ANALISIS BIAYA PADA PRODUKSI TEH HITAM ORTHODOX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT JAWA BARAT SKRIPSI MOCHAMAD ARSYAD F

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Tanaman teh di kebun Cisaruni

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

PROSES PENGOLAHAN TEH HITAM MENGGUNAKAN METODE CTC (Crushing, Tearing, Cutting) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

Pengemasan Produk Teh Hitam Di PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun Semugih. Vileora Putri Christna 14.I1.0172

KATA PENGANTAR. serta karunia-nya penulis telah dapat menyelesaikan laporan Pengalaman Kerja

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. Teh Hijau (Green Tea)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kopi, dan kakao. Pada tahun 2012, volume perusahaan pemerintah pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun di luar negeri. Setiap perusahaan bersaing untuk menarik perhatian

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per

III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Grafik 1.1. Pertumbuhan Jumlah Konsumsi Teh di Dunia

Gambar I. 1 Biaya penggunaan otomasi global (Credit Suisse,2012)

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tahun Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang

PEMBAHASAN Potensi Pucuk

AUDIT ENERGI PADA SISTEM PENGOLAHAN PUCUK TEH MENJADI TEH HITAM ORTHODOX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT JAWA BARAT

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

Pendahuluan. Bab I. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

PEMBAHASAN Sistem Petikan

I. PENDAHULUAN Sektor agribisnis merupakan salah satu sektor unggulan dalam

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PROSES PENGOLAHAN BIJI TEH HITAM METODE CTC DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) afd. WONOSARI MALANG PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN TEH DAUN KOPI

PEMBAHASAN. Analisis Hasil Petikan

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah-daerah yang rendah

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA

MESIN PENGERING PADA PENGOLAHAN TEH HITAM ORTHODOX DI PT

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PTP NUSANTARA VIII PERKEBUNAN BATULAWANG CIAMIS, JAWA BARAT. Oleh : RANING MASADA F

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

BAB I PENDAHULUAN I.1

bakey, burnt, dan overfried yaitu suatu keadaan dimana air seduhan teh

RINGKASAN EKSEKUTIF LINDA FEBRIYANTI. E. GUMBIRA-SA ID MARIMIN

Tabel I.1 Volume Ekspor Teh Indonesia (Ditjenbun, 2014)

I. PENDAHULUAN. pemasok utama kakao dunia dengan persentase 13,6% (BPS, 2011). Menurut

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

PROSES PENGOLAHAN TEH HITAM METODE CTC DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) MALANG

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal daerah subtropik yang tumbuh optimal pada 25 o -35 o lintang utara

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Usaha. Sebenarnya, usaha di bidang budi daya belut di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi andalan

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1)

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

KEADAAN UMUM Sejarah PT Perkebunan Tambi Letak Wilayah Administratif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. rasanya dibanding jenis kopi yang lain, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA. Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

ANALISIS KINERJA MUTU TEH HITAM DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN BAH BUTONG

BAB I PENDAHULUAN I.1

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

KATA PENGANTAR Karakteristik Mesin Open Top Roller Pada Produksi Teh Hijau Di PT. Mitra Kerinci Kebun Liki Kabupaten Solok Selatan

DAYA SAING EKSPOR TEH INDONESIA DI PASAR TEH DUNIA

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA

Transkripsi:

ANALISIS BIAYA PADA PRODUKSI TEH HITAM ORTHODOX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT JAWA BARAT SKRIPSI MOCHAMAD ARSYAD F14063075 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 1

PRODUCTION COST ANALYSIS OF ORTHODOX BLACK TEA AT PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT JAWA BARAT Mochamad Arsyad Departement of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Tecnology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. ABSTRACT This study has several purposes namely: (1) Study of tea production cost structure at PTPN VIII, Kebun Cisaruni. (2) Determined the break event point using cost analysis. (3) Feasibility study of tea production using Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Benefit Cost Ratio(B/C) approch. The method of study used was descriptive method through case study..data collected were in form interviews with Managerial level and employe of the company and secondary data in form of literature study. The main results of this study are (1) Cost analysis shown that total cost production was IDR 19,627,388,655 and base price of tea production was IDR 10,141/kg that is still lower than selling price IDR 14,720/kg that give company margin IDR 4,579 of each kg of tea sales. (2) This study also shown the break even point of tea production at 1,333,382 kg, while total production of tea at the company reach 1,935,400 kg. That means tea production already at profit level. (3) While feasibility study of tea production shown that the business is feasible with NP Value IDR 33,24,.363,263 at discount factor 12% for 10 years period. While the IRR is 44,7 % and Net B/C ratio 1,254. Keywords: Black tea, PT.Perkebunan Nuasantara, Cost structure Analysis, Feasibility study, sensitivity analysis. 2

MOCHAMAD ARSYAD. F14063075. Analisis Biaya Pada Produksi Teh Hitam Orthodox Di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut Jawa Barat. Di bawah bimbingan Bambang Pramudya. 2010 RINGKASAN Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1,2 triliun (0,3% dari total PDB non migas). Untuk menjaga fungsi hidrolis dan pengembangan agroindustri, perkebunan teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Potensi yang dimiliki industri teh cukup besar, sama halnya dengan ekspor produk pertanian Indonesia lainnya ke pasar internasional, komoditi teh juga menghadapi banyak permasalahan seperti penurunan volume, nilai, pangsa pasar ekspor dan rendahnya harga teh Indonesia memberikan dampak buruk pada perkembangan industri teh. Dengan permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks, komoditi teh dapat merugikan kehidupan petani/buruh dan industri. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk membantu para petani/buruh dan sektor industri teh dalam menemukan jalan keluar seperti analisis biaya produksi teh. Kebun Cisaruni merupakan salah satu unit kebun dari 45 unit yang ada di bawah naungan PT. Perkebunan Nusantara VIII yang berkantor pusat di Jl. Sindangsirna No. 4 Bandung, Jawa Barat. Komoditi yang diusahakan tanaman teh, dengan produk berupa teh hitam orthodoks. Produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan di pasarkan dalam skala nasional dan sebagian besar untuk ekspor. PTPN merupakan salah satu pusat perindustrian teh di Indonesia sehingga penting untuk melihat stuktur biaya yang digunakan dalam proses produksi teh. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari struktur biaya produksi teh pada PTPN VIII Kebun Cisaruni, menghitung nilai titik impas dengan menggunakan analisis biaya, mengetahui kelayakan produksi teh dengan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio(B/C). Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dimulai pada bulan april 2010 sampai juni 2010. Perusahaan ini dipilih dengan pertimbangan bahwa PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni adalah perusahaan yang bergerak dibidang pertanian dengan mengembangkan usaha perkebunan dan berpengalaman cukup lama. Penelitian ini dititikberatkan pada struktur biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain modal investasi, tingkat produksi teh selama 1 tahun, biaya tetap produksi teh, biaya variabel produksi teh dan tingkat bunga yang berlaku. Dalam penelitian ini analisa biaya yang dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni antara lain analisis biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya total dan biaya pokok, titik impas produksi, analisis kelayakan yang meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (B/C), serta analisis sensitivitas. Analisis biaya yang dilakukan di PTPN VIII Kebun Cisaruni menunjukkan biaya total produksi teh yaitu sebesar Rp 19.627.388.655. Sedangkan nilai biaya pokok produksi teh yang didapat sebesar Rp 10.141/kg. Nilai tersebut masih berada di bawah harga jual yang sebesar Rp 14.720/kg sehingga penjualan teh dapat memberikan untung sebesar Rp 4.579 untuk setiap kg yang terjual. 3

Analisis titik impas yang dilakukan menghasilkan titik impas sebesar 1.333.382 kg, dengan total produksi sebesar 1.935.400 kg. Berarti perusahaan mendapatkan keuntungan setelah jumlah produksi melampaui 1.333.382 kg. Analalisis kelayakan finansial yang dilakukan menghasilkan nilai yang memenuhi syarat kelayakan untuk kelangsungan suatu proyek. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai NPV yang didapat yaitu sebesar Rp 33.245.363.263 pada discount factor sebesar 12% untuk periode usaha 10 tahun. Sedangkan nilai IRR yang didapat sebesar 44,7 %. dan nilai Net B/C sebesar 1,254. Dengan melihat ketiga nilai hasil analisis kelayakan finansial yaitu nilai NPV yang positif, nilai IRR yang lebih besar dari discount factor dan nilai Net B/C yang lebih besar dari satu. Dapat simpulkan bahwa proyek PTPN VIII Kebun Cisaruni untuk periode 10 tahun kedepan adalah layak untuk dikembangkan. Analisis sensitivitas menunjukkan kemampuan perusahaan yang masih dapat bertahan dengan adanya kenaikan terhadap biaya yang dikeluarkan. Hal ini perlu diperhatikan, untuk menjaga segala hal kemungkinan yang terjadi. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, didapatkan bahwa proyek masih dapat dilanjutkan dengan penurunan harga jual 10 % sampai 20% dan proyek tidak layak untuk kepenurunan harga jual 30 %. Untuk analisis sensitivitas dengan kenaikan biaya tidak tetap, proyek masih layak untuk dilanjutkan dengan kenaikan hingga 30 %. Untuk analisis sensitivitas dengan penurunan harga jual sebesar 10% yang diikuti dengan kenaikan biaya tidak tetap sebesar 10%, proyek masih layak tetapi tidak layak untuk penurunan harga 10% yang diikuti kenaikan biaya tidak tetap sebesar 20%. Dimasa mendatang untuk dapat mencapai keuntungan jangka panjang secara berkesinambungan perlu adanya peningkatan efisiensi biaya produksi dengan sebaik mungkin, sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Efisiensi biaya yang dapat dilakukan antara lain penggunaan bahan bakar alternatif dalam proses pengeringan, penggunaan pupuk organik, mengarahkan upah buruh dalam investasi ternak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan buruh dan limbah ternak tersebut dapat digunakan sebagai pupuk. Selain itu perusahaan juga dapat melakukan terobosan-terobosan baru dalam proses bisnis usaha teh seperti mengembangkan bisnis industri hilir (produk akhir) melalui pembianaan koperasi kepegawaian/buruh. Selain dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai/ buruh, bisnis industri hilir melalui koperasi juga dapat membantu perusaahaan dalam keterbatasan modal dan tetap fokus pada kompetensi inti yang dimiliki. 4

ANALISIS BIAYA PADA PRODUKSI TEH HITAM ORTHODOX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT JAWA BARAT I. SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : MOCHAMAD ARSYAD F14063075 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 5

Judul Skripsi : Analisis Biaya Pada Produksi Teh Hitam Orthodox di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut Jawa Barat Nama : Mochamad Arsyad NIM : F14063075 Menyetujui, Pembimbing, (Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng) NIP. 130 541 469 Mengetahui : Ketua Departemen Teknik Pertanian (Dr. Ir. Desrial, MEng) NIP. 19661201 199103 1 004 Tanggal Lulus : November 2010 6

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Biaya Pada Produksi Teh Hitam Orthodox Di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut Jawa Barat adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2010 Yang memebuat pernyataan Mochamad Arsyad F14063075 7

BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan pada tanggal 06 Oktober 1987 di Jakarta. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Angkasa I, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 80 Jakarta hingga tahun 2002. Penulis kemudian menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 81 Jakarta pada tahun 2005, dan melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknik Pertanian (TEP-43), Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur SPMB pada tahun 2006. Pada bulan Juli sampai Agustus 2009 penulis melaksanakan praktek lapangan dengan judul Distribusi dan Pemasaran di CV. Cihanjuang Inti Teknik, Cimahi, Jawa Barat. Sebagai tugas akhir penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Biaya Pada Produksi Teh Hitam Orthodox di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut Jawa Barat di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng. 8

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia- Nya sehingga penelitian yang berjudul ANALISIS BIAYA PADA PRODUKSI TEH HITAM ORTHODOX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT JAWA BARAT dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada : 1. Bapak Ir. Rahmat Supriadi selaku Administratur dan Ir. R Diki Abdulkadir Kepala Tanaman kebun Cisaruni PT. Perkebunan Nusantara VIII, yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan izin penulis untuk melakukan kegiatan penelitian. 2. Bapak Dasep Nurudin, seluruh Staf dan Karyawan PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni yang tidak dapat penulis sebut satu per satu atas bantuan dan suasana kekeluargaan yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian di kebun Cisaruni. 3. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis. 4. Kedua orang tua dan keluarga penulis atas segala doa dan dukungannya selama ini. 5. Taopik Setiawan atas dukungan serta bantuannya selama penelitian di Perkebunan Cisaruni. 6. Teman-teman Teknik Pertanian yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Bogor, November 2010 Penulis iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR TABEL...vi DAFTAR LAMPIRAN...vii I. PENDAHULUAN...1 A. LATAR BELAKANG...1 B. TUJUAN PENELITIAN...4 C. RUANG LINGKUP...5 II. TINJAUAN PUSTAKA...6 A. TANAMAN TEH...6 B. BUDIDAYA TANAMAN TEH...7 C. PENGOLAHAN PUCUK TEH MENJADI TEH HITAM DI KEBUN CISARUNI...10 D. PENGAWASAN MUTU...14 E. PENGANGKUTAN...16 E. BIAYA DAN ANALISIS BIAYA...16 III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN...19 A. SEJARAH PERKEMBANGAN...19 B. IKLIM, LETAK GEOGRAFIS DAN LOKASI PERUSAHAAN......20 C. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN...21 D. SISTEM PRODUKSI DAN SISTEM PEMASARAN PRODUK.....22 E. SARANA PENUNJANG SISTEM PRODUKUSI...23 IV. METODOLOGI PENELITIAN...24 A. WAKTU DAN TEMPAT...24 B. METODE PENGUMPULAN DATA...24 C. METODE ANALISIS...24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN...28 A. ANALISIS BIAYA PRODUKSI...28 B. ANALISIS BIAYA POKOK...31 C. ANALISIS TITIK IMPAS...32 D. ANALISIS KELAYAKAN...32 E. ANALISIS SENSITIVITAS...33 VI. KESIMPULAN DAN SARAN...35 A. KESIMPULAN...35 B. SARAN...35 DAFTAR PUSTAKA...36 LAMPIRAN...37 iv

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram alir budidaya tanaman teh...8 Gambar 2. Diagram alir proses penanaman tanaman teh di lahan...9 Gambar 3. Bagan alir proses pengolahan pucuk teh di kebun Cisaruni...11 v

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jumlah produksi teh dunia dari tahun 2006 2008......2 Tabel 2. Produksi teh tahun 2000 2008......2 Tabel 3. Tingkat konsumsi teh terbesar per kapita...4 Tabel 4. Perbandingan antara cara pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC......6 Tabel 5. Perbedaan antara hasil pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC...7 Tabel 6. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam...7 Tabel 7. Luas konsensi HGU (Hak Guna Usaha) kebun Cisaruni, Garut...21 Tabel 8. Rincian biaya perawatan tanaman...28 Tabel 9. Rincian biaya panen...29 Tabel 10. Rincian biaya pengangkutan...29 Tabel 11. Daftar mesin penggilingan...30 Tabel 12. Rincian biaya pengolahan...30 Tabel 13. Rincian biaya biaya pengepakan dan penyimpanan...31 Tabel 14. Biaya pemeliharaan pabrik...31 Tabel 15. Perhitungan biaya pokok...32 Tabel 16. Perhitungan titik impas...32 Tabel 17. Hasil analisis sensitivitas penurunan harga...33 Tabel 18. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya tidak tetap...34 Tabel 19. Hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga dan kenaikan biaya tidak tetap...34 vi

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta Lokasi Kebun Cisaruni, Garut...38 Lampiran 2. Daftar rincian dan nilai investasi tanaman menghasilkan, bangunan perusahaan, bangunan rumah, sertifikat HGU, jalan dan jembatan milik PTPN VIII Kebun Cisaruni tahun 2008...39 Lampiran 3. Daftar rinciandan nilai alat angkutan milik PTPN VIII Kebun Cisaruni tahun 2008...40 Lampiran 4. Daftar rincian dan nilai investasi mesin dan perlengkapan milik PTPN VIII Kebun Cisaruni tahun 2008...41 Lampiran 5. Daftar rincian dan nilai inventaris lainnya milik PTPN VIII Kebun Cisaruni tahun 2008...43 Lampiran 6. Perhitungan total investasi...44 Lampiran 7. Daftar rincian dan nilai biaya umum tahun 2008...45 Lampiran 8. Perhitungan biaya penyusutan...46 Lampiran 9. Rincian perhitungan biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya total...47 Lampiran 10. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C dengan DF 12 %...48 Lampiran 11. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 10%...49 Lampiran 12. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 20%...50 Lampiran 13. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 30%...51 Lampiran 14. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah kenaikan biaya tidak tetap 10 %...52 Lampiran 15. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah kenaikan biaya tidak tetap 20%...53 Lampiran 16. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah kenaikan biaya tidak tetap 30%...54 Lampiran 17. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya tidak tetap 10%...55 Lampiran 18. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya tidak tetap 20%...56 vii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1,2 triliun (0,3% dari total PDB non migas). Komoditi ini juga menyumbang devisa sebesar 110 juta dollar AS setiap tahunnya (www.csrreview-online.com). Untuk menjaga fungsi hidrolis dan pengembangan agroindustri, perkebunan teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Rasio perbandingan tenaga kerja dengan luas lahannya 0,75. Oleh karena itu, perkebunan teh digolongkan sebagai industri padat karya. Tahun 1999 industri ini mampu menyerap 300.000 pekerja dan menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa (Suprihatini, 2005). Teh saat ini merupakan salah satu tanaman industri masyarakat Indonesia, dan salah satu minuman berkhasiat yang dikonsumsi sehari-hari oleh sebagian kalangan masyarakat di Indonesia. Dari data yang didapat menunjukkan, pada tahun 1999 pasokan teh dunia diperoleh dari India (sekitar 30%), Cina (23,5%), Srilanka (9,5%), Kenya (7,5%), Indonesia (5%) dan Turki (4%). Dengan begitu kesempatan Indonesia untuk meningkatkan produksi dan ekspornya masih sangat bagus. Pada tahun 2000 Indonesia mampu mengekspor teh sebanyak 99.847 ton setara 8% dari total keseluruhan ekspor teh dunia yang sebanyak 1.244.426 ton. Pada awal tahun 2006 produksi teh di Indonesia meningkat mencapai 167.881 ton dari 166.091 ton pada tahun 2005. Namun volume ekspor teh Indonesia terus menurun, pada tahun 2006 Indonesia mampu mengekspor 95.000 ton dan pada tahun 2007 hanya mampu mengekspor 83.000 ton, hal ini disebabkan kualitas teh yang terus menurun. Negara-negara pengimpor teh dari Indonesia adalah Inggris, Pakistan, Irak, Amerika, Belanda, dan India (Suprihatini, 2005). Potensi pengembangan komoditi teh Indonesia sangat besar. Produksi teh yang tinggi menempatkan Indonesia pada urutan kelima sebagai negara produsen teh curah, setelah India, Cina, Sri Lanka dan Kenya. Indonesia juga menduduki posisi kelima sebagai negara eksportir teh curah terbesar dari segi volume setelah Sri Lanka, Kenya, Cina dan India (Suprihatini, 2005). Potensi yang dimiliki cukup besar, sama halnya dengan ekspor produk pertanian Indonesia lainnya ke pasar internasional, komoditi teh juga menghadapi persoalan-persoalan yang selalu berulang. Banyaknya permasalahan seperti penurunan volume, nilai, pangsa pasar ekspor dan rendahnya harga teh Indonesia memberikan dampak negatif pada perkembangan industri teh. Kondisi ini membuat usaha perkebunan teh rakyat semakin merugi. Para petani harus menjual teh dengan harga Rp 400 500 per kilogram sementara biaya perawatan teh mencapai Rp 700 per kg sehingga petani merugi dari tahun ke tahun (www.csrreview-online.com). Menurut Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) jumlah produksi teh negara Indonesia menempati urutan ke tujuh setelah Cina, India, Kenya, Sri Lanka, Turki, dan Vietnam. Jumlah produksi dapat dilihat pada Tabel 1. 1

Tabel 1. Jumlah produksi teh dunia dari tahun 2006 2008 Negara 2006 (ton) 2007 (ton) 2008 (ton) Cina 1,047,345 1,183,002 1,257,384 India 928,000 949,220 805,180 Kenya 310,580 369,600 345,800 Sri Lanka 310,800 305,220 318,470 Turki 201,866 206,160 *1,100,257 Vietnam 151,000 164,000 174,900 Indonesia 146,858 150,224 150,851 Jepang 91,800 94,100 94,100 Argentina 72,129 76,000 76,000 Iran 59,180 60,000 60,000 Bangladesh 58,000 58,500 59,000 Malawi 45,009 46,000 46,000 Uganda 34,334 44,923 42,808 Negara-negara lain 189,551 193,782 205,211 Sumber : The Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations as of January 2010 in www.wikipedia.com Komoditi teh mampu menjadi sumber pendapatan bagi negara dan masyarakat Indonesia. Namun dengan permasalahan-permasalahan yang semakin berlarut-larut, komoditi teh dapat merugikan kehidupan petani/buruh dan industri. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk membantu para petani/buruh dan sektor industri teh dalam menemukan jalan keluar seperti analisis biaya produksi teh. Penurunan areal teh di Indonesia telah mempengaruhi jumlah produksi teh nasional. Penurunan pertumbuhan produksi teh pada tahun 2004 berkisar 2,95%. Meski demikian, di beberapa propinsi seperti Jawa Tengah, DIY dan Sumatera Barat, penurunan areal tidak berpengaruh pada produksi mereka, bahkan produksi teh mengalami peningkatan. Dalam hal produksi, Jawa Barat merupakan penghasil teh terbesar di Indonesia. Propinsi ini menghasilkan 70% dari total produksi teh nasional. Propinsi lain yang juga merupakan penghasil teh terbesar adalah Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Produksi teh di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi teh tahun 2000-2008 Tahun Nasional (ton) Jawa Barat (ton) 2000 162.587,00 110.960,00 2001 166.867,00 113.840,00 2002 165.194,00 111.142,00 2003 169.821,00 115.813,00 2004 167.136,00 117.301,00 2005 167.276,00 120.666,00 2006 146.858,00 103.070,00 2007 150.623,00 109.957,00 2008 150.851,00 110.651.00 Sumber : Departemen Pertanian (www.database.deptan.go.id) 2

1. Ekspor Teh Penjualan komoditi teh Indonesia sangat bergantung pada ekspor. Enam puluh lima persen produksi teh Indonesia ditujukan pada pasar ekspor. Kondisi ini tidak lepas dari peran dan kebijakan pemerintah yang ingin menggalakkan penerimaan devisa dengan mendorong produsen untuk berorientasi pada ekspor. Ketergantungan ini menimbulkan implikasi yang buruk pada perkembangan teh di Indonesia. Harga teh di Indonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan ketersediaan komoditi teh di tingkat dunia. Apabila pasokan dunia berlimpah, maka harga teh Indonesia akan turun drastis. Akibatnya, banyak petani yang mengalami kerugian karena menjual teh dengan harga di bawah biaya perawatan akhirnya menjual tanah perkebunan tehnya atau mengkonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, sayuran dan lain-lain. Perkembangan ekspor teh mengalami penurunan selama sembilan tahun terakhir ini yaitu dari tahun 1993 dengan jumlah 123.900 ton menjadi 100.185 ton pada tahun 2002. Rata-rata perkembangan ekspor teh menurun 2,1% per tahun. Hal ini disebabkan oleh lemahnya daya saing teh Indonesia di pasar dunia. Lonjakan ekspor teh baru terjadi pada tahun 2003. Lonjakan ekspor teh pada tahun 2003 tidak diteruskan pada tahun 2004. Pada tahun 2004 Indonesia mengalami penurunan ekspor teh dan hanya mencapai volume sebesar 88.176 ton. Penurunan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor termasuk adanya penurunan konsumsi di Inggris dan negara-negara Eropa lainnya. Pangsa pasar teh Indonesia terus mengalami penurunan. Bahkan beberapa pasar utama teh yang dikuasai Indonesia telah diambil alih oleh negara produsen teh lainnya. Pasar-pasar yang kurang dapat dipertahankan Indonesia adalah Pakistan, Inggris, Belanda, Jerman, Irlandia, Rusia, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Siria, Taiwan, Mesir, Maroko, dan Australia (Suprihatini, 2000). Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar dari 5,4% di tahun 1997 menjadi 3,9% pada tahun 2001. Dari data penguasaan pangsa nilai ekspor seluruh jenis teh, pada tahun 2001 Indonesia merupakan negara pengekspor teh terbesar pada urutan ketujuh di dunia setelah India (18,9%), Cina (17,1%), Sri Lanka (15,2%), Kenya (7,9%), Inggris (7.9%) dan Uni Emirat Arab (4%). Dengan jumlah pangsa pasar ekspor yang semakin kecil dan sebagian besar produk ekspor berupa produk hulu yaitu teh curah, nilai ekspor Indonesia semakin jauh tertinggal dibanding dengan negara-negara lain. Berbeda dengan negara-negara seperti Jepang, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab, meskipun mereka mengimpor teh, tetapi mereka mampu memberikan nilai tambah pada teh dengan mengolahnya menjadi produk hilir dan mengekspornya dengan harga lebih tinggi. Kurang berkembangnya industri hilir teh di dalam negeri menyebabkan harga jual teh Indonesia tetap rendah. Ekspor tertinggi teh Indonesia adalah teh hitam curah. Ekspor komoditi jenis ini mencapai 85,5%. Sementara itu, sebagian besar pertumbuhan pasar teh hitam curah dunia justru mengalami penurunan. Hanya negara-negara tertentu saja yang mengalami peningkatan pertumbuhan pasar, misalnya negara Uni Emirat Arab, Federasi Rusia, Jepang dan Polandia. Pasar teh hitam curah di Ingris, Jerman dan Amerika Serikat diduga telah menglami kejenuhan yang tercermin dari pertumbuhan pasarnya yang negatif (Suprihatini, 2005). Pertumbuhan pasar teh hijau curah dunia justru menunjukkan kecenderungan meningkat. Namun jumlah ekspor Indonesia untuk komoditi teh hijau curah masih kecil, hanya 8,4%. Secara umum kondisi daya saing teh hijau curah Indonesia di pasar teh dunia relatif lebih baik dibanding dengan komoditas teh hitam curah. Indonesia masih mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspor teh hijau curah karena potensi pasar dunia untuk komoditi ini masih cukup besar. 3

Beberapa negara di dunia mengalami kecenderungan penurunan pertumbuhan pasar teh hitam kemasan. Meski demikian, ada beberapa negara yang mempunyai pertumbuhan pasar teh hitam tinggi antara lain Saudi Arabia, Amerika Serikat, Kanada dan Perancis. Pertumbuhan pasar teh hitam kemasan tertinggi adalah Saudi Arabia. Sayangnya, pada tahun 1997 dan 2001 belum terdapat ekspor teh hitam kemasan Indonesia ke pasar Saudi Arabia. Pasar utama produk teh hijau kemasan yang memiliki pertumbuhan pasar tinggi adalah Jepang, Maroko, Perancis, Amerika Serikat, Saudi Arabia dan Kanada. Diantara negara-negara tersebut, hanya Saudi Arabia yang menjadi negara tujuan utama ekspor teh hijau kemasan Indonesia. Padahal di dalam pasar ini, Indonesia hanya menguasai pangsa pasar sebesar 2,5% dan kalah bersaing dengan teh hijau kemasan asal Sri Langka (Suprihatini, 2005). 2. Konsumsi dan Harga Teh Tabel Tingkat konsumsi teh dunia per kapita/tahun menunjukkan besarnya permintaan teh dunia. Ini merupakan peluang pasar bagi negara-negara produsen untuk memperoleh pendapatan. Negara-negara dengan tingkat konsumsi teh terbesar dapat menjadi pilihan target ekspor negaranegara produsen teh. Tabel 3. Tingkat konsumsi teh terbesar per kapita Urutan Negara Tingkat konsumsi 1 Turki 2.5 kg (88 oz) 2 Inggris 2.1 kg (74 oz) 3 Irlandia 1.5 kg (53 oz) 4 Moroko 1.4 kg (49 oz) 5 Iran 1.2 kg (42 oz) 6 Mesir 1.1 kg (39 oz) 7 New Zealand 1 kg (35 oz) 7 Polandia 1 kg (35 oz) 8 Jepang 0.9 kg (32 oz) 9 Belanda 0.8 kg (28 oz) Sumber : www.wikipedia.com Tingkat konsumsi teh negara Indonesia kecil dibanding negara-negara lain di dunia. Meskipun mengalami kenaikan tiap tahunnya, jumlah konsumsi teh Indonesia belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi penjualan domestik komoditi teh. Salah satu sebab rendahnya konsumsi teh dalam negeri adalah kurangnya informasi manfaat teh sebagai minuman kesehatan. Harga komoditi Indonesia sangat ditentukan oleh supply dan demand teh internasional. Harga teh Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, harga teh Indonesia lebih tinggi dibanding dengan harga pada tahun 2003. Harga teh kembali naik pada tahun 2004 (www.csrreview-online.com). B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah a. Mempelajari struktur biaya produksi teh pada PTPN VIII, Kebun Cisaruni Jawa Barat. b. Menghitung nilai titik impas dengan menggunakan analisis biaya. c. Mengetahui kelayakan produksi teh dengan metode Net Present Value (NPV), Iinternal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio(B/C). 4

C. RUANG LINGKUP Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dimulai pada bulan april 2010 sampai juni 2010. Perusahaan ini dipilih dengan pertimbangan bahwa PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni adalah perusahaan yang bergerak dibidang pertanian dengan mengembangkan usaha perkebunan dan berpengalaman cukup lama. Penelitian ini dititikberatkan pada struktur biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN TEH Tanaman teh (Thea sinensis L) merupakan salah satu tanaman keras dikelola secara perkebunan yang termasuk family Theaceae, ordo Guttaferales dan kelas Thalaniflora (Benson, 1959 dalam Setiawan, 2009). Hasil tanaman teh ini berupa ranting muda dengan daun-daun, lazim disebut pucuk teh. Pucuk teh inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi teh kering yang dikenal umum sebagai bahan minuman. Pucuk teh yang baru dipetik dari tanamannya mengandung kadar air sekitar 75 80 % dari berat total daun dan sisanya berupa bahan-bahan selain air yang umum disebut sebagai bahan kering. Sebagian bahan kering tersebut bersifat dapat larut dalam air, dan sebagian lainnya bersifat tidak dapat larut. Daun yang bermutu baik adalah daun yang kandungan tannin dan aktivitas enzimnya tinggi serta mempunyai sifat fisik jaringan daun yang kuat. Makin tua daun makin rendah kandungan tanninnya dan makin tidak elastis (Pramono, 1993 dalam Setiawan, 2009). Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem orthodox (orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem baru khususnya sistem CTC. Sistem orthodox murni sudah jarang sekali digunakan dan yang umum saat ini adalah sistem orthodox rotorvane. Sistem CTC (Crushing, Tearing, Curling) merupakan sistem pengolahan teh hitam yang relatif baru di Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000), memberikan gambaran tentang kedua cara pengolahan. Tabel 4. Perbandingan antara cara pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC No Sistem orthodox Sistem CTC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Derajat layu pucuk 44%-46% Ada sortasi bubuk basah Tangkai/tulang terpisah, disebut badag Diperlukan pengeringan ECP Cita rasa air seduhan kuat Tenaga kerja banyak Tenaga listrik besar Sortasi kering kurang sederhana Fermentasi bubuk basah 105-120 menit Waktu proses pengolahan berlangsung lebih dari 20 jam Sumber : PPTK Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000) Derajat layu pucuk 32%-35% Tanpa dilakukan sortasi bubuk basah Bubuk basah ukuran hampir sama Pengeringan cukup FBD Cita rasa air seduhan kurang kuat, air seduhan cepat merah Tenaga kerja sedikit Tenaga listrik kecil Sortasi kering sederhana Fermentasi bubuk basah 80-85 menit Waktu proses pengolahan berlangsung kurang dari 20 jam Akibat cara pengolahan yang berbeda, maka teh orthodox dan CTC memiliki perbedaanperbedaan baik bentuk maupun cita rasanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. 6

Tabel 5. Perbedaan antara hasil pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC No Uraian Orthodox CTC 1 2 3 4 Bubuk Cita rasa Penyajian Kebutuhan penyajian Agak pipih Kuat Lambat 400-500 cangkir/kg Sumber : Achmad Imron (2001) dalam Setiawan (2009) Butiran Kurang kuat Cepat 800-1000 cangkir/kg Komposisi kimia daun teh sangat berpengaruh terhadap mutu bubuk teh yang dihasilkan yaitu pada strength, warna, flavour dan rangsangan seduhan teh. Hal ini disebabkan oleh pengaruh reaksi enzimatis selama pengolahannya. Komposisi kimia daun teh segar dan teh hitam disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam Komposisi Daun segar (%) Teh hitam (%) Selulosa dan serat kasar Protein Khloropil dan pigmen Pati Tanin teh Tanin teroksidasi Kafein Asam amino Mineral Abu Sumber : Nasution dan Wachyuddin (1985) 34 17 1.5 8.5 25 0 4 8 4 5.5 Dalam proses pengolahan teh hitam ada beberapa faktor yang sangat menentukan dalam mendapatkan teh hitam dengan mutu yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah varietas tanaman teh, keadaan dan struktur tanah, tata cara pemeliharaan, keadaan iklim, ketinggian, pengawasan mutu terhadap teh yang dihasilkan, dan tata cara pengolahan. Pengolahan yang sebaik apapun tidak akan mendapatkan mutu bubuk teh hitam yang baik apabila mutu daunnya itu sendiri tidak baik. 34 16 1 0.25 18 4 4 9 4 5.5 B. BUDIDAYA TANAMAN TEH Pada tahapan kegitan budidaya tanaman teh untuk menghasilkan pucuk teh sangat penting dalam menentukan kualitas teh yang akan dihasilkan. Budidaya tanaman teh merupakan titik awal penyediaan bahan baku dalam proses produksi teh, sehingga perlu perhatian khusus pada proses ini. Adapun tahapan budidaya tanaman teh meliputi kegiatan pembibitan, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman (pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma, penyulaman dan pemangkasan) sampai pemanenan yaitu pemetikan pucuk teh. 7

Pembibitan Penyiapan lahan Penanaman Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan Pemeliharaan tanaman menghasilkan Pemetikan Pucuk teh basah Gambar 1. Diagram alir budidaya tanaman teh (Sumber : Petunjuk teknis budidaya teh PTPN VIII, 2003 dalam Setiawan, 2009) 1. Pembibitan (Persemaian) Proses pembibitan merupakan hal yang sangat penting penting yang bisa menentukan keberhasilan dari mutu tanaman teh yang dihasilkan, selain itu pembibitan yang baik pun akan menghasilkan kualitas pucuk yang baik. Ada beberapa cara perbanyakan tanaman teh, yang secara umum dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu perbanyakan secara generative melalui biji dan perbanyakan secara vegetatif melalui akar, stek batang, sambungan dan okulasi. Pembibitan teh dengan stek berupa klon merupakan cara yang paling cepat dan popular untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah yang banyak dan mempunyi sifat-sifat sama yang dimiliki oleh tanaman induknya. Meskipun demikian, pembibitan teh dengan menggunakan biji dari teh itu sendiri sesungguhnya mempunyai beberapa keuntungan yaitu adaptabilitasnya lebih luas, potensi produksi baik, dan keanekaragaman perdu mempunyai pengaruh yang baik terhadap mutu teh jadi, karena pucuk teh yang dihasilkan mengandung zat penentu kualitas yang tercampur secara alami pada tipa-tiap perdu. Bagian tanaman yang dijadikan bahan stek adalah tunas dari ranting dengan sehelai daun. Persyaratan sebelum dilakukan penanaman, bibit harus dekat dengan areal yang akan ditanami dengan tujuan untuk memudahkan pemindahan dari kebun pembibitan menuju lahan yang akan 8

ditanami, topografi sebaiknya rata dan apabila miring sebaiknya menghadap ke timur agar mendapat sinar matahari, sehingga stek yang dihasilkan akan lebih baik. Bangunan pembibitan yang akan digunakan adalah dengan sungkup plastik. Tujuan dari penggunaan sungkup plastik ini adalah untuk mempertahankan kelembaban yang lebih besar dari 90% dengan suhu yang lebih hangat sekitar 27 o C. 2. Penanaman di Lahan Langkah awal sebelum melakukan penanaman adalah persiapan lahan. Persiapan lahan ada dua macam yaitu persiapan lahan yang belum pernah ditanami teh sebagai penanaman baru (new planting), dan persiapan lahan bekas tanaman teh atau peremajaan yang biasa dikenal dengan kegitan penanaman ulang (replanting). Untuk setiap macam penanaman, intensitas atau cara penanamannya tentu berbeda-beda. Namun, pada prinsipnya hampir sama. Yang harus diperhatikan pada semua cara tersebut yaitu pada proses pengolahan tanah yang baik, agar tanaman baru berlangsung secara optimal. Untuk mencapai hal tersebut, lahan harus diolah sampai kedalaman tertentu (biasanya 60 cm), tanah bersih dari sisa-sisa akar, erosi yang tejadi sekecil mungkin, dan permukaan tanah harus rata agar penanaman dapat dilaksanakan dengan baik. Secara umum urutan kerja persiapan lahan bagi penanaman baru adalah seperti Gambar 2. Survei dan pemetaan Tanah Pembongkaran pohon dan tungggul Pembersihan semak belukar dan gulma Pembuatan jalan dan drainase Jalan blok Jalan kontrol Jalan produksi Pengolahan tanah Gambar 2. Diagram alir proses penanaman tanaman teh di lahan 9

3. Pemeliharaan Tanaman Kunci utama keberhasilan pada semua usaha pertanaman adalah pemeliharaan yang baik dan teratur. Dengan pemeliharaan ini, tanaman akan tumbuh sehat, segar, dan produksi daun tinggi. Sebaliknya tanpa perawatan, tanaman teh akan tumbuh merana, diserang hama penyakit, tumbuh gulma, dan lahan kotor. Akibatnya, produksi daun teh pun sedikit dan tanaman bisa saja mati. Pembuatan dan pemeliharaan saluran air pada lahan miring, bertujuan untuk mengurangi bahaya erosi. Pembenahan jalan serta saluran air dilakukan secara berkala untuk kelancaran pengawasan serta pengaturan pengairan. Selain itu juga penyiangan dapat dilakukan secara manual ataupun kimiawi. Penyiangan kimiawi dilakukan jika tanaman sudah cukup tinggi agar tidak mengenai daun. Pelaksanaan pemeliharaan dengan cara pemangkasan termasuk kegiatan eksploitasi yang bertujuan untuk mencegah tanaman agar tidak terlalu tinggi juga untuk memperbanyak jumlah ranting pada tanaman yang membentuk pucuk-pucuk baru sehingga dapat meningkatkan produksi dan mempermudah pengambilan pucuk selama pemetikan. Ada tiga cara pemangkasan berdasarkan ketinggiannya dari permukaan tanah adalah 1) Pemangkasan tinggi dengan ketinggian 70 cm 80 cm dari permukaan tanah, 2) pemangkasan sedang dengan ketinggian 45 cm 65 cm dari permukaan tanah, 3) dan pemangkasan rendah dengan ketinggian 15 cm 45 cm dari permukaan tanah. 4. Pemanenan Pucuk Teh Pemetikan merupakan kegiatan pemetikan daun/pucuk teh yang terdiri dari kuncup, ranting muda, dan daunnya. Kegiatan pemetikan selain bertujuan memungut hasil tanaman yang sesuai dengan tujuan pengolahan, juga merupakan usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar mampu meningkatkan produksi yang bekesinambungan (Tobroni, 1985 dalam Setiawan, 2009). Pemetikan mempunyai aturan tersendiri untuk menjaga agar produksi daun teh tetap tinggi dan tanaman tidak rusak karena petikan. Selain itu, pemetikan yang tidak teratur menyebabkan tanaman teh menjadi cepat tinggi, bidang petik tidak rata, dan jumlah petikan tidak banyak. Hal tersebut, tentu akan berpengaruh terhadap nilai ekonomi dari pucuk yang dihasilkan. Dalam proses pelaksanaannya, pemetikan daun teh dibedakan atas dua macam basis dasar, yaitu berdasarkan jumlah helaian daun dan waktu pemetikan (Paimin, 1993 dalam Setiawan, 2009). C. PENGOLAHAN PUCUK TEH MENJADI TEH HITAM Proses pengolahan teh hitam orthodox dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan basah dan pengolahan kering. Proses pengolahan teh hitam tersebut sudah menggunakan alat dan mesin. Sedangkan tenaga manusia hanya diperlukan untuk mengontrol mesin dan memindahkan bubuk basah atau kering selama proses pengolahan berlangsung. Kecuali pada proses sortasi, tenaga manusia masih sangat banyak diperlukan untuk menjaga kualitas bubuk teh hitam orthodox. Secara garis besar diagram alir proses pengolahan teh hitam orthodox disajikan pada Gambar 3. 10

Bahan baku (pucuk teh segar) Pelayuan Penggilingan dan fermentasi Pengeringan Sortasi kering Pengemasan teh kering Gambar 3. Bagan alir proses pengolahan pucuk teh di Kebun Cisaruni (Sumber : PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni dalam Setiawan, 2009) Adapun tahapan pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox adalah penerimaan bahan baku, pembeberan dan pelayuan, penggilingan dan fermentasi awal, fermentasi, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan. 1. Penerimaan Bahan Baku Mutu teh hitam hasil pengolahan terutama ditentukan oleh bahan bakunya yaitu daun segar hasil petikan. Mutu teh hitam yang baik sebenarnya akan lebih mudah dicapai apabila bahan segarnya (pucuk) bermutu baik. Secara fisik, pucuk yang bermutu adalah daun muda yang utuh, segar, dan berwarna kehijauan. Menurut beberapa ahli pengolahan, 75% mutu teh ditentukan di kebun (ketinggian tempat, jenis petikan, dan penanganan hasil petikan), sisanya 25% ditentukan oleh proses pengolahan. Tahap awal pada proses pengolahan adalah penerimaan bahan baku, yaitu penimbangan dengan menggunakan timbangan mekanis. Kemudian hasil penimbangan dicatat setelah itu diturunkan dengan bantuan monorail untuk mengangkut teh dari truk ke withering trough. 2. Pembeberan dan Pelayuan Aspek fisik pelayuan ialah suatu proses dimana pucuk teh melepaskan air yang dikandung ke udara bebas tanpa terjadi kerusakan pada pucuk teh. Oleh karena itu, udara pada ruangan pelayuan hendaknya kering dengan suhu tidak terlalu rendah. Pada proses pelayuan tahap pertama yang dilakukan adalah pembeberan pucuk yang mana pucuk disebar merata sampai palung (trough) penuh dengan ketebalan ± 30 cm atau bisa disebut 30 cm pucuk per m 2. Sementara itu udara segar akan dialirkan untuk menghilangkan panas dan air pada pucuk dengan pintu palung terbuka. Setiap selesai membeberkan pucuk dalam satu palung, pintu palung akan ditutup dan udara terus dialirkan. Setelah pucuk layu maka segera diisi ke bak kayu untuk ditimbang lalu dibawa ke jubung (lubang/saluran pemasukan pucuk teh layu ke mesin penggilingan) untuk proses turun layuan dan dilanjutkan ke penggilingan. 11

Pengaturan suhu udara yang baik untuk digunakan dalam proses pelayuan adalah udara bersih dengan kelembaban rendah yang berkisar antara 60% - 75%, dimana suhu tidak melebihi 28 o C (optimum 26,7 o C atau 80 o F), dan volume yang cukup sesuai dengan kapasitas palung withering trough. Untuk memperoleh suhu yang diharapkan diperlukan mesin pemanas. Menurut Werkhoven (1974) dalam Eka Priatna (1989), dapat dipastikan bahwa selama 6 jam pertama pelayuan, kadar air yang hilang sebagian berasal dari pucuk pertama dan pucuk teh kedua, sekitar 25% air diuapkan. Pada 12 jam kemudian sekitar 10% air akan mengalir dari batang menuju pucuk untuk diuapkan. Pengalaman memperlihatkan bahwa pelayuan kimia berlangsung antara 16 20 jam, akan menghasilkan kualitas teh yang baik (Trincik 1977 dalam Eka Priatna 1989). 3. Penggilingan dan Fermentasi Awal Proses penggilingan merupakan tahap pengolahan untuk menyiapkan terbentuknya mutu, baik secara kimia maupun fisik. Secara umum proses penggilingan adalah penggulungan, penggilingan, dan sortasi bubuk basah. 3.1. Penggulungan Pada proses penggulungan (rolling) akan membuat daun memar dan dinding sel rusak, sehingga cairan sel keluar di permukaan dengan merata, dan pada saat itu sudah mulai terjadi proses oksidasi enzimatis (fermentasi). Dengan adanya penggulungan, secara fisik daun yang sudah digulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan. Penggulungan dilaksanakan dalam alat penggulung yang disebut open top roller selama 30 40 menit yang mempunyai kapasitas 350 kg. 3.2. Penggilingan Pada proses penggilingan, gulungan akan tergiling menjadi partikel yang lebih kecil sesuai dengan yang dikehendaki konsumen, gulungan akan berukuran lebih pendek, cairan sel keluar semaksimal mungkin, dan dihasilkan bubuk basah sebanyak-banyaknya. Mesin penggilingan yang biasa dipakai dalam proses pengolahan teh hitam orthodox adalah press cap roller dan rotor vane. Pada alat press cup roller pucuk akan digiling sekaligus dipotong, selain itu juga alat ini berfungsi sebagai penggencet pucuk teh, sehingga pucuk akan mengeluarkan cairan yang nantinya akan berpengaruh pada aroma dan rasa produk teh. 3.3. Sortasi bubuk basah Sortasi bubuk basah bertujuan untuk memperoleh bubuk yang seragam, memudahkan sortasi kering, serta memudahkan dalam pengaturan proses pengeringan. Mesin sortasi basah yang biasa dipakai adalah rotor ball breaker. Mesin ini memasang ayakan dengan mesh (jumlah lubang per inci persegi ayakan) yang berbeda-beda sesuai dengan grade (jenis bubuk) yang diinginkan. 12

4. Fermentasi Fermentasi atau proses oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim polifenol oksidase. Fermentasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar air dalam bahan (hasil sortasi basah), suhu dan kelembaban relatif, kadar enzim, jenis bahan, serta tersedianya oksigen. 5. Pengeringan Tujuan utama pada proses pengeringan adalah menghentikan proses fermentasi senyawa polifenol dalam bubuk teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan optimal dan menentukan mutu akhir teh hitam yang dihasilkan. Dengan adanya pengeringan, kadar air dalam teh bubuk akan berkurang, sehingga teh kering akan tahan lama dalam penyimpanan. Proses pengeringan yang dilakukan di pabrik Cisaruni menggunakan mesin pengering jenis two stage dryer yang dilengkapi dengan trays konveyor. Prinsip kerja alat ini adalah mengalirkan udara panas yang masuk berlawanan arah dengan masuknya bubuk teh ke dalam dryer yang diperoleh dari heat exchanger yang diatur dengan bukaan valve. Panas yang diperoleh tersebut akan merambat ke dinding tungku yang terdapat di ruang bakar, dan mengalir kedalam pipa api akibat tarikan exhaust fan. Panas yang dihasilkan tadi akan diserap oleh udara segar yang kemudian ditarik oleh main fan untuk disalurkan ke ruang pengering (Setiawan, 2009). 6. Sortasi Kering Meskipun telah dilakukan proses sortasi basah, bentuk dan ukuran partikel teh kering yang dihasilkan oleh mesin pengering masih heterogen, oleh sebab itu perlu dilakukan sortasi kering. Pada prinsipnya proses sortasi kering adalah kegiatan memisah-misahkan teh bubuk kering menjadi jenis-jenis tertentu. Tujuan sortasi kering adalah mendapatkan ukuran dan warna partikel teh kering yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen meliputi memisahmisahkan teh kering menjadi beberapa tingkat mutu (grade) yang sesuai dengan standar perdagangan teh, menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna masing-masing grade, dan membersihkan teh dari tangkai, serat dan bahan-bahan lain (debu, logam dan lain-lain). Proses pertama sortasi yang dilakukan pabrik perkebunan Cisaruni adalah proses pemisahan tulang daun serta daun-daun yang tua menggunakan alat midleton. Selanjutnya bahan yang tersaring akan memasuki vibro, bubuk teh yang masuk ke alat ini akan mengalami pemisahan serat dan juga proses pengayakan. Bubuk badag yang lolos dari ayakan selanjutnya mengalami gencetan pada druck roll. Fungsi alat ini untuk mengecilkan ukuran bubuk teh yang masih terlalu besar dengan sistem penggencetan. Semua bubuk teh yang dihasilkan pada proses sortasi sebelumnya akan diproses selanjutnya berdasarkan jenis teh masing-masing untuk dipisahkan berdasarkan berat jenis dengan menggunakan mesin winower. (Setiawan, 2009). 7. Pengepakan dan Penyimpanan Bubuk teh yang telah selesai disortasi kering kemudian dilakukan penimbangan dan dimasukan ke dalam peti miring untuk penyimpanan bubuk teh sementara sesuai masing-masing jenis teh tersebut dengan tujuan untuk menjaga kualitas teh hitam orthodox yang telah dihasilkan, yang selanjutnya akan dimasukan kedalam tea bulker dan dilakukan pengepakan. 13

D. PENGAWASAN MUTU Standar mutu teh hitam merupakan dasar untuk menetapkan persyaratan minimum yang harus dipenuhi, serta pedoman untuk menetapkan jenis-jenis mutu teh hitam untuk kepentingan industri perdagangan teh dengan memperhatikan faktor kultur teknik pengolahannya. Pengawasan mutu teh ini meliputi analisa petik dan analisa pucuk, kerataan layuan, green dhool test, pengujian kadar air, pengujian berat jenis, pengujian inner dan outer quality. 1. Analisa Petik dan Analisa Pucuk Tujuan analisa petik dan analisa pucuk adalah untuk mengevaluasi mutu pucuk teh yang merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan dan penentuan perhitungan harga bagi pemetik. Saat ini, jenis petikan yang menghasilkan daun segar hasil petikan yang baik berdasarkan standar operasional PT. Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni, Garut adalah medium murni dengan hasil analisis pucuk minimal 60% dan analisa petik 55%. 2. Kerataan Layuan Kerataan layuan berdasarkan standar operasional di pabrik Cisaruni minimal 90%, dilakukan dengan mengambil pucuk layu secara acak dari withering trough sekitar 2 kg lalu diambil 500 g untuk diuji kerataan layuannya dengan memisahkan antara pucuk layu dengan yang tidak layu, kemudian hasilnya ditimbang. 3. Green Dhool Test Pengujian mutu teh pada saat teh masih basah yaitu pada proses oksidasi enzimatis yang meliputi rasa, warna air, dan kenampakan ampas seduhan untuk menentukan lama waktu yang ideal untuk oksidasi enzimatis. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui waktu fermentasi yang optimal, dimana bubuk teh ditimbang sebanyak 56 g lalu dimasukan ke dalam cangkir yang berukuran 220 cc dan didiamkan selama 6 menit setelah itu dituangkan ke mangkuk. Penilaian uji ini meliputi warna air, light, colourly dan dull, rasa seduhan, kesegaran, rasa sepet dan ampas seduhan. 4. Pengujian Kadar Air Pengujian kadar air ini bertujuan untuk mengetahui kandungan air baik pucuk teh ataupun bubuk teh kering yang diukur dengan alat halogen moisture analyser (Alat yang digunakan untuk mengukur kadar air pucuk dan bubuk teh basah atau kering dengan sistem kerja menguapkan air yang terkandung dalam pucuk dan bubuk teh), kemudian dengan sensor digital dapat terbaca jumlah air yang diuapkan. Nilai kadar air pucuk teh layu di pabrik Cisaruni 49 55% dan bubuk teh siap ekspor sekitar 4,5 %, sedangkan untuk lokal 6 %. 5. Pengujian Berat Jenis Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis teh kering sebelum pengepakan, yang dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak 100 g dan kemudian dimasukan ke dalam gelas ukur untuk dilihat berat jenisnya. 14

6. Pengujian Inner dan Outer Quality Pengujian ini meliputi kenampakan bubuk teh jadi seperti warna, kerataan, kebersihaan dari tulang dan serat, bentuk dan tipe air seduhan seperti warna air, kekuatan (strength), aroma dan kenampakan ampas. Menurut SNI 01-1902-1990 tentang teh hitam syarat mutu teh hitam ditentukan oleh ukuran partikel, kenampakan, air seduhan, dan kenampakan ampas seduhan. 6.1. Ukuran Partikel a. Apabila sebagian besar contoh uji tertahan pada ayakan 7 mesh, dinyatakan sebagai daun (leafy grades). b. Apabila sebagian besar contoh uji lolos pada ayakan 7 mesh dan sebagian besar tertahan pada ayakan 20 mesh, dinyatakan sebagai teh bubuk (broken grades). c. Apabila sebagian besar contoh uji lolos pada ayakan 20 mesh, dan sebagian besar tertahan di ayakan 80 mesh dinyatakan sebagai teh halus (small grades). 6.2. Kenampakan teh kering Teh kering diamati bentuk, bau, tekstur, keseragaman ukuran serta adanya benda asing. Amati pula adanya Tip yang meliputi warna, jumlah dan keadaannya. 6.2.1. Kenampakan Warna dinyatakan dengan kehitaman/kecoklatan/kemerahan/ keabuan. Bentuk dinyatakan dengan tergulung/tidak tergulung; keriting/tidak keriting. Bau dinyatakan dengan normal/tidak normal/berbau asing. Tekstur dinyatakan dengan rapuh/tidak rapuh; padat/tidak padat. Benda asing dinyatakan dengan ada atau tidak ada. 6.2.2. Penilaian terhadap Tip meliputi jumlah, warna, dan keadaan. Warna dinyatakan dengan kemerahan/keperakan. Jumlah dinyatakan dengan banyak (tippy)/sedang (some tips)/sedikit (few tips). Keadaan tips dinyatakan sesuai hasil pengamatan seperti cerah, hidup dan berambut rapat. 6.2.3. Penilaian kenampakan teh kering dinyatakan dengan nilai 6.3. Air seduhan A = Sangat baik (very good) B = Baik (good) C = Sedang (fair) D = Kurang baik (unsatisfactory) E = Tidak baik (bad) 6.3.1. Warna air seduhan Penilaian warna air seduhan dapat dinyatakan dengan memberikan nilai/score angka dari 2 sampai 5. Nilai 5; Apabila air seduhan berwarna merah dan sangat cerah, Nilai 4; Apabila air seduhan berwarna merah dan cerah, Nilai 3; Apabila air seduhan berwarna merah dan cukup cerah, Nilai 2; Apabila air seduhan berwarna merah dan terang. 15

6.3.2. Rasa air seduhan Penilaian air seduhan meliputi unsur-unsur kesegaran (briskness), kekuatan (strenght), aroma, dan rasa asing. Kesegaran adalah teh yang segar merupakan kebalikan dari teh lunak (soft). Kekuatan adalah kombinasi antara kepekatan, rasa sepat yang mengigit dan segar tetapi tidak pahit. Aroma adalah kombinasi antara rasa dan bau yang spesifik yang dimiliki oleh kebun teh tertentu. Rasa asing adalah rasa yang menyimpang dari khas teh seperti tainted (tercemar). Nilai 20-29; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan tidak enak (bad) sampai kurang enak (unsatisfactory). Nilai 21-39; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan sedang (fairly good) sampai enak (good). Nilai 41-49; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan enak (good) sampai sangat enak dan memuaskan (very good/body). 6.4. Kenampakan ampas seduhan Penilaian dinyatakan terhadap warna yang mencakup kerataan warnanya. Penilaian ampas seduhan dapat dinyatakan dengan memberikan nilai dengan huruf a,b,c,d dan e dengan penjelasan. a = apabila ampas seduhan berwarna sangat cerah dan seperti tembaga, b = apabila ampas seduhan berwarna cerah dan seperti tembaga, c = apabila ampas seduhan berwarna agak cerah, d = apabila ampas seduhan berwarna kehijauan, e = apabila ampas seduhan berwarna suram. E. PENGANGKUTAN Dalam proses pengangkutan, sarana transportasi merupakan hal yang sangat penting, dimana sarana ini digunakan pada saat panen atau untuk mengangkut bubuk teh yang sudah jadi. Di kebun Cisaruni proses pengangkutan hasil panen menggunakan truk untuk masing-masing besar blok dari tiap afdeling. Kondisi jalan juga sangat berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan pada saat proses pengangkutan berlangsung. Di kebun Cisaruni jalan menuju ke kebun masih berbatu dengan jalur jalan yang melingkar, menanjak dengan lebar 2 2.5 meter sehingga dalam kondisi tertentu pada proses pengangkutan harus berhati-hati karena bisa mengakibatkan kecelakaan fatal seperti terbaliknya badan truk dan sebagainya. (Setiawan, 2009). F. BIAYA DAN ANALISIS BIAYA 1. Biaya Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang yang telah terjadi atau kelak terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dalam beberapa cara, antara lain penggolongan atas objek pengeluaran, penggolongan atas dasar fungsi pokok pada perusahaan, penggolongan atas hubungannya dengan pusat biaya dan penggolongan biaya berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan (Simangunsong, 1989 dalam Revinaldo, 1992). 16

Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan atas biaya produksi, biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Biaya langsung dan biaya tidak langsung adalah penggolongan biaya berdasarkan hubungan dengan produk, sedangkan penggolongan biaya menurut perubahannya terhadap volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel. Selanjutnya William (1973) dalam Revinaldo (1992) menyatakan, bahwa biaya tetap adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu, meskipun volume produksi berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang sebanding dengan perubahan volume produksi, sedangkan biaya semi variabel berubah tidak sebanding dengan volume produksi. Biaya utama dalam proses produksi adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik meliputi biaya bahan pembantu, biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya tidak langsung lainnya seperti asuransi, listrik, sewa pabrik, penyusutan, reparasi dan peralatan (Simangunsong, 1989 dalam Revinaldo, 1992). 2. Analisis Biaya Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan. Prosedur pemilihan biaya menurut William (1973) dalam Revinaldo (1992) dapat dibagi empat, yaitu memecah total biaya menurut fungsinya, semua biaya diperkirakan digunakan untuk tujuan khusus ; menghubungkan biaya dengan kapasitas perusahaan, jumlah bisnis atau kombinasi dari kedua elemen tersebut ; menentukan secara tepat sumberdaya yang digunakan untuk melayani kegiatan dan mengidentifikasi biaya khusus yang bergabung dengan tiap sumber daya ; dan mengalokasikan biaya ke berbagai produk atau pelayanan sesuai dengan kewajibannya masingmasing. 3. Biaya Pokok Produksi Menurut Manullang (1980) dalam Adhipratiwy (2001), biaya pokok produkasi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat digunakan. Sedangkan menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwy (2001), biaya pokok adalah biaya yang tidak dapat dihindarkan yang dapat dipakai dalam proses produksi yang dapat diperhitungkan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya pokok adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk barang dan jasa sampai barang tersebut dapat digunakan atau dijual di pasar. Menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwy (2001), tujuan perhitungan biaya pokok adalah a. Untuk menentukan harga penjualan, b. Untuk menentukan laba atau rugi perusahaan, c. Untuk menetapkan kebjaksanaan perusahaan, d. Untuk memberikan penilaian di dalam neraca, e. Untuk menentukan efisiensi perusahaan. 4. Titik Impas Produksi Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi dan biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun 17

variabel dan laba atau rugi. Titik impas adalah volume atau jumlah penjualan dan volume produksi, dimana perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan juga tidak mendapatkan laba. Untuk dapat melakukan perhitungan analisis titik impas produksi, perlu diketahui hubungan antara biaya, jumlah produksi, dan harga penjualan. Ketiga unsur tersebut sangat erat kaitannya dalam menentukan laba perusahaan. Biaya akan menentukan harga penjualan, harga jual akan mempengaruhi jumlah penjualan dan jumlah penjualan akan mempengaruhi jumlah produksi yang nantinya akan langsung mempengaruhi biaya. Dalam perhitungan titik impas produksi diperlukan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi agar perhitungan titik impas produksi dapat dilakukan. Asumsi ini merupakan dasar pemikiran yang harus diterapkan. Menurut Ryanto (1993) dalam Adhipratiwy (2001), asumsi yang digunakan dalam analisis titik impas produksi adalah a. Biaya didalam perusahaan diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan. c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah, meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan. d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode analisa e. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila diproduksi lebih dari satu jenis produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk adalah konstan. Menurut Limbong dan Sitorus (1989) dalam Adhipratiwy (2001), kegunaan dari analisis titik impas produksi antara lain a. Untuk mengetahui kaitan antara volume produksi dan penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya serta laba dan rugi. b. Sebagai landasan untuk merencanakan kegiatan operasional dalam usah mencapai laba tertentu. c. Sebagai landasan untuk mengendalikan kegiatan yang berjalan. d. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga penjualan. Dengan adanya asumsi tersebut, maka dalam gambar titik impas, garis hasil penjualan dan garis biaya total akan berupa garis lurus, karena semua perubahan dianggap sebanding dengan volume penjualan. Analisis yang digunakan dalam konsep ini adalah titik impas produksi dengan satuan unit (kg). Titik impas produksi dapat ditentukan setelah diadakan pengklasifikasian biaya tetap dan biaya variabel. 18

III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN Kebun Cisaruni merupakan salah satu unit kebun dari 45 unit yang ada di bawah naungan PT. Perkebunan Nusantara VIII yang berkantor pusat di Jl. Sindangsirna No. 4 Bandung, Jawa Barat. Kebun Cisaruni merupakan gabungan dari 2 (dua) perkebunan besar yaitu perkebunan Cisaruni dan perkebunan Giriawas, yang dimulai sejak tanggal 27 Desember 1957 yang bertepatan dengan pengambil alihan Irian Barat dari wilayah Belanda menjadi wilayah Republik Indonesia. Perkebunan Giriawas diambil alih dari perusahaan milik Belanda yaitu Fawatering dan Loober dengan pimpinan kebunnya atau Administratur Somawinata. Perkebunan Giriawas mencakup 3 (tiga) afdeling yaitu afdeling Situayu, afdeling Cikembar, dan afdeling Cisaruni lama dengan pusat kegiatannya di Cisaruni lama (Desa Cikandang). Afdeling adalah bagian kebun sebagai pemasok bahan baku pucuk. Setiap afdeling terdiri dari beberapa blok kebun dan dipimpin oleh seorang sinder. Hasil penggabungan 2 (dua) perkebunan besar diberi nama Kebun Cisaruni, yang terdiri dari 4 (empat) afdeling yaitu afdeling Cisaruni, afdeling Situayu, afdeling Jayasana, dan afdeling Cikembar. Kantor Induk Kebun Cisaruni pada waktu itu terletak di Desa Margamulya, Kecamatan Cikajang. Perkembangan Kebun Cisaruni terbagi dalam 3 (tiga) periode, yaitu periode zaman Belanda, periode zaman Jepang, dan periode setelah kemerdekaan Republik Indonesia. 1. Periode Zaman Belanda/VOC Perkebunan Cisaruni didirikan pada tahun 1829 oleh seorang Belanda bernama Van Holle. Pertama kali ditanami kopi dan tebu kemudian kina. Karena alam dan iklim yang tidak sesuai dengan jenis tanaman tersebut maka komoditi yang diusahakan diganti dengan tanaman teh dengan produk berupa teh hitam orthodoks. Masa kepemimpinan perusahaan zaman Belanda berlangsung selama 113 tahun mulai tahun 1829 1942 hingga datangnya bangsa Jepang tahun 1942. 2. Periode Zaman Jepang Pada tahun 1942 perkebunan Cisaruni dikuasai oleh bangsa Jepang. Pada masa pendudukan Jepang perkebunan ini tidak terpelihara, bahkan sebagian besar dibongkar untuk ditanami jagung, kentang, dan sayur-sayuran. Teh di perkebunan tersebut sering kali diambil bangsa Jepang untuk dibuat teh hijau. Masa kepemimpinan zaman Jepang hanya berlangsung selama 3 tahun yaitu tahun 1942 1945. 3. Periode Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia Bertepatan dengan diproklamasikannya Kemerdekaan Repulik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka perkebunan Cisaruni dikuasai atau diambil alih oleh Bangsa Indonesia. Pada waktu itu pimpinannya dikuasakan kepada mantan Asisten Employe yang bekerja sejak tahun 1925 bernama Reksa Hamijoyo. Pada tahun 1947, tentara Belanda menguasai Jawa Barat sehingga perkebunan Cisaruni dibumi hanguskan. Pada tahun 1948 perkebunan Cisaruni dibangun kembali dengan pimpinan perusahaannya dikuasai oleh bangsa Belanda dari tahun 1948 hingga tanggal 27 Desember 1957 yaitu oleh Astro 19

pada tahun 1948 1950 dan oleh Van de Wall pada tahun 1951 1957. Selama kurun waktu 39 tahun sejak penggabungan perkebunan Cisaruni dan perkebuanan Giriawas. Pada tahun 1957 Kebun Cisaruni mengalami beberapa perubahan bentuk badan hukum, pembangunan pabrik baru, penambahan jenis tanaman teh, dan perubahan pimpinan Kebun Cisaruni. 3.1. Perubahan Bentuk Badan Hukum Dalam masa perkembangannya Kebun Cisaruni mengalami banyak perubahan bentuk badan hukum perusahaan induknya, mulai dari Firma/NV/CV, PPN Aneka Tanaman dan PNP. Pada tanggal 31 Juni 1971 sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 24/1971 status Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) berubah menjadi Perseroan Terbatas Perkebunan XIII (PTP.XIII). Pada tanggal 11 Maret 1996 terjadi lagi perubahan menjadi Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara VIII yang mana merupakan penggabungan antara PTP. XI, XII dan XIII dengan Hak Badan Hukum Akte Notaris Harun Kamil, S.H. No. 41 Tahun 1996 tanggal 11 Maret 1996. 3.2. Pembangunan Pabrik Baru Pada tahun 1976 pabrik baru mulai dibangun di Giriawas. Pada tanggal 21 Februari 1978 pabrik tersebut diresmikan oleh Menteri Pertanian RI Prof. Dr. Ir. Thoyib Hadiwijaya bersama Gubernur Jawa Barat Aang Kunaefi. Sejak saat itu pusat kegiatan perusahaan dipindahkan dari Cisaruni lama ke Giriawas. 3.3. Penambahan Jenis Tanaman Teh Mulai tahun 1991 dikembangkan jenis tanaman teh hijau Jepang Yabukita seluas 60,465 ha dan sejak tahun 1997 mulai diproduksi teh hijau Jepang yang pemasarannya adalah ekspor ke Jepang. 3.4. Perubahan Pimpinan Kebun Cisaruni Perubahan kepala Adminstratur perkebunan Cisaruni, sejak periode zaman merdeka sampai dengan sekarang. B. IKLIM, LETAK GEOGRAFIS DAN LOKASI PERUSAHAAN Lokasi perkebunan Cisaruni terletak di daerah kaki Gunung Cikuray dan Papandayan dengan ketinggian (elevasi) antara 1100 1640 m dpl (di atas permukaan laut). Dengan suhu udara rata-rata 18 0 C 24 0 C dan curah hujan rata-rata per tahun 4.011 mm dengan rata-rata 158 hari hujan. Pusat kegiatan Kebun Cisaruni terletak di Desa Giriawas, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut dan mempunyai areal konsensi hak guna usaha (HGU) yang tersebar di 5 (lima) Desa di 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Banjarwangi dan Kecamatan Cikajang. Luas konsensi HGU Kebun Cisaruni disajikan pada Tabel 7 berikut. 20

Tabel 7. Luas konsensi HGU (Hak Guna Usaha) Kebun Cisaruni, Garut No Nama Desa Luas area (ha) 1 Giriawas 366,178 2 Margamulya 239,570 3 Cikandang 245,715 4 Mekarjaya 473,533 5 Tanjungjaya 398,540 Sumber : PT. PN VIII Kebun Cisaruni, 2009 C. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN Suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya harus memiliki struktur organisasi yang jelas agar semua pegawai mengetahui tanggung jawabnya masing-masing. Pada PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni, Garut struktur organisasi sangat dibutuhkan dalam pengelolaan tanaman dan pengolahan hasil tanam agar diperoleh hasil (produk) sesuai dengan yang diinginkan baik kualitas maupun kuantitas. Adapun struktur organisasi di Kebun Cisaruni dipimpin oleh seorang Administratur (ADM) yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur PTPN VIII. Dalam menjalankan tugasnya Administratur dibantu oleh Sinder Kepala, Sinder Pabrik, Sinder Tata Usaha Keuangan, Sinder Teknik, dan Sinder Afdeling. Sinder adalah Kepala bagian dibawah administratur. Karyawan di Kebun Cisaruni digolongkan menjadi staf (Golongan IIIA IVD, I.B II.D, I.A), non staf (karyawan tetap dan karyawan lepas). Adapun tugas dari masing-masing jabatan staf adalah Sinder Kepala, Kepala Unit Kebun, Sinder Pabrik, Sinder Tata Usaha Keuangan, Sinder Teknik. 1. Sinder Kepala Membantu Administratur dengan memberikan bimbingan, koordinasi, dan pengawasan kepada Kepala Unit Kebun (Sinder Afdeling) dalam pembudidayaan tanaman agar diperoleh hasil produksi pucuk teh yang sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diinginkan. 2. Kepala Unit Kebun (Sinder Afdeling) Bertugas dalam bidang teknik budidaya tanaman yang meliputi pengadaan tanaman, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan mengusahakan tenaga pemetik yang sifatnya karyawan harian, bulanan, ataupun borongan. Sinder Afdeling langsung bertanggung jawab kepada Sinder Kepala mengenai tugas-tugasnya dan dibantu oleh beberapa mandor besar yang khusus menangani sub-sub dari tiap-tiap pekerjaan di kebun. 3. Sinder Pabrik Bertugas membantu Administratur dalam bidang pengolahan pucuk teh, dengan dibantu oleh beberapa mandor besar basah dan mandor besar kering mulai dari pucuk teh sampai menjadi produk teh yang siap dipasarkan dan bertanggung jawab terhadap mutu teh yang dihasilkan. 4. Sinder Tata Usaha Keuangan (TUK) 21

Membantu Administratur dalam bidang administrasi kantor dan mengelola data-data yang masuk, baik penggunaan dana, hasil produksi pucuk, hasil produksi teh jadi, kemudian mengirimkannya ke kantor Direksi yang dibantu oleh beberapa petugas dan juru tata usaha yang khusus menangani sub pekerjaan. 5. Sinder Teknik Membantu Administratur dalam bidang perawatan mesin-mesin pengolahan, juga bertanggung jawab terhadap kesiapan armada pengangkutan pucuk teh dari kebun ke pabrik dengan dibantu oleh beberapa mandor besar. Adapun fasilitas-fasilitas yang disediakan bagi karyawan tetap dan staf PTPN VIII di Kebun Cisaruni adalah sebagai berikut : a. Perumahan dengan fasilitas listrik dan air yang telah disediakan. b. Sarana peribadatan berupa masjid untuk umat Islam. c. Sarana kesehatan berupa Usaha Kesehatan Karyawan (UKK) untuk melayani karyawan dan keluarga. d. Antena parabola dan sarana internet yang dapat digunakan oleh karyawan dan masyarakat sekitar kebun. e. Sarana olahraga berupa lapangan voli dan tenis. f. Sarana pendidikan berupa sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) untuk melayani pendidikan putraputri karyawan. D. SISTEM PRODUKSI DAN SISTEM PEMASARAN PRODUK Dengan luas areal konsensi 1.625,2297 ha, Kebun Cisaruni mampu memproduksi rata-rata 30-40 ton pucuk teh hitam orthodox per hari dalam kondisi normal, dengan pembagian unit kebun seperti yang terlihat pada Tabel 7, tetapi jika musim kemarau tiba, Kebun Cisaruni hanya dapat memproduksi pucuk rata-rata 20 ton per hari dan 60 70 ton pucuk per hari jika musim flush atau musim dengan produktivitas tanaman tinggi, sehingga jumlah pucuk yang dihasilkan meningkat dan biasanya terjadi saat musim hujan. Selain itu juga Kebun Cisaruni mampu memproduksi teh hijau Jepang dengan rata-rata 2 3 ton pucuk teh Jepang per hari, akan tetapi pabrik pengolahnnya terpisah dengan pengolahan teh hitam orthodox yang terdapat di Kebun Cisaruni lama. Saat ini kegiatan di Kebun Cisaruni sedang melakukan kegiatan exploitasi (pemeliharaan, pemanenan dan pemangkasan) dan kegiatan investasi (replanting tanaman teh, program penanaman hutan tanaman energi). Pucuk dipetik secara manual oleh pemetik dengan menggunakan tangan, namun ketika musim flush diperbolehkan menggunakan gunting petik sebagai alat bantu memetik (dengan catatan bongkolnya tidak boleh ikut dipotong). Setelah pucuk dipetik kemudian pucuk dimasukkan ke waring (alat yang digunakan untuk mengemas pucuk teh oleh pemetik sebelum ditimbang ) kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam yutsak (alat yang digunakan untuk mengemas pucuk teh setelah ditimbang di kebun untuk dibawa ke pabrik), selanjutnya pucuk teh diangkut dengan menggunakan truk ke pabrik untuk diolah. Pucuk yang tiba di pabrik di timbang, dibeber, kemudian dilakukan analisa pucuk dan analisa petik terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas pucuk yang datang dari kebun saat itu. Kemudian teh diolah menjadi produk teh hitam orthodox, dengan memperhatikan parameter suhu dan kelembaban dalam ruang pengolahan selama proses berlangsung. Produk kemudian diambil contohnya untuk 22

bahan uji mutu yang dilakukan 2 (dua) tahap, yaitu pertama oleh pihak Kebun Cisaruni dan selanjutnya diuji lagi di kantor pusat (PTPN). Produk teh yang dihasilkan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Produk yang dihasilkan harus memiliki kualitas rasa, aroma, warna, dan ampas yang baik. Kegiatan produksi teh Kebun Cisaruni pada musim kemarau ini per harinya mencapai 20.520 kg pucuk teh per hari setara dengan 4.560 kg bubuk teh hitam, dengan kadar air antara 4% 4,5% atau dengan standar rendemen 22% di PTPN VIII kebun Cisaruni. Apabila teh yang diuji mutu telah dikatakan layak, maka contoh produk teh selanjutnya dikirim ke Kantor Pemasaran Bersama (KPB), begitupun sama halnya dengan teh hijau Jepang. Pemasaran produk dilakukan dengan cara dilelang untuk mendapatkan harga yang paling bagus. Pelelangan seluruh produk yang dihasilkan oleh Perkebunan Nusantara VIII dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama, setelah mendapat harga yang bagus produk dijual. Pengiriman produk dilakukan setelah mendapat perintah dari kantor direksi untuk dikirim. Pembeli teh merupakan utusan dari perusahaan negara tetangga maupun perusahaan dalam negeri. E. SARANA PENUNJANG SISTEM PRODUKUSI Sarana peralatan untuk pengolahan terdiri dari alat pelayuan, penggilingan, alat sortasi basah, tempat fermentasi, pengeringan dan alat pengepakan. Sedangkan sarana produksi yang berupa bangunan antara lain adalah bangunan pelayuan, ruang giling dan fermentasi, ruang pengeringan, ruang kantor, ruang sortasi dan pengepakan, bengkel, gudang (bahan bakar, gudang paper sack, gudang obat-obatan, gudang pupuk, dan gudang cangkang sawit), ruang diesel, dan garasi. Sarana pendukung lain sistem produksi yang terdapat di Kebun Cisaruni adalah penyedia air, sarana transportasi berupa kendaraan truk yang digunakan untuk pengangkutan pucuk dan hasil juga kendaraan penumpang, sarana penyedia energi, sarana pengujian mutu dan sarana penanganan limbah. 23

IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan Cisaruni, PT. Perkebunan Nusantara VIII, Garut, Jawa Barat. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian adalah selama periode bulan April 2010 sampai dengan Juni 2010. B. METODE PENGUMPULAN DATA Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan staf dan karyawan bagian produksi pada PT. Pekebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni. Disamping itu dilakukan pula pengamatan langsung di lapangan untuk informasi tambahan guna mendukung data yang diperoleh. Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan PT. Pekebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, dokumen-dokumen di bagian produksi dan informasi tambahan dari instansi terkait serta bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang diperlukan adalah a. Modal investasi awal b. Tingkat produksi teh selama 1 tahun c. Biaya tetap produksi teh d. Biaya variabel produksi teh e. Tingkat bunga yang berlaku C. METODE ANALISIS 1. Analisis Biaya Produksi Biaya produksi dihitung berdasarkan kapasitas normal yang nyata dicapai dalam kondisi normal dengan mempertimbangkan kapasitas terpasang dan kondisi normal pabrik seperti hari dan jam kerja, hari-hari libur, perawatan, pergantian alat, dan pola pergantian kerja (Soesarsono, 2003 dalam Nataprawira, 2005). a) Biaya Tetap Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tidak tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan (jumlah jam kerja suatu alat / mesin). Meskipun alat atau mesin tersebut bekerja dalam waktu yang berbeda, atau bahkan tidak digunakan untuk bekerja, biaya ini tetap ada dan harus diperhitungkan, dan besarnya relatif tetap. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap adalah biaya penyusutan, biaya bunga modal, biaya asuransi, biaya pajak, dan biaya gudang/bangunan (Pramudya dan Dewi, 1992). b) Biaya tidak tetap Biaya tidak tetap adalah biaya-biaya yang tergantung pada volume kegiatan antara lain biaya tenaga kerja (borongan), bahan baku, bahan pembantu, listrik, transportasi, dan sebagainya (Soesarsono, 2003 dalam Nataprawira, 2005). 24

c) Biaya total Biaya total merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap (Pramudya dan Dewi, 1992). Biaya total dapat dirumuskan : Keterangan, B = Biaya Total (Rp/ tahun) BT = Biaya Tetap (Rp/ tahun) BTT = Biaya Tidak Tetap (Rp/ tahun) B = BT + BTT...(1) d) Biaya pokok Biaya pokok produksi adalah biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit produk yang dihasilkan. Biaya pokok terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Menurut Pramudya dan Dewi (1992), biaya pokok dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Keterangan, BP = Biaya Pokok (Rp/unit) BT = Biaya Total (Rp/tahun) PT = Produksi Total (unit/ tahun) 2. Titik Impas Produksi BP = BT PT...(2) Titik Impas (break even point) adalah suatu titik dimana terjadi keseimbangan antar dua alternatif berbeda. Penggunaan titik impas dapat digunakan untuk penentuan volume produksi. Suatu perusahaan dikatakan mencapai titik impas, apabila dari suatu analisis laba dan rugi dalam suatu periode kerja/kegiatan tertentu, perusahaan tersebut tidak memperoleh untung, tapi juga tidak menderita rugi (impas) (Pramudya dan Dewi, 1992). Untuk menghitung titik impas produksi dapat digunakan rumus: TIP = BT HJ BTT...(3) Keterangan, TIP = Titik Impas Produksi (unit/tahun) BT = Biaya Tetap (RP/tahun) HJ = Harga Jual (Rp/unit) BTT = Biaya Tidak Tetap (Rp/unit) 3. Analisis Kelayakan Dalam mengevaluasi suatu proyek dibutuhkan analisis kelayakan finansial. Analisis kelayakan finansial tersebut dilakukan dengan menggunakan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (B/C). 25

a) Net Present Value Net Present Value (NPV) yaitu seluruh angka net cash flow yang digandakan dengan discount factor pada tahun dan discount factor yang telah ditentukan. Menurut Gray et al (1985), untuk menghitung NPV dapat digunakan rumus : NPV = Bt Ct 1+i t Keterangan : NPV = Net Present Value n = Umur Produksi (tahun) t = Tahun ke-t B = Manfaat (Rp/tahun) C = Biaya (Rp/tahun) i = Discount factor (%tahun) Jika : NPV > 0 proyek menguntungkan NPV = 0 proyek tidak menguntungkan NPV < 0 proyek merugikan b) Internal Rate of Return (IRR) n t=1...(4) Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal, yaitu suatu tingkat pengembalian yang dinyatakan dalam persen yang identik dengan biaya investasi. Menurut Gray et al (1985), untuk menghitung IRR dapat digunakan rumus : IRR = i 1 + Keterangan : IRR = Internal Rate of Return (IRR) i 1 = Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat positif (%) i 2 = Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat negatif (%) IRR adalah tingkat bunga yang membuat NPV = 0 Jadi, bila IRR discount factor proyek menguntungkan sehingga proyek layak untuk dikembangkan Dan bila IRR < discount factor proyek merugikan sehingga proyek tidak layak untuk dikembangkan c) Benefit Cost Ratio (B/C) NPVi 1 NPVi 1 NPVi 2 X i 2 i 1...(5) Benefit Cost Ratio (B/C), yaitu nilai perbandingan antara jumlah nilai manfaat dan nilai biaya. Nilai manfaat didapat dari hasil penjualan dan nilai sisa alat. Sedangkan nilai biaya adalah didapat dari biaya investasi dan biaya tahunan untuk perawatan dan pemeliharaan. Benefit Cost Ratio (B/C) terdiri dari dua jenis, yaitu Net B/C dan Gross B/C. Namun Gross B/C dianjurkan untuk tidak digunakan analisis benefit cost. Menurut Gray et al (1985), untuk menghitung Net B/C dapat digunakan rumus : 26

Net B/C = +NPV B C positif NPV B C ne gatif...(6) dimana, NPV B C positif = n Bt Ct t=1 (1+i) t...(7) NPV B C negatif = n Ct Bt t=1 (1+i) t...(8) Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang yang bernilai negatif. Jika : B/C > 1 proyek menguntungkan. B/C = 1 proyek tidak menguntungkan dan tidak merugikan, manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya (tercapai titik impas). B/C < 1 proyek merugikan, sehingga proyek tidak layak untuk dikembangkan. 4. Analisis Sensitivitas Menurut Pramudya dan Dewi (1992), analisis sensitivitas dilakukan apabila, 1) Terjadi kesalahan suatu pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat. 2) Kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan analisis sensitivitas adalah 1) Adanya cost over run, misalnya biaya kenaikan konstruksi. 2) Perubahan terhadap perbandingn harga terhadap tingkat harga umum, misalnya penurunan harga hasil produksi. 3) Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek. 4) Terjadi kesalahan dalam penaksiran hasil produksi (yield). Analisis sensitivitas terhadap cost over run perlu dilakukan pada proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar, karena biasanya orang memperhitungkan biaya konstruksi terlalu rendah, dan dalam pelaksanaanya ternyata biayanya lebih tinggi (Pramudya dan Dewi, 1992). Analisis sensitivitas karena adanya perubahan harga output yang dihasilkan, terutama diperlukan pada proyek-proyek yang mempunyai umur ekonomis yang panjang dan dalam ukuran yang besar. Hal ini disebabkan karena selama pelaksanaan proyek tersebut ada pertambahan penawaran produk dari proyek tersebut, dan adanya pertambahan penawaran di pasar dapat menyebabkan penurunan harga. 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BIAYA PRODUKSI Analisis biaya dilakukan mulai dari pemeliharaan tanaman, panen, proses pengangkutan, proses pengolahan hingga pengepakan. 1. Biaya Perawatan Tanaman Luas areal tanaman menghasilkan seluas 1.030,705 ha dengan nilai Rp 14.758.966.827 dan sertifikat HGU senilai Rp 194.785.841. Tanaman menghasilkan milik Kebun Cisaruni diasumsikan masih memiliki nilai ekonomis 25 tahun sedangkan untuk sertifikat HGU masih memiliki nilai ekonomis 15 tahun. Kebun Cisaruni memiliki alat-alat untuk merawat tanaman yaitu 15 motor semprot senilai Rp 72.866.325 dan 2 mesin pemotong daun senilai Rp 67.980.000. Namun alat-alat tersebut masih dipakai meskipun sudah melewati umur ekonomis. Tabel 8. Rincian biaya perawatan tanaman per tahun No Uraian Rp/ha ha Nilai 1 Gaji pimpinan 117.400.000 2 Gaji pegawai non staf 129.151.069 3 Upah pengawas 23.656 1.030,705 24.382.367 4 Pemeliharaan jalan, saluran air & 90.341.019 teras 5 Penyiangan 827.988 1.030,705 853.411.364 6 Pemberantasan hama penyakit 646.939 1.030,705 666.802.908 7 Pemupukan 2.119.447 1.030,705 2.184.524.560 8 Pangkasan 168.268 1.030,705 173.434.348 9 Alat-alat dan perlengkapan 1.292.933 Jumlah 4.123.340.568 Biaya perawatan tanaman yaitu biaya-biaya yang dibutuhkan untuk merawat tanaman. Biaya perawatan tanaman meliputi gaji pimpinan, gaji pegawai non staf, upah pengawas, pemeliharaan jalan, saluran air dan teras, penyiangan, pemberantasan hama penyakit, pemupukan, pemangkasan, dan biaya untuk membeli alat dan perlengkapan. Untuk besar nilai biaya yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 8. Dari tabel dapat dilihat biaya terbesar adalah untuk pemupukan yaitu sebesar Rp 2.184.524.560 per tahun. Setelah semua biaya perrawatan dijumlah didapat total biaya untuk perawatan adalah sebesar Rp 4.123.340.568 per tahun. 2. Biaya Panen Pemanenan merupakan kegiatan pemetikan daun/pucuk teh yang terdiri dari kuncup, ranting muda, dan daunnya. Kegiatan pemetikan selain bertujuan memungut hasil tanaman yang sesuai dengan tujuan pengolahan Pada proses panen dilakukan dengan cara manual menggunakan alat atau menggunakan tangan. Upah panen dibayarkan menurut hasil petikan yang didapat sebesar Rp 614 untuk setiap kg teh basah yang didapat. 28

Tabel 9. Rincian biaya panen per tahun No Uraian Rp/kg kg basah Nilai 1 Gaji non staf 225.521.025 2 Upah pengawas 79.249.271 3 Upah panen 614 8.716.901 5.349.244.801 4 Alat perlengkapan panen 91.834.200 Jumlah 5.745.849.297 Dari tabel diatas dapat dilihat biaya yang dibutuhkan untuk panen yaitu gaji non staf, upah pengawas, upah panen, dan biaya untuk perlengkapan panen. Biaya terbesar untuk panen adalah upah panen yaitu sebesar Rp 614 x 8.716.901 kg atau Rp 5.349.244.801. Setelah dijumlah semua biaya didapat total biaya panen yaitu Rp 5.745.849.297 per tahun. 3. Biaya Pengangkutan Biaya pengangkutan adalah biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut hasil panen dari tiap afdeling dan untuk mengangkut bubuk teh yang sudah jadi. Di kebun Cisaruni proses pengangkutan hasil panen menggunakan truk untuk masing-masing besar blok dari tiap afdeling. Terdapat 5 truk yang dimiliki Kebun Cisaruni, truk-truk yang difungsikan sudah tidak memiliki nilai ekonomis lagi dengan nilai akhir sebesar Rp 174.390.000. Selain menggunkan truk milik sendiri, Kebun Cisaruni juga menyewa kendaraan dari pihak ketiga. Untuk rincian biaya pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rincian biaya pengangkutan per tahun No Uraian Rp/ton Ton basah Nilai 1 Biaya pengangkutan 63.124 8.717 550.246.249 2 Sewa kendaraan pihak ketiga 2.696 8.717 23.497.050 3 Upah bongkar muat lepas 11.241 8.717 97.986.882 Jumlah 671.730.181 Dari tabel dapat dilihat biaya pengangkutan yaitu berupa biaya angkut, sewa kendaraan pihak ketiga dan upah bongkar muat lepas. Total biaya pengangkutan adalah sebesar Rp 671.730.181. 4. Biaya Pengolahan Proses pengolahan teh hitam orthodox dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan basah dan pengolahan kering. Proses pengolahan teh hitam tersebut sudah menggunakan alat dan mesin. Sedangkan tenaga manusia hanya diperlukan untuk mengontrol mesin dan memindahkan bubuk basah atau kering selama proses pengolahan berlangsung. Kecuali pada proses sortasi, tenaga manusia masih sangat banyak diperlukan untuk menjaga kualitas bubuk teh hitam orthodox. Tahap awal pada proses pengolahan adalah penerimaan bahan baku, yaitu penimbangan dengan menggunakan timbangan mekanis. Kemudian hasil penimbangan dicatat setelah itu diturunkan dengan bantuan monorail untuk mengangkut teh dari truk ke withering trough. Mesinsesin yang digunakan dalam proses ini sudah tidak ekonomis dengan nilai akhir untuk monorail Rp 21.760.977 dan 23 mesin withring trough dengan senilai Rp 170.766.045. Kemudian dilakukan proses penggulungan. 29

Pada proses penggulungan (rolling) menggunakan 5 mesin giling open top roller yang sudah tidak ekonomis dengan nilai Rp 210.707.710. Dengan adanya penggulungan, secara fisik daun yang sudah digulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan. Mesin penggilingan yang biasa dipakai dalam proses pengolahan teh hitam orthodox adalah press cap roller dan rotor vane. Nilai mesin-mesin yang digunakan dapat dillihat di Tabel 11. Tabel 11. Daftar mesin penggilingan No Nama Nilai Umur ekonomis Jumlah Nilai penyusutan/thn 1 Press Cup Roller 155.660.000-4 - 2 Press Cup Roller 315.000.000 10 1 28.350.000 3 rotor vane 104.396.567-4 4 Rotor vane 15 type end plate 193.683.743 10 1 17.431.537 Setelah digiling, daun teh kemudian difermentasi. Fermentasi atau proses oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim polifenol oxsidase. Hasil fermentasi kemudian akan dikeringkan. Proses pengeringan yang dilakukan di pabrik Cisaruni menggunakan mesin pengering jenis two stage dryer yang dilengkapi dengan trays konveyor. Prinsip kerja alat ini adalah mengalirkan udara panas yang masuk berlawanan arah dengan masuknya bubuk teh ke dalam dryer yang diperoleh dari heat exchanger yang diatur dengan bukaan valve. Mesin two stage drier/monarch yang dimiliki berjumlah 3 dengan nilai akhir Rp 242.864.609. Mesin pengering yang digunakan sudah melewati umur ekonomis. Setelah proses pengeringan selesai, hasilnya akan disortasi kemudian di-packing. Mesin-mesin yang digunakan dalam proses pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 4. Total nilai investasi mesin dan perlengkapannya saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp 2.899.277.263. Mesin-mesin yang digunakan pabrik Cisaruni sebagian besar telah melewati nilai ekonomisnya, tetapi masih digunakan. Biaya-biaya yang digunakan dalam proses pengolahan yaitu gaji pimpinan, gaji karyawan, upah pengwas, upah pengolah basah, upah sortasi, upah anaisa, alat-alat perlengkapan pengolahan, bahan bakar, listrik dan biaya pengangkutan. Total biaya pengolahan adalah sebesar Rp 3.800.610.483. Untuk rincian dan ialai biaya proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rincian biaya pengolahan per tahun No Uraian Rp/satuan Nilai 1 Gaji pimpinan 34.597.000 2 Gaji karyawan 98.403.805 3 Upah pengawas 1.935.400 kg 10 19.790.643 4 Upah pengolah basah 1.935.400 kg 236 456.762.010 5 Upah sortasi 1.935.400 kg 107 206.352.788 6 Upah analisa 1.935.400 kg 22 42.421.104 7 Alat-alat Perlengkapan Pengolahan 119.965.573 8 Bahan bakar solar 133.476 lt 9.218 1.230.438.196 9 Kayu bakar 1.533.635 kg 425 651.361.090 10 BBCS 168.517 kg 768 129.478.627 30

11 BBTK 1.801 kg 605 1.089.605 12 Listrik PLTA/PLTD 87.523 kwh 2.977 260.526.645 13 Listrik PLN 827.425 kwh 680 562.577.931 14 Biaya pengangkutan 21.442.466 Jumlah 3.800.610.483 5. Biaya Pengepakan dan Penyimpanan Bubuk teh yang telah selesai disortasi kering kemudian dilakukan penimbangan dan dimasukan ke dalam peti miring untuk penyimpanan bubuk teh sementara sesuai masing-masing jenis teh tersebut dengan tujuan untuk menjaga kualitas teh hitam orthodox yang telah dihasilkan, yang selanjutnya akan dimasukan kedalam tea bulker dan dilakukan pengepakan. Tea bulker yang dimiliki Kebun Cisaruni telah melewati umur ekonomis dengan nilai akhir Rp 9.750.000. Biayabiaya yang dibutuhkan untuk proses pengepakan dan penyimpanan adalah gaji karyawan, upah karyawan, dan biaya untuk membeli bahan baku dan perlengkapan untuk pengepakan. Untuk rincian biayanya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rincian biaya biaya pengepakan dan penyimpanan per tahun No Uraian Jumlah Rp/kg Nilai 1 Gaji karyawan 8.164.569 2 Upah karyawan 1.935.400 kg 33 63.793.445 3 Bahan baku dan perlengkapan 740.764.479 Jumlah 812.722.493 6. Biaya Pemeliharaan Pabrik Pemeliharaan pabrik di Kebun Ciasaruni berupa pemeliharaan bangunan pabrik dan pemeliharaan mesin. Pemeliharaan pabrik diperlukan untuk menjaga alat-alat dan mesin-mesin agar berfungsi dengan baik. Biaya yang dibutuhkan untuk perawatan/pemeliharaan bangunan pabrik sebesar Rp 115.757.095 dan untuk pemeliharaan mesin sebesar Rp 671.966.404. Setelah ditotal jumlahnya adalah sebesar Rp 787.723.499 per tahun. Tabel 14. Biaya pemeliharaan pabrik per tahun No Uraian Nilai 1 Bangunan pabrik 115.757.095 2 Mesin pabrik 671.966.404 Jumlah 787.723.499 B. ANALISIS BIAYA POKOK Biaya pokok produksi teh didapat dari persamaan (2), yaitu biaya total produksi dibagi dengan produksi total. Diketahui biaya total produksi sebesar Rp 19.627.388.655 (Lampiran 9), sedangkan total produksi yaitu sebanyak 1.935.400 kg. Maka didapat besar biaya pokok produksi teh sebesar Rp 10.141/kg (Tabel 15). 31

Tabel 15. Perhitungan biaya pokok Uraian Nilai Biaya Tetap (Rp/tahun) 4.146.124.055 Biaya Tidak Tetap (Rp/tahun) 15.480.736.053 Kapasitas Produksi (kg/tahun) 1.935.400 Biaya Pokok (Rp/kg) 10.141 Diketahui biaya pokok produksi teh yaitu Rp 10.141/kg, sedangkan harga jual teh ditetapkan sebesar Rp 14.720/kg. Dengan harga jual Rp 14.720/kg dan biaya pokok Rp 10.141/kg, maka perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4.579 dari setiap penjualan per kg teh. C. ANALISIS TITIK IMPAS Dalam suatu industri, titik impas dapat dicapai pada saat perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian. Analisis titik impas perlu dihitung untuk mengetahui berapa jumlah minimal teh yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Analisis titik impas dilakukan dengan menggunakan komponen biaya tetap dan biaya tidak tetap per kg dan total produksi per tahun. Biaya tetap total yang dikeluarkan perusahaan tiap tahun untuk memproduksi teh adalah sebesar Rp 4.146.124.055 (Lampiran 9). Sedangkan biaya tidak tetap yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi teh adalah Rp 7.999 per kg (Lampiran 9). Tabel 16. Perhitungan titik impas Uraian Nilai Biaya Tetap (Rp/tahun) 4.146.124.055 Biaya Tidak Tetap (Rp/tahun) 15.480.736.053 Harga Jual (Rp/kg) 14.720 Titik Impas (kg) 1.333.382 Dengan menggunakan persamaan (3), didapat nilai titik impas produksi teh adalah 1.333.382 kg. Jumlah tingkat produksi perusahaan (1.935.400 kg) ternyata lebih besar dari nilai titik impas yaitu sebesar 1.333.382 kg. Hal ini menunjukkan bahwa PTPN VIII Kebun Cisaruni selama periode tersebut berada pada posisi menguntungkan. D. ANALISIS KELAYAKAN Untuk menilai kelayakan suatu industri, dapat dilakukan dengan analisis kelayakan. Analisis kelayakan meliputi perhitungan nilai sekarang dan keuntungan bersih (NPV), tingkat bunga bank yang menyebabkan nilai penerimaan bersih sama dengan nol (IRR), serta perbandingan nilai manfaat dan biaya (Net B/C). Analisis kelayakan dilakukan dengan mengetahui besarnya biaya pengeluaran dan pendapatan dalam 10 tahun produksi. Data-data yang digunakan berupa biaya investasi dan tingkat bunga kredit yang berlaku sebesar 12 %. Biaya investasi meliputi tanaman menghasilkan, bangunan perusahaan, mesin dan perlengkapannya, jalan dan jembatan, alat pengangkutan, sertifikat HGU dan inventaris lainnya. 32

Besarnya nilai investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk usahanya sebesar Rp 19.755.126.726 (Lampiran 6). Perincian tentang besarnya biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 6. 1. Net Present Value Dengan menggunakan persamaan (4) didapat nilai NPV yang dihitung berdasarkan akumulasi selisih biaya dan manfaat dikalikan dengan discount factor sebesar 12%. NPV yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Rp 33.245.363.263 (Lampiran 10) yang berarti, nilai NPV yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa usaha produksi teh ini secara mekanis layak untuk dikembangkan. Perhitungan nilai NPV disajikan pada Lampiran 10. 2. Internal Rate of Return Berdasarkan Lampiran 10 dengan menggunakan persamaan (5) nilai IRR dapat dihitung yaitu sebesar 44,7 %. Apabila dibandingkan dengan dengan besarnya discount factor yang digunakan sebesar 12%, maka nilai IRR masih berada di atas discount factor. Hal ini dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut mengalami keuntungan, dengan demikian usaha produksi teh tersebut layak untuk dikembangkan. 3. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) Nilai Net B/C dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (6), nilai Net B/C yang didapat yaitu sebesar 1,254 (Lampiran 10). Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa dengan discount factor sebesar 12% perusahaan mampu menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp 1,254 pada setiap tambahan biaya sebesar Rp 1,00. Berdasarkan syarat dari kelayakan, nilai Net B/C tersebut menunjukkan bahwa usaha produksi teh tesebut menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan karena nilai Net B/C lebih besar dari 1. E. ANALISIS SENSITIVITAS Pada suatu usaha industri atau proyek, sering sekali terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan karena adanya dua faktor yaitu faktor manusia dan faktor lingkungan, maka dari itu dalam hal ini sangat dibutuhkan suatu analisis sensitivitas. Faktor dari manusia biasanya karena manusia sering kali melakukan kesalahan dalam memperhitungkan segala sesuatunya, sedangkan untuk faktor lingkungan dikarenakan kemungkinan adannya kenaikan harga mendadak ketika suatu usaha atau proyek sedang dilaksanakan, faktor lingkungan seperti keadaan cuaca juga bisa berpengaruh terhadap tingkat produksi dalam suatu industri pertanian. Menurut Pramudya dan Dewi (1992), dalam melakukan analisis sensitivitas, perhitungan yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi. Hal ini perlu dilakukan karena dalam analisis proyek umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung unsur ketidakpastian tentang apa yang terjadi pada waktu yang akan datang. Tabel 17. Hasil analisis sensitivitas penurunan harga Perubahan NPV IRR (%) Net B/C Penurunan harga 10 % 17.148.393.155 29,5 1,131 Penurunan harga 20 % 1.051.423.047 13,1 1,008 Penurunan harga 30 % -15.045.547.060-0,884 33

Analisis sensitivitas dilakukan untuk penurunan harga 10 %, didapatkan nilai NPV sebesar Rp 17.148.393.155, IRR 29,5 % dan Net B/C 1,131 (Lampiran 11) berati perusahaan masih layak untuk dikembangkan dengan penurunan harga 10 % dan masih dapat bertahan pada penurunan harga 20 % (lampiran 12), akan tetapi perusahaan tidak dapat bertahan pada penurunan harga 30 % (Lampiran 13). Untuk hasil analisis sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 18. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya tidak tetap Perubahan NPV IRR (%) Net B/C Kenaikan biaya tidak tetap 10% 24.498.103.488 36,6 1,176 Kenaikan biaya tidak tetap 20 15.750.843.712 27,9 1,106 Kenaikan biaya tidak tetap 30% 7.003.583.937 19,4 1,045 Analisis sensitivitas dilanjutkan dengan kemungkinan biaya tidak tetap 10%, sehingga didapat nilai NPV sebesar Rp 24.498.103.488, IRR 36,6 % dan Net B/C 1,176 (Lampiran 14), dari nilai tersebut dapat diketahui perusahaan mendapatkan nilai keuntungan yang menurun dengan kenaikan biaya tidak tetap 10%. Dengan kenaikan biaya tidak tetap 20% perusahaan mendapatkan nilai NPV sebesar Rp 15.750.843.712, IRR 27,9% dan Net B/C 1,106 (Lampiran 15) dan perusahaan masih dapat bertahan dengan kenaikan biaya tidak tetap sebesar 30%. Untuk hasil analisis sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 19. Hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga dan kenaikan biaya tidak tetap Perubahan NPV IRR (%) Net B/C Penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya tidak tetap 10% Penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya tidak tetap 20% 8.401.133.380 20,7 1,060-346.126.395 11,6 0,997 Selain itu dilakukan pula analisis sensitivitas untuk penurunan harga yang diikuti kenaikan biaya tidak tetap. Penurunan harga jual ditetapkan sebesar 10% sedangkan untuk kenaikan biaya tidak tetap yaitu sebesar 10% dan 20%. Dari perbandingan tersebut didapatkan nilai NPV sebesar Rp 8.401.133.380 (Lampiran 17) untuk kenikan biaya tidak tetap 10 % dan NPV sebesar Rp -346.126.395 (Lampiran 18) untuk kenaikan biaya tidak tetap 20 %, hal ini menunjukkan perusahaan tidak dapt bertahan pada penurunan harga 10 % yang diikuti kenaikan biaya tidak tetap 20%. Untuk hasil analisis sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 19. Dari hasil perhitungan analisis sensitivitas dapat terlihat bahwa kondisi pendugaan yang dilakukan, yaitu nilai NPV, IRR dan Net B/C masih berada di atas syarat kelayakan sehingga usaha layak untuk dikembangkan selama periode 10 tahun ke depan. 34

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Analisis biaya yang dilakukan di PTPN VIII Kebun Cisaruni menunjukkan biaya total produksi teh yaitu sebesar Rp 19.627.388.655. Sedangkan nilai biaya pokok produksi teh yang didapat sebesar Rp 10.141/kg. Nilai tersebut masih berada di bawah harga jual yang sebesar Rp 14.720/kg sehingga penjualan teh dapat memberikan untung sebesar Rp 4.579 untuk setiap kg yang terjual. Analisis titik impas yang dilakukan menghasilkan titik impas sebesar 1.333.382 kg, dengan total produksi sebesar 1.935.400 kg. Berarti perusahaan mendapatkan keuntungan setelah jumlah produksi melampaui 1.333.382 kg. Analalisis kelayakan finansial yang dilakukan menghasilkan nilai yang memenuhi syarat kelayakan untuk kelangsungan suatu proyek. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai NPV yang didapat yaitu sebesar Rp 33.245.363.263 pada discount factor sebesar 12% untuk periode usaha 10 tahun. Sedangkan nilai IRR yang didapat sebesar 44,7 %. dan nilai Net B/C sebesar 1,254. Dengan melihat ketiga nilai hasil analisis kelayakan finansial yaitu nilai NPV yang positif, nilai IRR yang lebih besar dari discount factor dan nilai Net B/C yang lebih besar dari satu. Dapat dikatakan bahwa proyek PTPN VIII Kebun Cisaruni untuk periode 10 tahun kedepan adalah layak untuk dikembangkan. Analisis sensitivitas menunjukkan kemampuan perusahaan yang masih dapat bertahan dengan adanya kenaikan terhadap biaya yang dikeluarkan. Hal ini perlu diperhatikan, untuk menjaga segala hal kemungkinan yang terjadi. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, didapatkan bahwa proyek masih dapat dilanjutkan dengan penurunan harga jual 10 % sampai 20% dan proyek tidak layak untuk penurunan harga jual 30 %. Untuk analisis sensitivitas dengan kenaikan biaya tidak tetap, proyek masih layak untuk dilanjutkan dengan kenaikan hingga 30 %. Untuk analisis sensitivitas dengan penurunan harga jual sebesar 10% yang diikuti dengan kenaikan biaya tidak tetap sebesar 10%, proyek masih layak tetapi tidak layak untuk penurunan harga 10% yang diikuti kenaikan biaya tidak tetap sebesar 20%. B. SARAN 1. Perlu adanya peningkatan efisiensi biaya produksi dengan sebaik mungkin, sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Meskipun hasil dari analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perusahaan dapat bertahan terhadap kenaikan biaya tidak tetap sebesar 30%, tetapi peningkatan efisiensi biaya produksi tetap perlu dilakukan agar dapat menjamin terciptanya keuntungan jangka panjang secara berkesinambungan. Efisiensi biaya yang dapat dilakukan antara lain penggunaan bahan bakar alternatif dalam proses pengeringan, penggunaan pupuk organik, mengarahkan upah buruh dalam investasi ternak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan buruh dan limbahnya dapat digunakan sebagai pupuk. 2. Perusahaan disarankan mencari terobosan baru, terhadap perkembangan usaha produksi teh. Demi mencapai keuntungan jangka panjang secara berkesinambungan diperlukan terobosan-terobosan dalam proses bisnis usaha teh seperti mengembangkan bisnis industri hilir (produk akhir) melalui pembianaan koperasi kepegawaian/buruh. Selain dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai/ buruh, bisnis industri hilir melalui koperasi juga dapat membantu perusaahaan dalam keterbatasan modal dan tetap fokus pada kompetensi inti yang dimiliki. 35

DAFTAR PUSTAKA Adhipratiwy, N S. 2001. Analisis Biaya Produksi Pada Usaha Krisan Pot. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Gray, C., L.K. Sabur, P. Simajuntak, dan F.P.L. Maspaitella. 1985. Pengantar Evaluasi Proyek. Penerbit Gramedia. Jakarta. Nasution, Z. Dan T. Wachyuddin. 1985. Pengolahan Teh. Agro Industri Press. Jurusan Teknik Pertanian, FATETA, IPB. Bogor. Nataprawira, R. 2005. Analisis Kelayakan Pengembangan Industri Nata De Coco. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. Jurusan Mekanisasi Pertanian. Fateta. IPB. Priatna, Eka. 1989. Analisis Efisiensi Alat Pelayu Teh withering trough pada Pengolahan Teh Hitam CTC di PT. Teh Nusamba Tasikmalaya. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, FATETA. Institut Pertanian Bogor. Revinaldo, D. 1992. Analisis Biaya Pengolahan Kelapa Parut Kering. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Setiawan, T. 2009.Mempelajari Proses Produksi Teh Hitam Ortodox di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cisaruni, Garut Jawa Barat. Laporan Praktek Lapang. Jurusan Teknik Pertanaian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Setyamidjaja, D. 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pascapsanen. Penerbit Konisius, Yogyakarta. Soemarsono. 1984. Peranan Harga Pokok dalam Penentuan Harga Jual. ESG. Jakarta. Standar Nasional Indonesia.1990. Teh Hitam. SNI: 01-1902-1990. Suprihatini, R. 2005. Daya Saing Ekspor Teh Indonesia di Pasar Teh Dunia. Jurnal Agro Ekonomi. (Online), Volume 23, no.1, (http://pse.litbang. deptan.go.id/ind/pdffiles/jae%2023-1a.pdf, diakses 5 April 2010) www.csrreview-online.com. 2008. Komoditi Teh di Indonesia. Diakses tanggal 5 April 2010. www.database.deptan.go.id. 2009. Basis Data Statistik Pertanian. Diakses tanggal 5 April 2010. www.wikipedia.com. 2004. List of Countries By Tea Consumption Per Capita. Diakses tanggal 20 Juli 2010. www.wikipedia.com. 2010. The Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations for Tea Production. Diakses tanggal 20 Juli 2010. 36

LAMPIRAN 37

Lampiran 1. Peta Lokasi Kebun Cisaruni, Garut 38