" The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings "

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

Photodynamic therapy (PDT) pada penderita karsinoma nasofaring: kajian angka harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

HUBUNGAN ANTARA KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS DENGAN RESPON KEMORADIASI BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. tiroid ditemukan pada 4-8% dari populasi umum dengan pemeriksaan palpasi, 10-

ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah 4-8 %, nodul yang ditemukan pada saat palpasi adalah %,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

NILAI DIAGNOSTIK SKOR KLINIS DIBANDINGKAN DENGAN BIOPSI PATOLOGI ANATOMI DALAM MENDIAGNOSIS PASIEN KARSINOMA NASOFARING

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

Tommyeko H Damanik, 2005, Pembimbing : Hana Ratnawati. dr., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode

ABSTRAK PERANAN UJI KULIT TUBERKULIN DALAM MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS ( STUDI PUSTAKA )

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

HUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

ABSTRAK. GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan

KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

ANGKA HARAPAN HIDUP DUA TAHUN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA BERBAGAI STADIUM YANG DILAKUKAN TERAPI KEMORADIASI

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

ABSTRAK. Gambaran Riwayat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Periksa Payudara Sendiri (SADARI) Pasien Kanker Payudara Sebagai Langkah Deteksi Dini

Majalah Kesehatan FKUB Volume 2, Nomer 3, September 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

ABSTRAK INSIDENSI DAN GAMBARAN PENDERITA KANKER SERVIKS DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Pewarnaan Toluidin blue sebagai petanda ketepatan biopsi pasca terapi karsinoma sel skuamosa kepala-leher

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbesar penyebab kematian antara lain kanker paru, payudara, kolorektal, prostat,

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan proliferasi selular dari trofoblas plasenta meliputi :

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

KUALITAS HIDUP DAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUD DR.

Perbedaan Terapi Kemoradiasi dan Radiasi terhadap Kesembuhan Kanker Payudara Pasca Bedah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling sering terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. klinik. Prevalensi nodul berkisar antara 5 50% bergantung pada populasi tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and

BAB I PENDAHULUAN. Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit. yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak

BAB I PENDAHULUAN diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut (Lester, 2004 ;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum disebabkan peningkatan enzim liver. Penyebab yang mendasari fatty liver

PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST)

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

Ekspresi LMP1 EBV pada keberhasilan terapi dan tiga tahun ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring

Kanker Nasofaring. Wulan Melani. Wulan Melani 1, Ferryan Sofyan 2. Mahasiswa F.Kedokteran USU angkatan 2009 /

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

5.2 Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Lokasi

Transkripsi:

ABSTRACT " The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings " Puji Sulastri, Bambang Hariwiyanto, Sagung Rai Indrasari Departement of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Faculty of Medicine Gadjah Mada University Yogyakarta Nasopharyngeal carcinoma is a malignancy in otolaryngology that has had significant attention because of its relatively high mortality. Post therapy evaluation is done by otolaryngologists in the management of nasopharyngeal carcinoma. A nasopharyngeal biopsy is painful, invasive, time consuming and can not be done every time a patient visits for evaluation. With the disadvantages of the biopsy which is then examined by pathologists as a gold standard, another valid diagnostic procedure should be considered, but that is a valid CT scan. The objective of this study determine the sensitivity and specificity of CT scanning for evaluation of response to therapy of primary tumors of NPC. The study design is a diagnostic test. Statistical analysis using descriptive test and chi - square. Twenty- nine patients with NPC, 8-12 weeks post-treatment complete, do a CT scan nasofarings are then interpreted by a radiologist. The results showed that the sensitivity of 44% (IK95%: 34% to 54%), a specificity of 53% (IK95%: 43% to 63%), positive predictive value 15% (IK95%: 5% to 25%), the value 84% negative predictive (IK95%: 74% to 94%), likelihood ratio for a positive test result (LR +) of 0.95, likelihood ratio for a negative test result (LR-) of 1.05. From these studies it was concluded that the CT scan can be used as a measurement tool for evaluation of response to therapy of primary tumors in nasopharyngeal Carcinoma, but to obtain valid results in diagnosing residual nasopharyngeal carcinoma biopsy is needed. Keywords : Nasopharyngeal Carcinoma, CT scan, Biopsy xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan epitelial yang terletak di rongga nasofarings. KNF mempunyai perangai berbeda dibandingkan dengan keganasan pada kepala leher yang lain, karena sifatnya yang sangat invasif dan sangat mudah bermetastasis (Tang L.,2008)(Liu et al.,2003). Epidemiologi KNF sangat unik, yaitu sangat jarang ditemukan di populasi dunia, tetapi banyak ditemukan di beberapa negara Asia Tenggara. Kekerapan kasus baru KNF di bagian Selatan Cina sebanyak 40-50 kasus/100.000 penduduk per tahun, sedangkan di Indonesia 5,68 kasus/100.000 penduduk per tahun. Perbandingan antara pria dan wanita sebesar 2-3:1, 80% pasien terdiagnosis pada umur 30 59 tahun dan sudah pada stadium lanjut (Jia et al.,2003). Stadium dini KNF gejalanya tidak khas, sehingga pasien datang berobat ke rumah sakit ketika sudah timbul benjolan di leher yang merupakan anak sebar dari tumor primernya (Jia et al.,2003). Di Bagian THT RS Dr. Sardjito, Yogyakarta (antara bulan Januari 2004 sampai dengan bulan April 2005, didapatkan 108 kasus baru KNF dengan stadium III (23,15%) dan stadium IV (66,85%), dan tidak didapatkan penderita KNF dengan stadium I atau II (Harowi et al.,2005). Diagnosis KNF ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, dilengkapi dengan pemeriksaan nasoendoskopi, CT scan nasofaring dan hasil pemeriksaan histopatologi yang merupakan baku emas. Untuk penegakan stadium KNF dilengkapi pemeriksaan USG abdomen dan bone survey. Pencitraan sangat penting untuk deteksi, staging, dan pengobatan. CT scan telah terbukti sebagai 1

2 alat pencitraan yang berharga untuk awal staging dan restaging diagnosis karsinoma nasofarings. CT scan mungkin sebagai modalitas pencitraan standar klinis dalam menentukan stadium karsinoma nasofaring dan dalam mendeteksi rekurensi setelah radioterapi. Ini bisa memberikan informasi yang berharga dalam lokasi tumor primer pada pasien dengan limfonodi leher dan metastasis dari tumor primer tidak diketahui (Chen et al,2007). Pengobatan utama karsinoma nasofarings saat ini adalah radioterapi, karena karsinoma nasofarings merupakan tumor yang sangat radiosensitif. Radioterapi sebagai tindakan kuratif, umumnya ditujukan pada tumor yang luas, tetapi eksistensinya masih terbatas (lokoregional), sedangkan untuk tumor yang sudah bermetastasis jauh diberikan sebagai tindakan paliatif (Sukardja, 2000; Wei et al., 2001). Pada penderita stadium awal keberhasilan penyembuhan dengan radioterapi sampai 80%, dan semakin menurun pada stadium yang lebih lanjut. Pemberian kemoterapi biasanya ditujukan untuk karsinoma nasofarings stadium lanjut atau keadaan kambuh. Dilaporkan oleh Lin dan Jan (1999) bahwa pada penderita karsinoma nasofarings yang telah mendapat terapi definitif dan menunjukkan hasil respon komplit (complete response), 5 year actuarial survival hanya sebesar 38,1%. Evaluasi pascaterapi untuk mengetahui keberhasilan terapi atau adanya kekambuhan adalah hal yang harus dilakukan oleh dokter spesialis THT-KL dalam manajemen karsinoma nasofarings sehingga konfirmasi mengenai remisi komplit maupun parsial secara klinik setelah terapi adalah sangat penting (Sham et al., 2003). Lee et al. (1993) mengatakan bahwa setelah 8-12 minggu

3 pascaterapi dapat ditentukan apakah hasil terapi berhasil atau tidak sehingga dapat ditentukan terapi lanjutan misalnya dengan brakiterapi ataupun dengan radioterapi/kemoterapi tambahan (booster). Secara radiologis, imaging terpilih untuk konfirmasi, menentukan stadium dan evaluasi karsinoma nasofarings adalah pemeriksaan CT Scan dan MRI, di samping PET atau PET-CT (Hoe J, 1998 ; Goh J, 2009). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan gambaran dalam diagnosis karsinoma nasofarings dengan berbagai modalitas radiologi. Comoretto et al pada tahun 2008 melaporkan bahwa akurasi pemeriksaan MRI dan PET-CT dalam mendeteksi karsinoma nasofarings adalah 92,1 % MRI dan 85,7 % PET-CT, dalam restaging 74,6% MRI dan 73,0% PET-CT. Bransetter et al pada tahun 2005 meneliti akurasi PET-CT, PET dan CT pada kanker kepala leher keseluruhan, dan mendapatkan angka berturut 94%, 90% dan 74%. Hoe pada tahun 1989 melaporkan bahwa 100% pasien karsinoma nasofarings menunjukkan blunting fossa Rosenmuller, dan biasanya akan ada penebalan m. levator velli palatini pada pemeriksaan CT Scan. Rahayu pada tahun 1998 menyimpulkan bahwa CT Scan kepala coronal dan aksial penting untuk melihat adanya destruksi basis cranii dalam penentuan stadium. Dari semua laporan tersebut, belum dilaporkan secara khusus akurasi CT Scan dalam menentukan evaluasi respon terapi tumor primer karsinoma nasofarings. B. Perumusan Masalah Masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4 1. Karsinoma nasofarings merupakan suatu keganasan epitelial dengan frekuensi kejadian yang cukup tinggi, berdasarkan data laboratorium Patologi Anatomi selalu berada dalam urutan empat besar kanker di Indonesia. Keberhasilan terapi karsinoma nasofarings dapat diketahui dengan evaluasi respon terapi tumor primer pada penderita yang telah menjalani terapi komplit. 2. CT scan merupakan pemeriksaan radiologis pilihan yang digunakan di rumah sakit, termasuk di RSUP Sardjito yang memungkinkan untuk dilakukan pada setiap kali follow up penderita untuk evaluasi respon terapi tumor primer pada karsinoma nasofarings. 3. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya massa di nasofaring, volume pada pascaterapi karsinoma nasofarings dengan metode yang tidak invasif, dapat menentukan luas dan sifat lesi serta penyebarannya ke jaringan atau organ sekitar. 4. Hasil CT Scan untuk menilai evaluasi respon terapi tumor primer pada KNF dilakukan dengan ada tidaknya massa, penebalan, kecembungan, ketidaksimetrisan fossa Rosenmuler, ketidaksimetrisan torus tubarius kanan dan kiri. Gold standart keberhasilan terapi pada KNF adalah biopsi. 5. Pada saat ini validitas pemeriksaan ct scan pada evaluasi respon terapi tumor primer pada karsinoma nasofarings masih kontroversi dan belum ada yang melakukan penelitian mengenai hal tersebut. 6. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai validitas hasil pemeriksaan CT Scan dibandingkan hasil biopsi pada evaluasi respon terapi tumor primer pasien karsinoma nasofarings yang telah menjalani terapi.

5 C. Pertanyaan Penelitian Seberapa besar sensitifitas dan spesifisitas hasil pemeriksaan CT Scan dibandingkan hasil pemeriksaan biopsi dengan guiding nasoendoskopi sebagai baku emas pada evaluasi respon terapi tumor primer karsinoma nasofarings? D. Tujuan Penelitian Menentukan sensitifitas dan spesifisitas hasil pemeriksaan CT Scan dibandingkan hasil pemeriksaan biopsi dengan guiding nasoendoskopi sebagai baku emas pada evaluasi respon terapi tumor primer karsinoma nasofarings. E. Manfaat Penelitian Diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan terhadap evaluasi respon terapi tumor primer KNF. 2. Dapat digunakan sebagai data untuk penelitian selanjutnya. 3. Penapisan awal keberhasilan terapi. F. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan terutama yang berbasis internet, tidak ditemukan laporan atau penelitian mengenai validitas hasil pemeriksaan CT Scan yang lengkap pada eveluasi respon terapi tumor primer karsinoma nasofarings baik di RSUP Sardjito, di Indonesia maupun di literatur internasional. Peneliti menemukan beberapa artikel atau jurnal penelitian yang berhubungan dengan pemeriksaan CT Scan dan imaging lainnya untuk diagnosis karsinoma nasofarings yang dapat digunakan sebagai acuan. Comoretto et al

6 tahun 2008 melakukan penelitian tentang perbandingan akurasi MRI dan PET-CT dalam mendeteksi dan restaging residu dan rekurensi karsinoma nasofarings post terapi. Dan didapatkan hasil bahwa akurasi dan sensitivitas MRI lebih baik dibandingkan PET-CT dalam mendeteksi residu dan rekurensi pada karsinoma nasofarings. Penelitian oleh Luo et al tahun 2008 tentang perubahan CT Scan post radiasi dan rekurensi karsinoma nasofarings dengan hasil kebanyakan kasus normal atau sedikit penebalan pada CT Scan post radiasi, tidak ada nilai sensitifitas, sensitifitas dan akurasi. Menurut Prisilia tahun 2006 tentang perbandingan validitas CT Scan kepala potongan koronal dengan aksial dalam mendeteksi karsinoma nasofarings dengan hasil dengan nilai sensitifitas sedikit lebih baik pada aksial dibanding koronal, nilai spesifitas sama yaitu koronal dan aksial. Penelitian oleh Supriyatna Y pada tahun 2012 tentang validitas pemeriksaan CT scan pada diagnosis karsinoma nasofarings dengan hasil validitas CT Scan dengan menggunakan MSCT lebih baik dibandingkan SSCT dan dalam diagnosis dan evaluasi post-terapi.