BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN TUNJANGAN HARI RAYA MENURUT PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN A. Pengertian Tunjangan Hari Raya Hari raya keagamaan Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 adalah Hari Raya Idul Fitri bagi Pekerja/Buruh yang beragama islam, Hari Raya Natal bagi Pekerja/Buruh yang beragama Kristen Katholik dan Kristen Protestant, Hari Raya Nyepi bagi Pekerja/Buruh yang beragama Hindu, Hari Raya Waisak bagi Pekerja/Buruh beragama Budha, dan Hari Raya Imlek bagi Pekerja/Buruh yang beragama Konghucu. 25 Tunjangan Hari Raya (THR) adalah Kewajiban bagi Pemerintah dan Pengusaha. Tunjangan ini diberikan karena adanya kebutuhan tambahan sehingga pengeluaran pekerja dan keluarganya menjadi meningkat ketika merayakan Hari Raya Keagamaan. Pemberian Tunjangan ini menjadi suatu kewajaran demi untuk memenuhi kebutuhan kerja. Pembayaran Tunjangan Hari Raya merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah dan Pengusaha setiap menjelang perayaan Hari Raya Keagamaan. Dasar Hukum dikeluarkannya peraturan tentang Tunjangan Hari Raya (THR) adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang 25 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan 23

2 Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan dimana peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 Jo. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun Yang wajib membayar THR adalah setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib membayar THR, baik itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan atau perkumpulan. Sedangkan Pekerja yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja yang telah mempunyai masa kerja selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh waktu. 26 Tunjangan hari raya diberikan karena para pekerja Indonesia merupakan masyarakat pemeluk agama yang setiap tahunnya merayakan Hari keagamaan sesuai dengan agamanya masing masing dan untuk merayakan hari tersebut, para pekerja memerlukan biaya tambahan. Sehingga menjadi suatu kewajaran apabila pengusaha memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan kepada para Pekerjanya. Pembayaran Tunjangan Hari Raya ini tidak boleh menyimpang dari apa yang sudah ditentukan pada peraturan perundangan Undang Undang N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang 26 Diunduh Hari Rabu Tanggal 23 November 2016 Pukul WIB

3 Pengupahan serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan. Tunjangan Hari Raya terdapat 2 (dua) subyek yang saling mempunyai kepentingan didalamnya, yakni : 1. Pengusaha Pengusaha sebagai subyek pemberi Tunjangan Hari Raya. Pengusaha memiliki kepentingan dalam pemenuhan kewajibannya sebagai pemberi Tunjangan Hari Raya sesuai dengan ketentuan Permenaker No. 6 Tahun 2016 dimana orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri dan atau perusahaan bukan miliknya. 2. Pekerja Pekerja sebagai subyek penerima Tunjangan Hari Raya karena tunjangan tersebut merupakan hak yang harus diterima oleh pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah mereka lakukan. Pengusaha wajib memberikan Tunjangan Hari Raya kepada pekerja setiap satu kali selama setahun. Besarnya jumlah Tunjangan Hari Raya telah ditetapkan Permenaker No. 6 Tahun 2016 besar tunjangan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a. Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih.

4 Bagi pekerja yang telah ditetapkan untuk menerima setiap 1 (satu) bulan sekali maka akan menerima sebesar 1 (satu) bulan upah sehingga dapat dikatakan THR= 1 bulan upah Bagi pekerja yang telah ditetapkan bahwa penerimaan upah dilakukan secara harian dengan ketentuan yang sama yakni pekerja mempunyai masa kerja selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus atau lebih akan menerima THR = upah x 30 hari. b. Pekerja yang mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah. Dirumuskan : Masa Kerja = 6 bulan upah 12 Dalam pasal ini juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan upah satu bulanadalahupahpokokditambahdengantunjangan-tunjangantetap.tunjangan Hari Raya dapat diberikan dengan jumlah yang lebih besar melebihi ketentuan nilai Tunjangan Hari Raya yang telah ditetapkan menurut Pasal 3 ayat (1) PermenakerNomor6 Tahun 2016 sehinggatidakterpakupadajumlahupah pokok ditambah dengan Tunjangan Tetap yang diterima secara rutin oleh para pekerja.namun,besarnyajumlahtersebutharusmenurutkesepakatankerja,atau PeraturanPerusahaan,atauKesepakatanKerjaBersama,ataukebiasaanyangada.

5 BesarnyanilaiTunjanganHariRayayangditentukanmelaluiPermenakerNomor 6 Tahun2016 ini merupakan ketentuan minimal, yang artinya bahwa pengusaha tidak boleh memberikan Tunjangan Hari Raya yang nilainyadibawahketentuan minimaltersebut. Tunjangan Hari Raya yang diterima oleh para pekerja dalam bentuk uang. Hal ini sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menyatakan bahwa Pada dasarnya upah diberikandalambentukuang. KarenaTunjanganHariRayainimerupakansalah satu bentuk pendapatan yang diterima oleh pekerja maka Tunjangan Hari Raya yang akan diterima oleh tiap-tiap pekerja berupa uang. Namun, pada Pasal 5ayat 1 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 disebutkan bahwa Tunjangan Hari Raya dapat diberikan dalam bentuk lain sesuai dengan persetujuan antara pengusaha dengan pekerja. Tunjangan Hari Raya dalam bentuk lain inipundiberikan secara bersamaan pada saat pengusaha membayarkan Tunjangan Hari Raya kepada pekerjanya. Pemberian sebagian Tunjangan Hari Raya dalam bentuk lain ini pun harus sesuai dengan ketentuan yang ada yakni tidak berupa minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan. Besarnya nilai bentuk lain tersebut tidak boleh melebihi 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah Tunjangan Hari Raya yang seharusnya diterima oleh pekerja.

6 Jadi, besarnya jumlah Tunjangan Hari Raya yang berhak diterima oleh pekerja adalah sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Permenaker Nomor 6 Tahun2016 yakni sesuai dengan upah yang rutin diterima oleh pekerja (upah satu bulan) serta disesuaikan dengan masa kerja pekerja yang menerimatunjangan Hari Raya. Masa kerja yang dijadikan patokan dalam menerima Tunjangan Hari Raya yakni : a. Pekerja telah bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus b. Pekerja telah bekerja secara terus menerus dengan jangka waktu antara 3 sampai 12 bulang terhitung masa kerja B. Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh Pekerja atau buruh beperan meningkatkan produktivitas nasional dan kesejahteraan. Untuk itu tenaga kerja harus diberdayakan supaya mereka memilki nilai lebih, dalam arti lebih mampu, lebih terampil dan lebih berkualitas agar dapat berdaya guna secara optimal dalam pembangunan nasional dan mampu bersaing dalam era global. Kemampuan, keterampilan dan keahlian tenaga kerja perlu terus menerus ditingkatkan melalui perencanaan dan progam ketenagakerjaan termasuk pelatihan, pemagangan, dan pelayanan penempatan tenaga kerja. Sebagai salah satu aspek dari pembangunan, tenaga kerja perlu memperoleh perlindungan dalam semua aspek, termasuk perlindungan untuk memperoleh pekerjaan didalam dan diluar negeri, perlindungan hak hak dasar pekerja, perlindungan atas keselamatan dan kesehatan

7 pekerja serta perlindungan upah dan jaminan sosial sehingga menjamin rasa aman, tenteram, terpenuhinya keadilan, serta terwujudnya kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, selaras, serasi, dan seimbang. 27 Hak dan kewajiban pekerja/buruh merupakan hal prinsipil dan pasti timbul dalam hubungan ketenagakerjaan karena dua hal tersebut merupakan sesuatu yang lahir dari aktivitas produksi yang melibatkan pekerja/buruh dan pengusaha/majikan. Hak dan kewajiban merupakan hal yang sangat erat hubungannya, dimana seorang pekerja/buruh bila melakukan kewajiban maka akan timbul hak yang kemudian diatur secara seadil adilnya agar tidak menimbulkan ketidakseimbangan yang kelak berpotensi menyebabkan salah satu pihak (pekerja/buruh dan pengusaha/majikan) merasa dirugikan. 28 Perlunya aturan hak dan kewajiban secara seadil adilnya sangatlah penting bagi pekerja/buruh karena pekerja/buruh merupakan pihak yang paling berpotensi dirugikan dalam penetapan hak dan kewajiban tersebut, dalam sub bab ini membahas apa saja yang menjadi hak dan kewajiban bagi pekerja/buruh tetap dan hak dan kewajiban pekerja/buruh harian lepas agar mendapat kesimpulan atau gambaran perbedaan antara hak dan kewajiban berdasarkan dua jenis status pekerja atau buruh. 27 Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVII No. 313 Desember 2011 tentang Penerapan Sistem Pengupahan yang Wajar sebagai Refleksi Hubungan Industrial yang Kondusif 28 Prof Iman Soepomo, 2003, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta : Djambatan, hal 33

8 1. Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh Dengan adanya hak dan kewajiban pekerja/buruh tetap maka terciptalah hubungan industrial yang seimbang yang mana bila semua aturan aturan yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan para pihak, baik itu pengusaha maupun pekerja/buruh. Adapun yang menjadi hak dan kewajiban pekerja/buruh tetap adalah sebagai berikut : a. Hak pekerja/buruh : 1. Upah Yaitu hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan kerja, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pada pekerja/ buruh tetap upah yang diterima sifatnya adalah upah yang tetap, yaitu upah yang diterima pekerja/buruh secara tetap atas suatu pekerjaan yang dilakukan secara tetap. Upah tetap ini diterima secara tetap dan tidak dikaitkan dengan tunjangan tidak tetap, upah lembur dan lainnya Edytus Adisu, 2008, Hak Karyawan Atas Gaji dan Pedoman Menghitung Gaji,Jakarta : Forum Sahabat, Hal 4

9 2. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Yaitu jaminan sosial yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja/buruh yang menurut UU No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja Undang Undang ini kemudian dikonkritkan lagi dengan dikeluarkannya UU No. 14 Tahun 1993 tentang program jamsostek yang meliputi 4 Program yaitu : 30 a. Jaminan kecelakaan kerja (JKK) Yaitu jaminan yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja. 31 Demikian pula kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan yang berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Yang termasuk dalam jaminan kecelakaan kerja adalah : 1. Biaya pengangkutan 2. Biaya pemeriksaan 3. Biaya rehabilitasi 4.Santunan berupa uang (Cacat sebagian, Cacat Total dan Kematian) b. Jaminan Kematian (JK) 30 Agusmida, 2010, Hukum Ketenagakerjaan, Bogor : Ghalia Indonesia, Hal Edytus Adisu Op Cit., Hal 10

10 Jaminan kematian diberikan kepada keluarga atau ahli warisnya bagi pekerja/buruh yang meninggal dunia bukan dari akibat kecelakaan kerja baik biaya pemakaman dan santunan berupa uang c. Jaminan Hari Tua Jaminan hari tua adalah suatu bentuk jaminan akumulasi tabungan yang berasal dari iuran tenaga kerja atau buruh dan perusahaan. Jaminan hari tua ini akan diterima oleh tenaga kerja/buruh pada saat hari tuanya. Jumlah jaminan hari tua yang akan diterima pekerja/buruh adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Seorang pekerja/buruh mendapatkan uang jaminan hari tuanya apabila sudah mencapai usia pensiun. d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jaminan pemeliharaan kesehatan adalah bentuk perlindungan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan keluarganya. Pemeliharaan kesehatan yang dimaksud adalah penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. 3. Pesangon Ada keterkaitan antara upah seorang pekerja/buruh dengan pesangon jika pekerja/buruh bersangkutan diputus hubungan kerja (PHK). Uang pesangon adalah pemberian berupa dari pengusaha kepada pekerja/buruh sebagai akibat adanya

11 pemutusan hubungan kerja. Jumlah uang yang diberikan sebagai uang pesangon bergantung pada jenis PHK. 4. Dana Pensiunan Seorang pekerja/buruh dikatakan pensiunan apabila berhenti bekerja karena mencapai usia tertentu, yakni apakah karena usia kelahiran tertentu atau mencapai usia masa kerja tertentu yang disepakati oleh pengusaha dan pekerja/buruh. Dana pensiunan dana/sejumlah uang yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh apabila pekerja/buruh berhenti bekerja karena mencapai usia tertentu yang mana selama pekerja/buruh bekerja membayar uang iuran pensiun. b. Kewajiban Pekerja/Buruh Kewajiban tenaga kerja merupakan hak pengusaha, demikian pula sebaliknya bahwa kewajiban pengusaha merupakan hak dari pekerja/buruh. Kewajiban merupakan suatu prestasi baik berupa benda yang didapat atas jasa yang dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya. Jika masing masing antara pengusaha dan tenaga kerja/buruh peduli akan kewajibannya maka tidak banyak terjadi kasus kasus hingga terbentuk anarki. 32 Didalam KUHPerdata, ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja diatur dalam Pasal 1603 yaitu 33 ; 32 Ishaq,2009, Dasar Dasar Ilmu Hukum, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, hal Kitab Undang Undang Hukum Perdata Pasal 1603

12 1. Si buruh/pekerja diwajibkan melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuan yang sebaik baiknya. Sekedar tentang sifat luasnya pekerjaan harus dilakukan tidak dijelaskan dalam reglemen, maka hal itu ditentukan dalam kebiasaan 2. Si buruh/pekerja diwajibkan melakukan sendiri pekerjaannya, tidak bolehlah ia selain dengan izin si majikan dalam melakukan pekerjaannya itu digantikan dengan orang ketiga 3. Si buruh/pekerja diwajibkan menaati aturan - aturan tentang hal melakukan pekerjaan serta aturan aturan yang ditujukan pada perbaikan tata tertib dalam perusahaan si majikan didalam batas batas aturan undang undang atau perjanjian manapun reglemen atau jika itu tidak ada menurut kebiasaan 4. Si buruh/pekerja yang tertinggal pada si majikan, harus bertingkah laku menurut tertibnya dirumah. 5. Si buruh/pekerja pada umumnya diwajibkan melakukan, maupun untuk berbuat segala apa yang didalam keadaan sama, patut dilakukan atau tidak diperbuat oleh seorang buruh yang baik. Disamping itu yang menjadi kewajiban pekerja/buruh dalam melakukan tugasnya menurut Undang Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu dapat melakukan hubungan industrial, para pekerja/buruh wajib menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan

13 kesejahteraan anggota beserta keluarganya dan jika ingin melakukan mogok, pekerja/buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha atau instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan sekurang kurangnya 7 hari sebelum mogok kerja dilaksanakan. C. Syarat bagi Pekerja Mendapat Tunjangan Hari Raya Tunjangan Hari Raya yang diberikan oleh Pemerintah dan Pengusaha tidak lepas dari faktor pekerja yang menerimanya. Pekerja disini adalah sebagai tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha sehingga berhak atas imbalan yang ada. Pengusaha wajib membayar Tunjangan Hari Raya kepada pekerjanya sesuai dengan ketentuan yang ada sejak terjadinya hubungan kerja sampai dengan berakhirnya hubungan kerja. Tujuan dari pemberian Tunjangan Hari Raya adalah demi kesejahteraan pekerja. Sehingga peran pekerja dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya juga sangat penting. Peran pekerja dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya adalah sebagai subyek penerima Tunjangan Hari Raya. Pemberian Tunjangan Hari Raya tidak serta merta diberikan begitu saja kepada pekerja. Terdapat syarat syarat yang harus dipenuhi dahulu oleh pekerja untuk dapat menerima Tunjangan Hari Raya. Seorang pekerja/buruh tidak akan dibayarkan upahnya apabila pekerja tersebut tidak melakukan pekerjaan. Prinsip No Work No Pay dianut oleh para pengusaha yang didasarkan kepada Pasal 93 ayat 1 Undang Undang No. 13 Tahun

14 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Prinsip tersebut berlaku pada Tunjangan Hari Raya, pekerja tidak melaksanakan tugasnya terlebih dahulu sebagai pekerja. Sebelum berlakunya Permenaker No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya yang berlaku adalah Permenaker No.4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa pekerja yang berhak memperoleh Tunjangan Hari Raya adalah Pekerja yang mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus menerus atau lebih. Hal ini dikuatkan dengan adanya Pasal 3 Permenaker Nomor 4 Tahun 1994 bahwa besarnya Tunjangan Hari Raya yang diterima oleh pekerja disesuaikan dengan masa kerja yang telah dijalani oleh pekerja yang bersangkutan dengan perhitungan (Masa Kerja dibagi 12) x 1 Bulan Upah (Gaji Pokok + Tunjangan Tetap). Akan tetapi pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada Buruh/Pekerja lepas belum diatur. Berbeda dengan Permenaker No.6 Tahun 2016 pekerja yang berhak memperoleh Tunjangan Hari Raya adalah pekerja yang telah mempunyai masa kerja satu (1) bulan secara terus menerus atau lebih dan pekerja lepas atau harian. Masa kerja adalah jangka waktu seseorang melakukan pekerjaan, dapat juga dimaksudkan sebagai lamanya seorang bekerja untuk pengusaha atau tempat dimana seseorang itu bekerja. Masa kerja seorang pekerja digunakan sebagai salah satu syarat pemberian Tunjangan Hari Raya oleh Pemerintah dan Pengusaha. Ditambah bagi Pekerja/ Buruh harian lepas diatur tata cara Pekerja/ Buruh untuk menerima Tunjangan Hari Raya.

15 Pekerja yang bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus dan pekerja yang bekerja dalam jangka waktu 1 12 bulan tetap berhak atas Tunjangan Hari Raya. Pemberian Tunjangan Hari Raya tidak terlepas dari peran penting pengusaha. Karena dalam pemberian Tunjangan Hari Raya, pengusaha adalah subyek pemberi Tunjangan Hari Raya. Pengusaha dan pemerintah mempunyai kewajiban memberikan Tunjangan Hari Raya kepada pekerjanya. Pasal 10 ayat 1 Permenaker No.6 Tahun 2016 memberikan sanksi terhadap Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh lebih dari 7 hari sebelum Hari raya Keagamaan. Dikenai denda 5% dari Total Keagamaan yang harus dibayarkan. Dan nantinya Denda ini akan dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan Pekerja/Buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 34 Dalam Permenaker No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja di Perusahaan ataupun Rumah Sakit disebutkan bahwa Tunjangan Hari Raya merupakan pendapatan yang wajib dibayarkan oleh pengusaha dan pemerintah. Jika dikaitkan bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan salah satupendapatan yang wajib diterima oleh pekerja, maka Tunjangan Hari Raya ini dapat dianologikan dengan upah. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan juga mengatur agak rinci mengenai masalah upah minimum. Menurut Peraturan 34 Pasal 10 ayat1 Permenaker No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya

16 Pemerintah ini, Gubernur menetapkan Upah minimum sebagai jaring pengaman. Upah minimum sebagaimana dimaksud merupakan Upah bulanan terendah yang terdiri atas: 1. Upah tanpa tunjangan; atau 2. Upah pokok termasuk tunjangan tetap, bunyi Pasal 41 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 Peraturan Pemerintah ini menegaskan, bahwa Upah minimum sebagaimana dimaksud hanya berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada Perusahaan yang bersangkutan. Sementara Upah bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha di Perusahaan yang bersangkutan. Penetapan Upah minimum sebagaimana dimaksud dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud, menurut Peraturan Pemerintah ini, merupakan standar kebutuhan seorang Pekerja/Buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan, yang terdiri atas beberapa komponen jenis kebutuhan hidup. Pasal 43 ayat (5) PP Nomor 78 Tahun 2015 itu merupakan Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan jenis kebutuhan hidup sebagaimana

17 dimaksudpada ayat 4 ditinjau dalam jangka waktu 5 (lima) tahun,. 35 Peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Menteri (Tenaga Kerja), dengan mempertimbangkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan Nasional, yang menggunakan data dan informasi yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. Adapun penetapan Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula perhitungan Upah minimum, yaitu: UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % PDBt)}. Peraturan Pemerintah ini juga menegaskan, Gubernur wajib menetapkan Upah minimum provinsi, yang dihitung berdasarkan formula perhitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud. 36 Dalam hal telah dilakukan peninjauan kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud, gubernur menetapkan Upah minimum provinsi dengan memperhatikan rekomendasi dewan pengupahan provinsi. Rekomendasi dewan pengupahan provinsi sebagaimana dimaksud didasarkan pada hasil peninjauan kebutuhan hidup layak yang komponen dan jenisnya ditetapkan oleh Menteri dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, bunyi Pasal 45 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tersebut. 35 Pasal 43 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan 36 Pasal 44 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan

18 Upah minimum ini sebagai hak mendasar yang harus diterima oleh pekerja dan tidak boleh menyalahi aturan yang ada. 37 Didalam Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 1 Angka 30 menyatakan bahwa upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam betuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau dilakukan. Dalam hal ini adalah besarnya upah yang diterima. Besarnya upah yang diterima pekerja memilki batasan nilai minimum. Karena Tunjangan Hari Raya dianologikan dengan Upah, maka Tunjangan Hari Raya yang diterima oleh pekerja mempunyai nilai minimum yang harus ditaati oleh pengusaha atau pemberi kerja, kecuali pengusaha atau pemberi kerja tidak mampu membayar Tunjangan Hari Raya. Ketentuan nilai minimum ini disesuaikan dengan jumlah upah yang diterima oleh pengusaha. Upah minimum tiap daerah berbeda- beda sesuai dengan Peraturan yang mengatur tentang besarnya upah minimum tiap tiap daerah. Sehingga untuk ketentuan besar Tunjangan Hari Raya disesuaikan dengan upah minimum yang sudah ditentukan lewat Peraturan Daerah masing masing daerah. Berdasarkan Pasal Abdul Khakim, 2006, Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan Undang Undang No. 13 Tahun 2003, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, hal 3

19 Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. 38 Pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai upah minimum dapat mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum. Permohonan tersebut merupakan hasil kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat. 39 Namun, penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan. 40 Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan. 41 Pada dasarnya upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua 38 Pasal 90 Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 39 diunduh Minggu, 01 Februari 2017 Pukul Suria Ningsih, 2012, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, USU Pers, Medan, hal Ibid., hal 129

20 pekerja/buruh, kecuali apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya, seperti berikut ini : Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan 2. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnyasehingga tidak dapat melakukan pekerjaan 3. Pekerja/buruh tidak masuk pekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggl dunia. 4. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara. 5. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahan oleh agamanya 6. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak memperkerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha. 7. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat 8. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha 9. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan 42 Pasal 93 Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

21 Dalam melaksanakan tugasnya sebagi pekerja, kadangkala mereka tidak hanya mengalami PHK, tetapi juga mengalami pemindahan kerja ke perusahaan lain. Permenaker No.6 Tahun 2016 melindungi hak pekerja yang mengalamipemindahantersebut.pasa l8 menyatakan bahwa bagi pekerja yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, maka pekerja berhak atas Tunjangan Hari Raya pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama pekerja bersangkutan belum mendapatkan Tunjangan Hari Raya. 43 Sehingga hak pekerja untuk mendapatkan Tunjangan Hari Raya tetap terpenuhi. 44 Dari hal-hal diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban pengusaha tidak hanya membayar Tunjangan Hari Raya tanpa melihat hal-hal yang berkaitan dengan pekerja maupun Tunjangan Hari Raya itu sendiri. Pengusaha harus tetap memperhatikan besarnya batas minimum jumlah Tunjangan Hari Raya yang dikaitkan dengan besarnya upah minimum regional tiap-tiap daerah. Selain itu, pengusahajugamengemban kewajiban untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya bagi pekerjanya yang berstatus pekerja waktu tidak tertentu yang ter-phk sejak 30 hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan serta pengusaha wajib memenuhi kewajibannya untuk membayar Tunjangan Hari Raya kepada pekerja yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan ketentuan masa kerja berlanjut 43 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Pasal diunduh hari senin tanggal 28 Nopember 2016 Pukul 22.30

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing;

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing; LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 183 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

MENTERIKETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIKETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA I SALINAN I MENTERIKETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TUNJANGAN HARi RA YA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA/BURUH DI PERUSAHAAN DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Jam Kerja, Cuti dan Upah Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal peraturan yang terkait dengan jam kerja, cuti dan upah Waktu Kerja Watu Istirahat Waktu Kerja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA R.I.

MENTERI TENAGA KERJA R.I. MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENGA KERJA R.I NO.PER-04/MEN/1994 TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DIPERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM KETENAGAKERJAAN. A. Tinjauan Umum Mengenai Ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan adalah menyangkut secara keseluruhan dari aspek

BAB III TINJAUAN UMUM KETENAGAKERJAAN. A. Tinjauan Umum Mengenai Ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan adalah menyangkut secara keseluruhan dari aspek BAB III TINJAUAN UMUM KETENAGAKERJAAN A. Tinjauan Umum Mengenai Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan adalah menyangkut secara keseluruhan dari aspek yang berkaitan dengan tenaga kerja secara umum, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Industrial Relation in Indonesia UU No. 13, Tahun 2003 HRM - IM TELKOM 1 DEFINISI KETENAGAKERJAAN. Segala yang berhubungan dengan tenaga kerja pada saat sebelum, selama, dan

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN 2.1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replubik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR DISUSUN OLEH : TEGUH SANTOSO (13.11.106.701201.1711) M. BACHRUL ULUM (13.11.106.701201.1712) M. ADITYA (13.11.106.701201.1713) ARIEF

Lebih terperinci

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA, STUDI ANALISIS : PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015

TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA, STUDI ANALISIS : PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 LAMPIRAN 1 TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA, STUDI ANALISIS : PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 Nama : Rudi HB Daman Pekerjaan : Ketua Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN. dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa ketenagakerjaan adalah segala

BAB III TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN. dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa ketenagakerjaan adalah segala 22 BAB III TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Perjanjian Kerja Adapun mengenai ketenagakerjaan adalah menyangkut secara keseluruhan dari aspek yang berkaitan dengan tenaga kerja secara umum, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PUSTAKA YAYASAN ENAMGE BAGI PRAKTISI MSDM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN. PMTK No. PER-04/MEN/1994 ttg Tunjangan Hari Raya Keagamaan

PUSTAKA YAYASAN ENAMGE BAGI PRAKTISI MSDM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN. PMTK No. PER-04/MEN/1994 ttg Tunjangan Hari Raya Keagamaan PUSTAKA YAYASAN ENAMGE BAGI PRAKTISI MSDM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN PMTK No. PER-04/MEN/1994 ttg Tunjangan Hari Raya Keagamaan IP Umum Rekrutmen K-3 PP-KKB-PK-Konvensi TK Wanita Jam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING) BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP TENAGA KERJA PENYELIA JASA (OUTSOURCING) A. Tinjauan Teoretis mengenai Tenaga Kerja Penyelia Jasa (Outsourcing) 1. Sejarah Hubungan Tenaga Kerja Hubungan perburuhan di

Lebih terperinci

PENGUPAHAN YANG MELINDUNGI PEKERJA/BURUH. SUNARNO,SH. MHum Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PENGUPAHAN YANG MELINDUNGI PEKERJA/BURUH. SUNARNO,SH. MHum Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstraksi PENGUPAHAN YANG MELINDUNGI PEKERJA/BURUH SUNARNO,SH. MHum Dosen Fakultas Hukum UNISRI Penyebab utama terjadinya perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha didominasi oleh masalah pengupahan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) * * Pasal 150 UUK *Mencakup pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik swasta, pemerintah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Di dalam Kamus Umum khususnya bidang hukum dan politik hal. 53 yang ditulis oleh Zainul Bahry, S.H., Perlindungan Hukum terdiri dari 2 suku kata yaitu: Perlindungan

Lebih terperinci

PEMBAYARAN UPAH PASAL 88 UUK : BAHWA TIAP PEKERJA/BURUH BERHAK MEMPEROLEH PENGHASILAN YANG MEMENUHI PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN

PEMBAYARAN UPAH PASAL 88 UUK : BAHWA TIAP PEKERJA/BURUH BERHAK MEMPEROLEH PENGHASILAN YANG MEMENUHI PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN PEMBAYARAN UPAH PASAL 88 UUK : BAHWA TIAP PEKERJA/BURUH BERHAK MEMPEROLEH PENGHASILAN YANG MEMENUHI PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN Kebijakan Pengupahan Prinsip yang melandasi peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2)

BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2) BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA A. Pengertian Pekerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2) disebutkan, tenaga kerja adalah : setiap orang yang

Lebih terperinci

Pengupahan BAB Peraturan tentang Upah

Pengupahan BAB Peraturan tentang Upah BAB 3 Pengupahan 1. Peraturan tentang Upah Berdasarkan pada Pasal 1 (30), UU.13/2003, yang menyatakan bahwa: Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

REGULATION UPDATE. Mario Maurice Sinjal Senior Associate. Nurjadin Sumono Mulyadi&Partners. Jakarta, 12 April Law Office

REGULATION UPDATE. Mario Maurice Sinjal Senior Associate. Nurjadin Sumono Mulyadi&Partners. Jakarta, 12 April Law Office REGULATION UPDATE Mario Maurice Sinjal Senior Associate Nurjadin Sumono Mulyadi&Partners Law Office Jakarta, 12 April 2016 Implementasi Perkembangan Terakhir Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Page 2 TATA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN. Istilah Pekerja/ Buruh muncul untuk menggantikan istilah Buruh pada zaman

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN. Istilah Pekerja/ Buruh muncul untuk menggantikan istilah Buruh pada zaman BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN A. Tinjauan Umum Mengenai Pekerja 1. Pengertian Pekerja, Pengusaha, dan Perusahaan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA ATAU THR KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI RUMAH SAKIT KISARAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN N0.

PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA ATAU THR KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI RUMAH SAKIT KISARAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN N0. PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA ATAU THR KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI RUMAH SAKIT KISARAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN N0. 6 TAHUN 2016 JURNAL DiajukankepadaFakultasHukumUniversitas Sumatera

Lebih terperinci

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) PERJANJIAN KERJA KARYAWAN KONTRAK Pada hari ini, tanggal bulan tahun Telah diadakan perjanjian kerja antara: 1. Nama : Alamat : Jabatan : Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) 2.

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI

BAB III TINJAUAN TEORI BAB III TINJAUAN TEORI A. Ketenagakerjaan 1. Pengertian Ketenagakerjaan Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Ketenagakerjaan adalah hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT

PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT PRT = PEKERJA RUMAH TANGGA PRT = PEKERJA RUMAH TANGGA UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 Ayat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI, UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017 WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN BAB I PENGUPAHAN Pasal 1 SISTEM PENGUPAHAN 1. Hak untuk menerima gaji timbul pada saat adanya

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG REMUNERASI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PADA BIDANG PENGELOLAAN TAMAN PINTAR DINAS PARIWISATA KOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG REMUNERASI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) KANTOR PENGELOLAAN TAMAN PINTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN. A. Gambaran Umum Seputar Pengawas Ketenagakerjaan

BAB II PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN. A. Gambaran Umum Seputar Pengawas Ketenagakerjaan 23 BAB II PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN A. Gambaran Umum Seputar Pengawas Ketenagakerjaan 1. Pengertian Pengawas Ketenagakerjaan Ada banyak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAAN

UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAAN BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII BAB VIII BAB IX BAB X BAB XI BAB XII BAB XIII BAB XIV BAB XV BAB XVI BAB XVII BAB XVIII KETENTUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013 MK. ETIKA PROFESI ETIKA BISNIS Smno.tnh.fpub2013 Pengertian Etika Pengertian; Etika kata Yunani ethos, berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika flsafat moral, ilmu yang membahas nilai dan norma yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA A. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Fitzgerald mengatakan, teori perlindungan hukum Salmond bahwa hukum

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja HAK TENAGA KERJA ATAS JAMSOSTEK YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Marlina T. Sangkoy 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah Hak Tenaga Kerja atas Jamsostek yang mengalami

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG REMUNERASI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT BISNIS PADA DINAS PENGELOLAAN PASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 BAB I PENDAHULUAN PEMBERIAN UPAH LEMBUR TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Umum Upah Minimum Upah adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 31 Undangundang

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG REMUNERASI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT BISNIS PADA DINAS PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang: bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG REMUNERASI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH KANTOR PENGELOLAAN TAMAN PINTAR KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Proses

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 231 TH 2003

KEPMEN NO. 231 TH 2003 KEPMEN NO. 231 TH 2003 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 231 /MEN/2003 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.154, 2015 KESRA. Jaminan Sosial. Kecelakaan Kerja. Kematian. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berkembang yang sedang giat melakukan pembangunan. Pembangunan di Indonesia tidak dapat maksimal jika tidak diiringi dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Dr.Gatot Hari Priowirjanto

KATA PENGANTAR. Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Dr.Gatot Hari Priowirjanto KATA PENGANTAR Modul ini merupakan salah satu modul yang membahas tentang Undang Undang. Sub kompetensi yang harus dicapai siswa dengan mempelajari modul Memahami Undang Undang Tenaga Kerja yang Berlaku.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN, PENEMPATAN, DAN PERLINDUNGAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI RIAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN, PENEMPATAN, DAN PERLINDUNGAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN, PENEMPATAN, DAN PERLINDUNGAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN) PASAL 159 PASAL 162 2 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengupahan merupakan masalah yang sangat krusial dalam bidang ketenagakerjaan bahkan apabila tidak profesional dalam menangani tidak jarang akan menjadi potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM KETENAGAKERJAAN TENAGA KERJA, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM KETENAGAKERJAAN TENAGA KERJA, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM KETENAGAKERJAAN TENAGA KERJA, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA 2.1 Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1 Pengertian Hukum Ketenagakerjaan Batasan pengertian hukum ketenagakerjaan, yang dulu

Lebih terperinci

Peraturan Perusahaan

Peraturan Perusahaan Peraturan Perusahaan INDEKS Sl. No. BAB 1 : BAGIAN UMUM Daftar Isi 1. Istilah dan Pengertiannya 2. Ruang Lingkup 3. Status Pekerja 4. Kewajiban Perusahaan 5. Kewajiban Pekerja BAB 2 : HUBUNGAN KERJA 6.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perjanjian Kerja Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dasri perjanjian yang dimana masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, yang keseluruhan

Lebih terperinci