BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi juga

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

B A B V P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat terhadap jasa Notaris tidak dapat dihindarkan karena

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Pelaksanaan tugas jabatan notaris harus berpedoman pada kaidah hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

A. Latar Belakang Masalah Di ambang abad ke-21 ditandai dengan bertumbuhnya saling

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang dikarenakan berkembangnya globalisasi kehidupan. Segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Notaris/PPAT merupakan profesi hukum sekaligus sebagai suatu profesi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

umum, ini dikuatkan lagi dengan akta yang dikeluarkan adalah alat bukti pemerintah dalam menjalankan jabatannya.

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 13 Tahun : 2014

BAB I PENDAHULUAN. akan disebut dengan UUJNP, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesi Notaris sebagai rambu yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

AD KAI TAHUN 2016 PEMBUKAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. padat ini termasuk salah satu kota besar di Indonesia, walau luasnya yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Landasan hukum terhadap eksistensi atau keberadaan Pejabat Pembuat

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur atau terhormat ataupun profesi mulia (nobile officium) dan sangatlah berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan. Profesi di bidang hukum, diantaranya: Polisi, Advokat, Jaksa, Hakim, serta Notaris dan juga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan integritas yang tinggi dari masing-masing individu yang menjalankan profesi di bidang hukum mutlak dibutuhkan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya masing-masing. Profesi hukum sebagai profesi terhormat, terdapat nilai-nilai moral profesi yang harus ditaati oleh aparatur hukum yang menjalankan profesi tersebut, yaitu sebagai berikut: kejujuran, otentik, bertanggung jawab, kemandirian moral, dan keberanian moral. 1 Notaris dan PPAT sebagai salah satu profesi di bidang hukum yang mendapatkan delegasi kewenangan dari pemerintah untuk membuat akta otentik bagi kepastian hukum masyarakat, dalam menjalankan profesinya selain harus berdasarkan pada undang-undang, juga harus memegang teguh nilai-nilai moral profesi tersebut. 1 Abdulkadir Muhammad, 2001, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 4. 1

2 Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah mendapat legitimasi dalam sistem hukum nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang merupakan peraturan pelengkap dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ini sebagaimana telah diamanatkan di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut. 2 Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 menyebutkan bahwa PPAT memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Kemudian ditegaskan di dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, bahwa perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud tersebut, antara lain: 1. Jual beli; 2. Tukar-menukar; 3. Hibah; 4. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); 5. Pembagian hak bersama; 2 Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, hlm. 676.

3 6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik; 7. Pemberian Hak Tanggungan; 8. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan; PPAT merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Dalam menjalankan profesinya terkait tugas dan kewenangannya, PPAT berhak untuk memungut uang jasa (honorarium) atas akta yang telah dibuatnya. Sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 37 Tahun 1998 yang berbunyi uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta. Berdasarkan bunyi pasal tersebut, PPAT tidak boleh memungut honorarium melebihi 1% (satu persen). Di dalam prakteknya di lapangan, berdasarkan hasil dari pra penelitian 3 ditemukan beberapa PPAT yang melakukan pelanggaran dalam hal pemungutan tarif melebihi 1% dari jumlah yang ditentukan oleh Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 mengenai honorarium PPAT, khususnya di Kota Palangkaraya. Berdasarkan hal tersebut, makappat telah melanggar Peraturan PemerintahNomor 37 Tahun 1998, namun demikian jika dicermati dalam Pasal 33 tentang pembinaan dan pengawasannya hanya disebutkan mengenai pembinaan dan pengawasannya dilaksanakan oleh Menteri. Secara lebih rinci, dalam Pasal 65 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Wawancara dengan Ellys Nathalina, selaku Ketua Majelis Kehormatan Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, pada tanggal 4 September 2013.

4 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanahjuncto Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 (Perkaban Nomor 1 Tahun 2006 juncto Perkaban Nomor 23 Tahun 2009) yang merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 dijelaskan bahwa Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT dilakukan oleh Kepala Badan, dimana Kepala Badan yang dimaksud adalah Kepala Badan Pertanahan. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT tersebut dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Badan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (3) Perkaban Nomor 1 Tahun 2006 juncto Perkaban Nomor 23 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1. membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahanserta petunjuk tehnis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan dan peraturan perundang-undangan; 2. memeriksa akta yang dibuat PPAT dan memberitahukan secara tertulis kepada PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya;

5 3. melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT. Di samping pelaksanaan jabatan PPAT dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998,perlu juga diperhatikan ketentuan mengenai Kode Etik yang berlaku bagi PPAT yang dibentuk oleh Pengurus Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) sebagai organisasi perkumpulan yang membawahi pejabat PPAT. Di dalam ketentuan kode etik IPPAT, dalam menjalankan fungsi dan pembinaan dibentuklah susunan pengurus sebagai alat kelengkapan dan juga Majelis Kehormatan. Pengurus dan Majelis Kehormatan Wilayahdapat memberikan sanksi baik berupa teguran ataupun sanksi kepada PPAT tersebut. Berdasarkan uraian di atas, selain dibutuhkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berkualitas, baik itu berkualitas secara keilmuannya di bidang hukum maupun kualitas moral yang menjunjung tinggi keluhuran martabat serta etika profesinya dalam memberikan pelayanan jasa hukum kepada masyarakat perlu juga dikaji mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT dalam menjalankan jabatannya, hal tersebut dimaksudkan agar kedepannya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat bertindak secara profesional dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

6 1. Bagaimana peranan Majelis Kehormatan dalam rangka pengawasan pemungutan honorarium? 2. Bagaimana penerapan sanksi atas pelanggaran Pasal 32 ayat (1)Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998? C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Implementasi Penerapan Sanksi Berkaitan Dengan Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik PPAT di Kota Palangkarayabelum pernah diteliti, akan tetapi pernah ada penelitian yang serupa, yaitu: 1. Silvya Limansantoso, Penyetaraan Honorarium Notaris Ditinjau dari Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. 4 Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana penerapan Pasal 36 UUJN di Indonesia dan sanksi apa yang dapat diberikan kepada notaris apabila terbukti melanggar Pasal 36 UUJN. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan dalam tesis ini. Hal ini dapat dilihat dari rumusan masalah penelitian yang dilakukan oleh Silvya Limansantoso tentang bagaimana penerapan Pasal 36 UUJN di Indonesia. Tesis ini membahas tentang Implementasi Penerapan Sanksi Berkaitan Dengan Pelanggaran Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 di Kota Palangkaraya. Selain itu juga dalam penelitian ini lokasi penelitian berbeda dengan penelitian sebelumnya. 4 Silvya Limansantoso, Penyetaraan Honorarium Notaris Ditinjau dari Pasal 36 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008.

7 2. Budi Setiawan Al Fahmi, Implementasi Pemberian Jasa Hukum di Bidang Kenotariatan Secara Cuma-Cuma oleh Notaris Berdasarkan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 di Kota Yogyakarta. 5 Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimanakah implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh notaris di Yogyakarta dan apa sajakah faktor-faktor yang menjadi kualifikasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh notaris di Kota Yogyakarta tersebut. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan dalam tesis ini. Hal ini dapat dilihat dari rumusan masalah penelitian yang dilakukan oleh Budi Setiawan tentang bagaimanakah implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cumacuma oleh notaris di Yogyakarta dan apa sajakah faktor-faktor yang menjadi kualifikasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh notaris di Kota Yogyakarta tersebut. Tesis ini membahas tentang Implementasi Penerapan Sanksi Berkaitan Dengan Pelanggaran Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 di Kota Palangkaraya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penelitian ini adalah penelitian asli. 5 Budi Setiawan Al Fahmi, Implementasi Pemberian Jasa Hukum di Bidang Kenotariatan Secara cuna-cuma oleh Notaris Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 di Kota Yogyakarta, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009.

8 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum kenotariatan yang terkait dengan pelaksanaan pengawasan dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengenai honorarium PPAT. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi berbagai pihak yang terkait pelaksanaan pengawasan dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengenai honorarium PPAT.. E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan mengkaji peranan Majelis Kehormatan dalam rangka pengawasan pemungutan honorarium oleh PPAT. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji penerapan sanksi atas pelanggaran Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998.