BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. material. Contoh bahan cetak elastomer adalah silikon, polieter dan polisulfida.

PENGARUH PENYEMPROTAN REBUSAN DAUN SIRIH DAN LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT PADA CETAKAN ELASTOMER TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI MODEL FISIOLOGIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari peran mikroorganisme, yang jika

Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Resin akrilik merupakan bahan yang paling banyak digunakan di Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi merupakan komunitas mikroba yang melekat maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut dan bersama grup viridans lainnya umum terdapat di saluran pernapasan

Lamiah, et al, Pengaruh Desinfeksi dengan Teknik Spray Rebusan Daun Sirih Hijau...

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP JUMLAH KOLONI BAKTERI

BAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan

minyak mimba pada konsentrasi 32% untuk bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, 16% untuk bakteri Salmonella typhi dan 12,5% terhadap

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Angka kejadian masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari seperti makan, minum, bicara dan bersosialisasi. Kesehatan secara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan

BAB I PENDAHULUAN. Rongga mulut manusia tidak terlepas dari berbagai macam bakteri, diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan dengan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang tampak pada Rf = 0, 67 dengan konsentrasi mulai 3% untuk Escherichia coli dan 2%

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN DARI BAHAN CETAK ALGINAT SETELAH DIRENDAM KE DALAM AIR OZON

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terinfeksi dengan mikroorganisme patogen yang berlainan. Infeksi silang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 0,1%, usia tahun 0,4 %, usia tahun 1,8%, usia tahun 5,9%

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama resin akrilik kuring panas memenuhi syarat sebagai bahan basis gigi

BAB I PENDAHULUAN. dari sistem stomatognasi gigi berfungsi sebagai alat mastikasi, estetika, fonetik

Hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa minyak atsiri dari daun cengkeh yang diperoleh dengan destilasi alat Stahl mempunyai aktivitas terhadap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuntutan dan kebutuhan akan perawatan ortodonti pada masa kini semakin

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang buruk, kelainan berbicara apabila gigi yang hilang adalah gigi depan,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki banyak sekali khasiat sebagai obat tradisional, dan belum banyak

seperti klorheksidin dan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) sulit untuk diperjualbelikan secara bebas sebab memerlukan resep dokter selain itu saat ini

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 2014

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus sanguis adalah jenis bakteri Streptococcs viridans yang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kondisi ini dapat tercapai dengan melakukan perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat replika atau cetakan yang akurat dari jaringan keras maupun jaringan lunak rongga mulut. 1 Salah satu bahan yang sering digunakan di kedokteran gigi untuk membuat cetakan yang akurat dan mampu menghasilkan cetakan gigi, jaringan mulut serta anatomi mulut yang diinginkan serta memiliki dimensi yang stabil adalah bahan cetak elastomer. Elastomer adalah bahan cetak yang bersifat elastis yang apabila digunakan dan dikeluarkan dari rongga mulut, akan tetap bersifat elastis dan fleksibel. Bahan ini biasanya digunakan dalam proses pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, gigi tiruan imidiat, gigi tiruan mahkota, serta gigi tiruan penuh yang memerlukan cetakan yang akurat dan detail. 2 Bahan cetak elastomer terdiri dari polisulfid, polieter dan silikon. Silikon terdiri dari silikon kondensasi dan silikon adisi. Silikon kondensasi terbentuk dari reaksi kondensasi yang menghasilkan etanol yang dapat menguap sehingga dapat mengakibatkan perubahan dimensi pada cetakan. 3 Hal tersebut tidak terjadi pada silikon adisi, oleh karena itu, bahan cetak silikon adisi lebih banyak digunakan. 4 Silikon adisi yang dikenal juga dengan sebutan polivinil siloksan (PVS) merupakan bahan cetak yang sangat akurat sehingga sangat cocok digunakan untuk mencetak pembuatan gigi tiruan cekat. 4,5 Kekurangannya terletak pada harga dari PVS ini cenderung mahal dan sifatnya yang cenderung hidrofobik. 4 Sifat yang hidrofobik menyebabkan saat penggunaan perlu diciptakan keadaan rongga mulut yang kering dan bebas dari air dan saliva. Hal tersebut sulit dilakukan sehingga seiring perkembangan bahan ini telah dimodifikasi dengan menambahkan surfaktan untuk meningkatkan hidrophilicity. 3-5 Pada saat prosedur pengambilan cetakan dilakukan, saliva akan menempel pada hasil cetakan, yang merupakan sumber kontaminasi dan memungkinkan

2 berbagai mikroorganisme patogen dari rongga mulut melekat pada cetakan tersebut. 2,6 Oleh sebab itu, terdapat risiko penularan infeksi ke dokter gigi maupun petugas laboratorium ketika pencetakan rahang pasien, melalui saliva pasien. Beberapa penyebab infeksi penularan yaitu : Streptococcus dan Staphylococcus species, Bacillus species, Enterobacter species, virus Hepatitis, virus Herpes simpleks, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Salah satu studi menemukan bahwa 67% dari bahan-bahan yang dikirim dokter gigi ke laboratorium kedokteran gigi terkontaminasi oleh bakteri patogen. 7,8 Kontaminasi bakteri dapat dihindari dengan melakukan desinfeksi pada bahan cetak yang digunakan. 7 Berdasarkan anjuran ADA (American Dental Association) membersihkan darah dan saliva dari hasil cetakan menggunakan larutan desinfektan sebelum dilakukan pengisian gipsum di laboratorium sangatlah penting. 2,8 Cetakan harus dicuci dengan air untuk menghilangkan debris, darah, dan saliva karena berpotensi untuk infeksi dan penularan mikroorganisme dari cetakan, sehingga harus dilakukan desinfeksi dengan cara yang sesuai. Desinfeksi dapat dilakukan dengan tindakan fisik dan kimia. Tindakan fisik seperti dry heat pada suhu 160 o - 180 o selama 2 jam dan wet steam pada suhu 121 o selama 15 menit (autoclaving) dapat mengakibatkan kenaikan suhu yang dapat menyebabkan kerusakan dalam cetakan. Desinfeksi bahan cetak menggunakan bahan kimiawi sangat dianjurkan. 2 Bahan kimiawi yang paling sering digunakan sebagai larutan desinfektan adalah sodium hipoklorit, glutaraldehid, fenol, alkohol dan hidrogen peroksida. 2,9 Pang SK (2006) menyatakan bahwa bahan desinfektan yang digunakan untuk desinfeksi hasil cetakan antara lain adalah sodium hipoklorit (77%), glutaraldehid (8%), alkohol (8%), hidrogen peroksida (4%), dan 3,8% menggunakan produk lain. 10 Sodium hipoklorit merupakan desinfektan yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya mudah diperoleh serta mempunyai kemampuan antimikrobial spektrum luas. 2 Metode yang digunakan untuk mendesinfeksi hasil cetakan ada dua yaitu teknik penyemprotan dan perendaman. 2,8 Penyemprotan menggunakan sodium hipoklorit 0,5% terbukti efektif untuk mencegah infeksi silang yang disebabkan

3 bakteri gram positif dan negatif. 2 Menurut Merchant dkk (2004) larutan sodium hipoklorit dengan konsentrasi 0,5% sudah cukup untuk mendesinfeksi bahan cetak. 6 Berdasarkan penelitian dari Santosh (2011) penyemprotan dalam waktu 1 menit dengan sodium hipoklorit yang dihitung dengan colony counter pada bakteri jenis S. aureus dan S. viridans yang terdapat pada cetakan terjadi penurunan jumlah bakteri 100%. Selain itu, sodium hipoklorit memiliki efek desinfektan bakterisidal, virusidal dan fungisidal. 2 Dewasa ini telah berkembang penggunaan obat tradisional sebagai alternatif dari bahan kimia. 11,12 Indonesia mempunyai beraneka ragam jenis tanaman yang digunakan sebagai obat-obat tradisional. 8 Obat-obat tradisional Indonesia umumnya menggunakan bahan-bahan yang relatif mudah didapat dan penggunaannya tidak membutuhkan biaya yang tinggi. 11,12 Salah satu obat tradisional yang sering digunakan adalah daun sirih. 8 Daun sirih (Piper betle Linn) sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, dan sekarang ini dimanfaatkan oleh masyarakat umum sebagai antiseptik. 13 Jenis sirih yang sering digunakan masyarakat adalah sirih jawa. Kandungan sirih adalah minyak atsiri yang terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estargiol, eugenol, metileugenol, karvakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tanin. 13 Daun sirih terkenal akan khasiatnya sebagai desinfektan karena memiliki kandungan kavikol. Kavikol mempunyai khasiat bakterisid lima kali lebih kuat daripada fenol biasa. 7,8 Siswomihardjo (1994) menyebutkan bahwa air sirih 25% yang diolah dengan cara direbus menyebabkan bakteri tidak tumbuh. 8 Sebagian besar penelitian tentang tanaman daun sirih telah membuktikan efek antibakterial terhadap Streptococcus mutans. Infusa daun sirih secara tidak langsung menghambat perlekatan dari Streptococcus mutans dengan membuat lingkungan menjadi tidak kondusif bagi Streptococcus mutans untuk melekat. 8 Penelitian Vani K dkk (2011) menunjukkan bahwa daun sirih memiliki efek antimikroba dalam mengurangi mikroflora di dalam mulut. 14 Soemiati dan Elya (2002) menyatakan bahwa kadar hambat minimum (KHM) daun sirih yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans adalah sebesar 25%. Selain itu, infusa sirih juga dapat

4 menghambat pertumbuhan E. Coli, Staphylococcus koagulase positif, Salmonela typhosa, bahkan Pseudomonas aeruginosa yang kerap kali resisten terhadap antibiotik. 8 Penelitian Praja H A (2009) menunjukkan bahwa perendaman resin akrilik polimerisasi panas dalam rebusan daun sirih 25% selama 5 menit berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans. 15 Selain berfungsi sebagai desinfektan, bahan desinfeksi juga berpengaruh terhadap perubahan dimensi pada bahan cetak yang digunakan dalam kedokteran gigi. 2 Perendaman bahan cetak dalam desinfektan secara klinis berpengaruh terhadap stabilitas dimensional. 16 Menurut penelitian Iara C (2011) ketika menggunakan teknik perendaman dalam melakukan desinfeksi bahan cetak elastomer terdapat perubahan dimensi yang signifikan. 2 Penelitian lain menyatakan pada bahan cetak elastomer yang direndam di dalam larutan desinfektan disimpulkan tidak ada perubahan klinis yang relevan. Hasil penelitian tidak semuanya sependapat karena terdapat perbedaan waktu perendaman, bahan desinfektan serta jenis bahan cetak yang digunakan. 17 Menurut survei Kugel G dkk (2000), sebanyak 46% laboratorium di USA melakukan desinfeksi dengan teknik penyemprotan, 34% laboratorium melakukan desinfeksi dengan teknik perendaman, 23% lainnya menyatakan tidak mengetahui teknik mana yang sesuai. 18 Silva dan Salvador (2004) serta Saber FS, dkk (2010) menyatakan bahwa metode desinfektan dengan teknik perendaman menunjukkan aktivitas antimikrobial yang sama dengan teknik penyemprotan. 6,16,19 Sari RDAN dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang penyemprotan dan perendaman infusa daun sirih 25% pada bahan cetak menyatakan bahwa desinfeksi cetakan dengan teknik penyemprotan menghasilkan perubahan dimensi yang lebih kecil dibandingkan teknik perendaman. 8 Oleh karena itu, teknik penyemprotan dianggap sebagai metode yang efektif untuk mengurangi terjadinya risiko perubahan dimensi pada cetakan dibandingkan dengan teknik perendaman. 6 Pertimbangan yang harus tetap diperhatikan dalam memilih metode desinfeksi bahan cetak adalah pengaruh larutan desinfektan terhadap efek mematikan bakteri dan menggurangi jumlah pertumbuhan bakteri serta stabilitas dimensi dan detail permukaan bahan cetak. Lamanya desinfeksi pada bahan cetak juga hal yang

5 berpengaruh pada saat dilakukan desinfeksi. Hal ini menjadi pertimbangan para dokter gigi dalam melakukan desinfeksi agar hasil cetakan yang dihasilkan dapat memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Cara efektif untuk mendesinfeksi bahan cetakan tersebut adalah menggunakan larutan desinfeksi selama 10-15 menit. 2 Stabilitas dimensi pada hasil cetakan merupakan hal penting dalam keberhasilan pembuatan gigi tiruan. 19 Efek pemakaian desinfektan pada akurasi dan stabilitas dimensi hasil cetakan sedang dipelajari secara luas. 20 Menurut ketentuan spesifikasi ANSI/ADA penelitian tentang bahan cetak elastomer termasuk stabilitas dimensinya dapat dilakukan dengan mengukur jarak bukolingual, oklusogingival serta interpreparasi pada model yang dicetak dari model induk. 21 Model merupakan reproduksi positif dari gigi dan jaringan mulut, yang diperoleh dengan mengisi gipsum keras pada hasil cetakan. 22 Hasil penelitian Oderinu OH (2007) menyimpulkan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 1% dengan teknik penyemprotan selama 10 menit pada alginat tidak terdapat perubahan dimensi yang signifikan pada model. 20 Ongko DP (2012) melakukan penelitian tentang cetakan elastomer silikon adisi yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan 2%, menyimpulkan sodium hipoklorit 0,5% dapat menggantikan larutan sodium hipoklorit 2% sebagai desinfektan untuk bahan cetak. 23 Ongo TA dkk (2014) menyatakan bahwa penggunaan teknik penyemprotan dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 5, 10, dan 15 menit pada bahan cetak elastomer terdapat perbedaan signifikan stabilitas dimensi cetakan. 2 Hasil penelitian Affandi A (2009), bahan cetak elastomer pada perendaman dalam larutan desinfektan daun sirih 25% selama 10, 20, 30, 40 dan 50 menit dibandingkan dengan yang tidak dilakukan perendaman terjadi perubahan dimensi hasil cetakan, perbedaan rata-rata diameter hasil pengukuran pada yang tidak direndam sebesar 0,6010, pada yang direndam 10 menit sebesar 0,6110, 20 menit sebesar 0,6130, 30 menit sebesar 0,6110, 40 menit sebesar 0,6130 dan yang 50 menit sebesar 0,6240. 24 Sari RDAN dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang desinfeksi cetakan alginat menyatakan cetakan yang disemprot infusa daun sirih 25% selama 10 menit terdapat perubahan dimensi yang signifikan. 8 Berbeda dengan

6 penelitian Hasanah NY dkk (2014) yang menyatakan penyemprotan larutan daun sirih 80% pada bahan cetak alginat selama 5, 10 dan 15 menit tidak menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan. 19 1.2 Permasalahan Bahan cetak elastomer merupakan bahan yang sering digunakan di kedokteran gigi untuk membuat cetakan yang akurat dan mampu menghasilkan cetakan gigi, jaringan mulut serta anatomi mulut yang diinginkan serta memiliki dimensi yang stabil. Bahan cetak elastomer yang sering digunakan adalah polivinil siloksan (silikon adisi). Cetakan yang dihasilkan akurat namun bahan cetak ini mempunyai sifat yang hidrofobik sehingga saat penggunaan perlu menciptakan keadaan rongga mulut yang kering dan bebas dari air dan saliva. Hal tersebut sulit dilakukan sehingga seiring perkembangan bahan ini telah dimodifikasi dengan menambahkan surfaktan untuk meningkatkan hidrophilicity. Bahan cetak silikon adisi yang hidrofilik cenderung mempunyai wettability yang tinggi dibandingkan yang hidrofobik, hal ini membuat bahan cetak tersebut menyerap larutan desinfeksi sehingga menjadikannya lebih mudah untuk mengalami perubahan dimensi apabila didesinfeksi. Menurut American Dental Association (ADA) hasil cetakan seharusnya dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir untuk menghilangkan saliva dan darah yang melekat pada hasil cetakan, kemudian didesinfeksi untuk menghindari terjadinya infeksi silang sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan kimiawi yang paling sering digunakan sebagai desinfektan adalah sodium hipoklorit. Bahan tradisional dari tanaman Indonesia juga sudah banyak digunakan sebagai desinfektan salah satunya adalah daun sirih. Salah satu metode yang digunakan untuk mendesinfeksi hasil cetakan yaitu teknik penyemprotan. Permasalahan yang dapat timbul setelah tindakan desinfeksi adalah perubahan dimensi dari hasil cetakan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa tujuan desinfeksi hasil cetakan secara efektif adalah untuk membunuh mikroorganisme patogen tanpa merusak dan mengurangi keakuratan dimensinya. Belum ada penelitian yang membandingkan efek penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium

7 hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis. Hal ini sebagai upaya untuk mengetahui ada tidaknya perubahan dimensi hasil cetakan elastomer yang nantinya akan menentukan ketepatan pada pembuatan model selanjutnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkeinginan melakukan penelitian tentang pengaruh penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Berapa nilai dimensi model fisiologis yang didapat dari cetakan elastomer tanpa penyemprotan, dengan penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% 2. Apakah ada pengaruh penyemprotan rebusan daun sirih 25% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis 3. Apakah ada pengaruh penyemprotan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis 4. Apakah ada perbedaan pengaruh antara penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui nilai dimensi model fisiologis yang didapat dari cetakan elastomer tanpa penyemprotan, dengan penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% 2. Untuk mengetahui pengaruh penyemprotan rebusan daun sirih 25% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis 3. Untuk mengetahui pengaruh penyemprotan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis

8 4. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi material kedokteran gigi, khususnya yang digunakan dalam bidang prostodonsia. 2. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai bahan desinfektan yang digunakan pada cetakan elastomer. 1.5.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi, perawat dan teknisi laboratorium sebagai suatu pertimbangan dalam memilih jenis desinfektan yang dapat menjaga kestabilan dimensi cetakan.