya Hubungan Kerja Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karenga masa kontrak berakhir, maka pekerja tersebut tidak mendapat uang pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 2 dan tidak berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

19 Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 4. 3. Pengunduran Diri Karena Mencapai Usia Pensiun Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pension yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun masa kerja. 4. Pekerja Melakukan Kesalahan Berat Kesalahan yang termasuk dalam kategori kesalahan berat adalah sebagai berikut : a. Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik perusahaan b. Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan c. Pekerja mabuk, minum-minuman keras, memakai atau mengedarkan narkoba dilingkungan kerja d. Melakukan tindakan asusila atau perjudian dilingkungan kerja e. Menyerang, menganiyaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja f. Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang

20 g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja dalam keadaan bahaya ditempat kerja i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan kecuali untuk kepentingan Negara j. Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 tahun atau lebih 5. Pekerja Ditahan Pihak Yang Berwajib Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja setelah 6 bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau burung uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ditambah uang pengganti hak. Untuk pemutusan hubungan kerja ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial tetapi apabila pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah perusahaan wajib mempekerjakan kembali. 6. Perusahaan Mengalami Kerugian Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun, perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja.

21 Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1 kali ketentuan serta uang pengganti hak. 7. Pekerja Mangkir Terus Menerus Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi buktibukti yang sah meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini pekerja dianggap telah mengundurkan diri. Keterangnan dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untunk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan dialamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan. 8. Pekerja Meninggal Dunia Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan wajib untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus keatas/kebawah selam tidak diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama. 9. Pekerja Melakukan Pelanggaran

22 Didalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-masing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak. Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan, sedang untuk surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke 1, ke 2, ke 3 dan masing-masing berlakunya surat peringatan itu selama 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6 bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan berkewajiban memberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada. 10. Perubahan Status, Penggabungan, Pelemburan Atau Perubahan Kepemilikan Bagi pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya dengan alasan tersebut diatas maka: a. Pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerjanya, berhak mendapat uang pesangon 1 kali sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

23 Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 2 dan mendapatkan uang penghargaan masa kerja 1 kali sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 3 dan mendapatkan uang penggantian hak sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapatkan uang pisah. b. Perusahaan yang tidak bersedia menerima pekerja diperusahaannya maka bagi pekerja tersebut berhak mendapat uang pesangon 2 kali sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 2 dan mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 3 dan mendapatkan uang penggantian hak sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapatkan uang pisah. 11. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Alasan Efisiensi Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi maka pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa erja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tapi tidak berhak mendapatkan uang pisah. B. Suatu perusahaan juga dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan sebagai berikut:

24 1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus; 2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. Pekerja melakukan ibadah yang diperintahkan agamanya; 4. Pekerja menikah; 5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya; 6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya didalam suatu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; 7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau didalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerjam peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; 8. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan; 9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; 10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit atau akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dipastikan.

25 C. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kehendak Pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan mengundurkan diri atau alasan mendesak. Hal ini sesuai dengan pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pekerja atau buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan tindakan sebagai berikut: 1. Menganiaya, menghina secara kasar atau melakukan ancaman yang membahayakan pihak buruh, anggota keluarga atau anggota rumah tangga buruh, atau membiarkan perbuatan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau buruh bawahan majikan; 2. Membujuk atau mencoba membujuk buruh, anggota keluarga atau anggota rumah tangga buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau dengan tata susila atau membiarkan pembujukan atau percobaan pembujukan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau buruh bawahan majikan; 3. Tidak membayar upah pada waktunya; 4. Tidak memenuhi kebutuhan makan dan pemondokan yang telah diperjanjikan; 5. Tidak member cukup pekerjaan kepada butuh yang upahnya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan; 6. Pengusaha dengan jalan lain secara keterlaluan melalaikan kewajiban yang dibebankan padanya oleh perjanjian; dan

26 7. Memberikan perkerjaan yang dapat mengancar jiwa, kesehatan, kesusilaan, atau nama baiknya yang tidak terlihat pada waktu pembuatan perjanjian kerja. D. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Keputusan Pengadilan Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pengadilan bias terjadi dengan alasan/sebab : 1. Pemutusan hubungan kerja karena perusahaan pailit (berdasarkan putusan Pengadilan Niaga)(Pasal 165); 2. Pemutusan hubungan kerja terhadap anak yang tidak memenuhi syarat untuk bekerja yang digugat melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI)(Pasal 68); 3. Pemutusan hubungan kerja karena berakhirnya perjanjian kerja. E. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Hukum Jika hubungan kerja yang diadankan dalam waktu tertentu dan waktunya tersebut telah habis atau berakhir, maka pemutusan hubungan kerja dalam hal ini tidak diperlukan ijin. Hal demikian berarti putus dengan sendirinya karena hukum. 2.4.Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Setelah Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Apabila menelusuri berbagai literatur dan praktek yang terjadi dilapangan, maka akan diketahui perlindungan hukum pekerja tercantum didalam suatu perjanjian kerja bersama yang terdiri dari kewajiban-kewajiban dan hak-hak kedua belah pihak (pekerja dan pengusaha). Kemudian untuk dapat memperjelas perlindungan hukum yang harusnya diterima oleh pekerja, dan dapat dipisahkan antara lain:

27 1. Perlindungan Hukum Pekerja Karena Proses Pemutusan Hubungan Kerja Proses pemutusan hubungan kerja yang berarti pemutusan hubungan itu belum terjadi, ini berarti pekerja masih tetap pada kewajibannya dan pekerja masih berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu dalam pasal 155 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2. Perlindungan Hukum Pekerja Setelah Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja, selain upah atau uang pesangon, ada hak-hak pekerja lain yang harus diterima oleh pekerja yaitu: a. Imbalan kerja (gaji, upah, dan lainnya) sebagaimana yang telah diperjanjikan bila ia telah melaksanakan kewajibannya; b. Fasilitas dan berbagai tunjangan atau dana bantuan yang menurut perjanjian akan diberikan oleh majikan atau perusahaan kepadanya; c. Perlakuan yang baik atas dirinya melalui penghargaan dan penghormatan yang layak, selaras dengan harkat martabatnya sebagai manusia