Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK
|
|
- Leony Sanjaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Oleh: Nuardi A. Dito
2 Profil Nuardi A. Dito Pendidikan 1. Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Program Studi Ilmu Pengembangan SDM Sertifikasi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA); PERADI, IKADIN & FH Unair Surabaya Certified HR Management (CHRM); MM Unair Surabaya Riwayat Pekerjaan: Corp. HR- IR Specialist PT Nippon Steel & Sumikin Construction Indonesia Personnel Manager REDTOP Hotel & Convention Centre Jakarta Duty Manager & Training Coord.- Surabaya Plaza Hotel Legal Officer CV Tesa Prima Ardana Surabaya Senior Internship LBH Universitas Airlangga Surabaya
3 Definisi Perselisihan Hubungan Industrial Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh; Karena adanya perselisihan mengenai hak; Perselisihan kepentingan; Perselisihan pemutusan hubungan kerja/phk; Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
4 Perselisihan Hak Perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, Akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan Peraturan perundang- undangan, Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama
5 Perselisihan Kepentingan Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja; Karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai Pembuatan, dan atau perubahan syarat- syarat kerja Yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, atau Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama
6 Perselisihan PHK Perselisihan yang timbul karena; Tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai; Pengakhiran hubungan kerja; Yang dilakukan oleh salah satu pihak
7 Perselisihan antar SP/SB dalam 1 Perusahaan Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain; Hanya dalam satu perusahaan; Karena tidak adanya persesuaian paham mengenai Keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan
8 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Definisi: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha
9 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Berakhirnya Perjanjian Kerja: (Ps. 61 UU Ketenagakerjaan) a. Pekerja meninggal dunia; b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak- hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak- hak pekerja/buruh. Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per- janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya se- suai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
10 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Konsep Ganti Rugi: (Ps. 62 UU Ketenagakerjaan) Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya Sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
11 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Ketentuan umum: Terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha- usaha sosial dan usaha- usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain
12 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Ketentuan umum: Diupayakan/diusahakan tidak terjadi; Apabila harus terjadi, maka maksud PHK wajib dirundingkan antara Pengusaha dan Pekerja; Apabila perundingan dimaksud tidak menghasilkan kesepakatan, maka PHK dapat dilakukan setelah mendapatkan penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial/LPPHI; PHK tanpa Penetapan LPPHI - > Batal demi hukum; Selama belum ada Penetapan LPPHI yang mempunyak kekuatan hukum tetap, Pengusaha dan Pekerja tetap melaksanakan kewajibannya (meskipun ada skorsing)
13 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Ketentuan umum: PHK tanpa Penetapan LPPHI tidak diperlukan terhadap hal berikut: Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya; Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali; Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang- undangan; atau Pekerja/buruh meninggal dunia.
14 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Ketentuan umum: Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan: Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus- menerus; Menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
15 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Ketentuan umum: Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan: Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; Mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; Perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; Keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan
16 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Ketentuan umum: PHK yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 (3), dan Pasal 168, kecuali Pasal 160 (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima. Pekerja yang mengalami PHK tanpa Penetapan LPPHI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 (3), dan Pasal 162 dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, Pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke LPPHI dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal PHK
17 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Jumlah Kompensasi Upah Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 Ttg. Ketenagakerjaan Masa Kerja (/tahun) Uang Pesangon (/bulan upah) Ps. 156 (2) Uang Penghargaan Masa Kerja (/bulan upah) Ps. 156 (3) Uang Penggantian Hak Ps. 156 (4) < ) cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; ) biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; ) penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; > > ) hal- hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
18 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Kesalahan berat (Ps. 158) Pasal ini sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi/MK berdasarkan Sakit berkepanjangan, cacat akibat kecelakaan kerja (Ps. 172) tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja Kompensasi: 2xUPs, 1xUPMK, dan UPH Perusahaan tutup karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur). (Ps. 164 (1)) Dibuktikan dengan laporan keuangan selama 2 (dua) terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Kompensasi: 1xUPs, axupmk, UPH
19 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Pekerja ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha (Ps. 160) Tidak wajib membayar upah tapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga Pekerja a. Untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah; b. Untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah; c. Untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah; d. Untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah. Bantuan diberikan untuk paling lama 6 bulan takwim sejak Pekerja ditahan Apabila setelah 6 bulan tidak dapat melakukan pekerjaan dapat di PHK, namun apabila sebelum 6 bulan sudah ada putusan dan Pekerja tidak bersalah maka pengusaha wajib memperkerjakan kembali Konsekuensi apabila di- PHK: 1xUPMK dan UPH
20 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Pelanggaran Perjanjian Kerja/PK, Peraturan Perusahaan/PP atau Perjanjian Kerja Bersama/PKB (Ps. 161) Dapat dilakukan kepada Pekerja setelah Pekerja diberikan Surat Peringatan Pertama, Kedua, dan Ketiga secara berturut- turut; Surat Peringatan masing- masing tingkat berlaku paling lama 6 bulan, kecuali ditetapkan lain dalam PK, PP, dan PKB Kompensasi: 1 x UPs, 1 x UPMK, dan UPH Mengundurkan diri atas kemauan sendiri (Ps. 162) Harus memenuhi syarat: a. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri. Kompensasi: UPH dan Uang Pisah yang besarnya diatur PK/PP/PKB
21 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. (Ps. 163 (1)) Kompensasi: 1xUPs, 1xUPMK, dan UPH Perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya. (Ps. 163 (2)) Kompensasi: 2xUPs, 1xUPMK, UPH
22 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Perusahaan pailit. (Ps. 165) Kompensasi : 1xUPs, 1xUPMK, UPH Pekerja meninggal dunia. (Ps. 166) Kompensasi diberikan kepada ahli warisnya Kompensasi: 2xUPs, 1xUPMK, dan UPH Mangkir (Ps. 168) Mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut- turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti yang sah dan telah dipanggil secara patut dan tertulis oleh Pengusaha dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri; Pemanggilan berdasarkan alamat Pekerja yang tercatat di Perusahaan dengan tenggang waktu pemanggilan antara Panggilan ke- 1 dengan ke- 2 paling sedikit 3 hari kerja; Kompensasi : UPH dan Uang Pisah sesuai PK, PP, atau PKB
23 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Perusahaan melakukan efisiensi (Ps. 164 (3)) Pasal ini dianulir oleh Putusan MK No. 19/PUU- IX/2011 dengan putusan sebagai berikut: Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa perusahaan tutup Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) pada frasa mengikat sepanjang tutup tidak untuk sementara waktu Kompensasi: 2xUPs, 1xUPMK, dan UPH
24 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Memasuki usia pensiun. Apabila telah Pekerja diikutsertakan pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh Pengusaha, maka kompensasinya : UPH (Ps. 167 (1)), apabila perhitungannya lebih kecil dari skema 2xUPs, 1xUPMK, dan UPH maka selisihnya dibayar Pengusaha (Ps. 167 (2)); Apabila Pekerja program pensiun yang iuran/preminya dibayar Pengusaha dan Pekerja, maka yang diperhitungkan dengan Ups yaitu Uang Pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh Pengusaha Ketentuan tersebut diatas dapat diatur lain dalam PK, PP, atau PKB Apabila Pekerja tidak diikutsertakan pada Program Pensiun maka kompensasinya adalah sebagai berikut: 2xUPs, 1xUPMK, dan UPH Hak atas manfaat pensiun tidak menghilangkan hak Pekerja atas Jaminan Hari Tua yang bersifat wajib sesuai dengan Peraturan Per- UU- an yang berlaku.
25 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Kesalahan Pengusaha (Ps. 169) Pekerja dapat mengajukan PHK apabila Pengusaha melakukan hal sebagai berikut: a) Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh; b) Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan; c) Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut- turut atau lebih; Direvisi oleh Putusan MK No. 58/PUU- IX/2011yang pada intinya apabila setelah 3 bulan berturut- turut/lebih Pengusaha tidak membayar upah dan telah itu Pengusaha membayar upah tepat waktu maka hak Pekerja untuk mengajukan PHK tidak gugur. d) Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh; e) Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau f) Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
26 Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Alasan PHK: Kesalahan Pengusaha (Ps. 169) Apabila perbuatan Pengusaha sebagaimana diatas terbukti, maka Pekerja berhak atas kompensasi : 2xUPs, 1xUPMK, dan UPH; Apabila perbuatan Pengusaha tidak terbukti, maka Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap Pekerja tanpa Penetapan LPPHI serta tanpa memberikan UPs dan UPMK
27 Tata Cara Penyelesaian PHI Non- Litigasi: 1. Bipatrit 2. Mediasi; 3. Konsiliasi; 4. Arbitrasi. Litigasi: 1. Pengadilan Hubungan Industrial/PHI
28 Definisi Bipatrit Perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha Untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial Diatur dalam Per. Menakertrans RI No. PER.31/MEN/XII/2008
29 Ketentuan dalam Bipatrit Sifatnya wajib; Diselesaikan dalam 30 hari sejak dimulainya perundingan; Setiap Perundingan dibuat risalah yang memuat: a. nama lengkap dan alamat para pihak; b. tanggal dan tempat perundingan c. pokok masalah atau alasan perselisihan d. pendapat para pihak e. kesimpulan atau hasil perundingan f. tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
30 Ketentuan dalam Bipatrit Apabila tercapai kesepakatan dalam perundingan, maka dibuat Perjanjian Bersama /PB; PB ditandatangani oleh para pihak dan didaftarkan ke PHI di PN wilayah para pihak agar memiliki kekuatan eksekutorial; Apabila PB tidak dilaksanakan, maka pihak yang dirugikan dapat meminta permohonan eksekusi untuk mendapatkan penetapan eksekusi ke PN ditempat PB didaftar; Apabila pemohon domisili diluar PN tempat didaftarnya PB, maka bisa lewat PN setempat utk diteruskan ke PN tempat PB didaftarkan.
31 Ketentuan dalam Bipatrit Perundingan dianggap gagal, apabila: 1. Salah satu pihak menolak berunding; 2. Perundingan tidak mencapai kesepakatan. Apabila perundingan gagal, maka para pihak dapat mencatatkan perselisihan di instansi yang di bidang ketenagakerjaan Pencatatan perselisihan dilampiri bukti- bukti perundingan, tanpa bukti berkas akan dikembalikan
32 Ketentuan dalam Bipatrit Setelah berkas diterima dan dicatat instansi dibidang ketenegakerjaan, maka dalam 7 hari diberi pilihan penyelesaian: 1. Konsiliasi; Kepentingan, PHK, Antar SP/SB 2. Arbitrase. Kepentingan, Antar SP/SB Apabila tidak memilih, dilimpahkan ke Pegawai Mediator
33 Definisi Mediasi Penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh Hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah Yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral
34 Definisi Mediator Pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Yang memenuhi syarat- syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri Untuk bertugas melakukan mediasi dan Mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih Untuk menyelesaikan perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja, antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
35 Proses Mediasi Dalam waktu 7 hari sejak menerima pelimpahan harus sudah mengadakan penelitian tentang perkara dan mengadakan sidang mediasi; Para Pihak perlu mempersiapkan: Surat Kuasa Surat jawaban atas pemanggilan para pihak Mediator menyelesaikan seluruh tugasnya paling lambat 30 hari sejak menerima pelimpahan Perkara PHI Mediator dapat memanggil saksi/saksi ahli; Papa pihak yang dipanggil untuk didengar keterangannya wajib memberikan keterangan dan memberikan data yang diminta; Mediator merahasiakan semua keterangan yang diberikan saksi/saksi ahli
36 Proses Mediasi Apabila tercapai kesepakatan Penyelesaian PHI maka dibuat PB dan didaftarkan sesuai peraturan Per- UU- an; Apabila tidak terjadi kesepakatan maka : 1. Mediator mengeluarkan anjuran; 2. Anjuran disampaikan paling lambat 10 hari kerja sejak sidang mediasi pertama; 3. Para pihak menjawab anjuran paling lambat 10 hari sejak menerima anjuran;
37 Proses Mediasi 4. Pihak yang tidak menjawab dianggap menolak anjuran 5. Apabila para pihak setuju, paling lambat 3 hari kerja mediator membantu membuat PB untuk ditandatangani dan didaftarkan ke LPPHI 6. Apabila ada pihak yang tidak setuju, maka pihak yang tidak setuju dapat mengajukan gugatan kepada LPPHI
38 Definisi Konsiliasi Penyelesaian perselisihan kepentingan, PHK, Antar SP/SB dalam 1 perusahaan; Melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral
39 Definisi Konsiliator Seorang atau lebih yang memenuhi syarat- syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri; Yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih; Untuk menyelesaikan Perselisihan Kepentingan, PHK, Antar SP/SB dalam 1 perusahaan.
40 Ketentuan dalam Konsiliasi Dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota; Yurisdiksinya meliputi tempat Pekerja/Buruh bekerja; Yang menjadi kompetensi Konsiliator: Perselisihan Kepentingan; Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja; Perselisihan antar SP/SB dalam 1 perusahaan. Penunjukkannya dilakukan atas permintaan tertulis dan disetujui para pihak. Daftar nama konsiliator diberikan oleh Instansi dalam bidang Ketenagakerjaan.
41 Definisi Arbitrasi (Ketenagakerjaan) Penyelesaian suatu Perselisihan Kepentingan, antar SP/SB hanya dalam 1 perusahaan; di luar Pengadilan Hubungan Industrial; melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final
42 Definisi Arbiter seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih; dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, antar SP/SB hanya dalam 1 perusahaan, yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final Wilayahnya seluruh wilayah Republik Indonesia
43 Jumlah Arbiter Para pihak memilih sendiri arbiter dari daftar yang ditetapkan menteri; Arbiter bisa tunggal, bisa gasal sebanyak- banyaknya 3 (tiga) orang; Kalau para pihak memilih arbiter tunggal, maka paling lambat 7 hari kerja harus sudah dipilih oleh para pihak; Kalau para pihak memilih arbiter gasal, maka paling lambat 3 hari kerja para pihak memilih arbiter, dan paling lambat 7 hari kerja arbiter ke- 3 dipilih oleh arbiter yang sudah dipilih oleh para pihak
44 Jumlah Arbiter Penunjukan arbiter dilakukan secara tertulis; Dalam hal para pihak tidak sepakat untuk menunjuk arbiter baik tunggal maupun beberapa arbiter (majelis) dalam jumlah, maka atas permohonan salah satu pihak Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri. Seorang arbiter yang diminta oleh para pihak, wajib memberitahukan kepada para pihak tentang hal yang mungkin akan mempengaruhi kebebasannya atau menimbulkan keberpihakan putusan yang akan diberikan. Seseorang yang menerima penunjukan sebagai arbiter sebagaimana dimaksud harus memberitahukan kepada para pihak mengenai penerimaan penunjukannya secara tertulis.
45 Proses Arbitrasi Dilakukan atas dasar kesepakatan pihak yang berselisih; Kesepakatan dituangkan dan ditandatangani dalam perjanjian tertulis yang memuat: a. nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih; b. pokok- pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan; c. jumlah arbiter yang disepakati; d. pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase; dan e. tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih.
46 Pengadilan Hubungan Industrial/PHI Definisi: Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Berwenang untuk memeriksa dan memutus: di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
47 Pengadilan Hubungan Industrial/PHI Hukum acara yang berlaku : Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang- undang ini. Biaya perkara: Apabila nilai gugatan < Rp ,00 tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi
48 Pengadilan Hubungan Industrial/PHI Proses beracara: Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 Undang- undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjan, dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
49 Pengadilan Hubungan Industrial/PHI Proses beracara: Pengajuan gugatan tanpa Risalah Mediasi/Konsiliasi, akan dikembalikan oleh Hakim PHI kepada Penggugat; Hakim berkewajiban memeriksa isi gugatan dan bila terdapat kekurangan, hakim meminta pengugat untuk menyempurnakan gugatannya; Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus;
50 Pengadilan Hubungan Industrial/PHI Proses beracara: Penggugat dapat sewaktu- waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban; Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial hanya apabila disetujui tergugat. Apabila Perselisihan Hak dan/atau Perselisihan Kepentingan diikuti Perselisihan PHK, maka LPPHI wajib memutus terlebih dahulu Perkara Perselisihan Hak dan/atau Perselisihan Kepentingan; Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya.
51 TERIMA KASIH
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya
Lebih terperinciPemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
Lebih terperinciPROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan
Lebih terperinciUU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciPasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
* * Pasal 150 UUK *Mencakup pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik swasta, pemerintah,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian
Lebih terperinciPPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum
1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciPerselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4
BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi
Lebih terperincifile://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm
Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Tujuan Mahasiswa mampu mendefinisikan PHK Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenisjenis PHK Mahasiswa mampu menganalisis hak-hak pekerja yang di PHK Pengertian PHK adalah pengakhiran
Lebih terperinciRINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.
1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk
Lebih terperincic. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.
PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2
PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja
Lebih terperinciPEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14
PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)
Lebih terperinciBAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG JASA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN SWASTA Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER-03/MEN/1996
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR
BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,
Lebih terperinciPERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003
1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TENGAH, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan semangat
Lebih terperinciPerselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan: Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciIII. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Hubungan Industrial 2.1.1 Pengertian dan fungsi hubungan industrial Istilah hubungan
Lebih terperinciPHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Maya Jannah, S.H., M.H Dosen tetap STIH LABUHANBATU ABSTRAK Hukum ketenagakerjaan bukan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA
Lebih terperinciSTIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis
Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 4 Hubungan Bisnis Dengan Tenaga Kerja Setiap usaha/bisnis membutuhkan tenaga kerja sebagai mesin penggerak produksi. Tenaga kerja memegang peran vital
Lebih terperinciSTANDARISASI PEMUTUSAN
STANDARISASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAN Oleh : Ayu, Puput, Vitariai Badai, Habib, Yanuar Rizki Latar Belakang Penciptaan Lapangan Pekerjaan Indikator Ketenagakerjaan Krisis Ekonomi Global Pemutusan
Lebih terperinciKISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN
KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
Lebih terperinciMeminimalkan Konflik dalam PHK
Meminimalkan Konflik dalam PHK Definisi PHK Unsur Unsur Dalam PHK : 1. Merupakan pengakhiran hubungan kerja 2. Disebabkan suatu hal tertentu 3. Mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja
Lebih terperinci: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja
HAK TENAGA KERJA ATAS JAMSOSTEK YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Marlina T. Sangkoy 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah Hak Tenaga Kerja atas Jamsostek yang mengalami
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciPERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciPada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA
Bab I MAKNA PHK BAGI PEKERJA Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah untuk melindungi pekerja dari segala macam eksploitasi. Hal ini didasarkan pada tinjauan filosofis, bahwa dalam sistem
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....
Lebih terperinciPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) JENIS-JENIS PHK
Modul ke: Hubungan Industrial PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) JENIS-JENIS PHK dan PENYELESAIAN PHK Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si Sub Bahasan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Peran Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada kedudukan-kedudukan tertentu dalam masyarakat, kedudukan dimana dapat dimiliki
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Vykel H. Tering 2 A B S T R A K Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, pengumpulan bahan hukum dilakukan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014
PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh : Moh. Iswanto Sumaga 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimanakah bentukbentuk sengketa setelah
Lebih terperinci* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK)
* *mogok kerja sebenarnya adalah hak dasar dari pekerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan, (Pasal 137 UUK). * Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Sigit Risfanditama Amin 2 ABSTRAK Hakikat hukum ketenagakerjaan adalah perlindungan
Lebih terperinciKEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA
KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang
Lebih terperinciBAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/pemutusan dapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,
Lebih terperinciperlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia;
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-78/]VIEN/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS BEBERAPA PASAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESTA NOMOR KEP-150/]VIEN/2OOO
Lebih terperinciBAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1
LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG
MENTERI KETENAGAKERJAAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PUBLIKDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum
Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum
Lebih terperinciMOGOK KERJA DAN LOCK-OUT
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT copyright by Elok Hikmawati 1 Definisi Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh
Lebih terperinci2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2099, 2014 KEMENAKER. Peraturan Perusahaan. Pembuatan dan Pendaftaran. Perjanjian Kerja Sama. Pembuatan dan Pengesahan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciImplementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit
Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit Dr. Sri Rahayu, SH, MM Widyaiswara Madya Badan Diklat Kementerian Tenaga Kerja Abstrak: (Diterima 13 November
Lebih terperinciAnda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial
Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan
Lebih terperinciSUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO
SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN) PASAL 159 PASAL 162 2 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN PEMBERHENTIAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciBAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Bipartit Sebagai Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang
Lebih terperinciSetiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.
PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : Mengingat : MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Lebih terperinciSerikat Pekerja dan Hubungan Industrial
MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan
Lebih terperinciMSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 78/MEN/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS BEBERAPA PASAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemutusan hubungana kerja (PHK) diatur dalam Pasal 150 sampai dengan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja berdasarkan
Lebih terperinciPrinsip Dasar PPHI dan Macam-Macam Perselisihan. Disusun oleh : M. Fandrian Hadistianto
Prinsip Dasar PPHI dan Macam-Macam Perselisihan Disusun oleh : M. Fandrian Hadistianto Penyelesaian Sebelum UU PPHI (UU nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial) Berlaku
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah
Lebih terperinciKEPMEN NO. 92 TH 2004
KEPMEN NO. 92 TH 2004 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Lebih terperinciDEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUBUNGAN INDUSTRIAL DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara semua pihak yang terkait dalam proses produksi suatu barang/jasa di suatu organisasi/perusahaan.
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PRAKTEK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJADI INDONESIA
IMPLEMENTASI PRAKTEK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJADI INDONESIA Mario Maurice Sinjal Senior Associate NurjadinSumonoMulyadi&Partners Law Office Jakarta, 12 April 2016 DasarHukum 1. Undang-undang No. 21 Tahun
Lebih terperinciALTERNATIF PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN. Akbar Pradima Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ABSTRAK
DIH, Jurnal Ilmu Hukum Pebruari 2013, Vol. 9, No. 17, Hal. 1-18 ALTERNATIF PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN Akbar Pradima Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Lebih terperinci2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1435, 2014 KEMENAKERTRANS. Mediator. Mediasi. Pengangkatan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG
Lebih terperinciTiga perundang-undangan ketenagakerjaan yang diundangkan dalam
PRAKATA Tiga perundang-undangan ketenagakerjaan yang diundangkan dalam masa program reformasi yang dimulai di tahun 1998 adalah UU No.21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UU No.13 Tahun
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan perlu dilakukan upaya
Lebih terperinciperjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang
perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya
Lebih terperinciINVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN
INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN I. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun 1 13/10/2011 25/PUU-IX/2011 Menyatakan
Lebih terperinciBAB I KETENTUAN U M U M
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI
Lebih terperinci