BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi final per sektor, pada tahun 2030 penggunaan energi di wilayah Provinsi Jawa tengah rata-rata mengalami kenaikan sebesar 5,6% per tahun dengan permintaan energi final keseluruhan adalah sebesar 1.683.091,24 Ribu SBM, 1.554.163 ribu SBM, dan 1.405.829,46 ribu SBM untuk masing-masing skenario BAU, MOD, dan skenario OPT. Sedangkan di wilayah DIY rata-rata mengalami kenaikan sebesar 7,63% per tahun, dengan permintaan energi final keseluruhan adalah sebesar 236.923,6 Ribu SBM, 195.878,1 Ribu SBM, dan 184.695,1 Ribu SBM di tahun 2030, untuk masing-masing skenario BAU, MOD, dan Skenario OPT. Penurunan penggunaan energi secara keseluruhan berdasarkan skenario yang dikembangkan terjadi akibat pemanfaatan potensi efisiensi energi dan pengembangan potensi energi terbarukan yang tertuang dalam Roadmap program pengembangan energi terbarukan 5 tahunan sampai dengan tahun 2030. 2. Dari sisi dominasi penggunaan energi, permintaan energi di wilayah Jawa Tengah maupun DIY masih didominasi oleh sektor transportasi, dengan persentase penggunaan lebih dari 60% dari permintaan energi final keseluruhan. Sektor rumah tangga merupakan konsumen terbesar kedua 247
dengan persentase masing-masing untuk Provinsi Jawa tengah dan DIY berturut-turut sebesar 20,67% dan 19,5%. Dominasi moda roda dua dan mobil pribadi serta rumah tangga dalam penggunaan energi, menunjukkan bahwa penggunaan energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah maupun DIY relatif masih bersifat konsumtif sehingga sebagian besar penggunaan energi belum sepenuhnya untuk mendorong peningkatan nilai tambah ekonomi di kedua wilayah ini. Sektor komersial merupakan konsumen energi terbesar ketiga di wilayah DIY dengan persentase 13,57%, sedangkan di wilayah Jawa Tengah sektor Industri merupakan sektor ketiga terbesar konsumen energi dengan prosentase sebesar 9,19% dari penggunaan energi secara keseluruhan. Sementara itu penggunaan energi final per jenis energi, premium merupakan jenis energi yang penggunaannya sangat mendominasi yaitu 46% untuk wilayah DIY dan sebesar 36,5% untuk wilayah Jawa Tengah dari penggunaan energi secara keseluruhan. Sementara itu energi listrik merupakan jenis energi kedua yang permintaannya cukup dominan di DIY, yaitu sebesar 22.55% dari penggunaan energi secara keseluruhan. Di wilayah Jawa Tengah energi jenis ADO (Automotif Diesel Oil) merupakan jenis energi terbesar kedua yang permintaannya cukup mendominasi dengan mencatat angka sebesar 25,68% dari penggunaan energi secara keseluruhan. Hal ini dapat dipahami karena wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan jalur penghubungan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur dalam distribusi barang maupun angkutan penumpang melalui lintas Pantura yang sebagian besar menggunakan truck jenis besar maupun bus. Sedangkan penggunaan energi terbesar ketiga adalah 248
jenis energi minyak solar sebesar sebesar 13,45% untuk DIY dan jenis energi listrik sebesar 12,01% untuk wilayah Jawa Tengah dari penggunaan energi secara keseluruhan. 3. Penggunaan energi di wilayah Jawa Tengah dan DIY selama tahun proyeksi masih belum efisien ( e>1) di bawah skenario BAU, namun di bawah skenario efisiensi energi baik skenario Moderat maupun Optimis dengan berbagai program konservasi energi, sampai dengan akhir tahun proyeksi (2030) penggunaan energi di wilayah Jawa Tengah maupun DIY menunjukkan adanya efisiensi, dimana efisiensi penggunaan energi tersebut besarnya kurang dari 1 (e<1). Berdasarkan skenario efisiensi energi Moderat, penggunaan energi di Provinsi Jawa Tengah mulai mencapai efisiensi pada tahun 2021 dan tahun 2017 berturut-turut berdaqsarkan skenario Moderat dan Optimis. Sedangkan penggunaan energi di DIY mencapai efisien dimulai tahun 2024 dan tahun 2019, berturut-turut berdasarkan skenario Moderat dan Optimis. Pencapaian efisiensi energi melalui skenario efisiensi, di wilayah Provinsi Jawa Tengah lebih awal daripada yang dicapai oleh DIY. Kondisi ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah relatif lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi DIY, sementara itu pertumbuhan energi di Provinsi Jawa Tengah lebih rendah daripada DIY. Pertumbuhan energi yang lebih tinggi di DIY disebabkan karena wilayah ini menjadi pilihan masyarakat sebagai destinasi tujuan wisata, belajar, belanja, maupun tempat tinggal, sehingga berimplikasi pada makin banyaknya kebutuhan energi guna 249
mendukung aktivitas ekonomi masyarakat. Di sisi lain, DIY juga tidak memiliki sumber energi fosil yang dapat mendukung aktivitas ekonomi masyarakat. 5.2 Implikasi Penelitian 1. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan end-use sebagai parameter permintaan energi setiap sektor, yaitu jumlah energi yang benar-benar digunakan atau dikonsumsi oleh sektor ekonomi untuk menjalankan aktivitasnya. Dengan demikian pendekatan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model permintaan energi berbasis non harga ataupun kebijakan energi berbasis non harga. 2. Permintaan energi di DIY dan Provinsi Jawa Tengah masing-masing mengalami kenaikan rata-rata sebesar 7,63% dan 5,6% per tahun dengan penggunaan energi di setiap sektor belum efisien atau pemakaian energi masih boros. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi 1% diperlukan penggunaan energi yang lebih besar. Kondisi ini mengindikasikan rendahnya daya saing sektoral karena terjadi inefisiensi energi yang akan berdampak pada tingginya biaya produksi, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tingkat laju inflasi di kedua wilayah ini menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu melakukan berbagai upaya guna mencapai penggunaan energi yang efisien. Efisiensi energi adalah langkah bagaimana menggunakan energi secara efisien dan rasional tanpa 250
mengurangi energi yang benar-benar diperlukan untuk menunjang pembangunan ekonomi daerah. 3. Berdasarkan skenario efisiensi energi, baik melalui penghematan maupun diversifikasi pemanfaatn energi terbarukan, penggunaan energi di Provimsi Jawa Tengah dan DIY mengalami efisien, dimana efisiensi penggunaan energi sampai dengan akhir tahun proyeksi di kedua wilayah ini mencatat angka lebih kecil dari 1 (e<1). Hal ini mengindikasikan bahwa program efisiensi energi dimana penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi energi yang benar-benar diperlukan untuk menunjang pembangunan ekonomi daerah. Langkah efisiensi energi dalam hal ini menjadi sangat penting, agar sumber daya yang terbatas bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, terutama bagi masyarakat yang belum beruntung mendapatkan pelayanan energi. Konservasi energi perlu dilakukan karena secara fundamental konservasi energi akan membuat pola konsumsi energi menjadi lebih sehat. Di sisi lain membiarkan konsumsi energi tumbuh cepat dan boros jelas akan sangat merugikan, baik dari sisi ekonomi, lingkungan maupun upaya untuk mempertahankan manfaat dari sumberdaya energi itu sendiri. Untuk menjamin penggunaan energi yang efisien sebagaimana skenario efisiensi energi, maka perlu disusun langkah kebijakan yang komprehensif dan berkelanjutan, yang melibatkan komponen masyarakat, pemerintah ataupun industri. Langkah hemat energi tidak mungkin bisa tercapai hanya dengan mengandalkan peran pemerintah saja, namun harus 251
menjadi gerakan masyarakat untuk mempromosikan gaya hidup hemat energi sebagai bagian dari budaya masyarakat. Hal tersebut juga perlu didukung melalui pengembangan pengetahuan untuk promosi produkproduk hemat energi yang mampu menjangkau masyarakat luas. Berdasarkan skenario-skenario yang telah disusun menunjukkan bahwa dampak dari implementasi efisiensi energi dan energi terbarukan dapat menurunkan pertumbuhan penggunaan energi baik per jenis energi maupun berdasarkan sektor ekonomi. Kondisi ini pada giliranya akan dapat menurunkan emisi GRK yang dihasilkan oleh penggunaan energi untuk menjalankan sektor-sektor aktivitas. Implikasinya adalah penggunaan energi yang lebih rendah relatif dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, karena program-program efisiensi energi, akan dapat mencapai kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan yang makin baik karena berkurangkan emisi gas buang (eksternalitas negatif) atas pemakaian energi. Inilah yang dinamakan dengan Green Economy. 5.3. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang tidak dapat dihindarkan, antara lain : 1. Kurangnya informasi tentang potensi penghematan penggunaan energi di sektor transportasi, mengingat belum pernah dilakukan penelitian terkait strategi penghematan energi di sektor iri. Oleh karena itu dalam penelitian ini skenario penghematan penggunaan energi di sektor transportasi 252
digunakan pengandaian peningkatan load factor, baik untuk moda sepeda motor maupun moda mobil pribadi. 2. Asumsi skenario efisiensi energi menggunakan asumsi yang sama antara proyeksi penggunaan energi di DIY dan di Provinsi Jawa Tengah, dengan menggunakan besaran-besaran yang diambil dari penelitian-penelitian terhadap potensi pemanfaatan energi sektoral maupun rencana pengembangan energi terbarukan yang dilakukan di Yogyakarta. Hal ini dilakukan agar dapat dibandingkan pencapaian efisiensi penggunaan energi di kedua wilayah ini. 3. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan end-use yang merupakan model statis, meskipun dikombinasikan dengan teknik skenario. Oleh karena itu model ini belum mempunyai mekanisme umpan balik sebagai mekanisme untuk mengkontrol terhadap keluarannya. 5.4. Rekomendasi Penelitian Lanjutan a. LEAP merupakan alat bantu untuk melakukan proyeksi penggunaan dan penyediaan energi, baik dalam skala propinsi maupun kabupaten, karena kefleksibilitasnya terhadap ketersediaan data. Oleh karena itu, peneliti yang lain dapat menggunakan software ini untuk diaplikasikan di daerah atau wilayah laina., baik itu merupakan daerah net impor energi maupun daerah yang memiliki sumber energi. b. Energi merupakan persoalan yang bersifat sangat dinamis baik dari sisi penyediaan maupun penggunaannya seiring dengan perubahan aktivitas kegiatan manusia maupun aktivitas ekonomi suatu daerah. Oleh karena 253
itu dalam pengkajian masalah energi akan lebih baik bila menggunakan model dinamis. Pendekatan pemodelan dengan metode system dynamics sangat sesuai untuk memodelkan suatu masalah yang mempunyai sifat dinamis dan mempunyai suatu mekanisme umpan balik. Dinamis berarti masalah tersebut melibatkan kuantitas yang berubah setiap saat. c. Energi merupakan persoalan yang multi-disiplin, oleh karena itu dalam penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan untuk dapat melibatkan analisis-analisis non ekonomi sehingga mendapatkan hasil penelitian yang lebih holistik dan komprehensif. Misalnya melibatkan Ahli Sosiologi, mengingat penggunaan energi terkait pula dengan perilaku manusia, sehingga keberadaan ahli sosiologi ini akan mempertajam analisis. d. Jika penelitian dilakukan di lebih dari satu wilayah maka asumsi yang digunakan dalam penyusunan skenario energi efisiensi sebaiknya menggabungkan secara rata-rata besaran-besaran dalam asumsi tersebut, sesuai dengan kondisi ke-energian di masing-masing wilayah. Dengan demikian maka hasil simulasi dengan berbagai skenario efieinsi energi akan lebih representatif untuk memahmi perbedaan yang terjadi di masing-masing wilayah. 254