BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

HASIL DAN PEMBAHASAN

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan kulit. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari oksida rangkap seperti Al 2 O 3, SiO 2, Fe 2 O 3, CaO, dan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

ISTILAH-ISTILAH. Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan oleh ternak untuk keperluan hidup, reproduksi maupun proses perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap ternak yaitu dapat meningkatkan produktivitas ternak. Pakan yang diberikan pada ternak ruminansia umumnya berupa hijauan dan pakan penguat atau konsentrat (Kadir, 2014). Berdasarkan kelas pakan internasional, pakan hijauan termasuk pada kelas 1, 2 dan 3. Kelas 1, berupa hijauan kering dan pakan berserat yaitu pakan hijauan yang mengandung energi rendah karena tingginya kandungan komponen serat. Kelas 2, berupa rumput, tanaman pastura dan hijauan lain yaitu semua hijauan segar baik yang dipotong atau utuh. Kelas 3, berupa silase yaitu hanya hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi secara an aerob di dalam suatu tempat atau silo (Achmadi, 2012). Konsentrat merupakan suatu bahan pakan yang dicampur dengan bahan pakan lain untuk meningkatkan gizi ternak sebagai suplemen atau pelengkap (Tillman et al., 1997). Tujuan diberikannya pakan konsentrat yaitu sebagai suplai energi dan protein yang kurang tercukupi akibat pemberian hijauan saja (Nurhayati, 2008).

4 Pemberian pakan pada ternak ruminansia secara konvensional biasanya konsentrat diberikan terlebih dahulu, setelah itu baru pemberian hijauan 3 jam kemudian. Pemberian pakan pada ternak ruminansia akan lebih efisien bila diberikan dalam bentuk pakan komplit. Pakan komplit merupakan perpaduan komponen antara pakan penguat dan sumber serat (Wahyono dan Hardianto, 2004). Menurut Firsoni et al. (2008), pakan komplit adalah pakan yang dibuat lengkap terdiri dari hijauan, konsentrat, atau ditambah suplemen pakan dan zat aditif lainnya seperti vitamin dan mineral dengan perbandingan tertentu untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Keuntungan pembuatan pakan komplit yaitu meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan, mengurangi sisa pakan dalam palungan, dan hijauan yang palatabilitas rendah setelah dicampur dengan konsentrat dapat mendorong meningkatnya konsumsi (Yani, 2001). 2.2. Bahan Pakan Sumber Protein Pakan sumber protein adalah pakan yang mengandung lebih dari 20% protein kasar (Achmadi, 2012). Sumber protein bisa didapatkan dari hijauan, limbah industri, biji-bijian dan hewan. Sumber protein yang berasal dari hijauan yaitu dari tanaman leguminosa, sedangkan biji-bijian yaitu biji yang sudah diekstraksi minyaknya seperti bungkil kedelai. Sumber protein yang berasal dari hewan yaitu tepung ikan, tepung darah dan tepung bulu (Haryanto, 2012). Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan leguminosa yang banyak dimanfaatkan untuk makanan ternak. Daun lamtoro sangat disukai ternak karena daya cerna tinggi yaitu sekitar 70%. Pemberian lamtoro sebanyak 40% dalam

5 ransum tidak memberikan efek keracunan mimosin (Yurmiaty dan Suradi, 2007). Komposisi kimia daun lamtoro, yaitu bahan kering 97,89%; abu 7,90%; serat kasar (SK) 24,10%; lemak kasar (LK) 11,94%; protein kasar (PK) 24,34%; dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 31,72%; (Putri et al., 2012). Tanaman ketela pohon merupakan salah satu jenis tanaman pertanian di Indonesia dan termasuk famili Euphorbiacea yang mudah tumbuh sekalipun pada tanah kering dan tanaman ini mampu tahan terhadap serangan penyakit maupun tanaman pengganggu (gulma). Komposisi kimia dari daun ketela pohon (dalam bentuk 100% bahan kering) yaitu abu 8,82%; protein kasar 28,65%; serat kasar 19,06%; lemak kasar 9,40%; bahan ekstrak tanpa nitrogen 34,07%; dan total digestible nutrients 61% (Askar, 1996). Bungkil kedelai merupakan hasil samping dari pembuatan minyak kedelai. Bungkil kedelai memiliki kelebihan yaitu kecernaannya tinggi dan dapat meningkatkan palatabilitas ransum. Bahan ini sangat baik untuk campuran pakan ternak karena kandungan proteinnya tinggi, yaitu sekitar 42-50% dan merupakan bahan pakan sumber protein nabati (Nurhayati, 2008). Menurut Rismarianty (2015), kandungan nutrien bungkil kedelai yaitu bahan kering 88,10%; abu 7,00%; protein kasar 49,00%; lemak kasar 1,60%; serat kasar 6,00% bahan ekstrak tanpa nitrogen 36,40%. Prasetiyono (2008) menyatakan bahwa bungkil kedelai memiliki kandungan protein tinggi yaitu 37,7%. Tingkat degradabilitas bungkil kedelai sebesar 75% dan yang tidak terdegradasi sekitar 25%. Tepung ikan merupakan tepung yang diperoleh dari proses penggilingan ikan dan termasuk bahan essensial yang sangat diperlukan untuk campuran pakan

6 ternak (Sugiantoro dan Hidajati, 2013). Tepung ikan lokal yang bersumber dari sisa industri dan limbah tangkapan nelayan dengan hanya dijemur di bawah sinar matahari mengandung protein kasar sebesar 59,10 % BK (Marjuki, 2007). Penelitian Ariantini (2016) mendapatkan hasil bahwa produksi VFA, produksi NH3, kecernaan protein kasar (KcPK) dan kelarutan protein tanpa terproteksi tanin dengan sumber protein bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daun ketela pohon dan tepung daun lamtoro disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi VFA, Produksi NH3, Kecernaan Protein Kasar (KcPK) dan Kelarutan Protein dengan Berbagai Sumber Protein Sumber Protein Hasil VFA NH3 KcPK Kelarutan Protein ---- (mm) ---- ---------------- (%) ---------------- Bungkil Kedelai 173,3 7,3 80,99 63,9 Tepung Ikan 136,7 8,1 51,22 30,9 Tepung Daun Ketela Pohon 166,7 4,3 57,50 55,1 Tepung Daun Lamtoro 140,0 6,7 48,21 22,4 Ariantini (2016); VFA : Volatile fatty acids; NH 3 : Amonia; KcPK : Kecernaan protein kasar 2.3. Sistem Pencernaan Ruminansia Proses pencernaan adalah suatu proses perubahan pakan atau bahan pakan secara fisik maupun kimiawi dari komponen kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana yang diabsorbsi di dalam saluran pencernaan untuk memenuhi kebutuhan ternak (Puastuti, 2005). Proses pencernaan pakan pada ternak ruminansia terjadi melalui 3 tahapan yaitu pencernaan mekanik yang terjadi di mulut, pencernaan fermentatif di dalam rumen, dan pencernaan hidrolitik di organ pasca rumen (Sutardi, 1980). Pencernaan secara mekanis terjadi di dalam mulut oleh gigi melalui proses mengunyah dengan tujuan untuk memperkecil ukuran

7 (Kurniawati, 2009). Pencernaan fermentatif merupakan perubahan senyawasenyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dengan molekul zat makanan asalnya yang dilakukan oleh mikroba rumen (Nurhayati, 2008). Mikroba yang mendiami pada bagian-bagian saluran pencernaan bertanggungjawab dalam pencernaan fermentatif. Enzim-enzim yang disekresikan oleh mikroba mendegradasi pakan menjadi komponen-komponen nutrien selama pencernaan fermentatif. Bagian saluran pencernaan yang melakukan pencernaan fermentatif secara intensif adalah retikulorumen pada ternak ruminansia (Achmadi, 2012). Keberadaan mikroorganisme rumen memberikan keuntungan bagi ternak ruminansia yaitu berupa produk fermentasi rumen menjadi bentuk yang lebih mudah diserap dalam usus, hewan inang mampu memanfaatkan nitrogen bukan protein dan mampu mencerna pakan kasar dalam jumlah yang besar. Namun, keberadaan mikroorganisme rumen dapat menimbulkan kerugian, yaitu sebagian energi makanan terbuang dalam rumen sebagai panas fermentasi dan gas metan, sebagian provitamin A juga mengalami kerusakan dalam rumen (Suhartati, 2005). Pencernaan hidrolitik terjadi di organ pasca rumen, pakan yang tidak dicerna disalurkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim-enzim pencernaan (Arora, 1995). 2.3.1. Pencernaan karbohidrat dan lemak Pakan ruminansia mengandung sejumlah nutrien seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, namun sebagian besar (60 75%) pakan

8 ruminansia terdiri dari karbohidrat (polisakarida). Karbohidrat tersebut terdapat dalam pakan kasar (hijauan) berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, sedangkan dalam konsentrat umumnya terdapat sebagai pati (Rahmadi et al., 2003). Pemecahan karbohidrat di dalam rumen dibagi menjadi 2 tahap. Pertama karbohidrat kompleks (polisakarida) dipecah menjadi gula sederhana (glukosa, fruktosa, pentosa). Gula sederhana yang dihasilkan pada tahap pertama jarang ditemukan di dalam cairan rumen karena gula-gula tersebut diambil dan dimetabolisme secara intraseluler oleh mikroorganisme. Tahap kedua yaitu proses pemecahan piruvat menjadi produk akhir pencernaan karbohidrat pada ruminansia, yaitu VFA (terutama asam asetat, asam propionat, asam butirat), CO2 dan gas metan. VFA yang dihasilkan dari proses fermentasi akan diserap ke dalam sistem aliran darah porta terutama melalui dinding rumen. Sejumlah kecil asam laktat juga terserap di sepanjang saluran pencernaan (McDonald et al., 2002). Lemak atau trigliserida pakan akan dihidrolisis oleh bakteri rumen menghasilkan asam lemak bebas dan galaktosil gliserol. Galaktosil gliserol selanjutnya akan dipecah menjadi galaktosa dan gliserol yang selanjutnya diubah menjadi VFA terutama propionat. VFA hasil metabolisme lemak akan diabsorpsi lewat dinding rumen. Selanjutnya asam lemak yang beredar dalam darah akan menjadi sumber pembentukan asam lemak rantai panjang yang bersama-sama dengan α-gliserol-β- dari glukosa akan menyusun lemak susu (Rahmadi et al., 2003).

9 2.3.2. Pencernaan protein Proses metabolisme protein di dalam rumen disajikan pada Ilustrasi 1. Protein pakan yang masuk ke dalam rumen pada awalnya akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi peptida, kemudian dihidrolisis menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi amonia dan asam α-keto (Wahyuni, 2008). Pakan Protein Non Protein Nitrogen (NPN) KELENJAR LUDAH Protein Tidak Terdegradasi Protein Terdegradasi Non Protein Nitrogen (NPN) Peptida HATI Asam Amino Amonia NH3 Urea Protein Mikroba Ginjal Dicerna di Usus Urin Ilustrasi 1. Proses Pencernaan Protein Pada Ruminansia (McDonald et al., 2002) Amonia sebagai hasil deaminasi akan diserap melalui dinding rumen ke peredaran darah porta, yang selanjutnya diubah menjadi urea di dalam hati.

10 Sebagian amonia mengalami recycling melalui saliva yang kembali ke rumen dan sebagian amonia juga diekskresikan lewat ginjal dalam bentuk urin (Suhartati, 2005). Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein mikroba (Sakinah, 2005). Konsentrasi amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal sebesar 4 12 mm (Sutardi, 1980). Adanya mikroorganisme di dalam rumen dan retikulum, ternak ruminansia dapat mensintesis asam-asam amino esensial untuk kebutuhannya. Untuk memenuhi hal itu, dibutuhkan protein pakan yang berkualitas baik. Namun, terdapat pula kelemahan dimana protein yang masuk akan dirombak pula oleh mikroba menjadi amonia untuk sintesis protein tubuhnya, sehingga diperlukan strategi pemberian protein yang dapat mensuplai secara keseluruhan bagi induk semang dan mikroba (Nurhayati, 2008). Faktor yang mempengaruhi konsentrasi amonia adalah kadar protein pakan, sumber dan proporsi karbohidrat terlarut, kelarutan protein, tingkat degradabilitas protein pakan (Prayitno, 2010). 2.4. Kecernaan dan Fermentabilitas In Vitro Kecernaan in vitro merupakan teknik pendugaan kecernaan secara tidak langsung yang dikerjakan di laboratorium dengan meniru proses-proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. Faktor yang mempengaruhi metode kecernaan in vitro yaitu derajat keasaman, temperatur, sumber inokulum, dan prosedur analisis (Rahmadi et al., 2003). Kecernaan in

11 vitro dapat diketahui dengan cara menghitung residu pasca proses inkubasi produksi gas selama 48 jam (Muchlas et al., 2014). Metode kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) dilakukan dalam 2 tahap diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu memasukkan 0,25 g sampel ke dalam tabung fermentor yang kemudian ditambah 25 ml larutan McDougall (buffer) dan cairan rumen yang sudah dicampur sebelumnya pada suhu 39 0 C yang dialiri gas CO2 selama 30 detik. Setelah itu, sampel diinkubasi selama 48 jam dalam keadaan anaerob. Tahap selanjutnya (kedua) yaitu ditambahkan larutan pepsin HCl untuk menghentikan proses fermentasi dan diinkubasi selama 48 jam. Tahapan yang kedua ini terjadi di dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring kemudian dioven untuk menghitung KcBK, dan dilanjutkan dengan pengabuan untuk pengukuran hasil KcBO (Tilley dan Terry, 1963) dalam (Tanuwiria et al. 2005). Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu antara 40-42 0 C. Suhu harus tetap stabil agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktivitas mikroba rumen tetap berlangsung normal bila ph rumen berkisar antara 6,7-7,0. Perubahan ph yang besar dapat dicegah dengan menambahkan larutan buffer bikarbonat dan fosfat (Johnson, 1996). Menurut Sutardi (1980), KcBK dipengaruhi oleh sifat protein pakan karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda. Fermentabilitas pakan berhubungan dengan aktivitas dan populasi mikroba yang ada didalam rumen. Nilai fermentabilitas dapat dilihat dari produksi VFA dan NH3 yang dihasilkan. Volatile fatty acids (VFA) merupakan hasil akhir proses

12 pencernaan karbohidrat yang ada di dalam rumen ternak ruminansia yang tersusun atas asetat, propionat, butirat, valerat, dan formiat. Produksi VFA yang tinggi merupakan cerminan kecukupan energi bagi ternak (Sakinah, 2005). Dijelaskan lebih lanjut bahwa produksi VFA yang tinggi menunjukkan mudah atau tidaknya pakan difermentasi oleh mikroba rumen dan menjadi tolak ukur fermentabilitas pakan. Menurut Sutardi et al. (1983), VFA mempunyai peran ganda yaitu sebagai sumber energi utama bagi ternak ruminansia dan sumber kerangka karbon untuk pembentukan protein mikroba. Produksi VFA yang mendukung pertumbuhan mikroba yang optimal yaitu antara 80-160 mm. Amonia (NH3) merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein mikroba (Sakinah, 2005). Protein bahan pakan yang masuk ke dalam rumen pada awalnya akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi peptida, lalu dihidrolisis menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi amonia. Amino akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba. Pengukuran NH3 in vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradasi protein dan penggunaannya oleh mikroba (Wahyuni, 2008). Kelebihan NH3 akan diserap melalui dinding rumen dan dibawa ke hati untuk sintesis urea, sebaliknya apabila kekurangan N dapat menurunkan produksi mikroba per unit karbohidrat tercerna (Susanti et al., 2002). Rahmadi et al. (2003) menyatakan bahwa konsentrasi amonia untuk pertumbuhan mikroba yang optimal yaitu 3,57 7,14 mm. Menurut Sutardi (1980), Konsentrasi amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal sebesar 4 12 mm.